Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

F.32.3

Oleh :
Dessy Karina Nur Asih I4A013058
Tara Wahyudita Mentari I4A013065
M. Rifky Ersadian Noor I4A013073

Pembimbing :
dr. H. Yulizar Darwis, Sp.KJ, MM

UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa


Fakultas Kedokteran ULM/RSUD Ulin Banjarmasin
Banjarmasin
April, 2017
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Tempat, Tanggal lahir : Sari Gadung, 12 Februari 1960
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karang Bintang
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Banjar
Status Perkawinan : Cerai Mati
Tanggal Masuk : 13 April 2017

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Diperoleh dari autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien

pada tanggal 13 April 2017 di Poliklinik Jiwa RSUD Ulin Banjarmasin dan rumah

keluarga pasien.
A. KELUHAN UTAMA
Murung
KELUHANTAMBAHAN
Mendengar bisikan
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Autoanamnesis
Pada tahun 2013, pasien mulai berteman dengan seorang wanita yaitu Ny. M

yang merupakan tetangga di dekat rumahnya. Awal mula mereka berteman

disebabkan oleh kecocokan mereka dalam mengobrol sehingga sering berkunjung

satu sama lain dan akhirnya menjadi sangat dekat karena rutinitas itu dilakukan

hampir setiap hari. Pasien merasa bahwa Ny. M sudah sangat dekat dengan pasien

layaknya keluarganya sendiri. Pada tahun 2015, Ny. M pindah ke Banjarbaru

disebabkan karena ada tuntutan pekerjaan suami yang harus pindah ke Banjarbaru.

Setelah kepindahan tetangganya tersebut, mereka tidak berhubungan dan

berkomunikasi lagi sama sekali.

1
Pada akhir tahun 2016, pasien mendengar kabar bahwa tetangganya

meninggal di Banjarbaru. Pasien merasakan kesedihan yang sangat dalam

dikarenakan tetangganya meninggal. Karena dikendalakan jarak dan waktu yang

sangat jauh dan lama, pasien akhirnya tidak dapat melayat tetangganya tersebut.

Pada tanggal 21 Maret 2017, pasien berziarah ke makam Ny. M dan menjenguk

anak-anak dari Ny. M tersebut. Anak dari Ny. M lalu menceritakan beberapa cerita

tentang ibunya tersebut dan masalah hidup yang dialami oleh dirinya sehingga

pasien menjadi kasihan dan sedih terhadap tetangganya tersebut.


Pada tanggal 8 April 2017, pasien mengeluhkan kehilangan gairah untuk

hidup dan tidak semangat untuk melakukan sesuatu. Namun, pasien menyangkal

bahwa kejadian tetangganya meninggal bukanlah penyebab dari keluhan pasien

tersebut. Pasien merasa hidupnya tidak bahagia dibandingkan orang-orang

disekitarnya dan pernah berpikiran untuk mati saja. Pasien mengeluhkan sering

kepanasan pada seluruh tubuhnya dan merasa sakitnya ini sakit parah. Pasien

mengeluhkan sering mendengar bisikan yaitu bisikan setan yang mengucapkan

kata-kata tidak jelas dan tidak dimengerti oleh pasien. Bisikan biasanya muncul

pada saat pasien ingin tidur di telinga bagian kiri. Pasien juga merasa ada setan

yang hinggap dalam dirinya. Pasien mengaku tidak shalat sejak tanggal 10 April

2017 karena rasa malas yang disebabkan oleh setan yang hinggap dalam

tubuhnya. Pasien merasa seluruh badannya panas ketika hendak shalat. Pasien

juga tidak suka mendengar adzan dan lantunan ayat suci Al Quran.
Pasien dapat menyebutkan dengan benar siapa nama dan usianya. Pasien

juga dapat menjawab datang bersama keluarga dan dapat menyebutkan nama

2
anggota keluarga yang ada setelah beberapa kali diberi pertanyaan dan menjawab.

Pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah keluarganya.

