Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : TN. R
Tanggal lahir : 26 Juni 1967
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : DSN. Pangembang, DS. Pucak, Kec. Tompobulu.
Agama : Islam
No. RM : 154521
Tanggal masuk : 5/10/2013

ANAMNESIS
Heteroanamnesis dan alloananmnesis
KELUHAN UTAMA : Luka pada kaki kiri
ANAMNESIS TERPIMPIN :
Pasien mengeluh luka pada kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu, awalnya hanya luka kecil di
jari kaki kiri kedua, jari kaki ketiga, dan dipunggung kaki dengan diameter sekitar 1 cm yang
lama kelamaan luka semakin membesar sampai berukuran panjang 15 cm dan lebar 10 cm,
luka juga terdapat di telapak kaki, sebanyak 2 buah, dengan ukuran yang berbeda, luka tidak
terasa nyeri. Pasien tidak mengetahui penyebab timbulnya luka. Riwayat berobat kampung
untuk lukanya dengan menggunakan daun-daunan yang ditempelkan ke luka. Pasien juga
mengeluh sebelumnya sering merasa kram-kram pada ujung-ujung jari tangan dan kaki.
Demam tidak ada, sakit kepala tidak ada, riwayat demam tidak ada, menggigil tidak ada,
batuk tidak ada, sesak tidak ada, nyeri dada tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, dan
nyeri ulu hati tidak ada. Riwayat penurunan berat badan ada, riwayat sering buang air kecil
ada, riwayat sering merasa haus ada, riwayat sering lapar ada.
BAB: konsistensi biasa, warna kuning. Kesan normal
BAK: sering dan warna kuning.

Riwayat Penyakit Sebelumnya :


Riwayat DM sebelumnya tidak diketahui.

1
Riwayat HT tidak diketahui.
Riwayat Penyakit Jantung tidak diketahui.

Riwayat Penyakit di keluarga :


Riwayat DM tidak diketahui

II. STATUS PRESENT


Sakit Kurang / Gizi Cukup / Composmentis
BB = 48 kg,
TB = 162 cm,
IMT = 18,3 kg/m2 (normal)
Tanda vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC

III.PEMERIKSAAN FISIS
Kepala
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : hitam lurus
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak Mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor, 2.5mm
Telinga

2
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : dalam batas normal, caries (-)
Gusi : dalam batas normal
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada
Inspeksi :
Bentuk : normochest, simetris kiri = kanan
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : tidak ada kelainan
Sela iga : dalam batas normal, pelebaran (-)
Lain lain : (-)

Paru
Palpasi :
Fremitus raba : kiri = kanan, kesan normal
Nyeri tekan : (-)
Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,
Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh : -/-
Wh : -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba

3
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : Nyeri tekan (-) MT (-)
Hepar tidak teraba
Limpa tidak teraba.
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi : NT (-), MT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : BP: Bronkovesikuler, Rh -/- , Wh -/-
Gerakan : dalam batas normal
Lain lain : (-)
Ekstremitas
Edema +/+ pretibial, ulkus di punggung kaki kiri dengan ukuran panjang 15 cm dan lebar
10 cm, nekrosis pada jari kedua dan ketiga kaki kiri, ulkus di telapak kaki kiri sebanyak 2
luka, yang pertama dengan ukuran 3x2 dan yang kedua dengan ukuran 1x1.

Laboratorium
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 10.9 x 103/uL 10 - 26 x 103/uL
RBC 3,68 x 106/uL 46 x 106/uL
HGB 10.5 g/dL 13.5 19.5 g/dL
DARAH HCT 33,4 % 44 64%
RUTIN MCV 90,9 pl 100 112 pl
(4/10/13)
MCH 28,5 pg 30 38 pg
MCHC 31,4 g/dl 32 36 g/dl
PLT 406 x 103/uL 200-400x 103/uL

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


KIMIA GDS 406 mg/dl 70-110 mg/dl
SGOT 69 <38
DARAH
SGPT 83 <41
(4/10/13) Ureum 32 10-50

