PENDAHULUAN
1. anemia makrositik-normokromik
2. anemia mikrositik-hipokromik
3. anemia normositik-normokromik
EPIDEMIOLOGI
Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling umum terdapat di
dunia. Hampir seperlima dari populasi di dunia menderita anemia defisiensi besi. Di
Amerika Serikat, wanita lebih banyak menderita anemia defisiensi besi dibanding
pria, dimana tingkat insidensinya tertinggi pada usia reproduktif dan menurun
setelah menopause. Di negara berkembang, penyebab anemia defisiensi besi
terbanyak adalah kehamilan dan perdarahan kronik. Kehilangan darah 2-4 ml/ hari
cukup untuk dapat menyebabkan defisiensi besi. Pada wanita, penyebab terbanyak
anemia defisiensi besi adalah menoragi.
ETIOLOGI
Penyebab dari anemia defisiensi besi secara umum disebabkan karena
adanya keseimbangan negatif Fe yang dapat dibagi atas :
1. Berkurangnya asupan Fe
2. Kehilangan Fe
- Hemoglobinuria
- Gangguan hemostasis
3. Meningkatnya kebutuhan Fe
- Anak-anak
- Kehamilan
- Laktasi
PATOFISIOLOGI
Zat Besi
Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan.
Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat
dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk
anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi.
Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau
esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial.
1. Hemoglobin 66 %
2. Mioglobin 3 %
3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom
oksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin
sebanyak 25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.
Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung
dan kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan.
Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau,
buah-buahan dan sereal. Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat
rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg zat besi per hari pada diet orang
Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber utama zat besi.
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk ferri ( Fe3+ ). Kemudian akan
direduksi oleh HCl lambung dan vitamin C dalam makanan menjadi ferro (Fe2+ ),
dan masuk ke usus halus. Zat besi berupa ferro diabsorbsi terutama didalam
duedunum makin ke distal absorbsinya makin berkurang.
Besi diserap oleh epitel usus dengan bantuan protein transpor yang dikenal dengan
DMT 1 ( Divalen Metal Transporter ). DMT 1 juga memfasilitasi absorbsi logam lain
seperti Mg, Co, Zn dan Cd. Besi akan dibawa dari luminal ke bagian mukosa epitel
usus.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena
proses pertumbuhan
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah
kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin
dalam tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi
besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat
penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat
dipercepat.
Serum besi normal dalam plasma sekitar 11-30 mol/L, terdapat ritme diurnal
sehingga meninggi pada pagi hari. Besi yang dilepaskan dari sel mukosa akan
masuk ke dalam sistem darah porta dalam bentuk ferro. Setelah diabsorbsi Fe
dalam darah akan diikat oleh transferin ( -globulin ) yang disintesis oleh hepar.
Tiap molekul transferin akan mengikat dua atom besi. Pengeluaran besi dari sel
mukosa akan dipermudah oleh derajat kejenuhan transferin dengan besi yang
masih rendah. Besi yang terikat oleh transferin segera diambil oleh sumsum tulang
untuk proses eritropoesis. Hanya retikulosit dan normoblast yang mampu
menggunakan ferri yang terikat pada transferin.
Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam seluruh sel tubuh, terutama di
hepatosit hati dan sedikit di sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam
sitoplasma sel, sebagian besar besi bergabung dengan suatu protein, yakni
apoferitin, untuk membentuk feritin. Besi yang disimpan sebagai feritin disebut besi
cadangan.
2. Defisiensi Fe laten
Cadangan Fe habis, tetapi kadar Hb masih di atas batas terendah kadar normal.
