Anda di halaman 1dari 11

Patogenesis Infeksi Saluran Kemih

Ilham Hidayat Restu Tulus Maha

1406528030 DK-3

Modul Ginjal dan Cairan Tubuh

Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia

I. Pendahuluan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatu kondisi klinis pada
traktus urinarius yang melibatkan interaksi antara uropatogen dan faktor
pejamu. Awalnya, uropatogen tersebut akan berikatan dengan
permukaan urothelial, kemudian uropatogen tersebut berkoloni dan
menyebar di sepanjang mukosa menyebabkan kerusakan jaringan.
Setelah periode kolonisasi ini, pathogen dapat naik (ascend) menuju
traktus urinarius di atas urethra seperti vesica urinary, ureter hingga
menuju parenkim ginjal. Pengaruh dari infeksi saluran kemih ini dapat
bersifat simptomatik maupun asimptomatik. Faktor virulensi spesifik pada
membran uropatogen bertanggung jawab terhadap resistensi uropatogen
tersebut terhadap mekanisme pertahanan pejamunya. Baru-baru ini,
bacterial adhesion dan epitel tempat uropathogen tersebut beradhesi
telah diidentifikasi namun mekanisme anti-adherensi dari uropatogen
tersebut masih diteliti.1
II. Isi
Jaras Infeksi
Umumnya, uropatogen pada pasien infeksi saluran kemih berasal
dari flora normal rectum dam memasuki traktus urinarius melalui urethra
menuju vesica urinaria. Hal ini biasanya disebut dengan rute ascending
daj uropatogen pada awalnya menempel dan berkolonisasi pada bagian
urothelium distal urethra.2 Perburukan kolonisasi bakteri dengan rute ini
meningkat pada pasien dengan perineum yang tidak higienis, pasien
dengan kateter dan wanita yang menggunakan agen spermisida. Pada
pasien dengan cystitis, hingga 50% infeksi melalui jaras ascending
menuju traktus urinarius atas. Sedangkan pada kebanyakan pasien
pyelonephritis, penyebabnya adalah bakteri yang melewati rute
ascending melalui ureter menuju pelvis renalis. Perkembangan bakteri
pada jaras ini juga dapat diperburuk oleh kondisi hamil da ostruksi ureter
yang menghambat peristaltis ureteris. Bakteri yang mencapai pelvis
renalis dapat menginvasi parenkim renal melalui ductus coligentes dan
merusak tubulus renalis.3
Pasien infeksi saluran kemih sangat jarang terinfeksi melalui rute
hematogen. Pada kondisi yang cukup jarang lainnya, parenkim ginjal
pasien dapat diinfeksi oleh bacteraemia Staphylococcus aureus ataupun
Candida fungaemia yang berasal dari mukosa mulut pada pasien
immmunocompromised. Pada kondisi lainnya, infeksi saluran kemih juga
dapat berasal dari organ lain yang berdekatan dengan traktus urinarius
melalui jaras limfatik. Kondisi yang berasosiasi dengan jaras limfatik ini
adalah abses retroperitoneal dan infeksi usus yang relative berat. 3

Jaras yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih pada pasien

Bakteri Patogen

E. coli merupakan penyebab utama infeksi saluran kemih baik 4 pada


infeksi komunitas (85%) maupun infeksi yang didapat dari prosedur
rumah sakit (50%). Bakteri gram negatif seperti Klebsiella dan Proteus,
serta gram positif seperti Enterococcus farcalis dan Staphylococcus
saprophiticus merupakan bakteri lain penyebab infeksi saluran kemih
yang didapat dari komunitas. Sedangkan bakteri lain penyebab infeksi
saluran kemih yang didapat dari prosedur medis di rumah sakit adalah
Klebsiella, Enterobacter, Citrobacter, Serratia, Pseudomonas aeruginosa,
Providencia, E. faecalis, dan S. epidermidis.
Umur pasien juga dapat mempengaruhi tipe organisme yang
menginfeksi traktus urinarius. Contohnya Staphylococcus saphrophiticus
bertanggung jawab terhadap 10% ISK pada wanita muda yang aktif
secara seksual daripada hanya 1% pada wanita yang berumur lebih tua
atau di atas 45 tahun.4

