OVERVIEW
Menurut Scott (2000) rencana kompensasi eksekutif adalah kontrak agen antara perusahaan dan
manajer perusahaan yang mencoba untuk menyelaraskan kepentingan pemilik dan manajer
dengan mendasarkan kompensasi manajer pada satu atau lebih tindakan dari upaya manajer
dalam mengoperasikan perusahaan. Banyak rencana kompensasi didasarkan pada dua ukuran
usaha manajer yaitu laba/pendapatan bersih dan harga saham. Artinya, jumlah bonus,
saham, opsi, dan komponen lainnya dari gaji eksekutif yang diberikan pada tahun tertentu
tergantung pada kedua laba bersih dan kinerja harga saham tersebut.
Sehubungan dengan laba bersih, perannya dalam rencana kompensasi adalah sama penting
dengan perannya dalam informasi investor, karena motivasi kinerja eksekutif yang
bertanggung jawab dan meningkatkan operasi yang tepat dari pasar tenaga kerja manajerial
adalah tujuan sosial yang memungkinkan keputusan investasi yang baik dan efek operasi pasar
yang benar.
Fama (1980) mengasumsikan pasar tenaga kerja yang efisien manajerial. Fama berpendapat
bahwa:
1. bagi manajer tingkat bawah, setiap kelalaian akan terdeteksi dan dilaporkan oleh manajer di
bawah mereka, yang ingin maju. Artinya, sebuah proses "pemantauan internal" bekerja untuk
disiplin manajer yang mungkin kurang tunduk pada disiplin pasar tenaga kerja manajerial itu
sendiri.
2. jika manajer merenungkan efek ke bawah arus kelalaian tentang utilitas reservasi kontrak kerja
di masa depan, kelalaian akan tersamarkan.
Sehubungan dengan kemampuan reputasi manajer untuk mengontrol moral hazard, argumen
Fama itu tidak mempertimbangkan bahwa manajer mungkin dapat menyamarkan efek
dari kelalaian, setidaknya dalam jangka pendek, dengan mengelola informasi. Artinya, selain
masalah moral hazard, pasar tenaga kerja manajerial sebagai efek pasar manajer dapat menahan,
menunda, bias, atau mengelola pelepasan informasi. Kemudian, seperti harga saham mungkin
tidak mencerminkan nilai perusahaan, pasar tenaga kerja mencerminkan nilai yang mendasari
manajer. Artinya, reputasi kekuatan pasar mungkin tidak sepenuhnya efektif dalam
mengendalikan moral hazard ketika manajer memiliki informasi pribadi dan dapat
mengendalikan permintaan. Dalam hal ini, bukti sejauh mana kemampuan pasar mengendalikan
insentif manajer oleh Wolfson (1985). Dia memeriksa kontrak kemitraan minyak dan gas yang
terbatas di Amerika Serikat. Ini adalah kontrak pajak-menguntungkan antara mitra umum (agen)
dan mitra terbatas (pokok) untuk mengebor minyak dan gas. Mitra umum memberikan
keahlian dan membayar sebagian biaya. Sebagian besar modal yang disediakan oleh mitra
terbatas. Wolfson meneliti dua jenis sumur pengeboran: eksplorasi sumur sebuah
sumur pengembangan. Masalah noncompletion tidak sebesar untuk sumur eksplorasi karena, jika
sumur eksplorasi tidak datang, kemungkinan adalah bahwa R akan tinggi. Investor akan
menyadari masalah noncompletion, tentu saja, dan tawaran menurunkan harga bersedia untuk
membeli, mungkin ke titik dimana mitra umum tidak dapat menarik mitra terbatas sama
sekali. Pertanyaannya kemudian adalah, bisa menjadi mitra umum meredakan
kekhawatiran investor dengan membangun reputasi, sehingga meningkatkan nilai pasarnya dan
jumlah bahwa investor bersedia membayar? Untuk mengukur reputasi, Wolfson mengumpulkan
informasi mengenai kinerja masa lalu dari sampel mitra umum selama 1977-1980. Wolfson (1)
menemukan bahwa semakin tinggi reputasi mitra umum, semakin dia atau dia terima dari mitra
terbatas pada buyin, menunjukkan bahwa para investor menanggapi reputasi manajer. Namun,
Wolfson juga (2) menemukan bahwa investor dibayar jauh lebih sedikit. Kombinasi dari dua
temuan menunjukkan bahwa kekuatan pasar dapat mengurangi masalah moral hazard
manajer. Sementara hasil Wolfson's berlaku hanya untuk sampel kecil minyak dan kontrak gas,
implikasi managerial pasar tenaga kerja tidak sepenuhnya efektif dalam mengendalikan moral
hazard, bertentangan dengan argumen Fama's.
Kami dapat menyimpulkan bahwa meskipun kekuatan internal dan pasar membantu untuk
kecenderungan controlmanagers mereka tidak menghilangkan kontrak intensif. Dengan
demikian, upaya incentif berdasar pada hasil tersebut masih diperlukan.
CONTOH KONTRAK INSENTIF
Karakteristik Rencana Kompensasi Insentif Kompensasi untuk manajer terdiri dari tiga
komponen yaitu: (1) gaji, (2) tunjangan (pensiun, kesehatan dan lainnya), dan (3) kompensasi
insentif. Tiga komponen itu bersifat independen, tetapi yang ketiga berhubungan secara
spesifik dengan fungsi pengendalian manajemen. Rencana kompensasi insentif dapat dibagi
menjadi rencana insentif jangka pendek (kinerja perusahaan dan kontribusi individu) dan rencana
insentif jangka panjang.
Kantong Total Bonus (The Total Bonus Pool) Kantong Bonus adalah jumlah bonus yang
dapat dibayarkan kepada kelompok karyawan yang mempunyai kualifikasi dalam
tahun tertentu. Pada metode ini, pembayaran bonus ditetapkan pada kebijakan manajemen
(komite dewan direksi) setiap tahun. Metode ini lebih fleksibel, karena pembayaran tidak
ditentukan secara otomatis oleh formula dan dewan direksi dapat melakukan penilaian,
namun kekurangannya adalah bonus kurang berhubungan langsung dengan prestasi sekarang
ini.
Bonus dihitung secara tahunan, tetapi pembayaran dibagi ke dalam beberapa tahun (biasanya
lima tahun). Pada metode ini, pembayarannya sebagian didasarkan kinerja beberapa periode
yang lalu. Keuntungan dari metode ini terutama adalah mendorong para pembuat keputusan
untuk berpikir jangka panjang. Kelemahannya, dalam keadaan tertentu manajer tidak
akan menerima bonus yang ditunda, jika dia meninggalkan perusahaan sebelum bonus
tersebut dibayarkan.
Premis dasar dari rencana ini adalah pertumbuhan nilai saham biasa perusahaan yang
merefleksikan kinerja jangka panjang.
Saham pantom memberikan sejumlah saham kepada para manajer, tetapi hanya untuk tujuan
pembukuan. Pada metode ini, perusahaan memberikan hak kepada karyawan untuk
menerima uang sejumlah kenaikan nilai saham sampai tanggal tertentu di masa depan.
Hak apresiasi saham adalah hak untuk menerima pembayaran tunai berdasarkan kenaikan nilai
saham dari saat diberi penghargaan sampai dengan tanggal di kemudian hari yang telah
ditentukan.
Rencana imbalan kinerja saham adalah memberikan sejumlah lembar saham kepada manajer
ketika tujuan jangka panjang tertentu telah dicapai. Biasanya tujuan adalah untuk mencapai
pertumbuhan persentase pada laba per lembar saham.
Pada rencana kinerja unit, bonus tunai dibayarkan ketika target-target jangka panjang tertentu
tercapai. Metode ini merupakan penggabungan hak apresiasi saham dengan kinerja saham.
1. Kriteria Keuangan (Financial Criteria. Jika unit bisnis berupa pusat laba, maka criteria
keuangan meliputi laba kontribuisi, laba langsung, laba terkendali, laba sebelum pajak dan laba
bersih. Jika unit bisnis berupa pusat investasi, keputusan didasarkan tiga hal:
(2) penyesuaian akibat perbuatan alam dan kecelakaan yang bukan disebabkan oleh kelalaian
manajer.
