Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. X

Umur : 55 tahun

Alamat :DSN Krajan RT 03/RW04 pakistaju-wonoasih

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

No. Rekam Medik :614281

Tanggal masuk RS : 26 Oktober 2016

Ruangan : Bougenvil kelas III laki-laki

B. ANAMNESA

Informasi diperoleh secara heteroanamnesis karena pasien tidak koorperatif dan tidak

dapat berkomunikasi dengan baik, anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2016 saat

pasien sudah sekitar 2 hari diruangan Bougenvil Kelas III laki-laki, RSUD dr.Moh Saleh

Probolinggo.

1. Keluhan Utama
Pasien susah buang air kecil
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien tidak bisa buang air kecil sejak 2 bulan yang lalu dan merasa nyeri saat

kencing, keluarga pasien mengatakan pancaran kecingnya melemah, pasien juga

harus menunggu beberapa saat untuk mengelurkan air kencing, terdapat juga

kencing yang menetes. Setelah kencing, pasien masih ingin kencing lagi karena

merasa tidak puas seolah-olah belum tuntas, pasien juga sering terbangun malam

hari untuk buang air kencing dan terkadang sulit ditahan sehingga pasien sering

buang air kecil di tempat tidur. Setelah itu pasien datang ke puskemas tapi karena

1
di puskesmas tersebut tidak terdapat kateter, pasien dirujuk ke RS Moh Saleh

Probolinggo, pasien datang ke poli bedah untuk dipasang kateter, setelah di

pasang kateter dan berkonsul beberapa kali, baru lah keluarga pasien ingin pasien

dioperasi agar dapat buang air kecil dengan normal kembali.


3. Riyawat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat pernah nyeri buang air kecil disertai warna kemerahan disangkal
HT, DM dan asma di sangkal
Riwayat MRS (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang menderita penyakit seperti ini di keluarga pasien
Riwayat DM (-)
Riwayat darah tinggi (-)
5. Riwayat Pengobatan
Belum pernah berobat sebelumnya
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok sudah 1 tahun
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran
Kualitatif : Compos Mentis
Kuantitatif : GCS 4 5 6
3. Tanda Vital Sign
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 72x/menit
Pernafasan : 16x/menit
Suhu : 36,5C
4. Status Generalis
a. Kepala leher
Kepala : Bentuk simetris, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), deviasi (-),
Mulut : Mukosa mulut lembab (+), cyanosis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar thiroid (-),massa (-), deviasi trakea

(-)
b. Thorax
Jantung
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), deformitas (-),

Jejas(-)
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1 dan S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru

2
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), gerak nafas

tertinggal (-), massa (-), jejas (-)


Palpasi : Gerak dinding dada simetris, ,fremitus raba simetris
Perukusi : Sonor di kedua lapangan paru depan dan belakang

c. Abdomen

Inspeksi : Distensi (-), jejas (-), penonjolan suprapubik (+)

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar,lien, dan ginjal tidak

teraba, nyeri tekan suprapubik (+)

Perkusi : Timpani

d. Ekstremitas

Akral hangat, edem (-), CRT <2 detik

5. Status Urologi
a. Regio Flank
Inspeksi : Bentuk pinggang simetris, benjolan -/-, jejas -/-
Palpasi : Bimanual Ballotement ginjal -/-
Perkusi : flank tets -/-
b. Regio suprapubik
Inspeksi : penonjolan (+)
Palpasi : nyeri (+)
c. Regio penoscrotal
Inspeksi : Orifisium uretra eksterna normal, terpasang DC (+)
Palpasi : Testis teraba dua buah kanan dan kiri, konsistensi kenyal

6. Pemeriksaan Rectal Toucher:

a. Kelainan kulit disekitar anus (-)

b. Tonus spincter ani mencengkram kuat

3
c. Mukosa rektum licin

d. Ampula recti kesan normal

e. Prostat : teraba prostat membesar, konsistensi padat kenyal, sulkus

medianus tidak teraba jelas, puncak tidak dapat dicapai, tidak

berdungkul-dungkul

Sarung tangan : lendir (+),darah (-), feses (+)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hasil Nilai rujukan


Hemoglobin 10,1 g/dl 13-18 g/dl
Leukosit 16,630/mm3 4000-11.000 g/dl

2. USG

4
Pembacaan hasil usg :

Ren dextra : normal


Ren sinistra : normal
Buli-buli : baik, balon kateter (+)
Prostat : Membesar, homogen dengan indentasi dasar buli-buli, vol 72ml