3. Anemia defisiensi Fe
Laten
Anemia Defisiensi Fe
Dini
Lanjut
Fe sumsum tulang
Serum feritin
< 12
< 12
< 12
Saturasi transferin
< 16%
< 16%
< 16%
FEP
Hb
8-14
<8
MCV
N atau
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakan hanya dari
laboratorium. Gejala yang umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan
kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang efektif sehingga gejalanya
hanya ringan. Bila kadar Hb>5 g/dl gejala iritabel dan dan anoreksia akan tampak
lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut akan terjadi takikardi, dilatasi jantung dan
murmur sistolik, keluhan umum anemia, lemah badan, mata berkunang-kunang,
timbul secara perlahan-lahan dan menahun, berdebar, riwayat perdarahan dan
keluhan gagal jantung.
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan
besi seperti:
Anemia
Gangguan fungsi/struktur jaringan epitel: kulit kering, rambut kering tipis, mudah
dicabut, papil atrofi, glositis, stomatitis angular, fisura, disfagia (sideropenik
disfagia, sindroma Paterson-Kelly, sindroma Plummer-Vinson), kuku tipis, kusam,
koilonychia/spoon nail, Web, striktur pada mukosa antar hipofaring dan esofagus,
atropi lambung, aklorhidria
Gangguan neuromuskular: gangguan fungsi otot, gangguan tingkah laku, gangguan
kemampuan, mempertahankan suhu tubuh di udara dingin, neuralgia, gangguan
vasomotor, peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, pseudotumor serebri
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Seseorang dikatakan mengalami anemia defisiensi zat besi bila hasil pemeriksam
laboratoriumnya menunjukan data sebagai berikut:
4. Retikulosit menurun
5. Fe serum rendah
7. Feritin menurun
DIAGNOSIS
TERAPI
Pada dasarnya terapi anemia ini ditujukan untuk menentukan penyebab dari
defisiensi Fe, kemudian mengeliminasi penyebab defisiensi Fe tersebut baru setelah
itu terapi Fe.
1. Terapi Oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral tablet sulfat ferosus, fero
fumarat atau fero glukonat, dengan dosis harian 200 mg Fe / hari. Penyerapan akan
lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada
saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang
dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian
besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi
absorbsi obat sekitar 40-50%.
2. Terapi parental
Indikasi parenteral:
Preparat yang sering diberikan adalah dekstrsan besi, larutan ini mengandung 50
mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan
4. Lama Terapi
Terapi Fe diteruskan sampai 4-6 bulan setelah hemoglobin normal untuk mengisi
cadangan Fe.
PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
ANEMIA APLASTIK
DEFINISI
Selain istilah anemia aplastik, masih ada istilah-istilah lain seperti anemia
hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia
hemoragika, panmieloftisis, dan anemia paralitik toksik.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi anemia aplastik didapat berkisar antara 2 6 kasus per 1 juta
penduduk per tahun. Penyakit ini lebih banyak ditemukan di belahan Timur dunia
daripada belahan Barat.
KLASIFIKASI
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Anemia Aplastik. Jilid II. Edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006
Anemi aplastik berat : 2 atau 3 kriteria darah tepi dan 1 kriteria sumsum tulang
diatas
ETIOLOGI
1. Didapat
Zat yang selalu menyebabkan aplasia pada dosis tertentu: radiasi, bensen,
arsen, sulfur, nitrogen mustard, antimetabolit, antimitotik (kolkisin, daunorubisin,
adriamisin)
d. Idiopatik
2. Familial
Sindroma Fanconi
PATOFISIOLOGI
Riwayat penyakit
- Adanya riwayat terpapar zat kimia, obat-obatan, radiasi atau infeksi yang
mungkin menyebabkan aplasia.
- Gejala infeksi seperti demam, sakit kepala dan batuk, yang terjadi akibat
leukopeni
- Asimtomatik
Diagnosis
a. Laboratorium
Darah tepi :
Laju endap darah: selalu meningkat, sebagian besar > 100 mm/jam pertama
b. Radiologis
DIAGNOSIS BANDING
c. Transfusi:
- PRC
d. Penanganan infeksi
Merupakan terapi terpilih untuk penderita usia muda (<40 tahun) dengan anemia
aplastik berat.
f. Imunosupresif
Dosis: 10-20 mg/kgBB/hari, diberikan selama 4-6 hari. Untuk mencegah serum
sickness, diberi Prednison 40 mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian tappering.
- Cyclosporin A
Dosis: 3-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis dilakukan setiap minggu
untuk mempertahankan kadar dalam darah 400-800 mg/ml.
Pengobatan diberikan minimal selama 3 bulan, bila ada respon, diteruskan sampai
respon maksimal, kemudian dosis diturunkan dalam beberapa bulan.
PROGNOSIS
ANEMIA HEMOLITIK
DEFINISI
- Defek enzim/enzimopati
- Defek jalur Embden Meyerhof
- Hemoglobinopati
- Talasemia
- Hemoglobinopati lain
Hemolisis terjadi kerana keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM yang
spesifik untuk antigen eritrosit pasien(selalu disebut autoantibodi)
PATOFISIOLOGI
RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat penyakit anemia hemolitik dapat asimptomatik maupun akut dan berat.
Keluhan yang sering didapatkan pada keadaan akut dan berat pada umumnya
berupa:
- gangguan kardiovaskuler
Pada penderita dengan penyakit kronis, keluhan yang sering ditemukan adalah
keluhan lemah badan yang berlangsung dalam periode beberapa minggu sampai
bulan.
2. Bentuk sedang berat dengan tanda dan gejala klinik disertai dengan kulit yang
pucat dan adanya ikterus ringan (subikterik).
3. Splenomegali
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DIAGNOSIS BANDING
- Anemia pernisiosa
- Eritrolekemi
- Myelofibrosis
TERAPI
- Glukokortikoid
Prednison 40mg/m2 luas permukaan tubuh (LPT)/ hari respon biasanya terlihat
setelah 7 hari, retikulosit meningkat, Hb meningkat 2-3gr%/minggu. Bila Hb sudah
mencapai 10gr%, dosis steroid dapat diturunkan dalam 4-6 minggu sampai 20
mg/m2 LPT/hari ; kemudian diturnkan selama 3-4 bulan. Beberapa kasus
memerlukan prednison dosis pemeliharaan 5-10mg selang sehari.
- Splenektomi
- Imunosupresif
Pada kasus gagal steroid dan tidak memungkinkan splenektomi. Azatioprin :
80mg/m2/hari atau Siklofosfamid 60-75mg/m2/hari. Obat imunosupresif diberikan
selama 6 bulan, kemudian tappering off, biasanya dikombinasikan dengan
Prednison 40mg/ m2LPT/ hari. Dosis prednison diturunkan bertahap dalam waktu 3
bulan.
- Immunoglobulin intravena
- Danazol
Dosis 600-800mg/hari, bila ada respon, dosis diturunkan menjadi 200-400mg/ hari.
Diberikan dengan prednison.
d) Kelainan Kongenital
Talasemia :
Sferositosis Herediter:
e) Bila perlu transfusi darah : washed red cell ( pada hemolitik autoimmune),
packed red cell
f) Pada hemolisis kronik, diberikan Asam folat 0.15-0.3mg/ hari untuk
mencegah krisis megaloblastik.
- dialisis
PROGNOSIS
Tergantung penyakit dasar, dapat mengalami krisis aplastik, krisis hemolitik dan
krisis megaloblastik, yang ditandai penurunan kadar hemoglobin secara cepat dan
dramatis.
1. Krisis aplastik:
2. Krisis hemolitik:
3. Krisis megaloblastik:
Terjadi sebagai komplikasi defisiensi folat, onset biasanya lebih lambat dari
krisis apalstik dan krisis hemolisis dan tidak berhubungan dengan infeksi.