Alloanamnesis dengan anak pasien

Menurut anak pasien, sejak tanggal 26 Maret 2017, pasien terlihat murung,

sering menyendiri, dan pasien biasanya hanya diam dengan ekspresi tatapan

kosong. Hal ini terjadi langsung setelah pasien pulang dari rumah tetangganya di

Banjarbaru. Anak pasien mengungkapkan bahwa anak tetangganya mengatakan

saat pasien berada dirumahnya, pasien melihat bingkai foto almarhumah

temannya lalu menangis secara terus menerus. Namun, pasien menyangkal akan

hal itu.

Menurut keluarga, pasien juga sering mengeluhkan hidupnya hampa dan

tidak ada semangat. Pasien sering mengatakan tidak ada gairah hidup dan hanya

ingin berhenti melakukan apapun sehingga pasien hanya bisa tidur di ranjangnya

saja tanpa melakukan apapun. Keluarga juga mengeluhkan pasien tidak mau

makan, minum, dan mandi sendiri. Pasien tidak ingin mandi sendiri kecuali

disuruh oleh anak pasien. Nafsu makan pasien juga menurun sehingga pasien

menjadi jarang makan. Sejak 3 hari ini, pasien mengalami perubahan drastis

dalam hal beribadah. Pasien dulunya merupakan wanita yang taat beragama dan

selalu beribadah. Namun, sekarang pasien hanya shalat apabila disuruh dan

mengeluh kepanasan apabila beribadah.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Alloanamnesis dengan anak pasien

3
Pada saat pasien remaja sekitar tahun 1970-an pasien pernah mengalami hal

serupa. Namun, informasi yang lebih detail tiak didapatkan. Tahun 1980, pasien

pernah menderita hal serupa. Menurut cerita dari anak pasien yang dahulu pernah

diceritakan oleh ayahnya (suami pasien), saat itu pasien tidak peduli dengan

keadaan disekitarnya, BAK dan BAB di sembarang tempat, menyobek dan

merusak barang-barang yang ada disekitarnya, serta pernah ingin membunuh

anaknya sendiri dengan kelambu.


Pada tahun 2013, pasien ingin menjodohkan anak bungsunya dengan seorang

perempuan yang merupakan anak dari temannya. Namun, anak bungsunya

menolak untuk dijodohkan dengan perempuan pilihan pasien disebabkan karena

anak bungsunya merasa tidak cocok. Penolakan dari sang anak bungsu ini

menyebabkan munculnya kejadian serupa pada tahun 2013. Saat itu, pasien sering

mengamuk, melempar dan membanting barang-barang yang ada di rumah serta

sering berkelahi dengan anak bungsunya yang menderita penyakit serupa. Pasien

mengeluhkan ada bisikan setan yang menyuruhnya untuk marah-marah.


Pasien dibawa berobat ke dukun kampung berkali-kali dan keadaannya tidak

kunjung membaik. Setelah dirawat sendiri selama 11 bulan, pada pertengahan

bulan Januari 2017 keluarga membawa pasien ke poliklinik jiwa RSUD Ulin

Banjarmasin untuk diobati. Setelah 2 kali kontrol dan meminum obat rutin selama

1 bulan (pasien dan keluarga pasien tidak mengingat nama obat yang dikonsumsi).

Setelah tidak ada gejala lagi, dapat beraktivitas, mampu berosialisasi dengan baik,

pasien dinyatakan sembuh oleh dokter spesialis kedokteran jiwa dan tidak perlu

meminum obat lagi.

RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

4
a) Riwayat Prenatal

Tidak ada data yang didapat

b) Riwayat Infanticy/Masa Bayi (0-1,5 tahun) Basic Trust vs Mistrust


Tidak ada data yang didapat.
c) Riwayat Early Childhood/ Masa kanak (1,5-3 tahun) Autonomy vs

shame and doubt


Tidak ada data yang didapat.
d) Riwayat Pre School Age/ Masa Prasekolah (3-6 Tahun) Initiative Vs

Guilt

Tidak ada data yang didapat

e) Riwayat School Age/masa sekolah (6-12 tahun) Industry vs Inferiority


Tidak ada data yang didapat
f) Riwayat Adolescence (12-20 tahun) Identity vs Role diffusion/Identity

Confusion

Tidak ada data yang didapat

g) Riwayat pendidikan
Pasien tidak pernah bersekolah. Pasien juga tidak bisa membaca dan

menulis.
h) Riwayat pekerjaan
Pasien sudah lama bekerja sebagai petani dan tukang pijat panggilan.