4
Creatinin 0.6 L(<1.3), P(<1.1)
Albumin 2,3 3,5 - 5
Globulin 2,9 1,5 - 5
Protein Total 5,2

IV. ASSESMENT :
- Kaki diabetik
- DM tipe II
- Hipoalbumin
V. PLANNING
Pengobatan :
- Diet DM
- IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
- Levemir 0-0-10
- Novorapid 4-4-4
- Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips
- Ciprofloxacin 0,2 gr/12 jam/iv
- VIP albumin 3x1

VI. FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
5/10/2013 S: P:
- Diet DM
T : 110/70 Luka pada kaki kiri (+)
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes /
N : 86 x/i Demam (-)
Sakit kepala (-) menit
P : 20 x/i - Levemir 0-0-10
Batuk (-)
- Novorapid 4-4-4
S : 36 C Sesak (-)
- Metronidazole 0,5 gr/8
Nyeri dada (-)
Hasil Lab : Mual (+), muntah (-) jam/drips
GDS : 406 mg/dl - Ciprofloxacin 0,2 gr/12
BAB : biasa, BAK : lancar
Ur/Cr: 32/0.6
GOT/GPT: 69/83 jam/iv
O:
WBC : 10.9 x 103/uL - VIP albumin 3x1
RBC: 3,68 x 106/uL SS / GC / CM - Rawat Luka
HB: 10.5 g/dL Anemis -/-, ikterus -/-,
Plt: 406 x 103/uL MT (-), NT (-), DVS R-
Al/Glo : 2,3/2,9
2cmH2O
Protein total : 5,2
BP : vesikuler
BT : Rh -/- , Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepatomegali (-)

5
Splenomegali (-)
Ext : Edema +/+ pretibial,
ulkus (+)
A:
Kaki diabetik
DM tipe II
6/10/2013 S: P:
GDP : 291 mg/dl - Diet DM
Luka pada kaki kiri (+)
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes /
T : 110/80 Demam (-)
Sakit kepala (-) menit
N : 82 x/i
- Levemir 0-0-10
Batuk (-)
P : 20 x/i - Novorapid 4-4-4
Sesak (-)
S : 36.7 C - Metronidazole 0,5 gr/8
Nyeri dada (-)
Mual (-), muntah (-) jam/drips
BAB : biasa, BAK : lancar - Ciprofloxacin 0,2 gr/12
jam/iv
O:
- VIP albumin 3x1
SS / GC / CM - Rawat Luka
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
2cmH2O
BP : vesikuler
BT : Rh -/- , Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema +/+ pretibial,
ulkus (+)
A:
Kaki diabetik
DM tipe II
7/10/2013 S: P:
GDP : 281 mg/dl - Diet DM
Luka pada kaki kiri (+)
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes /
T : 110/70 Demam (-)
Sakit kepala (-) menit
N : 80 x/i
- Levemir 0-0-10
Batuk (-)
P : 20 x/i - Novorapid 4-4-4
Sesak (-)
- Metronidazole 0,5 gr/8
6
S : 36.5 C Nyeri dada (-) jam/drips
Mual (-), muntah (-) - Ciprofloxacin 0,2 gr/12
BAB : biasa, BAK : lancar jam/iv
- VIP albumin 3x1
O:
- Rawat Luka
SS / GC / CM
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R- Planning :
2cmH2O Foto pedis
BP : vesikuler Kultur jaringan dan sensitivitas
BT : Rh -/- , Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema +/+ pretibial,
ulkus (+)
A:
Kaki diabetik
DM tipe II
8/10/2013 S: P:
GDP : 319 mg/dl - Diet DM
Luka pada kaki kiri (+)
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes /
T : 110/70 Demam (-)
Sakit kepala (-) menit
N : 84 x/i
- Levemir 0-0-10
Batuk (-)
P : 20 x/i - Novorapid 4-4-4
Sesak (-)
S : 36.5 C - Metronidazole 0,5 gr/8
Nyeri dada (-)
Mual (-), muntah (-) jam/drips
Hasil foto tulang pedis : - Ciprofloxacin 0,2 gr/12
BAB : biasa, BAK : lancar
Tidak ada kelainan pada
jam/iv
kaki (tidakk ada gas O : - VIP albumin 3x1
gangren) SS / GC / CM - Rawat Luka
Anemis -/-, ikterus -/-,
MT (-), NT (-), DVS R-
Planning :
2cmH2O
Kultur jaringan dan sensitivitas
BP : vesikuler
BT : Rh -/- , Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepatomegali (-)
7
Splenomegali (-)
Ext : Edema +/+ pretibial,
ulkus (+)
A:
Kaki diabetik
DM tipe II
9/10/2013 S: P:
GDP : 274 mg/dl - Diet DM
Luka pada kaki kiri (+)
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes /
T : 110/70 Demam (-)
Sakit kepala (-) menit
N : 80 x/i
- Levemir 0-0-10
Batuk (-)
P : 20 x/i - Novorapid 4-4-4
Sesak (-)
S : 36.7 C - Metronidazole 0,5 gr/8
Nyeri dada (-)
Mual (-), muntah (-) jam/drips
BAB : biasa, BAK : lancar - Ciprofloxacin 0,2 gr/12
jam/iv
O:
- VIP albumin 3x1
SS / GC / CM - Rawat Luka
Anemis -/-, ikterus -/-, Planning :
MT (-), NT (-), DVS R-
Kultur jaringan dan sensitivitas
2cmH2O
BP : vesikuler
BT : Rh -/- , Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N,
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Ext : Edema +/+ pretibial,
ulkus (+)
A:
Kaki diabetik
DM tipe II