- Anemia hemolitik autoimun idiopatik (warm antibodi): Perjalanan penyakit
bervariasi, mengalami remisi dan relaps, mortilitas mencapai 46%. Kelangsungan
hidup 10 tahun sebesar 73%.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
DEFINISI
ETIOLOGI
a. Asupan kurang :
b. Malabsorpsi :
EPIDEMIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sintesis DNA yang
terganggu. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai
sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietik dan epitel
gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan sitioplasmik
normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dengan
peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel awal / pendahulu eritroid
megaloblastik cenderung dihancurkan di dalam sumsum tulang. Selularitas sumsum
tulang sering meningkat, tetapi produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan
abnormal ini disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective
erythropoiesis).
Asam folat
Penyakit pada usus halus dapat mengganggu absorpsi asam folat dari makanan dan
resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme akut atau kronik,
asupan harian folat dalam makanan akan terhambat, dan siklus enterohepatik akan
terganggu oleh efek toksik dari alkohol pada sel parenkim hati. Ini yang menjadi
penyebab utama defisiensi folat yang menimbulkan eritropoiesis megaloblastik.
Purin
Vitamin B12
Ikatan kompleks kobalamin-FI dapat melawan proteolitik dan terus menuju ileum
distal, dimana reseptor spesifik terdapat pada fili mukosa dan menyerap kompleks
tersebut. Reseptor pengikat kompleks kobalamin-FI akan dibawa masuk ke sel
mukosa ileum, dimana FI kemudian dimusnahkan dan kobalamin dipindahkan ke
protein pengangkut lain, yaitu transkobalamin (TC) II. Kompleks kobalamin-TC II lalu
masuk ke dalam sirkulasi, menuju hati, sumsum tulang, dan sel-sel lain.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
1. Anemia megaloblastik
2. Glositis
3. Neuropati
Klasifikasi
Gejala
Pemeriksaan Fisik
Lesi
Ringan
Parestesi
Sedang
Kolumna dorsalis
Berat
1. Anemia megaloblastik
2. Glositis
Pemeriksaan Laboratorium
- MCV : pada anemia berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat berkisar
antara 110-130 fl
- biopsi jejunum
DIAGNOSIS BANDING
- Leukemia Akut
- Anemia aplastik
- Hipotiroidisme
- Nefritis kronis
PENATALAKSANAAN
1. Suportif
2. Defisiensi B12
- Sianokobalamin
Dosis : 100 mg IM / hari selama 6-7 hari. bila ada perbaikan klinis dan ada respon
retikulosit dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 mg IM selang sehari sebanyak 7
dosis, kemudian tiap 3 - 4 hari selama 2 3 minggu (dosis total 1,8 2 mg B12
dalam 5 6 minggu). Pada saat ini kelainan hematologis harus mencapai normal.
Setelah kelainan hematologis normal, pada anemia pernisiosa diberikan
sianokobalamin 100 mg IM / bulan seumur hidup
- Hidroksokobalamin
Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin. 28 hari setelah injeksi,
hidroksokobalamin diretensi 3 kali lebih banyak daripada sianokobalamin.
atau
PROGNOSIS
Baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskuler atau infeksi yang berat. Sebelum
adanya terapi yang efektif, anemia pernisiosa biasanya fatal dengan mortalitas 53%
dalam bulan pertama. Setelah terapi, relaps dapat terjadi bervariasi antara 21 213
bulan. Remisi didapatkan pada 86% penderita, beberapa penderita bertahan hidup
selama 14 20 tahun. Komplikasi jangka panjang anemia pernisiosa adalah
karsinoma lambung. Peningkatan resiko terjadinya karsinoma kolorektal juga
didapatkan pada penderita anemia pernisiosa.
Progresi kelainan neurologis dapat dihambat dengan terapi vitamin B12. Semakin
singkat gejala neurologis berlangsung, semakin besar kemungkinan untuk
mengalami perbaikan. Gejala neurologis yang berlangsung kurang dari 3 bulan
biasanya revesibel. Perbaikan gejala neurologis berlangsung lambat, dan perlu
wakktu 6 bulan atau lebih untuk mendapatkan respon maksimal.
Anemia
I. Pengertian Anemia
Add caption
Add caption
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan
kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Secara fisiologis, anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan.
