Anda di halaman 1dari 3

NAMA : REIHAN PUTRI AWALIAH

NIM : 04011181621037

RUANG MKDU : 01

REVIEW MAKALAH HAM DALAM DIMENSI SEJARAH HAK-HAK


POLITIK DAN PENDIDIKAN PEREMPUAN

OLEH NURHIDAYATULOH, SHI, S.Pd, SH., LL.M, MH., M.H.I

Dewasa ini, diskriminasi gender masih saja menjadi persoalan yang tidak terselesaikan,
baik di Indonesia maupun di beberapa negara lainnya. Padahal diskriminasi gender merupakan
salah satu kasus pelanggaran HAM, yang sangat bertentangan sebagaimana yang terkandung
dalam HAM bahwa seluruh warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama. Dalam
kasus diskriminasi gender, wanitalah yang menjadi subjeknya. Dimana wanita hanya dianggap
sebagai makhluk yang kastanya berada dibawah laki-laki. Diskriminasi terhadap wanita ini
sering terjadi di negara-negara yang bermayoritaskan penduduk muslim seperti Timur Tengah
sampai Asia bahkan Indonesia sendiri. Bangsa barat sendiri baru merespon kedaan diskriminatif
ini berbarengan dengan lahirnya PBB dan LBB. Selain diskriminasi gender, di beberapa negara
selain Timur Tengah dan Indonesia juga pernah terjadi diskriminasi yang diakibatkan oleh
perbedaan ras, suku maupun bangsa. Beberapa sejarah penting seperti persitiwa pembantaian
oleh Nazi, tragedi Rwanda dan pembunuhan Malcom X dan Marthin Luther King Jr juga
merupakan saksi bisu diskriminasi ras dan suku bangsa. Bahkan kematian Presiden John
F.Kennedy yang terjadi setelah dia mengesahkan peraturan perundang-undangan mengenai
persamaan hak antara kulit putih dan kulit hitam di Amerika pun disinyalir akibat masih saja ada
pelaku yang melakukan diskriminasi ras dan suku bangsa yang tidak setuju akan kesamaan hak
tersebut. Ini membuktikan bahwa untuk memperjuangkan HAM dibutuhkan usaha dan
pengorbanan yang besar. Namun, sebenarnya jauh sebelum peristiwa tersebut, HAM telah
realisasi pada masa Nabi Muhammad SAW (abad VII) saat Islam lahir dalam bentuk Piagam
Madinah. Namun hal ini malah disalahartikan kebalikannya sebagai penyimpangan terhadap
wanita.

Dalam diri setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan pasti tertanam potensi
politik yang besar. Namun lagi-lagi, akibat pandangan yang salah mengenai wanita, maka peran
wanita didalam politik masih sangat minim, padahal dimasa sekarang jumlah wanita jauh lebih
banyak dari laki-laki, yang artinya wanita merupakan penyumbang suara terbanyak pemilu
dinegri ini. Maka dari itu, didalam makalah ini akan dibahas mengenai pengaturan HAM
internasional terhadap perlindungan HAM wanita mengenai hak-hak politik, bagaimana politik
hukum HAM mengenai hak-hak politik wanita di Indonesia dan bagaimana pengaruh keputusan
MK yang berdampak pada pembatalan affirmetive action bertentangan dengan peraturan HAM
internasional mengenai wanita.

Banyak literatur menyatakan bahwa HAM tercipta dari bangsa Barat yaitu melalui PBB,
padahal jauh sebelum itu HAM telah lahir lebih dahulu pada Piagam Madinah. Namun pemikir
Barat malah mengatakan bahwa Islam bertentangan dengan nilai-nilai HAM. Ini didasari karena
banyak negara-negara timur khususnya negara Islam yang menolak isi dari Universal
Declaration of Human Right. Ini karena menurut negara Islam, nilai-nilai HAM yang dibawa
oleh bangsa Barat tidak sejalan bahkan bertentangan dengan nilai yang berlaku di kawasan
Timur. HAM sendiri merupakan hak-hak yang telah dipunya seseorang sejak ia besar dan
merupakan pemberian dari Tuhan bahkan sejak ia lahir dan dianggap sebagai manusia. 1 HAM
memiliki sebuah organisasi yang mengurus segala permasalahan mengenai HAM, yaitu Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM). Diskriminasi gender memang sudah sangat
sering terjadi di dunia. Wanita sering kali dijadikan pelengkap, seperti didalam keluarga wanita
hanya diposisikan sebagai seorang ibu yang tugasnya hanya mengurusi suami, anak dan
kebutuhan rumah tangga lainnya.2 Ini sangat bertentangan dengan nilai HAM yaitu seluruh
manusia itu sama dan mereka saling melengkapi satu sama lain.

