Anda di halaman 1dari 17

KONDISI KERAJINAN KERAMIK GERABAH

DI DESA MOAHUDU KABUPATEN GORONTALO


(Tinjauan Bahan baku, Pengrajin, Teknologi produksi, Produk)

JURNAL
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti ujian
guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi S1
pendidikan teknik kriya

Oleh

ERNA A. VAN GOBEL


NIM: 544409002

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK KRIYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK KRIYA
2013

1
2
KONDISI KERAJINAN KERAMIK GERABAH
DI DESA MOAHUDU KABUPATEN GORONTALO
(Tinjauan Bahan baku, Pengrajin, Teknologi produksi, Produk)

Erna Andriyana Van Gobel


I Wayan Sudana
Hasmah
Program Studi Pendidikan Teknik Kriya

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data-data dasar mengenai kondisi


kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu Kabupaten Gorontalo meliputi:
bahan baku, pengrajin, teknologi produksi, produk. Metode yang digunakan
adalah kualitatif dengan format studi kasus yaitu menguraikan secara utuh
berbagai objek dari subjek yang diteliti. Subjek penelitian adalah kerajinan
keramik gerabah di Desa Moahudu. Pengumpulan data dilakukan melalui
observasi, wawancara, eksperimen/pengujian, studi kepustakaan. Data dianalisis
secara interaktif, melalui tahapan mereduksi data, menyajikan data, dan verifikasi.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa: a) kualitas bahan baku tanah liat di Desa
Moahudu tergolong kurang plastis digunakan untuk jenis keramik gerabah hias
seperti vas bunga, asbak, tempayan dan guci, kecuali untuk jenis tungku; b)
pengrajin Desa Moahudu merupakan kaum laki-laki, berusia rata-rata 50 tahun
sehingga produktifitas tergolong rendah, tingkat pendidikan rata-rata Sekolah
Dasar sehingga kurang memiliki wawasan untuk mengembangkan kerajinan
keramik gerabah yang ditekuni. penghasilan pengrajin tergolong rendah di bawah
UMR Provinsi Gorontalo, citra para pengrajin belum mendapat apresiasi positif
dari generasi muda; c) teknologi produksi sangat sederhana, dukungan dari
pemerintah berupa bimtek dan penyediaan peralatan produksi tidak berjalan
kontinu, proses kerja dilakukan secara sistematis (pengambilan bahan baku,
pengolahan, pembentukan, pengeringan, pembakaran); d) Ragam jenis dan nilai
guna produk yang bisa dibuat oleh pengrajin yaitu tungku, bara api (polutube), vas
bunga dan asbak, akan tetapi yang masih eksis sampai pada saat ini hanya produk
tungku.

Kata kunci: Kerajinan Gerabah, Bahan Baku, Pengrajin, Teknologi Produksi,


Produk.

3
PENDAHULUAN
Di Gorontalo pada tahun 2008, wartawan Kriya Indonesia Craft, sebuah
majalah yang diterbitkan Dewan Kerajinan Nasional melakukan liputan khusus
tentang jenis-jenis kerajinan. Dari hasil liputan tersebut, terdapat beberapa jenis
kerajinan yang dianggap berkembang, yaitu sulaman krawang, bunga kulit jagung,
anyaman rotan, dan eceng gondok, hingga kemasan ikan kering (Ria Clara dan
Feri Aditya, 2008: 100-117). Sementara, kerajinan keramik gerabah yang juga
tumbuh di Gorontalo tidak mendapat perhatian dan dianggap kurang berkembang
sehingga luput dari liputan publikasi majalah Nasional tersebut.
Pemerintah Gorontalo sebenarnya sangat mendukung kerajinan keramik
gerabah khususnya di Desa Moahudu dengan memfasilitasi pengrajin melalui
bimtek dan bantuan peralatan berupa meja putar kaki, tetapi dukungan pemerintah
tersebut tidak berdampak pada perkembangan kerajinan keramik gerabah di Desa
Moahudu. Menurut Adam Radjak (wawancara 06 April 2013) yang merupakan
ketua kelompok pengrajin Desa Moahudu, bantuan yang diberikan tidak sesuai
dengan permasalahan dasar yang dihadapi pengrajin terkait dengan keterampilan
pengrajin dan kualitas jenis bahan baku tanah liat yang digunakan.
Informasi tersebut menunjukkan, bahwa keterampilan pengrajin dan
kualitas bahan baku kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu masih memiliki
masalah, sehingga bantuan yang diberikan pemerintah mubazir.
Agar bantuan dari pemerintah berdampak positif bagi pengembangan
kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu perlu diungkap data-data dasar pada
kerajinan tersebut. Menurut Sudana (2012: 134), data dasar yang terkait dengan
kerajinan keramik gerabah terdiri dari beberapa aspek, yaitu: kondisi pengrajin,
ketersediaan dan kualitas bahan baku, teknologi produksi, serta jenis dan nilai
guna produk.
Bertolak dari pendapat di atas serta permasalahan yang terjadi dalam
pengembangan kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu, penelitian ini
bermaksud untuk mengungkap tentang kondisi pengrajin keramik gerabah di Desa
Moahudu yang menyangkut kondis pengrajin, kondisi bahan baku, teknologi
produksi dsn nilai guna produk yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari hasil