VII. RESUME
Pasien mengeluh luka pada kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu, awalnya hanya luka kecil di jari
kaki kiri kedua, jari kaki ketiga, dan dipunggung kaki dengan diameter sekitar 1 cm yang
lama kelamaan luka semakin membesar sampai berukuran panjang 15 cm dan lebar 10 cm,

8
luka juga terdapat di telapak kaki, sebanyak 2 buah, dengan ukuran yang berbeda, luka tidak
terasa nyeriRiwayat berobat kampung untuk lukanya dengan menggunakan daun-daunan
yang ditempelkan ke luka, pasien juga sering merasa kram-kram pada ujung-ujung jarinya.
Riwayat penurunan berat badan ada, riwayat sering buang air kecil ada, riwayat sering merasa
haus ada, riwayat sering lapar ada.
BAB: konsistensi biasa, warna kuning. Kesan normal
BAK: sering dan warna kuning.
Riwayat DM sebelumnya tidak diketahui.
Riwayat HT tidak diketahui.
Riwayat Penyakit Jantung tidak diketahui.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital: tekanan darah: 110/70 mmHg; nadi:
82x/menit; pernapasan: 20x/menit; suhu: 36,5 C. Pada ekstremitas ditemukan edema pretibial
pada kedua kaki, ulkus di punggung kaki kiri dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 15 cm,
nekrosis pada jari kedua dan ketiga kaki kiri, ulkus di telapak kaki kiri sebanyak 2 luka, yang
pertama dengan ukuran 3x2 dan yang kedua dengan ukuran 1x1.

9
BAB II
DISKUSI KASUS

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh luka pada kaki kiri sejak 1 bulan yang
lalu, awalnya hanya luka kecil di jari kaki kiri kedua, jari kaki ketiga, dan dipunggung kaki dengan
diameter sekitar 1 cm yang lama kelamaan luka semakin membesar sampai berukuran panjang 15
cm dan lebar 10 cm, luka juga terdapat di telapak kaki, sebanyak 2 buah, dengan ukuran yang
berbeda, luka tidak terasa nyeri. Ada riwayat berobat kampung untuk lukanya dengan menggunakan
daun-daunan yang ditempelkan ke luka, pasien sering merasa kram-kram pada ujung-ujung jarinya,
ada riwayat penurunan berat badan, ada riiwayat sering buang air kecil, ada riwayat sering merasa
haus, ada riwayat sering makan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema pada ekstremitas bawah, edema pretibial pada kedua kaki,
dan terdapat ulkus di punggung kaki kiri dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 15 cm, nekrosis
pada jari kedua dan ketiga kaki kiri, ulkus di telapak kaki kiri sebanyak 2 luka, yang pertama dengan
ukuran 3x2 dan yang kedua dengan ukuran 1x1.

