Anda di halaman 1dari 4

PENGEMBANGAN LKS SAINS BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN

SETING DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN


BERPIKIR KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Introduction
Ungkapan Presiden pertama RI, Soekarno tentang nation and character building
nampaknya telah menemukan relevansinya kembali. Salah satu tantangan dalam dunia
pendidikan di Indonesia adalah munculnya krisis dalam berbagai aspek kehidupan terutama
krisis dalam watak atau karakter bangsa (Anna, 2005). Selain tantangan dalam dunia pendidikan
karakter tantangan untuk mencetak generasi yang memiliki keterampilan high order thinking
juga sedang dihadapi oleh bangsa ini. Khususnya keterampilan berpikir kreatif. Alasan
pentingnya kreatifitas bagi peserta didik di Indonesia salah satunya karena akan meningkatnya
jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2035 yang menyebabkan persaingan yang amat ketat
dalam dunia kerja, (Kemendikbud, 2013). Dengan kata lain peserta didik yang memiliki
kemampuan biasa saja tidak akan mampu bersaing dalam era globalisasi. Dunia pekerjaan dan
masyarakat membutuhkan orang yang kreatif guna menemukan inovasi-inovasi baru untuk
kehidupan manusia. Dalam masyarakat modern, berpikir mengarah pada berpikir dalam
tingkatan yang lebih tinggi, diantaranya yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif (Johnson, 2006).
Wijaya (Handayani, 2002) menyatakan bahwa berpikir kritis mengarah pada kegiatan
manganalisa ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakan sesuatu hal secara tajam,
memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkan kearah yang lebih sempurna. Ennis,
2004 mengungkapkan terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokan
menjadi lima kelompok berpikir, yaitu : Memberikan penjelasan sederhana meliputi : (1)
memfokuskan pertanyaan, (2) menganalisis argument, (3) bertanya dan menjawab pertnayaan
tentang suatu penjelasan atau tantangan. Membangun keterampilan dasar ayang meliputi : (1)
mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber ,(2) mengobservasi atau mempertimbangkan hasil
observasi. Menyimpulkan yang meliputi : (1) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil
deduksi, (2) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi,(3) membuat keputusan dan
mempertimbangkan hasilnya. Memberikan penjelasan lebih lanjut, meliputi : (1) mendefinisikan
istilah dan mempertimbangkan definisi, (2) mengidentifikasi asumsi. Mengatur strategi dan
taktik, yang meliputi : (1) memutuskan suastu tindakan , (2) berinteraksi dengan orang lain.
Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data,
informasi, dan unsur-unsur yang ada. Berpikir kreatif adalah kemampuan membuat kombinasi
baru berdasarkan informasi yang tersedia untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban
terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan
keragaman jawaban, sehingga secara operasional berpikir kreatif dirumuskan sebagai
kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas dalam
berpikir, dan kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci)
suatu gagasan (Munandar, 1999). Keterampilan berpikir kreatif (creative thinking skill) yang
bersinonim dengan keterampilan berpikir divergen adalah keterampilan berpikir yang bisa
menghasilkan jawaban bervariasi dan berbeda dengan yang telah ada sebelumnya (Munandar,
1999). Keterampilan berpikir kreatif memiliki empat indikator yaitu kelancaran yang merupakan
keterampilan dalam menghasilkan banyak ide, keluwesan yaitu keterampilan untuk
menghasilkan ide-ide yang bervariasi, orisinalitas yaitu keterampilan menghasilkan ide-ide baru
atau membuat kombinasi baru antara macam-macam ide yang sudah ada dan elaborasi yaitu
keterampilan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan ide yang rinci dan
detail. Dalam upaya menggali dan mengembangkan potensi kreatif maka peserta didik senantiasa
membutuhkan aktifitas yang penuh dengan ide-ide kreatif. Berbagai kegiatan dapat berkontribusi
dalam upaya tersebut, salah satunya adalah melalui kegiatan pembelajaran sains. Pada
hakikatnya Sains dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah (Nugraha,
2008). Sains adalah pengetahuan khusus melalui aktifitas observasi, eksperimentasi,
penyimpulan, penyusunan teori dimana aktifitas tersebut saling terkait antara satu dengan lainnya
(Kemendikbud, 2013). Peneliti menyimpulkan bahwa Sains berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya merupakan penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan dan juga untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui
pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Agar tercapai tujuan pembelajaran
sains peneliti menganggap bahwa perangkat pembelajaran adalah hal yang sangat penting yang
dapat menunjang guru dalam melakukan pembelajaran. Disamping perangkat pembelajaran
dapat meningkatkan profesionalisme seorang guru, perangkat pembelajaran juga dapat
mempermudah seorang guru didalam proses pembelajaran. Baik itu sebagai tolak ukur guru
dalam melakukan evaluasi perkembangan peserta didik atau pun sebagai panduan dalam
memfasilitasi peserta didik dalam proses penemuan informasi (Potts, 1994). Namun kenyataanya
peneliti tidak menemukan aktifitas pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan
berpikir kreatif dan berfikir kritis siswa.
Atas dasar permasalahan tersebut perlu dipilih dan digunakannya suatu model
pembelajaran yang diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan untuk siswa secara efektif. Salah satu model pembelajaran yang tepat yaitu
Discovery learning. Menurut Sund discovery adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut ialah mengamati,
mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,
membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001:20). Sedangkan menurut Jerome Bruner
penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu
produk atau item pengetahuan tertentu. Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar
dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan
suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan
(Markaban, 2006:9). Model penemuan atau pengajaran penemuan dibagi 3 jenis yaitu penemuan
murni yang merupakan pembelajaran dengan penemuan murni pembelajaran terpusat pada siswa
dan tidak terpusat pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang
diinginkan, guru hanya memberi masalah dan situasi belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta
atau relasi yang terdapat pada masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang
siswa temukan kegiatan penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru. Penemuan
murni biasanya dilakukan pada kelas yang pandai. Penemuan terbimbing yang merupakan
penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang
diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa
dapat menyimpulkan (menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru, generalisasi atau
kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Pada
pengajaran dengan metode penemuan, siswa harus benar-benar aktif belajar menemukan sendiri
bahan yang dipelajarinya dan penemuan laboratory yang merupakan penemuan yang
menggunakan objek langsung (media konkrit) dengan cara mengkaji, menganalisis, dan
menemukan secara induktif, merumuskan dan membuat kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai