Oleh
Kelompok 9
Oleh :
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
2.1 Definisi Hepatitis.............................................................................. 3
2.2 Penyebab dan karakteristik Hepatitis............................................... 3
2.3 Beban Penyakit dan Pengukuran Hepatitis...................................... 3
2.4 Kebijakan Penangananan , Penatalaksanaan, dan Pencegahan
Dan pengendalian Hepatitis.............................................................. 3
2.5 Masalah Etik dalam penanganan Hepatitis.....................................
BAB 3. PENUTUP..........................................................................................
5.1 Kesimpulan........................................................................................
5.2 Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
iii
KATA PENGANTAR
Penulis juga mengharap kritik dan saran yang dapat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini dan karya tulis selanjutnya. Dan
penuli berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1
dilakukan saat melakukan pencegahan ialah penyediaan makanan dan air bersih
yang aman, sistem pembuangan sampah yang efektif,perhatikan hygien secara
umu, mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan sesuatu
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah pada makalah ini yakni :
2
2.1 Definisi HIV/AIDS
HIV yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah
putih yang bernama sel CD4 sehingga merusak kekebalan tubuh manusia. Gejala-
gejala timbul tergantung dari infeksi opurtunistik yang menyertainya, infeksi ini
terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh yang disebabkan rusaknya
sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut. Sedangkan pada AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome) disebabkan oleh infeksi HIV dan ditandai dengan
berbagai gejala klinik, termasuk immunodefisiensi berat yang disertai infeksi
opurtunistik dan keganasan serta degenerasi susunan saraf pusat. Tingkat HIV
dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa
infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. (Depkes, 2013)
AIDS merupakan dampak dari perkembang biakkan dari virus HIV. AIDS
timbul akibat melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh karena sel
CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh virus HIV. (Depkes, 2013)
2.2 Penyebab
3
yang mampu membuktikannya. Tetapi, walaupun tampak sehat, mereka yang
tertular HIV dapat menularkannya kepada orang lain. Virus penyebab AIDS ini,
hidup dalam: darah, cairan vagina, cairan mani dan cairan getah penis, air susu ibu
yang tertular HIV, dan cairan infeksi penderitanya. (Widoyono, 2005)
HIV dapat menular melalui perpindahan cairan tubuh dari orang yang
tertular HIV, yaitu: dari ibu hamil ke janin melalui ari-ari, melalui darah dan
cairan saat melahirkan bayinya, melalui cairan ASI ketika menyusui bayi, melalui
hubungan seks dengan orang yang tertular HIV: Genital (kelamin dengan
kelamin), Oral (mulut dengan kelamin), Anal (dubur dengan kelamin). HIV atau
bibit penyakit lain akan mudah memasuki tubuh jika ada luka atau lecet pada alat
kelamin. Karena itu, sangat besar risikonya melakukan hubungan seks tanpa
kondom. Risiko itu akan semakin besar lagi jika sering berganti-ganti pasangan,
transfusi darah yang terkontaminasi dan penggunaan jarum suntik yang
terkontaminasi atau bersama-sama. Serta penggunaan pernak-pernik yang tidak
aman,misalnya tindik dengan alat yang tidak steril atau menggambar tatto dengan
alat terkontaminasi. Meskipun hingga saat ini, belum ada obat yang dapat
menyembuhkan HIV/AIDS, obat ART telah terbukti sangat efektif menghambat
perkembangan penyakit ini. Serta untuk dapat terhindar dari HIV/AIDS kita
semua harus tahu bagaimana cara penularan dan cara mencegahnya. (Widoyono,
2005)
2.3 Klasifikasi
Sistem ini didasarkan pada tiga kisaran CD4 dan tiga kategori klinis yaitu :
4
1) Kategori 1 : 500 sel/I
2) Kategori 2 : 200-499 sel/I
3) Kategori 3 : 200 sel/I
5
c) Kategori Klinis C
Kategori klinis C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS. Pada
tahap ini, individu yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan
keganasan yang mengancam kehidupan misalnya:
6
4) Berkeringat pada malam hari
5) Hilangnya nafsu makan
6) Infeksi kulit
7) Limfadenopati generalisata
8) Herpes zoster
9) Infeksi Herpes simplex kronis
10) Pneumonia
11) Sarkoma Kopasi
a. Pengukuran Hepatitis
7
IgD dan IgM. Kalau secara klinis disangka hepatitis B, ukurlah antigen
permukaan hepatitis B (HBsAg), antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B
(anti-HBs) dan antibodi terhadap ini hepatitis B (anti-Hbc). Pengukuran antigen
hepatitis B (HBeAg) dan antibodi terhadap antigen hepatitis B (anti-HBe) dapat
memberikan informasi tambahan yang bermanfaat tentang infektivitas dan
prognosis pada pasien-pasien dengan hepatitis virus B akut
b. Penatalaksanaan Hepatitis
Penatalaksanaa yang dapat dilakukan pada penyakit hepatitis sebagai berikut.
1. Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif, misalnya istirahat sesuai
kebutuhan.
2. Tirah baring, cara dalam suatu pengobatan dan ini juga perlu dibatasi kalau
penderita sudah merasa baik walaupun mata masih kuning, penderita
8
sebaiknya di ijinkan untuk melakukan kegiatan sendiri di kamar namun
bersifat ringan serta bertahap.
3. Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari konsumsi alkohol.
Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV dan
khususnya HCV. Pemakaian alkohol pada pasien yang menderita HCV
meningkatkan resiko terjadinya karsinoma hepatoselular dan menurunkan
respons terhadap pengobatan.
4. Penderita hepatitis harus mendapatkan penyuluhan mengenai cara penularan
kepada mitra seksual dan anggota keluarga.
5. Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara bertahap
untuk infeksi kronis. Suntikan biasanya diberikan 3 kali seminggu selama
minimal 3 bulan. Keefektifan IFN- untuk kedua infeksi tersebut bervariasi.
Bahkan pada individu yang memperlihatkan perbaikan enzim hati setelah
pengobatan, efek obat ini hanya sementara. Dengan obat ini, HBV menetap
yang dijumpai pada sekitar 30% pasien, sementara hilangnya HCV dalam
jangka waktu lama yang jarang sekali terjadi. Interfero umumnya
dikontraindikasikan bagi penderita yang penyakit hati yang berada pada
stadium sangat lanjut. Selain itu interferon dihubungkan dengan efek samping
yang signifikan, termasuk mialgia, demam, trombositipenia, dan depresi.
Muncul nya efek samping tersebut menyebabkan banyak pasien yang tidak
diindikasikan untuk pengobatan ini dan pengobatan dihentikan sejak awal
untuk pasien tertentu.
6. Analog nukleotida yang secara selektif bekerja pada enzin reverse
transcriptase virus menjadi obat penting bagi hepatitis kronis. Obat-obat ini
awalnya dibuat dan digunakan untuk pasien pengidap HIV sekaligus
membantu sejumlah besar pasien yang terserang HIV sekaligus hepatitis
virus. Tingkat respons terhadap obat-obat golongan ini tinggi, sehingga sering
dijadikan obat pilihan pertama bagi pasien. Obat-obatan jenis ini juga telah
dikembangkan. Keterbatasannya adalah potensi resistensi terhadap obat.
7. Kerabat penderita hepatitis ditawarkan untuk menerima gammaglobulin
murni yang spesifik terhadap HAV dan HBV, yang dapat memberikan
imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini bersifat hanya sementara.
9
8. Tersedia juga vaksin HBV. Karena sifat virus ini sangat menular dan
berpotensi menyebabkan kematian, semua individu yang termasuk para
petugas kesehatan atau individu yang terpajan ke produk darah sangat
dianjurkan selain itu, vaksin ini ditujukan untuk individu yang beresiko tinggi
terkena penyakit tersebut termasuk kaum homoseks atau heteroseksual yang
aktif secara seksual dan berganti-ganti pasangan. Tidak ada efek samping
bermakna yang dijumpai setelah pemberian imunisasi HBV.