4
penelitian ini nantinya akan berguna sebagai pertimbangan dalam menentukan
strategi yang tepat bagi pengembangan kerajinan keramik gerabah Desa Moahudu
METODE PENULISAN
Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Moahudu Kecamatan Tabongo
Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu kurang
lebih 6 bulan (Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November 2013) mulai
dari persiapan hingga pelaksanaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan format studi kasus yang menghasilkan data bersifat deskriptif.
Data-data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan kepustakaan. Subjek
penelitian ini yaitu kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu, sementara objek
penelitian adalah: 1) kondisi bahan baku kerajinan yang berupa tanah liat; 2)
kondisi pengrajin gerabah; 3) teknologi pembuatan keramik gerabah yang
diaplikasikan pengrajin dalam menghasilkan produk; 4) ragam jenis dan nilai
guna atau fungsi dari produk-produk keramik gerabah. Data yang telah dikumpul
dianalisis secara interaktif melalui reduksi data, display data dan penarikan
kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penduduk Desa Moahudu sebagian besar adalah penduduk asli yang
merupakan keturunan langsung dari leluhur yang lahir, besar dan juga hidup di
Desa tersebut. Pada tahun 2012 masyarakat Desa Moahudu terdiri dari 548 rumah
tangga dengan jumlah penduduk dewasa dan anak-anak total 1.978 jiwa yang
terdiri dari laki-laki 1.002 jiwa dan perempuan 976 jiwa.
Tingkat pendidikan rata-rata penduduk Desa Moahudu yaitu Sekolah
Dasar sebanyak 432 jiwa dan jumlah penduduk yang belum sekolah/ tidak tamat
pendidikan SD juga sangat tinggi yaitu 823 jiwa. Melihat rendahnya pendidikan
sebagian besar penduduk Desa Moahudu yang berakibat pada terbatasnya
kesempatan kerja yang bisa diraih dan kemudian berdampak pada rendahnya
pendapatan atau tingkat ekonomi masyarakat serta lemahnya kemampuan
masyarakat dalam meningkatkan mutu profesi yang ditekuni khususnya sebagai
pengrajin keramik gerabah.