3. Pemeriksaan PSA

Pemeriksaan Hasil Keteranga Nilai normal


n
PENANDA TUMOR
PSA 15,58 ng/mL + L: < 4.0 ng/ml
Skor IPSS (International Prostate Symptom Score)

5
Tidak Kurang Kurang Kadang- Lebih Hampir Skor

pernah dari dari kadang dari selalu anda

sekali setenga sekitar setengah

dalam h (50%)

lima

kali
Selama sebulan terakhir, 0 1 1 3 4 5

seberapa sering anda merasa

tidak lampias saat berkemih

Selama sebulan terakhir, 0 1 2 3 4 5

seberapa sering anda harus

kencing dalam waktu kurang

dari 2 jam setelah selesai

berkemih?
Selama sebulan terakhir , 0 1 2 3 4 5

seberapa sering anda

mendaptakan bahwa anda

kencing terputus-putus?
Selama sebulan terakhir, 0 1 2 3 4 5

seberapa sering anda

mendapatkan bahwa anda

sulit menahan kencing?


Selama sebulan terakhir, 0 1 2 3 4 5

seberapa sering pancaran

kencing anda lemah?


Selama sebulan terakhir, 0 1 2 3 4 5

seberapa sering anda harus

mengedan untuk mulai

berkemih?

Selama sebulan terakhir, Tidak ada 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali 5 kali
0 1 2 3 4 5
seberapa sering anda harus

bangun untuk berkemih

6
sejak mulai tidur pada

malam hari hingga di pagi

hari?
Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) = 31
Senang senang Pada Campuran Pada Tidak Buruk

sekali umumn antara puas umumn bahagia sekali

ya puas dan tidak ya

tidak

puas
Seandainya anda harus 0 1 2 3 4 5 6

menghabiskan sisa hidup

dengan fungsi berkemih saat

ini bagaimana perasaan anda

Skor QOL=......................(Skor kualitas hidup)


Total IPSS Score : Ringan (Mild) : 0-7
Sedang (Moderate) : 8-9
Berat (Severe) : 20-35

Pengisian kuesioner IPSS :


Ringan <8 : tidak ada tindakan / watchful waiting
Sedang 8-18 : medikamentosa
Berat >18 : operasi

Resume
a. Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 55 tahun datang dengan keluhan
1. Nyeri saat buang air kecil
2. Keluhan dirasakan sudah 2 bulan yang lalu
3. Pasien harus menunggu saat kencing serta harus mengedan agar air

kecingnya keluar
4. Pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas
5. Pasien merasa pancaran miksi yang lemah
6. Pasien merasa buang air kecil menjadi sering dan air kencing yang

keluar menetes
7. Pasien sering terbangun pada malam hari untuk kencing dan sulit

ditahan sehingga buang air kecil ditempat tidur


b. Pemeriksaan fisik
1. Status generalis : dalam batas normal
2. Status urologi
a. Regio Flank

7
Inspeksi : bentuk pinggang simetris, benjolan (+)
Palpasi : bimanual ballotement ginjal -/-
Perkusi : flank test -/-
b. Regio suprapubik
Inpeksi : penonjolan (+)
Palpasi : nyeri tekan (+)

c. Regio Genetalia Eksterna


Inspeksi : orifisium uretra eksterna baik, terpasang DC

(+)
Palpasi :Testis teraba dua buah kanan dan kiri,

konsistensi kenyal
d. Regio Penoscrotal
Inspeksi: Orifisium uretra eksterna normal, terpasang DC (+)
Palpasi : Testis teraba dua buah kanan dan kiri,

konsistensi kenyal
Pemeriksaan Rectal toucher :
Kelainan kulit disekitar anus (-)
Tonus spincter ani mencengkram kuat
Mukosa rektum licin
Ampula recti kesan normal
Prostat : teraba prostat membesar, konsistensi padat lunak,

sulkus medianus tidak teraba jelas,sulkus lateralis tidak teraba

jelas, puncak tidak dapat dicapai, tidak berdungkul-dungkul


Sarung tangan : lendir (+),darah (-), feses (+)
D. Assesment
Benign prostat hyperplasi
E. Differential Diagnosis
1. BPH
2. Batu buli-buli
3. Striktur uretra
4. Prostatitis
5. ISK

F. Planning
Pre Operasi:

8
Inform Concent
Puasa 8 jam
Infus RL
Pemberian antibiotik (intravena)
Operasi :
Prostatektomi terbuka (TVP= Transvesika prostatika)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defini BPH (Benign Prostate Hyperplasia)