Tetapi sejak sakit, pasien tidak bekerja lagi.


i) Riwayat perkawinan

Pasien adalah seorang janda. Suami pasien meninggal pada tahun 2012.

5
RIWAYAT KELUARGA

Genogram

Keterangan:
= Penderita
= Anak penderita yang mengalami hal serupa
= = Laki-Laki
= Perempuan
= Meninggal
Pasien anak pertama dari lima bersaudara, sekarang pasien tinggal dengan

anak keduanya.
Anak pasien yang paling bungsu pernah mengalami kejadian serupa pada

tahun 2013 (1 minggu sebelum keluhan pasien yang ke-3 muncul). Anak pasien

mengalami keluhan tersebut diduga akibat menyesal karena telah membatalkan

pernikahannya.

6
C. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

Pasien tinggal serumah dengan anak perempuan (anak kedua), menantu, serta

keempat cucunya.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT

1. Status Interna :

Tekanan darah : 92/67 mmHg

Nadi : 64 x/menit

Frekuensi napas : 16 x/menit

Suhu tubuh : 36,5 C

SpO2 : 99%

Kulit

Inspeksi : purpura (-), anemis (-), ikterik (-), hiperpigmentasi (-)


Palpasi : nodul (-), sklerosis (-), atrofi (-)

Kepala dan Leher

Inspeksi : normosefali
Palpasi : pembesaran KGB (-/-), peningkatan JVP (-/-)
Auskultasi : bruit (-)

Mata

Inspeksi : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), merah (+/+),

iiiperdarahan (-), mata berair (-), ptosis (-), pandangan kabur (-),

iiipupil isokor kiri dan kanan.


Funduskopi : tidak dilakukan

Telinga

7
Inspeksi : serumen minimal, sekret (-/-)
Palpasi : nyeri mastoid (-/-)

Hidung

Inspeksi : epistaksis (-/-)


Palpasi : nyeri (-/-)

Mulut

Inspeksi : perdarahan gusi (-), pucat (-), sianosis (-), stomatitis (-),

leukoplakia (-)

Toraks

Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus vokal simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus tidak tampak


Palpasi : iktus teraba pada ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : batas kanan: ICS IV linea sternalis dektra
Batas kiri: ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, irama regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : bentuk permukaan abdomen cembung, sikatrik (-), striae (-),

hernia (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal 3x/ menit
Perkusi : timpani
Palpasi : shifting dullness (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), massa

(-)
Nyeri tekan (-) - - -

- - -
- - -

Punggung

8
Inspeksi : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (+)
Palpasi : nyeri (-) nyeri ketok ginjal (-)

Ekstremitas
Inspeksi : gerak sendi normal, deformitas (-), kemerahan (-), varises (-)
Palpasi : panas (-), nyeri (-), massa (-), edema (-)
2. Status Neurologis
Nervus I XII : Dalam batas normal
Rangsang Meningeal : Tidak ada
Gejala peningkatan TIK : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Dalam batas normal
Refleks patologis : Tidak ada

IV. STATUS MENTAL

A. DeskripsiUmum

1. Penampilan

Penderita perempuan berumur 57 tahun dengan tinggi sekitar 150 cm, berbadan

kurus, sedikit bungkuk, dan warna kulit sawo matang. Wajah pasien sesuai umur

dan terlihat murung. Pasien memakai baju lengan panjang berwarna biru tua,

bercelana panjang berwarna hitam, berkerudung hitam, dan memakai sandal jepit.