Disamping hal-hal yang terdapat dialam piagam PBB, ketentuan perlindungan HAM,
Universal Declaration of Human Right juga merupakan awal mula bagi setiap bangsa di dunia
ini atas penjaminan hak-haknya didalam ranah sosial, politik hukum dan sebagainya. Sebenarnya
jauh sebelum itu, asal muasal ide penegakan HAM telah tertuang dalam Bill of Rights.3 Hak asasi
wanita memiliki pengaturan spesifik secara de jure yang telah disinggung didalam beberapa
konvensi mengenai penjamin HAM wanita yaitu seperti dalam konvensi tentang hak politik
wanita yang disebutkan didalam pasal 1 bahwa wanita hendaknya diberi hak untuk memilih
dalam semua pemilihan dengan syarat yang sama seperti laki-laki tanpa diskriminasi dan pada
pasal 3 disebutkan bahwa wanita hendaknya diberi hak untuk memegang jabatan umum dan
melakukan semua fungsi umum yang dibentuk dengan hukum nasional dengan persyaratan yang
sama seperti laki-laki tanpa diskriminasi.4 Didalam Universal Declaration of Human Rights
pasal 2 juga sudah tertuliskan bahwa setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang
tercantum didalam deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apapun seperti pembedaan ras,

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia, akses tanggal 20 Oktober 2010

2 Isbodriono Suyanto, Peranan sosialisasi politik terhadap partisipasi politik perempuan dalam
T.O.Ihromi (editor) Kajian Wanita Dalam Pembangunan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1995.hlm.482.

3 Scot Davidson, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional. Terj.
A. Hadyana Pudjaatmaka, Pustaka Utaa Grafiti, Jakarta, 1994.hlm.2

4 Ian Brownlie (ed), Konvensi Mengenai Hak Politik Wanita, 1953. Dokumen-dokumen Pokok Mengenai
Hak Asasi Manusia, UI Press, Jakarta 1993,hlm.122.
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau
kemasyarakatan, hak milik ,kelahiran ataupun kedudukan lain.

Di Indonesia sendiri HAM telah diatur didalam Undang-undang sejak awal kemerdekaan.
Indonesia jga telah melakukan beberapa ratifikasi terhadap perjanjian internasional terhadap
HAM. Setelah 60 tahun merdeka, peran wanita didalam struktur kekuasaan serta proses
pengambilan keputusan srta perumusan kebijakan publik masih tetap rendah. Data keterwakilan
wanita dari International Parliamentarian Union menunjukkan bahwa Indonesia berada
diperingkat 89 dari 186 negara.

Hukum affirmatif yang disusun DPR yang memiliki kesesuaian dengan instrumen hukum
Internasional (CEDAW) secara tidak langsung telah dihancurkan oleh MK. Maksudnya adalah
MK sebagai lembaga penjaga dan pengawal konstitusi secara tidak langsung telah meniadakan
beberapa pasal yang mengakibatkan sistem affirmative action tidak berlaku. Diskriminasi positif
dapat diberlakukan jika syarat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan telah terselesaikan.
Pemerintahan Indonesia sebenarnya telah membuat UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, namun
penerapan itu masih sangat lemah akibat terbentur dengan nilai-nilai budaya, adat istiadat serta
agama. Kecilnya peluang wanita untuk dapa maju pemerintahan semakin membuat para wanita
enggan untuk berani membuka dirinya dihadapan politik. Ini dibuktikan dengan 2 kali kekalahan
yang dialami oleh calon presiden dari perwakilan parta PDI Perjuangan yaitu Megawati. Ini
membuktikan bahwa diskriminasi gender masih terjadi dilingkungan politik di Indonesia.
Dengan demikian hal yang dapat dilakukan oleh wanita di Indonesia adalah dengan
menunjukkan kelebihannya dimuka umum sehingga para pemilih dapat memberikan suara
mereka kepada calon legislatif wanita.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia, akses tanggal 20 Oktober 2010


Ian Brownlie (ed), Konvensi Mengenai Hak Politik Wanita, 1953. Dokumen-dokumen Pokok
Mengenai Hak Asasi Manusia, UI Press, Jakarta 1993,hlm.122.

Isbodriono Suyanto, Peranan sosialisasi politik terhadap partisipasi politik perempuan dalam
T.O.Ihromi (editor) Kajian Wanita Dalam Pembangunan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1995.hlm.482.
Scot Davidson, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan
Internasional. Terj. A. Hadyana Pudjaatmaka, Pustaka Utaa Grafiti, Jakarta, 1994.hlm.2

Anda mungkin juga menyukai