Anda di halaman 1dari 7

A.

Definisi
Uveitis adalah peradangan pada traktus uvea, yaitu iris (iritis, iridosiklitis),
corpus ciliaris (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars
planitis), atau koroid (koroiditis). Namun, dalam praktiknya istilah ini juga
mencakup peradangan pada jaringan di sekitar traktus uvea, seperti retina
(vaskulitis retinal) dan nervus optikus intra okular (papilitis).
Uveitis dapat diklasifikasikan berdasarkan empat kelompok besar sebagai
berikut (Melinda, 2009):
1. Klasifikasi lokasi
a. Uveitis anterior
Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b. Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c. Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
2. Klasifikasi klinis
a. Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama <
6 minggu
b. Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau
3. Klasifikasi etiologis
a. Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar
tubuh
b. Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
1) Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondyliti
2) Infeksi, yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus
(herpes zoster), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm
(toksokariasis)
3) Uveitis spesifik idiopatik, yaitu uveitis yang tidak berhubungan
dengan penyakit sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari bentuk lain (sindrom uveitis Fuch)
4) Uveitis non-spesifik idiopatik, yaitu uveitis yang tidak termasuk ke
dalam kelompok di atas.
4. Klasifikasi patologis
a. Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid
b. Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa
multinukleus

B. Etiologi
Etiologi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu (Vaughan, 2000):
1. Autoimun
a. Artritis idiopatik juvenilis
b. Spondilitis ankilosa
c. Sindrom reiter
d. Kolitis ulserativa
e. Uveitis terinduksi-lensa
f. Sarkoidosis
g. Penyakit crohn
h. psoriasis
2. Infeksi
a. Sifilis
b. Tuberkulosis
c. Lepra (Morbus Hansen)
d. Herpes zoster
e. Herpes simpleks
f. Onkosersiasis
g. Leptospirosis
3. Keganasan
a. Sindrom masquerade
b. Retinoblastoma
c. Leukemia
d. Limfoma
e. Melanoma maligna
4. Lain-lain
a. Idiopatik
b. Uveitis traumatika
c. Ablasio retina
d. Iridosiklitis heterokromik fuchs
e. Krisis glaukomatosiklitik (sindrom Posner-Schlossman)
Uveitis jenis granulomatosa terjadi karena invasi mikrobakteri yang patogen
ke jaringan uvea, meskipun kumannya sering tidak ditemukan sehingga
diagnose ditegakkan berdasarkan keadaan klinis saja.

C. Patomekanisme
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya
dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier
(hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan
permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor,
sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare
atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek Tyndal).
Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut (Vaughan,
2000).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit
ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung
lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel
kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic
precipitate, yaitu (Vaughan, 2000):
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen
yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma,
terdapat pada jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan
berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin,
dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa
bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel
kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada
bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup
oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil (Ilyas, 2005).
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh
sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mat
belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata
belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris
bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder (Ilyas, 2005).
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila
peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan
supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di
dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga
abses) (Vaughan, 2000).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya
yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior
yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier
(Vaughan, 2000).

D. Prognosis
Prognosis uveitis anterior granulomatosa umumnya baik jika ditangani
dengan adekuat, namun prognosisnya juga bergantung pada tingkat
keparahan penyakit dan adanya komplikasi yang timbul. Jika penyakit
uveitis anterior granulomatosa sudah disertai dengan glaukoma dan
kerusakan papil nervus optikus, maka prognosisnya menjadi buruk
(Vaughan, 2000).

E. Komplikasi
Komplikasi pada uveitis anterior granulomatosa adalah (Rahayu, 2012):
1. Glaukoma (peninggian tekanan bola mata)
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga
mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik
anterior. Penupukan cairan ini bersama-sama dengan sel radang
mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga
terjadi glaukoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.
2. Katarak
Kelainan segmen anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan
penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat
mengakibatkan gangguan metabolisme lensa sehingga menimbulkan
katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih kompleks lebih
sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan
baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan
post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi.
3. Neovaskularisasi
4. Ablasio retina akibat dari tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.
5. Kerusakan Neovaskular optikus
6. Atropi bola mata
7. Edem Kisoid Makulae
F. Tatalaksana
Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan
atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan
fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan
tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.
Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi (Sitompul,
2016):
1. Terapi non spesifik
a. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
b. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,
sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel
radang dapat lebih cepat.
c. Midritikum/sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan
silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat
panyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah
ada. Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
1) Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
2) Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
3) Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
d. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan
dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1
%.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau
periokuler :
1) Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
2) Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
3) Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
4) Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80
mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap
hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-
komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada
penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain
pada penggunaan sistemik.
2. Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis
anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri,
maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
a. Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan
steroid
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per
oral dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
b. Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti
disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.
3. Terapi terhadap komplikasi
a. Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia
anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan
sebelumnya.
b. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada
uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:
4. Terapi konservatif :
a. Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
b. Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
5. Terapi bedah :
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap
tinggi.
a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah
terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior
Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.
b. Sudut terbuka : bedah filtrasi.
c. Katarak komplikata
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi
yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan
keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2000. Oftalmologi umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya medika.

llyas, Sidarta. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia: Jakarta.

Rahayu, P. 2012. Uveitis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas


Muhammadiyah Semarang.

Melinda, V. 2009. Uveitis. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

Sitompul, R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah


Kebutaan. eJKI Vol. 4 No. 1. April 2016. Hal: 60-70.

Anda mungkin juga menyukai