Dari hasil pemeriksaan lab terdapat peningkatan GDS >200 mg/dl dan GDP per hari selama % hari
>126 mg/dl, WBC 10.9 x 103/uL, RBC 3,68 x 106/uL, HB 10.5 g/dL, PLT 406 x 103/uL, dan
albumin 2,3. Sedangkan dari pemeriksaan tamabahan yaitu foto pedis tidak ada kelainan (tidak ada
gas gangren).
Maka darihasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan diagnosis
Kaki diabetik wagner III dan DM tipe II karena memenuhi kriteria adanya luka didaerah kaki kiri,
10
gejala-gejala klasik DM tipe II yaitu riwayat penurunan berat badan, riwayat sering buang air kecil,
riwayat sering merasa haus, riwayat sering makan, GDS >200 mg/dl dan GDP >126 mg/dl. Serta
didiagnosis hipoalbumin karena dari hasil laboratorium ditemukan kadar albumin sebesar 2,3.

Pada pasien ini diberikan terapi berupa diet DM, rawat luka, IVFD NaCl 0,9% 20 tetes / menit,
Levemir 0-0-10, Novorapid 4-4-4, Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips, Ciprofloxacin 0,2 gr/12 jam/iv,
VIP albumin 3x1.

BAB III
KAKI DIABETIK

I. Pendahuluan
Saat ini dikenal 3 periode dalam transisi epidemiologis. Tiga transisi tersebut terjadi di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Tiga transisi tersebut meliputi (1) periode I yaitu
era pestilence dan kelaparan, (2) periode II dimana pandemi berkurang pada abad ke-19 oleh
karena adanya perbaikan gizi dan higien, (3) periode III merupakan era penyakit degeneratif dan
pencemaran. Periode III tersebut terjadi dikarenakan komunikasi yang lebih baik serta adopsi
cara kehidupan barat, tentunya akan berimbas pada penyakit degeneratif, seperti hipertensi,
kardiovaskuler, dan Diabetes Melitus meningkat. Tetapi apabila kontak dengan dunia barat
berkurang dan masih terdapat kehidupan tradisional, seperti didaerah pedesaan penyakit tersebut
umumnya jarang ditemukan.
Diantara penyakit degenaratif yang disinggung diatas, diabetes adalah salah satu penyakit
tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Peningkatan tersebut di dukung
oleh karena kemakmuran di negara bersangkutan. Peningkatan pendapatan per kapita dan
perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar tentunya ikut andil dalam penyakit diabetes.
Diabetes melitus(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia. Secara epidemiologi, diabetes seringkali tidak terdeteksi dan
dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah tujuh tahun sebelum diagnosis ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Beberapa
faktor resiko yang diperkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya
obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor
tersebut berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM
tipe 2.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari
7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka

11
prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM
sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.
I. Pendahuluan
DM tipe 2 merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut maupun kronik, namun
dengan pengelolaan yang baik, angka morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan. Dalam
pengelolaan DM tipe 2, diperlukan juga usaha mengkoreksi faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskuler yang sering menyertai DM tipe 2, seperti hipertensi, dislipidemia, resistensi
insulin dan lain-lain termasuk ulkus diabetik. Walaupun demikian pengendalian kadar glukosa
darah tetap menjadi fokus utama.

II. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya.

III. Epidemiologi
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi paling sering pada orang dewasa berusia 40 tahun atau
lebih, dan prevalensi penyakit tersebut meningkat dengan usia lanjut. Memang, penuaan
penduduk merupakan salah satu alasan bahwa diabetes melitus tipe 2 menjadi semakin umum.
Hampir semua kasus diabetes mellitus pada orang tua adalah tipe 2.