BPH (Benign Prostate Hyperplasia) adalah pembesaran jinak dari kelenjar

prostat. Penyebab dari BPH tidak diketahui secara jelas, tetapi beberapa hipotesis

9
menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar

Dihydrotestoteron (DHT) dan proses aging (penuaan). Prostat terletak mengelilingi

urethra posterior, pembesaran dari prostat mengakibatkan urethra pars prostatika

menyempit dan menekan dasar dari kandung kemih. Penyempitan ini dapat

menghambat keluarnya urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, kandung kemih harus berkontraksi lebih

kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan

perubahan anatomi kandung kemih, dimana perubahan struktur ini oleh penderita

dirasakan sebagai keluhan/gejala LUTS. LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)

adalah istilah umum untuk menjelaskan berbagai gejala berkemih yang dikaitkan

dengan BPH. Keluhan pasien BPH berupa LUTS terdiri atas gejala obstruksi (voiding

symptoms) maupun iritasi (storage symptoms).


B. Anatomi dan fisiologi prostat
Prostat adalah organ genital yang hanya di temukan pada pria karena

merupakan penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria. Prostat berbentuk

piramid, tersusun atas jaringan fibromuskular yang mengandung kelenjar. Prostat

pada umumnya memiliki ukuran dengan panjang 1,25 inchi atau kira kira 3 cm,

mengelilingi uretra. (Tanagho, 2004).

10
Dalam hubungannya dengan organ lain, batas atas prostat bersambung dengan

leher bladder atau kandung kemih. Di dalam prostat didapati uretra. Sedangkan batas

bawah prostat yakni ujung prostat bermuara ke eksternal spinkter bladder yang

terbentang diantara lapisan peritoneal. Pada bagian depannya terdapat simfisis pubis

yang dipisahkan oleh lapisan ekstraperitoneal. Lapisan tersebut dinamakan cave of

Retzius atau ruangan retropubik. Bagian belakangnya dekat dengan rectum,

dipisahkan oleh fascia Denonvilliers Prostat memiliki lapisan pembungkus yang di

sebut dengan kapsul. Kapsul ini terdiri dari 2 lapisan yaitu :

1. True capsule : lapisan fibrosa tipis pada bagian luar prostat

2. False capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling bersambung, menyelimuti

bladder atau kandung kemih. Sedangkan Fascia Denonvilliers berada pada bagian

belakang.
C. Fisiologi
fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung kepada pengaruh

endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian yang

peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka terhadap

11
androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami

hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen relatif

bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase yang

paling aktif bekerja pada pH 5. Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang

berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam

fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat,

kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan

cairan prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. (Purnomo, 2009).
Cairan prostat merupakan 70% volume cairan ejakulat dan berfungsi

memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di

dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini

dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian

dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan

prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma

dapat hidup lebih lama dan dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan

melakukan pembuahan, sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan

sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa cairan prostat

menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat

meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma Etiologi Hingga sekarang masih belum

diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi

menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron

(DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi

pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi

perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka

kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia

90 tahun sekiatr 100%.(Purnomo, 2009).

12
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga

menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo

(2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan

antara estrogen dan testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori

berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.


1. Teori Dehidrotestosteron (DHT) Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit

androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis

hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel

prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat

menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis

protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian

dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada

prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah

reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada

BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal.


2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron) Pada usia

yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron sedangkan kadar estrogen

relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone

relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam

terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah

reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).

Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone

meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang

sehingga masa prostat jadi lebih besar.


3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel. Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator

13
yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT

dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya

mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin 14 dan autokrin, serta

mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi

sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat

menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada

pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya

mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.


4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis) Progam kematian sel (apoptosis) pada

sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar

prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-

sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian

didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara

laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai

pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam

keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang

mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi

meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat. (Purnomo, 2009).


5. Teori sel stem Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.

Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang

mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat

tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen

kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH

dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi

yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel. (Presti, 2004).


D. Patofisiologi

14
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa

majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai

proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.

Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot

polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara

perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-

lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-

buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang

sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase

kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya

mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi

dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika

urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi

alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. ( Baradero, dkk 2007)
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan

aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing

terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami

kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi

urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya

sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah

berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan

frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih

yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria. (Purnomo, 2009).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,

akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko

ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat

15
bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama

kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat

menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat

menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga

menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis.

(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).


E. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun

keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) Tanda dan gejala dari BPH

yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian

atas, dan gejala di luar saluran kemih.