Uncomplicated Urinary Tract Infections

ISK dapat diklasifikasikan sebagai complicated ataupun


uncomplicated bergantung kepada faktor pejamu maupun uropathogen
yang menginfeksi seseorang. Etiologi dari ISK yang bersifat
uncomplicated dalam 2 hingga 3 dekade terakhir adalah E. coli sebagai
kasus yang paling banyak ditemui.3

Complicated Urinary Tract Infections


Predisposisi utama dari ISK yang bersifat complicated ini
merupakan faktor pejamu, yang dapat terdiri dari umur, kateterisasi,
diabetes mellitus, dan cedera medulla spinals. Pada ISK yang
complicated, uropatogen yang memiliki virulensi yang relative rendah
dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada traktus urinarius.
Suatu penelitian juga menunjukkan adanya asosiasi antara bacteraemia
grup B Streptococcus, Candida, dan Enterococcus dengan populasi di
atas 40 tahun.3
Anak-anak dengan komorbiditas lebih mudah mendapat ISK yang
complicated daripada yang uncomplicated dan Staphylococcus aureus
adalah microorganism yang biasanya menginfeksi pasien anak dengan
pemasangan kateter.1,3
Mekanisme Adherensi Bakteri
Faktor Virulensi Bakteri
Faktor virulensi bakteri memegang peranan penting dalam
menentukan apakah suatu organisme akan menyerang tractus urinarius
dan tingkat infeksi yang didapat. Uropathogenic E. coli (UPEC) bersifat
flora normal di usus sedangkan rantai gennya dapat bersifat pathogen
dalam traltus urinarius dengan mengekspresikan faktor virulensi spesifik
yang memungkinkan mekanisme adherensi dan kolonisasi dapat
terjadi.2,3 Adherensi dari mikroorganisme tergantung kepada tiga
karakteristik lingkungan yang penting, yaitu :
1. Karakteristik adhesivitas bakteri1
2. Reseptivitas dari Urothelium1
3. Cairan yang terdapat antara kedua permukaan 1
Bakteri akan bermigrasi ke proksimal dan mengendapkan komponen
inflamasi milik pejamu setelah melekat ke permukaan mukosa pejamu.
Adhesin yang terdapat pada permukaan membrane bakteri
bertanggung jawab terhadap inisiasi penempelan terhadap jaringan
traktus urinarius. Adhesin dapat diklasifikasikan menjadi fimbria dan
afimbria tergantung apakah adhesion diekspresikan sebagai fimbria
padat atau sebagai pilus. Fimbriae dan pili adalah permukaan
glikoprotein yang berfungsi sebagai ligan dari glikolipid dan glikoprotein
reseptor pada sel-sel uroepithel. Bakteri dapat memproduksi 100 hingga
400 pili pada sel yang sama dan sel-sel lain dapat memproduksi tipe
pilus yang sama. Masing-masing pilus memilki diameter 5-10 m dan
panjang hingga 2 m. Sebuah pilus disusun oleh subunit pilin dan dapat
diklasifikasikan berdasarkan mannose-sensitif ataupun mannose-
resisten, berdasarkan kemampuannya melakukan mekanisme
haemaglutinasi pada eritrosit. Tipe pili yang paling umum ditemukan
adalah tipe 1, S dan P. Perakitan pili pada traktus urinarius dimediasi
oleh chaperone/ usher pathway dimana chaperone periplasmik seperti
pilus P PapD dan tipe 1 FimC memiliki dua binding immunoglobulin-
like seperti bentuk boomerang. Chaperone ini penting untuk pengikatan
subunit pilus untuk membentuk kompleks yang stabil. Chaperon FimC
membantu pelipatan subunit pilus tipe 1 untuk memperkuat proses
pengikatan setelah proses inisiasi adherensi dengan pejamu. 1,3