Gambar 1. Pervalensi diabetes berdasarkan umur

Diabetes Mllitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit metabolik yang prevalensinya
meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan jumlah penduduk yang melebihi 200.000.000
jiwa, sejak awal abad ini telah menjadi negara dengan jumlah penderita DM nomor 4 terbanyak
didunia. Peningkatan prevalensi diabetes melitus juga terjadi di berbagai kota besar sesuai
dengan perilaku tradisional menjadi urban. Salah satu kota yang mengalami peningkatan
12
pervalensi adalah Makassar yang telah meningkat dari 1,5 % pada 1981 menjadi 2,9 % tahun
1998 dan 12,5 pada 2005.

IV. Klasifikasi
Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus, menurut ADA 2007 adalah sebagai berikut:
1. Diabetes Melitus tipe 1.
Diabetes Melitus tipe 1 (sebelumnya dikenal sebagai insulin-dependent atau
juvenil) ditandai dengan kekurangan produksi insulin yang absolut oleh karena destruksi
sel -langerhans. Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan tidak dapat dicegah sampai
saat ini.
DM tipe 1 disebabkan autoimun sehingga terjadi kerusakan dari sel-sel beta
pankreas dan melibatkan faktor predisposisi genetik serta lingkungan. DM tipe 1
merupakan penyakit multisistem dengan konsekuensi baik biokimia dan anatomi /
struktural. Ini adalah penyakit kronis metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
disebabkan oleh kekurangan insulin, yang merupakan akibat dari ketidakmampuan dari
pankreas untuk mengeluarkan insulin karena kerusakan autoimun dari sel -langerhans.
Tidak seperti penderita DM tipe 2, mereka dengan DM tipe 1 biasanya tidak
obesitas dan biasanya hadir awalnya dengan ketoasidosis. Pengobatan DM tipe 1
membutuhkan terapi insulin seumur hidup. Pendekatan multidisiplin oleh dokter, perawat,
dan ahli diet, dengan konsultasi spesialis diperlukan untuk mengontrol glikemia, serta
membatasi komplikasi.

2. Diabetes tipe 2.
Merupakan defisiensi insulin relatif akibat dari resistensi insulin dan defek sekresi
insulin. Faktor herediter biasanya memerankan peranan besar dalam menentukan pada
siapa diabetes berkembang dan pada siapa diabetes tidak akan berkembang. Obesitas juga
memerankan peranan dalam diabetes klinis. Salah satu alasan adalah bahwa obesitas
menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam sel target insulin di seluruh tubuh, jadi
membuat jumlah insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik
insulin yang biasa. 6. Guyton

Gambar 2. Peran obesitas terhadap diabetes


13
DM tipe 2 terdiri dari berbagai disfungsi ditandai dengan hiperglikemia akibat
kelainan kerja insulin atau sekresi insulin atau kedua-duanya dan sekresi glukagon yang
berlebihan atau tidak. Kurang terkontrol DM tipe 2 berhubungan dengan gangguan
mikrovaskuler, makrovaskuler, dan komplikasi neuropati.
Komplikasi mikrovaskuler diabetes termasuk penyakit retina, ginjal, dan mungkin
neuropatik. Komplikasi makrovaskuler meliputi arteri koroner dan penyakit pembuluh
darah perifer. Neuropati pada diabetes mempengaruhi saraf otonom dan perifer.
Tidak seperti pasien dengan DM tipe 1, pasien dengan DM tipe 2 tidak benar-benar
bergantung pada insulin seumur hidup. Perbedaan ini merupakan dasar untuk istilah tua
untuk tipe 1 dan 2, yaitu insulin-dependent dan non-insulin. Namun, banyak pasien
dengan diabetes tipe 2 yang pada akhirnya diobati dengan insulin sesuai dengan indikasi.