5
Sebagian besar penduduk Moahudu bekerja sebagai buruh, namun data
yang diperoleh dari kantor Desa Moahudu tidak memberikan informasi yang
memuaskan terkait dengan keberadaan pengrajin keramik gerabah. Sementara
berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan TPL-IKM yang bekerja sama
dengan DISKOPERINDAG Provinsi Gorontalo kerajinan keramik gerabah Desa
Moahudu sudah terdaftar dan telah diketahui oleh pemerintah, yang termasuk
pada kerajinan sentra tungku dan gerabah (wawancara, Ervin Puluhulawa 21 Juli
2013).
Berdasarkan data jumlah angkatan kerja masyarakat Desa Moahudu tahun
2012 yaitu mencapai 1.155 jiwa. Jumlah yang telah bekerja sebanyak 543 jiwa
dan yang belum bekerja mencapai 612 jiwa termasuk usia produktif dan tidak
sedang melanjutkan pendidikan.
Kondisi Kerajinan Keramik Gerabah di Moahudu
Kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu mulai ada sejak tahun 1996
produk yang dihasilkan berupa tungku. Pada tahun 2011 diadakan pelatihan oleh
DISKOPERINDAG Provinsi Gorontalo, sehingga pengrajin keramik gerabah di
Desa Moahudu mampu menghasilkan produk fungsional seperti vas bunga, asbak,
dan tempat pembakaran bara. Pelatihan itu diadakan selama 2 minggu dengan
instruktur yang di undang langsung dari Minahasa Sulawesi Utara.
Jumlah, Umur, dan Pendidikan Pengrajin Gerabah di Moahudu
Menurut Sudana (2011: 25), besaran jumlah pengrajin berpengaruh
terhadap kuantitas produk yang dihasilkan, semakin besar jumlah pengrajin yang
berproduksi maka semakin banyak pula kemungkinan produk yang bisa dibuat.
Berdasarkan penelitian, kelompok pengrajin gerabah di Desa Moahudu tercatat
jumlahnya 18-orang. Namun, dari ke-18 orang itu hanya sebagian yang masih
aktif yakni sekitar 13 orang dan justru yang tidak aktif adalah para pengrajin
muda. Mereka hanya terdaftar sebagai pengrajin ketika ada pelatihan dari
pemerintah dan setelah pelatihan selesai mereka bubar dan tidak menerapkan
pengetahuan yang mereka peroleh pada produk gerabah. (wawancara, Ervin
Puluhulawa 21 Juli 2013).

6
Para pengrajin di Desa Moahudu merupakan kaum laki-laki. Dapat
dikatakan bahwa kelestarian kerajinan keramik gerabah di Moahudu memang
terletak pada keterampilan tangan kaum laki-laki. Keuletan kaum laki-laki
Moahudu untuk terus mengembangkan kerajinan keramik gerabahnya hanya dapat
diterapkan pada suatu produk tungku. Meskipun demikian keahlian yang mereka
miliki sudah patut dihargai sebagai suatu potensi sumber daya manusia yang
bersifat alami dengan demikian rasa kekhawatiran timbul dibenak para pengrajin
akan putusnya regenerasi penerus kerajinan keramik gerabah, karena dapat dilihat
dari kenyataannya laki-laki remaja di Moahudu hanya aktif pada saat pelatihan.
Meskipun mereka hanya aktif saat pelatihan tetapi untuk, melanjutkan atau terus
mengembangkan kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu sudah tertanam
dalam hati mereka, hanya saja untuk saat ini mereka masih ingin fokus pada
profesi sebagai abang bentor.
Dari segi usia para pengrajin yang masih aktif pada sentra kerajinan
keramik gerabah Moahudu rata-rata 50 tahun ke atas. Jika dilihat dari faktor usia
bisa dipastikan produktifitas pengrajin keramik gerabah di Moahudu cukup rendah
dan lemah dalam berinovasi. Jadi sangat diperlukan upaya yang sungguh-sungguh
agar dapat menarik minat generasi muda dalam menekuni bidang tersebut. Hal ini
merupakan faktor penghambat dan permasalahan yang paling serius untuk
pengembangan kerajinan keramik gerabah di masa depan.
Dari segi pendidikan, pengrajin Moahudu rata-rata berpendidikan (SD)
yang dapat dikatakan tergolong rendah. Rendahnya tingkat pendidikan para
pengrajin aktif itulah yang kemudian telah menciptakan citra kurang baik
dikalangan generasi muda yang beranggapan seolah-olah menjadi seorang
pengrajin tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Hingga akhirnya mereka
berpandangan yakni profesi seorang pengrajin gerabah hanya merupakan
pekerjaan bagi orang-orang yang putus sekolah dan cenderung pada kebodohan
serta kemiskinan.
Persepsi Pengrajin tentang Profesinya
Persepsi pengrajin di Desa Moahudu tentang profesinya untuk membuat
kerajinan keramik gerabah jika dilihat dari penghasilan, mereka bersyukur dan