Pili Tipe 1
Pili tipe 1 juga disebut sebagai mannose-sensitive pili. Pile tipe 1
ini pada umumnya diekspresikan pada rantai patogen dan non-patogen
E. coli. Pili tipe 1 disebut mannose sensitive karena peghambatan proses
hemaaglutinasi eritrosit karena adanya gugus mannose. Pili tipe 1 terdiri
atas heliks dengan subunit Fim A yang terikat pada struktur distal Fim H.
Pada masa kolonisasi Adhesin Fim H berikatan dengan reseptor
mannosylated yang berikatan dengan uroepithelium pejamu. Proses
inflamasi terjadi tepat setelah proses pelekatan tersebut diinisiasi.
Kompleks Adhesin-Sel epitel ini terjadi ketika tipe 1 pili berikatan dengan
uroplakin a dan uroplakin 1b. Uroplakin adalah protein membrane yang
ditemukan di sel payung pada permukaan luminal vesica urinaria.
Penelitian menunjukkan pengikatan Fim H yang berisi ikatan pilus
dengan rongga sentral cincin hexamer uroplakin bertanggung jawab
terhadap penginduksian ISK yang aktif. 4

Pelekatan FimH Adhesin pada E. coli dengan Uroplakin sel epitelial

Setelah perlekatan ke permukaan epitel, FimH adhesion yang


teraktivasi bermigtasi ke lapisan urothelial yang lebih dalam dan
mempenetrasi membran sel. Pada saat uropatogen telah berada dalam
sel, mekanisme invasive terus berlanjut karena bakteri dapat
berproliferasi dalam sitosol untuk membentuk cluster-cluster baru dari
spesies bakteri. Delapan jam setelah inokulasi, tanda -tanda fenotipik
mulai muncul, cluster-cluster bakteri berubah menjadi lapisan biofilm
yang melindungi bakteri terhadap respon imun pejamu dan juga
melindungi uropatogen terhadap lingkungan sekitarnya. Pengurangan
laju proliferasi bakteri dapat menghasilkan matriks biofilm yang efektif
untuk mencegah penetrasi neutrofil terhadap permukaan uropatogen.
Lapisan biofilm ini juga memegang peranan penting dalam pathogenesis
berbagai penyakit pada traktus urinarius tersebut. Selama proses
inkubasi penyakit, lapisan biofilm dan pejamu membentuk polisakarida
ekstraseluler yang memiliki fungsi yang terspesialisasi. 1,5
Biofilm dapat membentuk struktur yang berbeda-beda tergantung
bakterinya, namun urutan proses pembentukannya hampir sama pada
semua bakteri. Pertama, bakteri mengekspresikan substansi polimer
ekstraseliler yang awalnya reversible dan lama kelamaan akan menjadi
ireversibel. Bakteri yang telah secara ireversibel melekat akan terlihat
seperti nidus untuk melanjutkan replikasi dan rekrutmen bakteri lain.
Perlekatan ireversibel biasanya terjadi 24 jam dimana bakteri akan
berkembang menjadi struktur seperti menara dan menjadi filament-
filamen. Perubahan morfologis ini memungkinan bakteri dapat
menghindari respon imun. Bakteri yang telah terkelompok akan lepas
dari kelompok mereka, dan menjadi motile dan meninggalan sel pejamu.
Perlekatan bakteri dan replikasi akan terjadi kembali setelah uropatogen
meninggalkan lingkunfan intraseluler dan replikasi berikutnya yang efektif
dapat menyebabkan invasi bakteri menjadi persisten. 1,3

Tahapan siklus hidup bakteri pada sel urothelial pejamu

Tipe Fimbrae Pili P


Tipe ini disebut juga rantai mannose-resisten dari E. coli yang
terkait dengan uncomplicated pyelonephritis karena reseptor untuk
Fimbrae P adalah komponen glikolipid yang cukup besar yang terdapat
pada membran sel renal. Tipe pili ini disebut juga tipe mannose resisten
karena tidak dipengaruhi oleh mannose pada saat proses
hemaaglutinasi dengan eritrosit. PapG adalah adhesin yang ditemukan
di ujung pilus dan adhesin tersebut mengenali reseptor -d-
galctopyranosyl-(1-4)--d-galctopyranoside yang ditemukan di P-blood
antigen pada uroepithelium peamu. Mannose-resisten adhesin tidak
6
memperlihatkan afinitas ikatan terhadap digalactosida.