3. Diabetes Gestasional
Adalah diabetes yang tibul selama masa kehamilan. Derajat intoleransi glukosa
selama kehamilan, terjadi ketika hormon kehamilan atau faktor lain mengganggu
kemampuan tubuh menggunakan insulin. Biasanya tidak bergejala, berkembang selama
paruh kedua kehamilan dan hilang setelah melahirkan.

4. Diabetes Melitus tipe lain

V. Gejala Klinis dan Diagnosis


Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam
menentukan diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan
cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria,
sertapruritus vulva pada wanita.

14
Gambar 3. Diagnosis Diabetes menurut ADA 2007

VI. Patogenesis
Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat mengakibatkan:
a. Menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini mengakibatkan sel-sel
kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh.
Manifestasi yang muncul adalah penderita Diabetes mellitus selalu merasa lapar atau
nafsu makan meningkat poliphagia.
b. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu.
c. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini disertai
nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
hiperglikemi. Apabila glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam filtrat glomerolus
meningkat diatas kadar kritis, suatu bagian kelebihan glukosa yang bermakana tidak dapat
di reabsorbsi dan sebaliknya dikeluarkan oleh urin. Hal ini secara normal dapat timbul
bila konsentrasi glukosa darah meningkat diatas diatas 180mg/dl, suatu kadar yang
disebut nilai ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin. Kadar gula darah tinggi
mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorpsi dan glukosa keluar bersama urin,
keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering
berkemih atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsia.

15
Gambar 4. Patomekanisme hiperglikemi pada DM Tipe 2

VII. Penatalaksanaan Diabetes mellitus


Tujuan pengelolaan Diabetes mellitus adalah :
a. Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan gejala/keluhan dan mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian darah.
b. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah komplikasi, mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Prinsip pengelolaan Diabetes mellitus, meliputi :


a. Penyuluhan
Tujuan penyuluhan yaitu meningkatkan pengetahuan diabetisi tentang penyakit dan
pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Penyuluhan meliputi :
1) Penyuluhan untuk pencegahan primer
Ditujukan untuk kelompok risiko tinggi.
2) Penyuluhan untuk pencegahan sekunder
Ditujukan pada diabetisi terutama pasien yang baru. Materi yang diberikan meliputi :
pengertian Diabetes, gejala, penatalaksanaan Diabetes mellitus, mengenal dan mencegah
komplikasi akut dan kronik, perawatan pemeliharaan kaki, dll.
3) Penyuluhan untuk pencegahan tersier
Ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara perawatan dan
pencegahan komplikasi, upaya untuk rehabilitasi,dll

16
b. Diet Diabetes mellitus
Tujuan Diet pada Diabetes mellitus adalah mempertahankan atau mencapai berat badan
ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan
kronik serta meningkatkan kualitas hidup.
Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan tubuh, diantaranya
dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB
ideal, ditambah atau dikurangi (25-30%), tergantung beberapa faktor misalnya jenis kelamin,
umur, aktivitas dan berat badan.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi sebagai
berikut: BBI = 90% X (TB dalam cm 100) X 1 kg
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh dapat dihitung dengan rumus :
IMT : BB(kg) / TB(m2)
Kriteria :
BB Kurang : < 18,5
BB Normal : 18,5 22,9
BB Lebih : 23
- Dengan risiko : 23 24,9
- Obesitas I : 25-29,9
- Obesitas II : 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :


1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar 25 kal/kg BB.
2) Umur
Diabetes di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59 tahun dikurangi 5%, usia
60-69 tahun dikurangi 10%, dan lebih 70 tahun dikurang 20%.
3) Aktifitas Fisik
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Aktivitas ringan
ditambahkan 20%, aktivitas sedang ditambahkan 30%, dan aktivitas berat dapat ditambahkan
50%.
4) Berat badan
Bila kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah 20-30%
sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
5) Kondisi Khusus
Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi, dapat ditambahkan 10-20%

Medikamentosa
Langkah pertama dalam mengelola Diabetes Melitus selalu mulai dengan pendekatan
nonfarmakologis, yaitu berupa perencanaan makanan atau terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani

17
dan penurunan berat badan bila didapat berat badan berlebih atau obese. Bila dengan langkat-
langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes beum tercapai, maka dilanjutkan dengan
intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan
titik kerja obat sesuai dengan macam-macam terjadinya hiperglikemia. Pada kegawatan tertentu
(ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, stres)pengelolaan farmakologis dapat langsung diberikan,
umumnya dibutuhkan insulin.keadaan seperti itu memerlukan perawatan rumah sakit.

