Anda di halaman 1dari 11

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Dispnea adalah gejala pertama yang dirasakan pasien akibat terganggunya
pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli yang berisi cairan. Dispnea
akan semakin parah apabila melakukan aktivitas yang berat seperti naik tangga dan
mengangkat beban yang berat. (Bradero et al, 2008).
Sedangkan pengertian dispnea menurut Djojodibroto (2009) dispnea adalah
gejala subjektif berupa keinginan penderita untuk meningkatkan upaya untuk
mendapatkan udara pernapasan. Karena dispnea sifatnya subjektif sehingga
dispnea tidak dapat diukur.
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan
napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat
ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial
atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema,
bronkitis, asma), kecemasan. (Price dan Wilson, 2006).
Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu :
1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum
kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya
penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau
trauma dada.
2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor,
kelainan pita suara.

B. Etiologi
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika
ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada
pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi
makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini
hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam
keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga
akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap
compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka
makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk
menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya
compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru
dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

Adapun menurut menurut Djojodibroto (2009) Penyebab dispnea adalah :


1 Sistem kardiovaskuler : gagal jantung
2 Sistem pernapasan : PPOK, Penyakit parenkim paru, hipertensi pulmonal,
faktor mekanik di luar paru (asites, obesitas, efusi pleura)
3 Psikologis (kecemasan)
4 Hematologi (anemia kronik)
5 Otot pernafasan yang abnormal (penyakit otot, kelumpuhan otot).

C. Patofisiologi
Sesak napas merupakan keluhan subjektif dari seorang yang menderita
penyakit paru. Keluhan ini mempunyai jangkauan yanga luas, sesuai dengan
interpretasi seseorang mengenai arti sesak napas tadi. Pada dasarnya, sesak napas
baru akan timbul bila kebutuhan ventilasi dapat meningkat pada beberapa keadaan
seperti aktivitas jasmani yang bertambah atau panas badan yang meningkat.
Patofisiologi sesak napas dibagi sebagai berikut :

Oksigenasi jaringan menurun

Kebutuhan oksigenasi meningkat

Kerja Pernapasan Meningkat

Kejadian sesak napas tergantung dari tingkat keparahan dan sebabnya.


Perasaan itu sendiri merupakan hasil dari kombinasi impuls ke otak dari saraf yang
berakhir di paru paru, tulang iga, otot dada atau diafragma, ditambah dengan
persepsi dan interpretasi pasien. Pada bebrapa kasus, sesak napas diperhebat
karena kegelisahan memikirkan penyebabnya. Pasien mendeskripsikan dyspnea
dengan berbagai cara, sesak napas yang tidak menyenangkan, merasa sulit untuk
menggerakkan otot dada, merasa tercekik, atau rasa kejang di otot dada.

D. Manis festasi Klinis


Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan
napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat
ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial
atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema,
bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
Parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru
tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit
peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada.
Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan.
Hal ini disebabkan oleh :
Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink,
Akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma,
tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang
mencolok (Chandrasoma, 2006).
Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit
paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai
adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari
warna, volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis
penyakitnya.
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah.
Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik,
pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan
emboli paru.
Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan
dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada
dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada
tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit
hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna
kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam
kapiler (Price dan Wilson, 2006).
Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan
pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran
napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis,
bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada
tinggi, durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat
melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma,
bronkitis kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang
terdengar saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher
dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink
atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara
mirip ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).
E. Komplikasi
Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskuler, emboli paru, penyakit paru
interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru
(emfisema, bronkitis, asma), kecemasan. (Price dan Wilson, 2006)
Sesak napas dapat disebabkan oleh beberapa penyakit seperti asma, penggumpalan
darah pada paru paru sampai pneumonia. Sesak napas juga dapat disebabkan
karena kehamilan. Dalam bentuk kronisnya, sesak napas atau dispnea merupakan
suatu gejala penyakit penyakit seperti asma, emfisema, berupa penyakit paru
paru lain.