7
merasa cukup dari penghasilan tersebut. Jika dihitung dari penghasilan pengrajin
perharinya sekitar Rp. 20.000 dan diakumulasi menjadi Rp. 600.000 perbulannya.
Dibandingkan dengan upah minimum regional (UMR) Provinsi Gorontalo tahun
2012 sebesar Rp. 1.750.000 (http://www.hrcentro.com/umr/gorontalo), maka
penghasilan pengrajin Moahudu termasuk sangat rendah. Menurut penuturan
Adam Radjak 31 tahun mewakili para pengrajin lainnya (wawancara, 06 April
2013), jumlah penghasilan tersebut juga tidak tetap tergantung dari hasil produk
yang laku perharinya.
Persepsi pengrajin terkait dengan pekerjaan dan masa depannya menurut
Nasir Demolingo (wawancara, 01 Juni 2013) bahwa, pekerjaan yang mereka
tekuni pada saat ini hanya merupakan keterpaksaan saja melihat sempitnya
lapangan pekerjaan dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki pengrajin.
Para pengrajin tidak pernah memikirkan variasi produk untuk pengembangan
kedepannya. Mereka merasa nyaman asalkan sudah dapat membantu mencukupi
kebutuhan hidup keluarga, meskipun penghasilan tersebut tidak mampu untuk
membiayai pendidikan anak-anak mereka. Oleh karena itu anak-anak mereka
diajak ikut serta membantu dalam memproduksi keramik gerabah mulai dari
persiapan alat dan bahan sampai dengan pembakaran.
Bahan Baku Keramik Gerabah Di Desa Moahudu
Berdasarkan data dan pengamatan langsung oleh peneliti, Desa Moahudu
sebagian besar tergolong lahan basah atau lembab yang merupakan wilayah
persawahan dan perkebunan yang terdapat tanah liat, sehingga berpotensi sebagai
bahan baku keramik gerabah. Dengan demikian, dari kondisi alam Desa Moahudu
telah memberi peluang untuk tumbuhnya kerajinan keramik gerabah dan tungku
di Desa tersebut.
Cara kerja pengrajin di Desa Moahudu dari proses penggalian tanah,
pengolahan tanah liat siap di bentuk, pengeringan dan pembakaran, serta sampai
pada proses pemasaran dilakukan secara individu oleh para pengrajin, tanpa ada
pembagian kerja secara khusus.

8
Pengambilan Tanah Liat
Bahan baku tanah liat yang digunakan para pengrajin Moahudu terdiri dari
tiga warna, yaitu coklat, putih, dan hitam. Pengambilan bahan baku tanah liat
dilakukan di areal persawahan yang memiliki jarak tempuh yang berbeda yaitu
tanah coklat berjarak 10 m dan tanah liat putih dan hitam berjarak 50 m dari
tempat tinggal pengrajin. Selain jarak tempuh, cara penggalian tanah pun berbeda.
Tanah coklat diambil pada dataran tanah bagian atas sementara tanah liat putih
dan hitam diambil pada lapisan tanah yang kedalamannya sekitar 20 cm. Lapisan
tanah putih dan hitam letaknya saling berdekatan. Pengambilan tanah liat
dilakukan oleh pengrajin sendiri, biasanya dengan menggunakan ranting pohon
atau sekop untuk menggali tanah yang kemudian diangkut menggunakan karung
atau tas plastik sampai ke tempat berproduksi. Dalam menentukan warna dari
tanah liat tersebut, para pengrajin hanya melihat warna dasar yang ada pada tanah
tanpa memiliki teknik khusus. Penentuan kualitas tanah liat dilakukan hanya
dengan memijit gemburan tanah yang dikepal di telapak tangan, apabila tanahnya
tidak terlalu lengket dan tidak banyak bercampur kerikil tanah tersebut dianggap
baik untuk keramik gerabah (Adam Radjak, wawancara 12 April 2013).
Jenis dan Karakteristik Lempung Moahudu
Dari hasil pengujian tanah liat atau lempung yang dilakukan oleh peneliti
hanya salah satu jenis tanah yang dapat diuji keplastisan dan teksturnya yaitu
tanah liat yang warnanya coklat. Sementara untuk tanah liat yang warna hitam dan
putih lama pengendapannya sudah sampai 4 minggu airnya tidak naik dan
tanahnya tidak mengendap. Tanah liat dan air menyatu seperti agar-agar. Dapat
disimpulkan bahwa tanah liat yang berwarna hitam dan putih adalah jenis tanah
yang masih sangat produktif. Jadi jenis tanah liat ini tidak dapat digunakan untuk
kerajinan gerabah yang bervariasi kecuali tungku.
Berdasarkan karakteristik tekstur dan keplastisan dari tanah liat Moahudu,
dari uji manual yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa: 1) tekstur tanah
bersifat halus karena saat dipotong dengan kawat atau bendrat tidak terdapat
kerikil penghambat tetapi mengandung pasir; 2) keplastisan tanah bersifat plastis,
karena ketika tanah dilengkungkan langsung mengalami keretakan serta patah; 3)