2. Kesadaran : Jernih

3. Perilaku dan aktivitas motorik : Hipoaktif

4. Pembicaraan : Spontan, filght of ideas.

5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

6. Kontak psikis : Ada, wajar, dan dapat dipertahankan.

B. Keadaan

9
Afek/mood : hipothym
Ekspresi Afektif
Hidup Emosi
1. Stabilitas : stabil
2. Pengendalian : pasien dapat

mengendalikan emosinya isecara wajar


3. Sungguh-sungguh/tdk : sungguh-sungguh
4. Dalam/dangkal : dalam
5. Skala diferensiasi : sempit
6. Empati : tidak dapat diraba/rasakan

C. Fungsi Kognitif

Kesadaran : Jernih
Daya konsentrasi : Baik
Orientasi
Waktu :+
Tempat: +
Orang :+
Situasi :+
Daya ingat
Segera : baik
Jangka pendek : baik
Jangka panjang : baik

D. Gangguan Persepsi

Halusinasi A/V/G/T/O : +/-/-/-/-


Ilusi A/V/G/T/O : -/-/-/-/-

E. Proses pikir

Bentuk pikir : Non-realistik


Arus pikir : flight of ideas
Isi pikir
o Preokupasi : (-)
o Waham : (-)

F. Pengendalian Impuls : terganggu

10
G. Daya Nilai

Daya nilai sosial : baik

Uji daya nilai : baik

Penilaian realita : terganggu

H. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungan


Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak memahami

penyebab sakitnya.

Tilikan : Tilikan 4

I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

J. Penilaian realitas; terganggu dalam hal:

Halusinasi Auditorik :iPasien selalu mendengar bisikan pada

telinga sebelah kiri saat akan tidur.

Gaduh Gelisah : (-)

Afek/mood : Hypothym

Bentuk pikir : Non-realistik

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Anamnesis :

Fase Prodormal (Maret 2017) : Pasien tampak murung, menyendiri, sering

melamun, gangguan hubungan sosial dan pekerjaan.


Fase Aktif (April 2016) : Pasien Berhalusinasi.
Kesadaran : Jernih
Psikomotor : Hipoaktif
Afek/mood : Hypothym
Ekspresi Afektif

1. Sungguh-sungguh/tdk : Sungguh-sungguh

2. Dalam/dangkal : Dalam

11
3. Skala diferensiasi : Sempit

4. Empati : Tidak dapat diraba/rasakan

Halusinasi: Auditorik (+), Pasien mendengar bisikan


Stressor psikososial diduga karena: Pasien sedih ketika sahabatnya

meninggal.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

1. Aksis I : F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


2. Aksis II : Tidak dapat diidentifikasi
3. Aksis III : Penyakit mata
4. Aksis IV : Masalah sosial
5. Aksis V : GAF scale 60 51, gejala sedang

(moderate), disabilitas sedang.

VII. DAFTAR MASALAH

A. Masalah terkait fisik


Pasien mengeluhkan kedua matanya sakit dan terlihat kedua matanya

memerah.
B. Masalah terkait psikologis
Psikomotor perilaku dan aktivitas psikomotor hipoaktif, pembicaraan

verbal, spontan, flight of ideas, afek hipothym, ekspresi afektif luas,

keserasian serasi, empati tidak dapat diraba rasakan, orientasi waktu dan

orang baik, tempat baik, arus pikir lambat, halusinasi auditorik, penilaian

realita terganggu dan tilikan derajat 4

VIII. PROGNOSIS

Diagnosis penyakit : dubia ad bonam

Fase prodormal : dubia ad bonam

Diagnosis stressor : dubia ad bonam

12
Gangguan sistemik : dubia ad bonam

Perjalan penyakit : dubia ad bonam

Usia saat menderita : dubia ad bonam

Pendidikan : dubia ad bonam

Lingkungan sosial : dubia ad bonam

Pengobatan psikiatri : dubia ad bonam

Ekonomi : dubia ad bonam

Kesimpulan : dubia ad bonam

IX. RENCANA TERAPI

Psikofarmaka : Haloperidol 1,5 mg 2x1

Trifluoperazine 5 mg 3x1

Hexymer 2 mg 2x1

Mecobalamin 500 mg 1x1

Maprotiline 50 mg 1x1

Metilprednisolon 4 mg 2x1

Psikoterapi : Support terhadap penderita dan keluarga serta bimbingan

terutama untuk kontrol dan meningkatkan kesadaran

penderita untuk tidak menghentikan pengobatan sendiri.