Macam-macam obat anti hiperglikemik oral


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dantiazolidindion
3. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
5. DPP-IV inhibitor

Golongan Insulin sensitizing


Biguanid. Saat ini golongan biguanidyang banyak dipakai adalah metformin. Metformin terdapat
dalam konsentrasi tinggi di dalam usus dan hati, tidak di metabolisme tetapi secara cepat
dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut maka metformin biasanya diberikan
dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Pengobatan dengan dosis
maksimal akan dapat menurunkan A1C sebesar 1-2%. Efek samping yang dapat terjadi adalah
asidosis lakatat, dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (cr > 1.3 mg/dl pada perempuan dan >1.5 pada pria) atau pada gangguan
fungsi hatidan gagal jantung serta harus hati-hati jika diberiakan pada usia tua. Mekanisme kerja
metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kera insulin pada tingkat
seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan
pemakaian glukosa oleh usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat
absorbsi glukosa diusus sesudah asupan makanan.

Thiazolidinedione (TZD). TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar
terhadap insulin baik endogen maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan
kadar glukosa darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek
samping yang paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan
sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif.

Golongan Sekretagok Insulin


Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin
oleh sel pankreas. Golongan ini meliputi Glinida dan Sulfonilurea.

Sulfonilurea. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
18
kurang. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai,
terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin.
Mekanisme kerja dengan merangsang sel beta pankreas(channel K ynag tergantung ATP) untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien
yang masih mempunyai kemampuan untuk menghasilkan insulin. Dan tidak dapat dipakai pada
DM tipe 1.

Glinide. Seperti halnya sulfonilurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan tetapi golongan ini
memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek daripada sulfonylurea dan harus
diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide dapat merunkan A1C sebesar ~ 1,5
% Risiko peningkatan berat badan pada glinide menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko
hipoglikemia nya lebih kecil.

Penghambat -glukosidase. Penghambat -glukosidase bekerja menghambat pemecahan


polisakharida di usus halus sehingga monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan
demikian peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. Monoterapi dengan penghambat -
glukosidase tidak mengakibatkan hipoglikemia. Golongan ini tidak seefektif metformin dan
sulfonilurea dalam menurunkan kadar glukosa darah; A1C dapat turun sebesar 0,5 0,8 %.
Meningkatnya karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan keluhan
gastrointestinal. Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa glukosidase yang terletak
pada dinding usus. Enszim alfa glukosidase adalah maltaseeeee. isomaltase, glukomaltase dan
sukrose, berfungsi untuk hidrolisis oligosakarida, trisakarida dan disakarida pada dinding usus
halus (brush borders). Inhibisi sistem enzim ini secara efektif dapat mengurangi digesti
karbohidrat kompleks dan absorpsinya, sehingga pada pasien diabetes dapat mengurangi
peningkatan kadar glukosa post prandial. Acarbose juga menghambat alfa-amilase pancreas yang
berfungsi melakukan hidrolisa tepung-tepung kompleks didalam lumen usus halus.

Dipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor). DPP-4 merupakan protein membran yang
diexpresikan pada berbagai jaringan termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil
yang meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan glucose- mediated insulin
secretion dan mensupres sekresi glukagon. Penelitian klinik menunjukkan bahwa DPP-4
Inhibitor menurunkan A1C sebesar 0,6-0,9 %. Golongan obat ini tidak meninmbulkan
hipoglikemia bila dipakai sebagai monoterapi.

