Anda di halaman 1dari 6

Wawancara Achmad Fauzi, Ketua DKJT 2008-2013 di Koran SINDO

Seni Hanya Jadi


Aksesori
Minggu, 06/04/2008 , Koran SINDO

Seni di Jawa Timur lambat laun mulai mundur. Produk kesenian pun
dikooptasi kepentingan. Bagaimana ini bisa terjadi? Dan bagaimana pula
mengatasinya? Jawa Timur yang dikenal berperadaban tinggi sekarang
seolah kehilangan
identitasnya. Nilai luhur budaya pun mulai terkikis.Kenapa ini terjadi?

Itulah realitasnya.Saat ini kesenian sudah banyak ditunggangi


kepentingan
politik dan birokrasi. Dan, ini adalah imbas program otonomi daerah saat
ini.Di
mana persoalan kesenian di daerah sering kalah oleh kepentingan lain.
Anda
lihat saja, kegiatan seni acap dikalahkan dengan kesehatan, pendidikan
dan
sebagainya.

Bukankah di daerah sudah ada Dewan Kesenian?

Justru di situlah persoalannya.Dewan Kesenian terkadang lemah


mengatasi
masalah itu, khususnya soal keikut sertaannya membangun kesenian
daerah. Ini
diperparah dengan lemahnya peran masyarakat. Mereka tidak proaktif
mendukung
pembangunan kesenian sebagaimana pemerintah tak pernah melibatkan
masyarakat.

Bagaimana mengatasi hal ini?

Paling tidak perlu payung hukum untuk menyeimbangkan semua itu.


Khususnya
menyangkut regulasi pembangunan kesenian. Misalnya dengan membuat
peraturan
daerah (perda) atau PP tentang kesenian. Dengan begitu kesenian tidak
lagi
diabaikan. Kenyataan yang terjadi selama ini penggarapan bidang
kesenian
masih dilakukan secara parsial.
Dengan kata lain, masih mendompleng pada bidang yang lain. Untuk
persoalan
hak cipta misalnya, hingga saat ini masih menjadi salah satu materi di
lembaga hukum.Namun demikian sejauh mana kita melakukan
pendampingan tentang
hak cipta itu hingga saat ini masih belum ada. Karenanya tidak heran jika
selama ini kita kesulitan sekali saat ngomong tentang orisinal.
Untuk hak cipta yang dihasilkan dari kreativitas individual mungkin
mudah
mendapatkan legiti masi.Tetapi untuk kreativitas kolektif (produk kesenian
yang ada di masyarakat) ini sulit sekali. Sehingga tak jarang dari
produk-produk kesenian itu yang hilang saat ini (tidak diketahui) siapa
penciptanya.

Misalnya seperti apa?

Banyak sekali, beberapa karya seperti tari topeng, bantengan hingga


saat
ini belum diketahui siapa penciptanya. Bahkan, di beberapa daerah juga
masih
berebut menjadi pemilik sah kesenian rakyat itu. Kondisi inilah yang pada
akhirnya menimbulkan ego sektoral, seperti halnya kesenian reog yang
sampai
saat ini diklaim sebagai milik masyarakat Ponorogo.
Konsekuensi terburuk, kesenian menjadi terbelenggu sehingga
beberapa pakem
karya seni itu hilang. Seperti halnya terjadi pada beberapa kesenian
jalanan.
Begitu kesenian tersebut dipang gungkan, semua menjadi kacau. Karena
banyak
kepentingan masuk di situ.
Termasuk juga hegemoni pemerintah untuk kepentingan politik
kekuasaan
mereka. Reog yang semula kesenian jalanan, diukur, ditentukan pakem-
pekemnya
dan dipanggungkan. Dan, itu adalah membunuh kreativitas.

Seharusnya bagaimana?

Harusnya kesenian itu dibiarkan tumbuh secara proporsional. Dengan


kata
lain. Sehingga pemerintah selaku pemegang kebijakan mestinya mampu
memberi
peluang terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesenian itu. Baik
menyangkut
bentuk, ragam genre, dan gaya . Bahkan termasuk munculnya kesenian
baru.
Karena itu langkah paling praktis untuk melestarikan produk kesenian
itu
adalah dengan museumkan (mendokumentasikan) segala ragam,
bentuk dan genre
itu. Dengan begitu nilai luhur kesenian itu tidak hilang. Bahkan semakin
terpetakan dengan jelas, asal maupun karakteristik kesenian di daerah
itu.

Lalu bagaimana meminimalkan semua ini?

Sekali lagi ada tiga konsep yang harus dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, lembaga kesenian maupun pelaku seni itu sendiri. Ketiga
konsep
itu adalah konservasi terhadap pakem-pakem itu sebagai bentuk
penyelamatan
sehingga orang menjadi mafhum atas karya itu.Begitu juga pada tahun-
tahun
berikutnya.
Kedua, adalah pengembangan secara keberlanjutan agar memberi
peluang
kepada perkemba ngan.Agar tidak liar, dibutuhkan peran pemikir seni
untuk
pendampingan. Ketiga, adalah memberi kan peluang pada munculnya
bentuk-bentuk
baru,sebagai bentuk inovasi dari karya seni tersebut.
Dan proses pengembangan itu bisa dilakukan dengan berbagai cara.
Misalnya
dengan meluaskan wilayah budayanya. Sehingga tidak hanya dalam hal
pengembangan bentuk.Tetapi lebih pada bagaimana karya seni itu
mampu
dikembangkan di daerah lain.Yakni, di luar munculnya kesenian itu.

Kenapa begitu?

Perlu diketahui, kesenian adalah merupakan produk budaya. Karena itu


keberadaannya tidak bisa dipetakan secara administrasi. Sehingga
perkembangannya harus dibiarkan secara alamiah. Lebih jauh, kehidupan
budaya
adalah sebuah hubungan yang didasari oleh nilia-nilai manusia dan
kemanusiaan.
Sehingga dia menerima pengaruh dari apapun tetap menjadi dirinya.
Karena
itu biarlah ekspansi (perluasan) budaya dari daerah satu ke daerah lain
hal itu
terjadi. Sebab pada dasarnya hal itu akan menjadi pengalaman budaya
bagi
wilayah lain. Dan ini adalah wujud dari reproduksi secara alamiah. Itu
sebabnya peluang ekspansi tetap penting, daripada jika harus dimasuki
oleh
kebudayaan lain seperti breakdance,kappoera.

Bagaimana kesenian saat ini?

Jawa Timur sebenarnya kaya sekali, ada wayang tengul, wayang beber,
dan
banyak lagi. Namun demikian semua itu ternyata tidak mampu bertahan.
Sehingga
saat ini pun keberadaannya menjadi langka. Ini terjadi lantaran tidak ada
upaya mendokumentasikan, melakukan pengembangan dan memberikan
peluang
munculnya bentuk-bentuk baru.
Sekali lagi dikatakan mengalami penurunan, mengingat tidak ada
metamorfosa
baru dari kesenian itu,misalnya setelah ludruk akan muncul kesenian apa
lagi.
Yang menarik dan butuh ditularkan kepada daerah lain. Di Jawa timur,
keberadaan local genius sudah jarang sekali.Sehingga mereka tidak lagi
pandai
memproduksi kesenian, tetapi justru hanya menjadi seorang konsumen
seni.

Maksudnya?

Kesenian itu adalah pencapaian dari sebuah produk kebudayaan.


Kesenian
mencerminkan tentang sistem nilai yang berlaku pada sebuah lingkungan
budaya.
Sehingga dengan hanya melihat produk seni di suatu daerah, maka akan
diketahui seberapa jauh tingkat peradaban daerah itu.
Karena itu kesenian bukan hanya sekadar ada pada acara-acara
seremonial
seperti saat ini. Ingat, jika kesenian hanya sebatas aksesori, maka itu
menandakan rendahnya apresiasi masyarakat. Kesenian adalah
merupakan bagian
dari ritual

Bagaimana sikap pemerintah?

Selama ini mereka masih belum paham terhadap persoalan seni.


Beberapa
contoh kebijakan kontroversial pemerintahan membuktikan semua itu. di
era
Harmoko misalnya, semua kebijakan dibuat seakan-akan memarginalkan
kehidupan
kesenian. Misalnya dengan tidak menerapkan UU tentang penyiaran. Ini
sungguh
fatal, sebab pada dasarnya UU tentang penyiaran adalah sebuah filter
untuk
menyaring semua itu

Bagaimana pemerintahan saat ini?

Untuk saat ini keinginan-keinginan itu memang ada.Tetapi harus diakui


bahwa
hingga saat ini semua belum tergarap dengan baik. Karena itulah peran
aktif
masyarakat sangat diperlukan. Begitu juga dengan lembaga- lembaga
kesenian
seperti DKJT ini. lembaga inilah yang memiliki tanggung jawab besar
untuk
melakukan pengawalan terhadap produk kesenian di daerah itu.Termasuk
juga
menjaganya dari hegemoni pemerintah.

Kalau memang seperti itu, apakah DKJT yang notabene bagian


pemerintah
daerah justru membelenggu?

Birokrasi pada dasarnya adalah fasilitator. Dan itu tidak bisa dijalankan
sepenuhnya oleh pemegang birokrasi itu. Seperti halnya dalam persoalan
kesenian. Karena itu perangkat DKJT ini menjadi penting. sebab
keberadaannya
bisa menjembatani kepentingan masyarakat untuk selanjutnya
disampaikan kepada
pemegang birokrasi itu.
Sekali lagi Pemerintah perlu didampingi, karena agar tahu betul tentang
kepentingan persoalan budaya. Sehingga di saat membuat kebijakan
tentang
kesenian itu tidak salah arah. Ingat Jawa Timur adalah daerah yang
memiliki
peradaban luhur. Di wilayah ini kita banyak diwarisi oleh banyak budaya.
Di antaranya Mataraman, Madura, Jawa dan Osing yang kesemuanya
memiliki
produk kesenian sendiri-sendiri. Kekayaan inilah yang mestinya kita jaga
dengan baik.Yakni dengan mendokumen tasikan, mengembangkan dan
memberi
peluang adanya penciptaan karya baru dari produk-produk kesenian itu.
Sebaliknya, bukan malah menjadikan keberagaman karya itu dalam
sebuah
kompetisi.
(ihya ulumuddin)

Anda mungkin juga menyukai