Monitoring efek samping obat.

X. DISKUSI

DEFINISI

13
Gangguan depresi adalah suatu gangguan berulang dan serius terkait dengan

menurunnya fungsi dan kualitas hidup, morbiditas medis, dan kematian. Definisi

gangguan depresi adalah gangguan mental yang dikarakteristikan dengan rasa

sedih yang dalam dan berkepanjangan. Penderita hilang minat (interest) pada

sesuatu yang sebelumnya menyenangkan baginya. Biasanya disertai dengan

perubahan-perubahan lain pada dirinya misalnya berkurangnya energi, mudah

lelah dan berkurangnya aktivitas, konsentrasi, dan perhatian yang berkurang,

harga diri dan kepercayaan diri yang berkurang, rasa bersalah dan tidak berguna,

pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan

membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.3

EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan

prevalensi seumur hidup kira-kira 15 % dan kemungkinan sekitar 20%-25 %

terjadi pada wanita dan 10%-12% pada laki-laki.4 Terlepas dari kultur atau negara,

prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan

laki-laki. Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50

% dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. 1

ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga

faktor-faktor dibawah ini berperan :


Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan

depresi berat adalah berhubungan dengan disregulasi pada amin biogenik

(norepineprin dan serotonin). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi dan

pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di

14
dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan

serotonin yang rendah di trombosit. 5


Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari

penderita gangguan depresi berat kemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar

daripada sanak saudara derajat pertama subyek kontrol untuk penderita gangguan

depresi berat.
Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan angka kesesuaian pada

kembar monozigotik adalah kira-kira 50 %, sedangkan pada kembar dizigotik

mencapai 10 sampai 25 % terjadi gangguan depresi berat.5


Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang

telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih

sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya,

hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.

Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling

berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang

tua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan

onset satu episode depresi adalah kehilangan pasangan.3,5

PATOFISIOLOGI
Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter

aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi

impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter

di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter

tersebut di post sinaps sistem saraf pusat. 6


Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu

reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam

15
mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti

depresan.6
Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena

menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan

neurotransmisi serotogenik). Beberapa peneliti menemukan bahwa selain

serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang berperan pada

timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi

terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter aminergik

pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori

biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut: 2,3,6


1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya

kemampuan neurotransmisi serotogenik.


2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi

aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor

presinaptik.
3. Menurunnya aktivitas dopamin.
4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.
Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya

neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung

oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada

pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan

trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat

MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme

neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase. 3, 6


Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang

menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas

neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau

16
kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan

gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan

pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini

dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin

Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan

menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat

dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki

gejala-gejala depresi. Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut

menjadi dasar penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan. 2,3,6

GAMBARAN KLINIS
Suatu mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya

energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata

sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama

depresi. 7
Gejala lainnya dapat berupa :

a) Konsentrasi dan perhatian berkurang


b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang.

Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai

berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga

pasien. 3,7

DIAGNOSIS

17
Berikut kriteria diagnosis gangguan depresi berat yang disertai gejala psikotik

menurut DSM-IV :

KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN DEPRESI BERAT MENURUT


DSM IV 8
A. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
B. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
C. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi dan retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mngkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dibenarkan.
D. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu
E. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas
F. Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran, atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent)

PENATALAKSANAAN
Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku
Electro Convulsive Therapy (ECT)
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi

semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko

bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.

Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT

18
akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit

menjadi lebih pendek. 3,9


Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau

mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik

atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan

hubungan profesional antar terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita

gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan

disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi

dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme.

Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi

oleh penilaian dari dokter atau penderitanya. 9


Terapi Farmakologi
Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan

kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan

gangguan depresif:

Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala


Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

Penggolongan Antidepresan 10,11

1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)


Mekanisme kerja : Obatobat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan

noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.