Reseptivitas Sel
Reseptivitas sel epitel juga memegang peranan penting pada
proses perlekatan uropatogen. Studi menunjukkan bahwa orang dengan
gen HLA-A3 memiliki kemungkinan besar terhadap infeksi recurrent
pada traktus urinarius. Pada penelitian juga ditemukan bahwa terdapat
infeksi recurrent yang lebih sering pada wanita di atas 65 tahun
dibandingkan wanita premenopause.3
Penggunaan Spermisida

Nonoxynol-9 adalah surfaktan non-ionik yang ditemukan pada zat


spermisida yang biasa digunakan. Dari penelitian in vitro, ditemukan
kemampuan yang lebih lemah melawan bakteri uropatogen
dibandingkan lactobacillus dengan rantai hydrogen peroksida. Hipotesis
ini telah dibuktikan oleh penelitian lain dimana hydrogen perkosida dari
Lactobacilli menghasilkan efek protektif terhadap bacterial vaginosis,
simptomatik canidosis, dan kolonisasi dari patogen genitalia. Para
peneliti mempercayai bahwa aktivitas antimikrobial dari spemisida
mengubah ekosistem vagina dan menyediakan lingkungan yang sesuai
untuk pertumbuhan dan proliferasi uropatogen. 1,3

Wanita Premenopausal
Pada wanita premenopausal, penggunaan spermisida dan secara
aktif berhubungan seksual adalah faktor risiko utama terjadinya infeksi
uropatogen. Sebua penelitian menunjukkan bahwa wanita
premenopausal yang melakukan hubungan seksual 3 kali seminggu
memiliki risiko infeksi saluran kemih meningkat hingga 2,6 kali
dibandingkan yang tidak melakukan.3,6
Estrogen
Mekanisme estrogen terhadap pathogenesis ISK masih
kontroversial. Studi secara in vitro memperlihatkan bahwa estrogen
menginduksi perlekatan uropatogen ke sel epitel vagina. Pada studi
lainnya memperlihatkan bahwa defisiensi estrogen meningkatkan risiko
wanita terkena ISK. Hal ini dibuktikan dengan studi cohort bahwa 50%
wanita di atas 61 tahun mengalami gejala inkontinensia traktus urinarius
dan 28% diantaranya mengalami ISK. Pada studi yang lebih spesifik,
penggunaan estrogen topical menunjukkan bahwa kolonisasi E. coli di
vagina berkurang hingga setengahnya dan menunjukkan perbaikan pada
kolonisasi lactobacillus pada wanita postmenopause. Hasil yang
diperoleh juga menunjukkan penurunan pH dan penurunan kolonisasi
Enterobacteriaceae.3