9
kadar air tergolong cukup, karena dilihat dari hasil uji tanah saat ditekan tidak
melengket pada jari.
Proses dan Teknologi Produksi Keramik Gerabah Di Desa Moahudu
Proses produksi yang dilakukan oleh pengrajin keramik gerabah di Desa
Moahudu saat diamati dilapangan terdiri dari beberapa tahapan yaitu, dari
pengambilan bahan baku tanah liat, pengolahan tanah liat, pembentukan,
pengeringan, pembakaran, pengecetan keramik gerabah serta pemasaran.
Persiapan dan Pengolahan Bahan Baku
Pengolahan bahan baku yang dilakukan pengrajin keramik gerabah di
Desa Moahudu tergolong sangat sederhana tanpa peralatan yang memadai.
Bongkahan tanah liat kering ditumbuk menggunakan kayu pohon, kemudian
dipindahkan ke dalam wadah dengan mencampurkan sedikit demi sedikit air
sambil dipijit-pijit dan membersihkan kerikil serta kotoran lainnya. Proses
tersebut dilakukan sampai tanah liat dapat diperkirakan sudah agak plastis.
Hasil pengolahan tersebut, tanah belum dapat dibentuk, karena kandungan
air masih tinggi sehingga terlalu encer. Oleh karena itu, tanah liat yang telah
selesai diolah disimpan dalam plastik selama 2 hari dan dihindarkan dari sinar
matahari serta air hujan. Pengendapan tersebut bertujuan agar tanah liat yang
sudah diolah dapat menghasilkan kepadatan dan keplastisan sehingga mudah
dibentuk. Banyaknya tanah yang akan diolah tergantung pada kebutuhan tanah
yang akan pengrajin gunakan (Yasin Abdul, wawancara 07 April 2013).
Proses Pembentukan
Para pengrajin gerabah di Desa Moahudu dalam teknik pembuatan
kerajinan keramik gerabah menggunakan teknik putar dan teknik cetak
Pembentukan dengan teknik putar berawal dari pengrajin menyiapkan
tanah lempung yang dibentuk menjadi bola-bola tanah atau bulatan tanah yang
disesuaikan dengan besar kecil ukuran gerabah yang akan dibuat. Proses
pengerjaannya sebagai berikut :
1. Bulatan tanah diletakkan ditengah-tengah daun putaran, daun putaran diputar
dengan tangan kiri kearah kebalikan jarum jam dan jari-jari tangan kanan
menekan bola-bola tanah pada titik pusatnya agar tetap di tengah-tengah.

10
Penekanan tanah diatur kekuatan tanahnya dengan ibu jari tangan kanan,
sehingga sedikit demi sedikit membentuk lubang sampai kira-kira 1 cm dari
dasar dan tarik ke atas mengikuti tangan sampai lubang menjadi besar.
Menurut Aswin Maruf jika tanah yang dibentuk terasa agak kering atau pecah-
pecah, teteskan sedikit air atau dengan membasahi tangan.
2. Pada bagian dinding gerabah sedikit demi sedikit ditarik ke atas dengan cara
menghimpitkan jari-jari pada bagian dalam benda gerabah yang sedang
dibentuk dan diimbangi dengan jari-jari lain di luar benda, sejajar dengan jari-
jari bagian dalam benda. Setelah itu untuk menghaluskan bagian bibir gerabah
digunakan secarik kain basah, kemudian dasarnya diratakan. Pada saat benda
gerabah yang dibuat sudah terasa agak kering maka dipotong dengan kawat
yang dapat mempermudah saat mengangkat atau memindahkan gerabah
tersebut.
3. Vas bunga diletakkan dalam keadaan terbalik, tegak lurus ditengah-tengah
daun putaran. Kemudian bentuk luar kaki dan bentuk kaki bagian dalam
disempurnakan. Setelah dibentuk, vas bunga diambil dari daun putaran untuk
diangin-anginkan dan selanjutnya dijemur sampai kering.
Pada proses di atas telah menjelaskan tahapan pembentukan keramik
gerabah dengan teknik putar yang menghasilkan jenis produk yang berbentuk
silinder atau simetris. Berikutnya proses pembentukan keramik gerabah jenis
tungku dengan teknik cetak :
a. Siapkan terlebih dahulu cetakkan yang akan digunakan untuk pembuatan
jenis tungku yaitu terbuat dari kayu cempaka atau kayu pohon mangga,
kemudian masukkan adonan lempung tanah liat yang telah diolah kedalam
cetakkan dan ditekan menggunakan pemberat atau batu agar hasil cetakannya
padat selama 3 hari.
b. Setelah itu keluarkan alat cetakan tersebut dan dilanjutkan dengan membuat
lubang menggunakan pisau, lalu keluarkan hasil potongan pada lubang
dengan sendok aduk kemudian haluskan menggunakan sendok plastik. Proses
ini dilakukan selama 1 hari penuh.