Efek samping :
Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls

jantung dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi

aritmia berbahaya.

19
Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan

menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin,

tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat

berlebihan.
Sedasi
Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan

akibat efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita

lansia, mengakibatkan gangguan fungsi seksual.


Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis

dengan bertambahnya nafsu makan dan berat badan.


Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan

kulit
Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat

timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur,

serta nyeri kepala dan otot.

Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik : 10,11

a) Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai

maksimum 250-300 mg sehari.


Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat

penekan SSP
Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular,

hipotensi, gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.


b) Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum

dosis 250 mg sehari.

20
Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan

MAO, gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut

sempit.
Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat

neuro adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari

noradrenalin atau adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan

SSP, alkohol.
Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik,

kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik,

penekan SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif,

antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati,

gangguan untuk mengemudi.


c) Amitriptilin
Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis

maksimum 150-300 mg sehari.


Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif

sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.


Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi,

bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau

analgetik opiate mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk

gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek

antihipertensi
Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal

menurun,
glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui,

epilepsi.
d) Lithium karbonat

21
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum

tidur malam.
Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.
Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam,

metildopa,
tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.
Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam,

influenza, gastroentritis.
2. Antidepresan Generasi ke-2 10,11
Mekanisme kerja :
SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini

menghambat resorpsi dari serotonin.


NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat

ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin

dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini

lebih efektif daripada SSRI.

Efek samping :

Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri

kepala, gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan

yang sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme

terlambat.
Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan

menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan

koordinasi. Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi obat-

obat generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau

triptofan, lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2- 3

minggu. Gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin

(metisergida, propanolol).

22
Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang

atau sama sekali tidak ada.

Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :

a) Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari

dalam dosis
tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang

berat, penggunaan bersama MAO.


Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP,

anti
depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein

plasma. Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita

kerusakan hati dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi /

menjalankan mesin.
b) Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil,

menyusui, mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan

mesin.
c) Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan

bunuh diri.
d) Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam

hari,
maksimum dosis 300 mg.
Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.

23
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian

terapi MAO,
insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil

dan laktasi.
e) Mianserin
Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari
Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh

diberikan dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.


Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi,

diabetes, insufiensi hati, ginjal, jantung.


f) Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari

alkohol, memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.


Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati,

ginjal, jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau

gangguan psikotik lain, penghentian terapi secara mendadak, lansia,

hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan

mesin.
g) Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-

250 mg 1x/hari.
Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak

< 18 tahun.
Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal

atau sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil. 9,10,11

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Bromet E. Cross-national epidemiology of DSM-IV major depressive

episode. BMC Medicine. 2011;9:90-116


2. Kaplan Harold I, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. Sinopsis Psikiatri.

Jakarta: Binarupa Aksara, 2010.


3. W.F . Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran jiwa, Universitas Airlangga, 1980
4. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE.

Lifetime Prevalence and Age-of-Onset Distributions of DSM-IV Disorders in

the National Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry.

2005;62:593-602.
5. Dobson, S., & Dozois, J. A. Risk Factors in Depression. Sacademic Press

Publication. 2008.
6. Ismail, I. R, & Siste K. Gangguan Depresi. Dalam Sylvia D. Elvira dan

Gitayanti Hadikusumo (editor). Buku Ajar psikiatri Edisi Kedua. Jakarta.

Badan Penerbit FK UI, 2013.


7. Kessing LV. Severity of depressive episodes during the course of depressive

disorder. BJP. 2008; 192: 290-3.


8. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.

Dalam: Maslim R (editor). Episode Depresif. Jakarta: PT. Nuh Jaya, 2013.

25
9. Wijkstra J. Pharmacological treatment for unipolar psychotic depression:

Systematic review and metaanalisis. BJP. 2006; 188: 410-5.


10. Setiabudi, Rianto. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru, 2007.
11. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psi kotropika. Dalam: Maslim R (editor).

Obat Anti Depresi. Jakarta: PT. Nuh jaya, 2014.

26

Anda mungkin juga menyukai