F. Pemeriksaan Penunjang
Sinar X dada
Tes Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea
TCL : peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang kadang pada asma,
penurunan emfisema.
Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
Volume residu : meningkat pada emfisema, bonkitis kronis, asma, dispnea
FEV / FVC
GDA : memperkirakan prognesi proses penyakit kronis.
Bronkogram
JDL dan Diferensial
Kimia darah
Sputum : kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen.
EKG
Faal Paru : VEF1 menurun
Uji Alergen
Uji Profokasi Bronkus

G. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengatasi sesak napas, biasanya obat yang diberikan adalah obat
obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.
Untuk menghindari sesak napas terjadi secara berulang, perlu diketahui dan
diobati penyebab terjadinya sesak napas, misal : obat TBC bila sesak napas
karena penyakit TBC, dan obat asma bila karena penyakit asma.
Untuk keadaan darurat, yang paling utama adalah memberikan posisi
senyaman mungkin pada klien agar membantu mempermudah proses
pernapasan. Meninggikan bagian kepala hingga dada dalam posisi
berbaring atau mendudukkan pasien dengan tegap dengan tahanan depan
dan belakang.
Untuk mengatasi sesak napas pada wanita hamil disarankan untuk menjaga
postur tubuh dengan benar, seperti duduk atau berdiri tegak, kurangi dan
perlambat pergerakan, seperti berjalan dengan lebih lambat, seperti
memberi sandaran pada tubuh bagian atas saat tidur.

BAB II

KONSEP ASUHAN KEOERAWATAN

A ASUHAN KEPERAWATAN
I PENGKAJIAN

1. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.
d Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga pasien
3. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya
faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen.
b Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena
ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami kelemahan otot
pernafasan.
c Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan
berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang
yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan
kebutuhan oksigen.
e Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
f Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu atau
tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien.
g Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan, situasi
keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
h Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan
merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya pantangan
atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a Kesadaran: kesadaran menurun
b TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c Head to toe
1 Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena
hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau endokarditis)
2 Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut
3 Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4 Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada kanan dan
kiri, suara nafas tidak normal.
5 Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat (tacypnea),
pernafasan lambat (bradypnea)
II DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi adalah:
a Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
b Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi
c Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak

NOC :

- Respiratory Status: Airway patency

KRITERIA HASIL :
Pengeluaran sputum pada jalan napas dari skala 1 (keluhan ekstrim) ditingkatkan ke
skala 3 (keluhan sedang )
Irama napas sesuai yang diharapkan dari skala 1 (keluhan ekstrim) ditingkatkan ke
skala 3 (keluhan sedang )
Frekuensi pernapasan sesuai yang diharapkan 1 (keluhan ekstrim) ditingkatkan ke
skala 3 (keluhan sedang )

NIC :

a Manajemen Jalan Napas


1 Buka jalan napas pasien
2 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
3 Identifikasi Pasien untuk perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
4 Keluarkan secret dengan suction
5 Auskultasi suara napas, catat bila ada suara napas tambahan
6 Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan
suction
b Suksion Jalan Napas
1 Auskultasi jalan napas sebelum dan sesudah suction
2 Informasikan keluarga tentang prosedur suction
3 Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakheal
4 Hentikan suksion dan berikan oksigen bila Pasien menunjukkan bradikardi
peningkatan saturasi oksigen
5 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
6 Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.

Dx : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi

NOC :
Respiratory Status: Ventilation
Vital sign Status

KRITERIA HASIL :
Auskultasi suara napas sesuai dari skala 1 (keluhan ekstrim) ditingkatkan ke skala 3
(keluhan sedang )
Bernapas mudah dari skala 1 (keluhan ekstrim) ditingkatkan ke skala 3 (keluhan
sedang )
Tidak didapatkan penggunaan otot tambahan dari skala 1 (keluhan ekstrim)
ditingkatkan ke skala 3 (keluhan sedang )

NIC :
Airway management
Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan
dan mengevaluasi intervensi.
Memposisikan pasien semi fowler supaya dapat bernafas optimal.
Deteksi terhadap pertukaran gas dan bunyi tambahan serta kesulitan bernafas (ada
tidaknya dispneu) untuk memonitor intervensi.
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia
Memberikan rasa nyamandan mempermudah pernapasan
Deteksi status respirasi
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas
Vital sign monitoring
Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum
Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respons
terhadap hipoksemia
Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi/syok) dapat terjadi.
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami pasien
mengalami nyeri, khusunya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.

Dx 3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status

KRITERIA HASIL :
AGD dalam batas normal
Status neurologis dalam batas normal
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
AGD dalam batas normal
Status neurologis dalam batas normal

NIC :
Respiratory Status : Gas exchange
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
Observasi sianosis khususnya membran mukosa

Respiratory Status : ventilation


Ventilasi maksimal membuka area atelectasis.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
3.Mencegah obstruksi/aspirasi.
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi
secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan
penggunaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
Pemasukan cairan yang banyak membantu mengencerkan sekret, membuatnya mudah
dikeluarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Gallo, Hudak, 2010, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.

Hadim Sujono, 2008, Gastroenterologi, Alumni Bandung.


Moectyi, Sjahmien, 2007, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan
Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart.
Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.

Anda mungkin juga menyukai