19
Gambar 5. Tabel perbandingan golongan OHO

Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangakaian asam amino, dihasilakan oleh sel
B pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan
kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa
darah.

20
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin(precusor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin yang kemudian dihimpun dalam gelembung-
gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Disini dengan bantuan enzim peptidase , pro-
insulin diurai menjadi insulin dan peptida-C yang keduanya siap untuk disekresikan secara
bersamaan melalui membran sel.
Ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan
rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang
membutuhkan bantuan dari senyawa lain. Glucose transporter(GLUT) adalah senyawa asam
amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa.
Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh.
Glucose transporter 2 (GLUT-2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses
masuknya glukosa dari dalam darah melalui membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan
langkah penting , agar selanjutnya didalam sel molekul glukosa tersebut mengalami proses
glikolisis dan fosforilasi yang akan membebasan molekul ATP.
Insulin merupakan obat tertua untuk diabetes, paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa
darah.

21
Bila digunakan dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai
mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak memiliki
dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat badan dan hipoglikemia.
Cara perhitungan dosis insulin : 0.5 x BB (kg) = Dosis Insulin(DI) UI/hari
Insulin praprandial= DI x 60% = Insulin praprandial
yang diberikan 3 kali sebelum makan (x-x-x)
Insulin basal = DI x 40% = Insulin Basal
Diberikan 1 kali pukul 22.00

VIII. Komplikasi Diabetes mellitus

Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu :


1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non Ketotik (HNK)
dan Asidosis Laktat (AL). Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg %
dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi
penurunan kesadaran sampai koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250
mg % dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan kussmaul, mual muntah,
penurunan kesadaran sampai koma.

22
2. Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian
tubuh (Angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu:
makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa
satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan. Komplikasi kronik DM yang
sering terjadi adalah sebagai berikut:
a. Mikrovaskuler :
1) Ginjal.
2) Mata.
b. Makrovaskuler :
1) Penyakit jantung koroner.
2) Pembuluh darah kaki.
3) Pembuluh darah otak.
c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler
d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler

Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka
terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempa. Ulkus
diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat
luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.

Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner

23
Diagnosis ulkus diabetika meliputi :
a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan
tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi
arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.

IX. Patogenesis Ulkus diabetika


Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah ulkus
diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu :
Iskemik, Neuropati, dan Infeks.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi
kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan
sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi,
parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa,
apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam
jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan
24
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika.
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima
(hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan
dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan
dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu,
sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen
mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan
tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma
tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera
jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen
pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya
rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan
abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula
fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk
dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa
darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab
infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman
anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum.

25
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10
tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi
yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang
akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan
adanya robekan/luka pada kaki. Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.

26
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi
vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau
mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap
makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi
sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.
Adapun pengobatan untuk kaki diabetik yaitu triple blind theraphy, yang terdiri dari
ciprofloxacin, ceftriaxone, dan metronidazole bila pada pasien belum dilakukan tes kepekaan
antibiotik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Jakarta : IPD FK UI. Hal 1852-68.

2. Guyton. Hall. Buku Ajar Fisiologi kedokteran Ed.9. Jakarta: EGC. Hal 1234-37.

3. Departemen kesehatan. Perpustakaan Kementrian Kesehatan RI. Epidemiologi; Avialable


from: http://www.perpustakaan.depkes.go.id/

4. Watkins PJ. In : ABC of Diabetes. Edisi 5. New Kings College Hospital,


London;2003.p.17, 50-61.

5. Medscape reference[internet]. [cited 2012 Des 13]; Available


from: http://emedicine.medscape.com/article/117739-overview

6. Anastassios G. Pittas, M.D. Pathophysiology of Endocrinology, Diabetes and Metabolism.


Avilable from:

http://ocw.tufts.edu/Content/14/lecturenotes/265878

7. Medscape reference[internet]. [cited 2012 Des 20]; Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#showall

8. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.


2011

28

Anda mungkin juga menyukai