1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga

urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah,

Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang

sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).


2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada

sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,

benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang

merupakan tanda infeksi atau urosepsis.


3. Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia

inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada

saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda

lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,

kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak

nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan

volume residual yang besar.


F. Penatalaksanaan

16
1. Observasi Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien

dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar

tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik),

mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak

terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang

yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering

mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk

menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara

periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan

laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur. (Purnomo, 2011).


Pemeriksaan derajat obstruksi prostat (Purnomo, 2011) dapat diperkirakan

dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:


a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur

dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan

pemeriksaan USG setelah miksi.


b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin

dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri

yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.


dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin dibagi dengan

lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri

yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.


G. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada

penderita BPH adalah :


a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk

mengurangi tekanan pada uretra


b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker

(penghambat alfa adrenergenik)


c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/

dehidrotestosteron (DHT).

17
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, diantaranya :

penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.


1. Penghambat adrenergenik alfa Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin,

doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis

dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari.

Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat

mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat

ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di

trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi

didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan

laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika

sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien

mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai

memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di

hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin

maka perlu dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer,

dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter

uretra
2. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase Obat yang dipakai adalah finasteride

(proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat

pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat

ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas

pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru

menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan

pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan

18
miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah libido,

impoten dan gangguan ejakulasi.


3. Fitofarmaka/fitoterapi Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain

eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa

repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat

memperkecil volum prostat.

H. Terapi Bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan

didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri,

tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada

prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya

gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang

dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.


a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang

biasa digunakan adalah :


1. Prostatektomi suprapubik Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui

insisi abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat

diangat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala

ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah

yang cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat

terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah

abdomen mayor.
2. Prostatektomi perineal Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar

melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan

untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah

terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum. Komplikasi yang

19
mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera

rectal.
3. Prostatektomi retropubik Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara

insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan

kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk

kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang

hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan

tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik


b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat

dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:


1. Transurethral Prostatic Resection (TURP) Merupakan tindakan operasi

yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan

transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan

dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang

sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan

apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung

mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi

kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan untuk mencegah

pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak

meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal

dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada

kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya

perdarahan, infeksi, fertilitas.


2. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Adalah prosedur lain dalam

menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume prostat tidak

terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah

keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram

20
atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan

instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat

dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan

mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa

mengalami ejakulasi retrograde (0-37%).


3. Terapi invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi

terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal diantaranya

Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon

Dilatation (TUBD), Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra

(TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.


a. Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis pengobatan ini

hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar. Dilakukan dengan

cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro yang disalurkan

ke kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra pars

prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang

dipakai antara lain prostat.


b. Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan

dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan

menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif

pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat

menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementar,

sehingga cara ini sekarang jarang digunakan.


c. Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai energy

dari frekuensi radio yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat

selsius, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang

menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-

kadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).

21
d. Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada uretra

prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu

supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati

lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang

tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup

tinggi.
I. Komplikasi

Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah

komplikasi BPH adalah :

1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi

2. Infeksi saluran kemih

3. Involusi kontraksi kandung kemih

4. Refluk kandung kemih

5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut

maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan

mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.

6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu

endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula

menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.

8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi

pasien harus mengedan.

22
J. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang

yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :


1. Laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat

adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk

menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa

antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang

menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah

merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.


c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan

perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA 10 ng/ml.
2. Radiologis/pencitraan Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk

memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan volume residu

urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak

berhubungan dengan BPH.


a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran

kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh

dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik

sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat kegagalan

ginjal.
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan adanya

kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan

memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi

prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang

berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika,

penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi

buli-buli.

23
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa

masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli,

mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari

kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

BAB III

ANALISIS KASUS

24
Diagnosis pada pasien ini adalah :

Benign Prostat Hyperplasia (BPH), diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan ditunjang oleh pemeriksaan penunjang.

A. S ( Subjective )
Anamnesis :
Pasien tidak bisa buang air kecil sejak 2 bulan yang lalu dan merasa nyeri saat

kencing,sebelum pasien merasakan susah buang air kecil keluarga pasien

mengatakan pancaran kecingnya melemah, pasien juga harus menunggu beberapa

saat untuk mengelurkan air kencing, terdapat juga kencing yang menetes. Setelah

kencing, pasien masih ingin kencing lagi karena merasa tidak puas seolah-olah

belum tuntas, pasien juga sering terbangun malam hari untuk buang air kencing

dan terkadang sulit ditahan sehingga pasien sering buang air kecil di tempat tidur.