11
c. Proses berikutnya pengeringan yang dilakukan selama 2 hari dengan cara
diangin-anginkan.
Melihat serangkaian tahapan pembentukan yang dilakukan pengrajin
Moahudu ternyata mereka mampu menghasilkan jenis produk fungsional dengan
menggunakan dua teknik saja.
Proses Pengeringan
Proses selanjutnya setelah pembentukan adalah pengeringan. Menurut
Yasin Abdul (wawancara, 07 April 2013), pengeringan diawali dari diangin-
anginkan terlebih dahulu, kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3
hari. Benda-benda keramik gerabah diatur pada halaman belakang rumah
menggunakan alas berupa papan dan karung yang mudah menyerap air. Manfaat
dari lama pengeringan tersebut yaitu dapat membuat keramik gerabah lebih padat,
sehingga tidak mudah retak dan pecah saat pembakaran.
Proses Pembakaran
a). Tungku Pembakaran
Para pengrajin keramik gerabah yang ada di Desa Moahudu melakukan
pembakaran di tempat yang terbuka seperti perkebunan atau ladang yang ada
dibelakang rumah penduduk. Dilihat dari tungku pembakarannya, hasil
pembakaran keramik gerabah Desa Moahudu tergolong berkualitas rendah, karena
pembakaran yang dilakukan dengan tungku ladang hanya dapat menghasilkan
suhu pembakaran dibawah 500C, sedangkan untuk dapat menghasilkan kualitas
keramik gerabah yang baik harus mencapai suhu pembakaran 900-950C. Oleh
karena itu, untuk menghasilkan suhu yang dimaksud, para pengrajin keramik
gerabah Moahudu minimal harus mempunyai tungku bak. Jadi dalam hal tungku
pembakaran, teknologi yang diterapkan oleh pengrajin keramik gerabah Desa
Moahudu masih tergolong lemah atau bermasalah.
b). Bahan Bakar
Pada bahan bakar, para pengrajin Moahudu sering memanfaatkan sekam
padi. Dengan memanfaatkan sekam padi tersebut para pengrajin sudah dapat
membantu mengatasi dan mengurangi limbah yang ada disekitar masyarakat. Dari
jenis bahan bakar sekam padi ini dapat menghasilkan nyala api yang besar

12
sehingga mampu menghasilkan bara api yang cukup lama untuk menyimpan dan
meningkatkan suhu bakar pada keramik gerabah.
c). Penyusunan Gerabah yang akan dibakar
Pengrajin menyusun terlebih dahulu keramik gerabah yang akan dibakar
agar saat pembakaran nanti panasnya merata, kemudian pada bagian atas keramik
gerabah yang sudah disusun ditutupi dengan sekam padi. Keramik gerabah
ditempatkan secara teratur dengan jarak 5 cm agar dapat memudahkan masuknya
api ke celah-celah keramik gerabah yang dibakar.
d). Pembakaran
Pada pembakaran, sebelum menyalakan api terlebih dahulu gundukan
sekam padi yang telah menutupi keramik gerabah di tuangkan sedikit minyak
tanah kemudian dinyalakan. Proses pembakaran berlangsung selama 2 jam.
Selama pembakaran berlangsung pengrajin selalu mengawasi api dan membenahi
gundukan sekam padi yang mulai menjadi bara agar bisa masuk ke celah-celah
bagian keramik gerabah yang sementara dibakar.
Dalam melihat kematangan keramik gerabah yang dibakar, para pengrajin
mencermati dari warnanya yang agak kemerahan dan berbunyi nyaring saat
diketuk.
Jenis dan Nilai Guna Produk Keramik Gerabah Desa Moahudu
Jenis produk keramik gerabah yang dihasilkan oleh para pengrajin Desa
Moahudu dilihat dari bentuk dan fungsinya sebenarnya cukup variatif untuk
perkembangannya yaitu, tungku, tempat bara api, vas bunga dan asbak. Sangat
disayangkan saat ini mereka sudah tidak memproduksinya lagi kecuali tungku.
Hal ini disebabkan oleh kualitas tanah liat yang rendah untuk dilakukan inovasi
produk yang baru. Sementara, zaman terus berkembang tentunya selera
masyarakat yang menjadi konsumen telah jauh berubah. Hal ini yang kemudian
menjadi kesenjangan antara selera dan kebutuhan konsumen terhadap model dan
fungsi produk keramik gerabah Desa Moahudu sehingga kurang mendapat
apresiasi pasar.

13
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat
menarik disimpulkan sebagai berikut :
1. Kondisi bahan baku pada kerajinan keramik gerabah di Desa Moahudu
Kabupaten Gorontalo yaitu ketersediaan bahan baku tanah liat (lempung)
sangat melimpah dilokasi persawahan yang berjarak sekitar 10-50m dari
tempat tinggal pengrajin. Secara alami tanah liat tersebut memiliki karakteristik
yaitu bersifat halus, keplastisan tanahnya tidak plastis, warnanya variatif
(coklat, putih dan hitam) yang secara kualitas tergolong kurang baik untuk
bahan baku produk kerajinan keramik gerabah fungsional vas bunga, asbak,
tempayan dan guci, kecuali produk tungku. Teknik pengambilan tanah liat
yang dilakukan oleh para pengrajin tidak menyebabkan kerusakan lingkungan
atau menghilangkan kesuburan tanah, sehingga lahan persawahan dan
perkebunan, masih tetap produktif. Permasalahannya bahan baku tersebut tidak
diolah dengan benar melalui alat dan proses tertentu, sehingga belum bisa
dimanfaatkan dengan baik untuk berbagai jenis gerabah. Peralatan yang
digunakan untuk mengolah bahan baku seperti alat penghancur tanah juga
belum tersedia.
2. Terkait dengan kondisi atau sumber daya pengrajin yaitu jumlah pengrajin aktif
cukup memadai adalah 13 orang merupakan kaum laki-laki. Para pengrajin
Moahudu memiliki semangat kerja yang tinggi tanpa banyak menuntut dan
selalu bersyukur. Sementara permasalahan yang ada yaitu umur rata-rata
pengrajin 50 tahun ke atas yang tergolong tua, sehingga kurang mampu
menggunakan peralatan yang lebih modern dan menurunnya produktifitas
karena terbatasnya kekuatan fisik. Pendidikan pengrajin rata-rata hanya tingkat
sekolah dasar sehingga kurang memiliki wawasan untuk mengembangkan
kreativitas dan profesinya yang kemudian berdampak pada hasil produk yang
kurang variatif sehingga kurang berkembang dan mendapat apresiasi pasar
secara luas. Penghasilan pengrajin sangat rendah rata-rata Rp. 550.000
perbulannya, jauh di bawah UMR Provinsi Gorontalo Rp. 1.750.000 pada