Mengingat masalah ini menggunakan laba bersih saat ini sebagai hasil, kita dapat melihat
mengapa harga saham mungkin lebih sensitif dibandingkan dengan laba bersih usaha. Dengan
pasar sekuritas efisien, harga saham akan "benar mencerminkan" semua yang diketahui tentang
hadiah dari tindakan manajer saat ini. Pengakuan usaha manajer sebagai serangkaian kegiatan,
dengan kedua hadiah saat ini dan jangka panjang, menghasilkan potensi untuk efisiensi
kontraktor lebih lanjut baik harga saham dan laba bersih sebagai ukuran kinerja, ketika harga
saham dan laba bersih diferensial mencerminkan imbalan jangka panjang tindakan manajer
saat ini, keputusan manajer dapat dikontrol oleh harga saham dan laba bersih
berbasis kompensasi-lebih berbagi.
Manajer, sebagaimana individu rasional lainnya yang senang menghindari resiko, akan
melakukan pertimbangan trade off antara resiko yang akan dihadapi dengan return yang akan
diterima. Artinya semakin tinggin resiko yang dihadapi oleh seorang manajer, semakin tinggi
kompensasi yang diharapkan akan diterima jika utilitas reservasi dapat dicapai (attained).
Oleh karena itu, agar dapat memotivasi manajer dengan biaya yang paling murah, perlu
dibuat rancangan pemberian kompensasi yang ekuivalen atau sebanding dengan resiko yang
akan dihadapi.
Pada tahun 1990, Jensen and Murphy (JM) mempublikasikan suatu artikel kontroversiobal
mengenai kompensasi bagi top manajer. Mereka memberikan argumentasi bahwa CEO
tidak dibayar overpaid, tetapi kompensasi yang mereka terima ternyata tidak langsung
berhubungan dengan kinerja, karena kinerja manajer diukur berdasarkan perubahan nilai
pasar (market value) perusahaan yaitu berdasarkan perubahan yang terjadi di dalam
kesejahteraan para pemegang saham.
KESIMPULAN
Kontrak kompensasi eksekutif merupakan suatu bentuk keseimbangan yang sangat sulit
dipisahkan antara factor insentif, resiko dan pertimbangan pengambilan keputusan.
Untuk dapat menyatukan secara tepat antara kepentingan manajer dan pemegang
saham, diperlukan adanya suatu bentuk kontrak yang efisien agar dapat dicapai suatu tingkat
motivbasi yang tinggi sehingga dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya
pembebanan yang terlalu memberatkan atau beresiko bagi manajer. Pembebanan yang terlalu
berat bagi manajer akan menyebabkan terjadinya perilaku disfusional.
Manajer pada umumnya sangat sensitive terhadap terjadinya resiko, Karena mereka tidak
dapat melakukan diversifikasi sebagaimana yang dapat dilakukan oleh para pemegang
saham
Pertemuan ke 13 EARNINGS MANAGEMENT buat tugas rangkuman
Copeland (1968) dalam Utami (2005) mendefinisikan earnings management sebagai, some
ability to increase or decrease reported net income at will. Ini berarti earnings management
mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba,
termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen.
Shcipper (1989) dalam Christianti (2007) mendefinisikan earnings management sebagai campur
tangan dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan pribadi. Davidson, Stickney, dan Weil (1987) dalam Sulistyanto (2008)
mendefinisikan earnings management sebagai proses untuk mengambil langkah tertentu yang
disengaja dalam batas-batas akuntansi yang berterima umum sehingga manajer dapat melaporkan
laba pada tingkat yang diinginkan. Menurut Scott (2000) dalam Halim dkk. (2005) manajemen
laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang
ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar
perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini belum ada kesepakatan
mengenai batasan dan definisi earnings management. Perbedaan-perbedaan itulah yang
menyebabkan setiap pihak yang melakukan penelitian mengenai earnings management mencoba
untuk mendefinisikannya sendiri, baik dari pemahaman positif maupun negatif. Akibatnya,
ada banyak batasan dan definisi earnings management. Hal ini didukung dengan
pernyataan Sulistyanto (2008) bahwa pada umumnya manajemen laba didefinisikan sebagai
upaya manajer untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan
keuangan dengan tujuan untuk mengelabui para stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan
kondisi perusahaan. Istilah intervensi dan mengelabui inilah yang dipakai sebagai dasar oleh
sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai suatu kecurangan. Sementara pihak lain,
tetap menganggap aktivitas earnings management ini bukan sebagai kecurangan dengan alasan
bahwa intervensi yang dilakukan oleh manajer perusahaan masih dalam kerangka standar
akuntansi, dimana masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui
secara umum. Scott (2006) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.
Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs
(Oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari
perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba
memberi manajer fleksibilitas untuk melindungi diri dan perusahaan dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan
eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah
satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah
bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang
mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati
dan Naim, 2000).
Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi manajemen laba
(Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu:
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya (bonus yang
tinggi). Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan laba lebih banyak
menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut
akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan pendapatan
maupun laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
b. Contracting Motivations
Data akuntansi digunakan untuk mengawasi dan mengatur hubungan kontraktual antara
perusahaan dengan semua stakeholders perusahaannya, baik stock investor, debt investor,
ataupun insider investor. Healy dan Wahlen (1998) membagi contracting motivations menjadi
dua, yaitu lending contracts dan management compensation contracts. Lending contracts dibuat
untuk meyakinkan bahwa manajer tidak melakukan tindakan yang menguntungkan
pemegang saham perusahaan tetapi merugikan kreditor, sedangkan management
compensation contracts digunakan untuk mensejajarkan atau menyelaraskan kepentingan
antara manajemen dengan pemegang saham eksternal.
c. Regulatory Motivations
Scott (1997:365) dalam Suyatmin dan Suwarno (2002) menyatakan bahwa earnings management
dapat dilakukan dengan empat bentuk, yaitu:
a. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat terjadi reorganisasi, termasuk pengangkatan CEO baru. Pada saat itu,
perusahaan akan melaporkan kerugian dalam jumlah besar sehingga diharapkan pada periode
yang akan datang CEO tersebut dapat menunjukkan adanya peningkatan laba.
b. Income Minimization
Pola ini terjadi pada saat perusahaan mengalami/memperoleh laba yang tinggi.
Manajemen akan menunda sebagian laba tersebut dan melaporkannya pada periode
mendatang, jika pada periode mendatang, laba diperkirakan akan turun drastis.
c. Income maximization
Pola ini terjadi ketika laba perusahaan menurun/rendah. Manajemen akan berusaha
meningkatkan laba supaya mendapat bonus yang lebih besar. Pola ini juga dilakukan oleh
perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
d. Income Smoothing
Pola ini dilakukan oleh perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat
mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba
yang relatif stabil.
Buruk: opportunistik
Untuk memberikan perusahaan dalam menghadapi beberapa fleksibilitas yang kaku, kontrak
tidak lengkap
standar akuntansi baru dapat menurunkan laba bersih dan / atau volatilitas meningkat dan dapat
mempengaruhi usaha manajer
Kontrak pelanggaran mahal, manajemen laba mungkin memiliki cara lebih murah untuk
bekerja di sekitar
Mengelola laba yang dilaporkan ke manajemen dengan jumlah yang berharap akan bertahan
Healy (1985)
Hanna menemukan bukti bahwa pasar menggunakan frekuensi biaya tersebut sebagai proxy
untuk penyalahgunaan mereka - ERC frekuensi yang lebih rendah ketika lebih besar
Mungkin Iya
pengungkapan yang buruk memungkinkan manajemen laba bahkan jika pasar efisien
Mungkin Tidak
Teori dan bukti bahwa pasar surat berharga mungkin tidak sepenuhnya efisien mendukung
jawaban "tidak"
OVERVIEW
Executive compensation plan adalah sebuah kontrak agensi antara perusahaan dan managernya
yang berusaha untuk menyelaraskan kepentingan masing-masing yang berdasarkan kompensasi
manager pada satu atau lebih pengukurannya yang diukur dari kinerja manager dalam
mengoperasikan perusahaan.
Rencana kompensasi menguntungkan bagi perusahaan karena inefisiensi danmoral
hazard berkurang, pemegang saham lebih mungkin untuk mencapai insentif yang sesuai,
sehingga, menggambarkan bahwa manajer akan lebih mungkin untuk
bertindak dalam kepentingan terbaik perusahaan. Dalam rangka untuk memilikirencana
kompensasi yang efisien, upaya manajer harus tertanam dalampenghargaan dari rencana
kompensasi itu sendiri.
in economic theory, a moral hazard is a situation where a party will have a tendency to take
risks because the costs that could incur will not be felt by the party taking the risk. Contohnya:
pemilik asuransi.
http://en.wikipedia.org/wiki/Moral_hazard