Peran Estrogen pada Kolonisasi Enterobacteriaceae

Respon Host terhadap Perlekatan Patogen


Berbagai jaras pertahanan diaktifkan oleh pejamu ketika
uropatogen berikatan dengan permukaan mukosa. Sel-sel epitel
mengelupas dalam beberapa jam setelah inisiasi infeksi oleh
uropatogen, dengan demikian sel urothelial yang terinfeksi terkelupas
pada mekanisme ini. Sekresi dan ekskresi sel urothelial yang terinfeksi
dimediasi oleh bakteri pili tipe 1 yang menginduksi apoptosis sel. Pada
pasien dengan lining epitel yang sehat, permukaan vesica urinaria
dilapisi oleh sel-sel payung pasif yang beregenerasi setiap beberapa
bulan. Namun, prosese regenerasi sel-sel payung akibat proses
proliferasi dan diferensiasi bakteri secara cepat diaktifkan setelah proses
infektif. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa pengelupasan sel-sel
urothelial menghambat E. coli membentuk cluster permukaan karena
proses pengelupasan tersebut membuat E. coli bermigrasi ke lapisan
yang lebih dalam.1,7,8
Respon imun bawaan pada pejamu juga bertanggung jawab
terhadap pertahanan dalam melawan invasi dari uropatogen. Banyak
sel-sel imun yang diaktifkan seperti neutrofil, makrofag, eosinophil, dan
sel natural killer dalam melawan uropatogen. Leukosit polimorfonuklear
juga melakukan sintesis nitrit oxide dengan meningkatkan proses
transkripsi nitrit oxide synthase yang memiliki efek toxic terhadap
patogen yang menginvasi. Tubuh uga mengembangkan Toll-like receptor
(TLR) untuk mengenali bakteri, TLR-4 dan koreseptornya (CD14 dan
MD2) untuk mengenali bakteri gram negatif dan mengaktifkan respons
imun bawaan dan TLR11 dilepaskan dari ginjal dan diaktifkan untu
mencegah infeksinaik (ascending) menuju parenkim ginjal.
Setelah 7-10 hari mekanisme sistem imun adaptif dapat diaktifkan untuk
menghasilkan pertahanan yang lebih spesifik oleh antibodi. Hal ini
menghasilkan peningkatan antibodi IgG dan sIgA pada tubuh untuk
opsonisasi dan pengurangan perlekatan uropatogen pada urothelial. 1,3

Mekanisme Sel Pejamu dalam melawan Uropatogen


III. Kesimpulan dan Keterkaitan dengan Pemicu

Perkembangan penemuan pathogenesis dari ISK telah


berkembang pada beberapa tahun terakhir. Mekanisme patogenik
dipengaruhi oleh faktor pejamu dan adhesin dari uropatogen. 1,3

Pada pasien perempuan 24 tahun dalam pemicu tidak terdapat


demam sehingga jaras yang mungkin menyebabkan infeksi
uropatogen tersebut adalah jaras ascending dan perlu ditanyakan
riwayat melakukan hubungan seksual dan penggunaan spermisida
pada pasien. Test genetic pada beberapa kondisi juga diperlukan
untuk mengevaluasi apakah terapi profilaksis pada pasien
diperlukan.1

IV. Referensi

1. Skorecki K, Chertow MG. Brenner and Rectors the kidney. 10 th edition.


Philadhepia: Elsevier. 2016; hlm 1320-3; 1345-50

2. Anderson GG, Hooton TM, Hultgren SJ. Intracellular bacterial


communities of uropathogenic Escherichia coli in urinary tract
pathogenesis; Trends Microbiol; USA: Williamsons and Lippincott; 2010;
pp. 12-18

3. Hiller SL, A complete research update of UTIs. Philadhelpia: Elsevier. Med


Uro Infect; 2006; pp 130-9; 144-6; 176-81; 199;204

4. Ree JM. Serological response to the P fimbriae of uropathogenic


Escherichia coli in pyelonephritis. USA: Elsevier. Infect Immun. 2012;
55(9): pp. 2204-7

5. Foxman B. Epidemiology of urinary tract infections: incidence, morbidity,


and economic costs. USA: Am J Med. 2008; pp 113-19
6. Haraoka L, Hang B, Svanborg C, Neutrophil recruitment and resistance to
urinary tract infection, USA: J Infect Dis; 2005; 180(4): pp1220-9.

7. Hopkins WJ, Gendron AF, Balish DT. Time course and host responses to
Escherichia coli urinary tract infection in genetically distinct mouse strains
Infect Immun. 2006; 66(6): pp. 2798-802

8. Khan SW, Ahmed A. Uropathogens and their susceptibility pattern: a


retrospective analysis. India: J Pak Med Assoc; 2011: 51(2), 98

Anda mungkin juga menyukai