14
tahun 2012. Citra para pengrajin belum mendapat apresiasi dari generasi muda,
yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan sehingga mereka tidak berminat
untuk terjun pada kerajinan keramik gerabah. Hal ini berdampak pada putusnya
generasi penerus dan semakin berkurangnya pengrajin keramik gerabah
Moahudu.
3. Kondisi teknologi produksi yang dimanfaatkan oleh para pengrajin keramik
gerabah di Desa Moahudu yaitu peralatan produksi sederhana untuk membuat
produk gerabah tradisional. Pelatihan dan penyediaan peralatan produksi yang
didukung oleh pemerintah kurang dimanfaatkan secara kontinu.
Kemampuan/keahlian tradisional yang dimiliki pengrajin dalam melakukan
proses produksi secara bertahap sangat mudah ditingkatkan untuk penguasaan
teknik produksi yang beragam jika didukung oleh sarana dan pelatihan yang
tepat. Proses kerja dilakukan secara sistematis (pembentukan, pengeringan,
pembakaran) sehingga memudahkan para pengrajin mengontrol dan melihat
pencapaian target kerja. Dalam membuat produk yang variatif, permasalahan
yang dihadapi pengrajin bukanlah peralatannya melainkan bahan baku yang
digunakan. Tungku pembakaran yang digunakan pengrajin masih kurang
memadai, pengrajin hanya membakar keramik gerabah di halaman belakang
rumah (tungku ladang). Dampak dari hasil pembakaran tersebut yaitu gerabah
berkualitas rendah (kurang dari 500C), sementara suhu pembakaran yang baik
berkisar antara 900-950C yang minimal dilakukan pada tungku bak.
4. Ragam jenis dan nilai guna atau fungsi dari produk-produk keramik gerabah
yang berupa tungku, tempat pembakaran api (pulutube), vas bunga dan asbak
ternyata ditemukan para pengrajin memiliki kemampuan membuat produk-
produk gerabah sesuai fungsinya, tetapi yang menjadi permasalahan yaitu
bentuk dari produk-produk yang dihasilkan masih sangat terbatas meskipun
diantaranya sudah mulai ada produk yang disesuaikan dengan zaman.
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan di
atas, maka penulis dapat mengungkapkan beberapa saran sebagai berikut :

15
1. Agar karakteristik bahan baku tanah liat gerabah Moahudu dapat terungkap
secara tuntas sifat fisika, sifat kimia, dan komposisi campuran alami tanah
perlu dilakukan penelitian lanjutan.
2. Agar upaya-upaya pengembangan kerajinan keramik gerabah di Desa
Moahudu berjalan efektif maka upaya tersebut meski dilakukan secara
konprehensif yang meliputi pengolahan bahan baku yang lebih baik dengan
peralatan tertentu, peningkatan kemampuan pengrajin dalam mengaplikasikan
beragam teknik dan peralatan produksi, perbaikan proses, teknologi produksi
dan penciptaan Desain-desain baru yang khas serta inovatif sesuai selera
zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Clara, Ria dan Feri Aditya. 2008. Liputan Khusus Gorontalo, dalam Kriya
Indonesian Craft, Majalah Dwi Bulanan, Edisi No. 11-Maret 2008, Jakarta:
Dekranas.
Faisal, Sanapiah. 2005. Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Mulyadi Utomo, Agus. 2007. Wawasan & Tinjauan Seni Keramik, Denpasar:
Paramitha.
Profil Desa Moahudu tahun 2012. Dokumen tidak diterbitkan.
Sambudi. 2004. Membuat Keramik Biskuit, Yogyakarta: Absolut.
Sedyawati, Edy. 2010. Tradisi Sebagai Potensi Lokal dalam Memperkuat
Identitas Budaya Bangsa. Makalah Disajikan Pada Seminar Nasional &
Workshop. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, 8 Desember.
Soedjono dan Yogi Pramono. 2009. Keterampilan Keramik. Bandung: Angkasa.
Sudana, I Wayan. 2011. Potensi dan Permasalahan Kerajinan Keramik Gerabah
Di Desa Tenilo. Laporan Hasil Penelitian Dasar Keilmuan. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo. Dokumen tidak diterbitkan.
Sudana, I Wayan. 2012. Potensi dan Permasalahan dalam Pelestarian Seni
Kerajinan Gerabah Tradisional Gorontalo Prosiding Seminar

16
Internasional Warisan Nusantara tanggal 18-19 Desember di UNES.
Semarang.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta,
Bandung.
Suwardono. 2002. Berkreasi dengan Lempung. Bandung: Yrama Widya.
Suwardono. 2002. Mengenal Keramik Hias. Bandung: Yrama Widya.

17

Anda mungkin juga menyukai