Setelah itu pasien datang ke puskemas (tidak disebutkan puskesmas mana) tapi

karena di puskesmas tersebut tidak terdapat kateter, pasien dirujuk ke RS Moh

Saleh Probolinggo, pasien datang ke poli bedah untuk dipasang kateter setelah di

pasang kateter dan berkonsul beberapa kali, baru lah keluarga pasien ingin pasien

dioperasi agar dapat buang air kecil dengan normal kembali.


a. Dari anamnesa tersebut didapatkan gejala seperti berikut :
1. Nyeri saat buang air kecil
2. Keluhan dirasakan sudah 2 bulan yang lalu
3. Pasien harus menunggu saat kencing serta harus mengedan agar air kecingnya

keluar
4. Pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas
5. Pasien merasa pancaran miksi yang lemah
6. Pasien merasa buang air kecil menjadi sering dan air kencing yang keluar

menetes
7. Pasien sering terbangun pada malam hari untuk kencing dan sulit ditahan

sehingga buang air kecil ditempat tidur


Dari gejala diatas didapatkan gejala dan obstruksi dan iritasi yang biasanya

dikeluhkan pada pasien BPH. Gejala obstruksi disebabkan oleh karena detrusor

25
gagal berkontraksi cukup kuat atau gagal berkontraksi dengan cukup lama

sehingga kontraksinya terputus-putus. Sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh

karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat

menyebabkan rangsangan pada vesika, sehingga vesika sering berkontraksi

meskipun belum penuh


B. O ( objective )
Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum pasien baik dan kesadaran compos mentis
2. Vital sign
Pasien rawat inap sudah hari ke...dengan tekanan darah 130/70 mmHg, nadi

72x/menit, pernapasan 16x/menit, suhu 36c


3. Status lokalis
a. regio hipogastric
Tampak penonjolan di suprapubik, nyeri tekan dan pada perkusi didapatkan bunyi

redup kemungkinan adalah cairan akibat retensi urine sehingga kandung kemih

penuh.
b. Regio anal
Pada pemeriksaan colok dubur atau rectal toucher adalah pemeriksaan yang

paling penting untuk pasien BPH karena menentukan apakah benjolan

termasuk jinak atau ganas. Pada pemeriksaan colok dubur atau rectal toucher

ini di dapatkan tonus sphincter ani mencengkram jari pemeriksa dengan kuat,

mukosa rectum licin, ampula recti kesan normal, dan pada prostat konsistensi

padat kenyal, sulkus mediana tidak teraba jelas, puncak prostat tidak dapat

dicapai dan tidak berdungkul-dungkul. Dari pemeriksaan ini mengarah pada

tumor jinak atau yang biasa disebut Benign Prostat Hyperplasia


Dengan pemeriksaan colok dubur juga dapat memperkirakan besar

prostat yaitu apabila pada saat colok dubur batas atas prostat masih dapat

dicapai dengan ujung jari maka secara empiris dapat diperkirakan besar prostat

kurang dari 60gram dan sebaliknya bila batas atas prostat tidak bisa dicapai

dengan ujung jari maka diperkirakan besar prostat lebih dari 60gram. Besar

tidaknya ukuran prostat digunakan untuk menentukan apakah pasien ini

26
menggunakan operasi terbuka atau tertutup. Karena ukuran besar prostat

pasien ini diperkirakan >60 gram maka akan dilakukan prostatektomi terbuka

(VTP = transvesica prostatektomi)


4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan USG
c. Pemeriksaan PSA
Nilai kandungan zat PSA pada tingkatan normal berkisar diantara 1,0-4,0

ng/mL dan pada pasien ini didapatkan kadar PSA 15,58 ng/mL, penyebab

kenaikan kadar PSA dapat disebakan oleh :


1. Kanker
2. Tumor jinak
3. Manipulasi pada kelenjar prostat
4. Pemasangan kateter
5. Biopsi kelenjar prostat
6. Retensi urine
7. usia
d. Skor IPSS
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya

gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate

Symptom Score ( IPSS ) skor ini berguna untuk menilai dan memantau

keadaan pasien BPH


Skor IPSS pada pasien ini adalah 31
C. A ( Assesment )
Berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka

pasien ini di diagnosis Benign Prostat Hyperplasia ( BPH )


D. P ( Planning )
a. Pre operasi
- Inform concent adalah pernyataan persetujuan tindakan medis atau izin dari

pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan tentang tindakan

kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi

yang cukup tentang tindakan yang akan dilakukan.


- Puasa 8 jam
Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan

mulai 24.00 WIB) tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk

menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan

27
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan

terjadinya infeksi pasca pembedahan.


- Infus Ringer Laktat (RL)
Ringer laktat merupakan cairan yang isotonis dengan darah dan dimaksudkan

untuk cairan pengganti.


- Pemberian antibiotik profilaksis (intravena)
Pemberian antibiotik sebelum operasi pada kasus yang secara klinis tidak

didapatkan tanda-tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadi infeksi luka

operasi. Diharapakan pada saat operasi sudah mencapai kadar optimal yang

efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Prinsip penggunaan

antibiotik profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga

mempertimbangkan konsentrasi antibiotik dalam jaringan saat mulai dan

selama operasi berlangsung.


b. Operasi
Prostatektomi terbuka (TVP = Transvesikal prostatektomi)
Pasien BPH pada umumnya sudah dalam stadium berat yaitu mengalami

retensi akut dengan atau tanpa komplikasi sehingga tindakan pembedahan

merupakan cara yang paling efisien. Tindakan operasi dilakukan pada pasien ini

karena skor IPSS >18, terdapat retensi urin berulang/akut. Tindakan operatif yang

dipilih adalah prostatektomi terbuka (TVP= transvesikal prostatektomi).

Prostatektomi terbuka merupakan tindakan operasi untuk mengambil jaringan

prostat secara terbuka transvesikal, prinsip open prostatektomi adalah

mengevaluasi jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Dilakukan TVP karena

pasien memenuhi indikasi sebagai berikut : pasien dengan besar prostat > 60gram,

prostat yang besar yang diperkirakan tidak bisa di reseksi dengan sempurna dalam

waktu satu jam, tidak tersedianya fasilitas untuk melakukan TURP.


E. Post Operasi
- Tanda vital
- Patensi kateter dipertahankan 24 jam
- Perdarahan
- Awasi cairan irigasi dan warnanya
- Irigasi dihentikan bila urin jernih

28
- Minum banyak air (2000-3000cc)
- Edukasi, hindari : aktivitas berat, aktivitas seksual 6 minggu, konstipasi.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Benign Prostate Hypertrofi adalah suatu hyperplasia

kelenjar periuretral.
2. Hyperplasia prostat mempunyai angka kejadian yang

bermakna pada populasi pria lanjut usia.


3. Hyperplasia prostat menyebabkan gejala obstruksi dan

iritasi saluran kemih

29
4. Gejala obstruktif berupa harus menunggu pada

permulaan miksi (Hesitency), pancaran miksi yang lemah (Poor stream), miksi terputus

(Intermitency), menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling), rasa belum puas sehabis

miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).


5. Gejala iritasi seperti bertambahnya frekuensi miksi

(Frequency), nokturia, miksisulit ditahan (Urgency), nyeri pada waktu miksi (dysuria).
6. Tanda-tanda obyektif hiperplasi prostat adalah

pembesaran prostat, pengurangan laju pancaran urin, dan volume residu urin yang

benar.
7. Derajat beratnya obstruksi pada hyperplasia prostat

tidak bergantung pada ukuran besar prostat melainkan ditentukan oleh volume residu

urin dan laju pancaran urin waktu miksi.


8. Derajat berat gejala klinik hiperplasi prostat dibagi

menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada pemeriksaan colok dubur dan sisa

volume urin yang digunakan untuk menentukan cara penanganan atau

penatalaksanaannya.
9. Komplikasi BPH seperti infeksi buli-buli,

hidronefrosis, hematuria, penurunan fungsi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
Presti, J.C., 2004. Neoplasms of the Prostate Cancer. In: Tanagho, E.A., McAninch,
J.W., Smiths General Urology, Sixteenth edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, 367-384
Purnomo,B.B.,2009.DasardasarUrologi,Edisikedua.Jakarta:SagungSeto,69
83

Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi,. Jakarta: Sagung Seto

30
Sjamsuhidayat, R. dan De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Copy Editor: Adinda
Candralela. EGC : Jakarta
Smeltzer, S dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth, Edisi 8, Volume 2, Alih bahasa oleh Kuncara..(dkk). Jakarta : EGC
Tanagho, E.A., 2004. Anatomy of the Genitourinary Tract. In: Tanagho, E.A.,
McAninch, J.W., Smiths General Urology, Sixteenth edition. USA: The
McGraw-Hill Companies, 10-12

31

Anda mungkin juga menyukai