Gejala-gejala umum pada anemia antara lain, cepat lelah, takikardi, palpitasi,
dan takipnea pada latihan fisik. Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat
sel darah merah secukupnya. Sel darah merah ini dibuat oleh sumsum tulang.
Proses ini membutuhkan zat besi serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoeitin
(EPO) merangsang pembuatan sel darah merah. Eritropoeitin (EPO) merupakan
hormon yang dibuat oleh ginjal. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
anemia :
Kekurangan zat besi, vitamin B12, atau asam folat. Kekurangan asam folat
dapat menyebabkan jenis anemia yang disebut megaloblastik, dengan sel darah
merah yang besar dengan warna muda.
Infeksi HIV dan infeksi oportunistik yang terkait dengan penyakit HIV. Banyak
obat yang umumnya dipakai untuk mengobati penyakit HIV dan infeksi terkait dapat
menyebabkan anemia.
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2
mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 g, kira-kira 50 mg/kg BB
pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita. Umumnya akan terjadi anemia dimorfik,
karena selain kekurangan Fe juga terdapat kekurangan asam folat.
Hemoglobinuria.
Penatalaksanaan :
2. Pemberian preparat Fe :
Fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat
dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap. Pada pasien yang tidak
kuat dapat diberikan bersama makanan.
Fero glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi
terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak
dapat diberikan oral, maka dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg
Fe ( 3mg/kg BB ) untuk tiap g% penurunan kadar Hb di bawah normal.
3. Selain itu, pengobatan anemia defisiensi zat besi biasanya terdiri dari
suplemen makanan dan terapi zat besi. Kekurangan zat besi dapat diserap dari
sayuran, produk biji-bijian, produk susu, dan telur. Tetapi yang paling baik adalah
diserap dari daging, ikan, dan unggas. Pada kebanyakan kasus anemia defisiensi zat
besi, terapi zat besi secara oral dengan larutan Fe2+ + garam besi.
Antagonis H2
Cholestyramin
2. Anemia Pernisiosa
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh factor intrinsic dan factor ekstrinsik.
Kekurangan vitamin B12 akibat factor intrinsic terjadi karena gangguan absorpsi
vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien
mungkin dijumpai penyakit-penyakit autoimun lainnya. Kekurangan vitamin B12
karena factor intrinsic ini tidak dijumpai di Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di
Indonesia adalah penyebab intrinsic karena kekurangan masukan vitamin B12
dengan gejala-gejala yang tidak berat. Didapatkan adanya anoreksia, diare, lidah
yang licin, dan pucat. Terjadi gangguan neurologis, seperti gangguan
keseimbangan.
Penatalaksanaan :
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari, 1
kali tiap bulan.
Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu, dan daun-daun yang hijau.
Umumnya berhubungan dengan malnutrisi. Penurunan absorpsi asam folat jarang
ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Juga berhubungan
dengan sirosis hepatis, akrena terdapat penurunan cadangan asam folat. Dapat
ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian dan hilangnya
daya ingat. Selain itu juga perubahan megaloblastik pada mukosa ( anemia
megaloblastik ).
Penatalaksanaan :
Pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan
pemberian / suplementasi asam folat oral 1 mg per hari.
Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial
siderosis. Anemia pada penyakit kronik merupakan jenis anemia terbanyak kedua
setelah anemia defisiensi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika
Serikat. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi, seperti
infeksi ginjal, paru.
Penatalaksanaan :
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah
seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan. Pemberian
kobalt dan eritropoeitin dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
5. Anemia Aplastik
Penatalaksanaan :
Atasi komplikasi ( infeksi ) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk
mencegah timbulnya infeksi.
6. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120
hari ), baik sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi hanya bila sumsum
tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia sel darah merah sangat
pendek, atau bila kemampuannya terganggu oleh sebab lain. Tanda-tanda hemolisis
antara lain ikterus dan splenomegali.
Penatalaksanaan :