9. Vasinasi HBV pada bayi setelah bayi baru lahir.
10
serta kelompok resiko tinggi (petugas kesehatan, penerima tranfusi darah
rutin, dan lain-lain).
Pengendalian Hepatitis
1. Kekuatan
a. Peraturan perundang-undangan yang mendukung dan mendasari
terlaksananya program Pengendalian Hepatitis.
b. Tersedianya sumber daya manusia kesehatan pada semua jenjang dari
pusat sampai daerah.
c. Dukungan organisasi profesi, organisasi international, dan organisasi
masyarakat.
2. Kelemahan
a. Sistem surveilans Hepatitis belum berjalan baik.
b. Kualitas Sumber Daya Manusia masih kurang.
c. Sarana dan prasarana laboratorium di Pusat Kesehatan Masyarakat untuk
penegakkan diagnosis masih sangat kurang.
3. Peluang
a. Adanya program pencegahan yang sudah berjalan yaitu Program Imunisasi
(Program Imunisasi Hepatitis B Nasional) dan Promosi Kesehatan.
b. Program pengendalian faktor risiko penyakit (Penyehatan Lingkungan).
c. Program Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Puskesmas dan Rumah
Sakit.
4. Ancaman
a. Adanya perubahan iklim secara global yang mempengaruhi agent, seperti
terjadinya mutasi dari jenis virus tertentu.
b. Kualitas kesehatan lingkungan yang tidak merata (ada yang sudah baik
tetapi masih banyak yang masih rendah).
c. Pengetahuan masyarakat tentang Hepatitis masih kurang
d. Perilaku berisiko masih banyak dilakukan oleh masyarakat.
Dasar Hukum
11
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984, tentang Wabah
penyakit menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 No. 20
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273).
2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintahan Daerah.
3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteraan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431).
5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 144 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063).
6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, tentang Rumah
Sakit.
7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009, tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991, tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447).
9 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637).
10 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
8781).
11 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun Tahun 2010-2014.
12 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/MENKES/PER/IX/ 2010,
tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
13 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010,
tentang Jenis Penyakit Menular tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan
Upaya Penanggulangan.
12
14 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/MENKES/ SK/X/2003,
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Kebijakan
13
2. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi dan peran serta
masyarakat untuk penyebar luasan informasi kepada masyarakat tentang
pengendalian Hepatitis.
3. Mengembangkan kegiatan deteksi dini yang efektif dan efisien terutama bagi
masyarakat yang berisiko.
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas melalui peningkatan sumber daya manusia dan penguatan
institusi, serta standarisasi pelayanan.
5. Meningkatkan surveilans epidemiologi Hepatitis di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan.
6. Mengembangkan jejaring kemitraan secara multi disiplin lintas program dan
lintas sektor di semua jenjang baik pemerintah maupun swasta.
Kegiatan
14
3. Mobilisasi sumber dana dan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan.
4. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
5. Melakukan upaya peningkatan keterjangkauan akses layanan yang
berkualitas.
A. Pusat
15
2. Membangun jejaring kerja Hepatitis baik lintas program maupun lintas
sektor di tingkat propinsi.
3. Memantau pengelolaan stok logistik Hepatitis untuk tingkat
kabupaten/kota.
4. Melakukan pemantauan terhadap pengendalian Hepatitis di tingkat
kabupaten/kota.
5. Melakukan rekapitulasi pencatatan dan pelaporan Hepatitis di tingkat
propinsi.
6. Memberikan umpan balik hasil kegiatan.
D. Kabupaten/Kota
1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah pelaksana upaya pengendalian
Hepatitis di tingkat kabupaten/kota.
2. Melakukan pembinaan pada unit pelayanan kesehatan dalam upaya
peningkatan kinerja pelaksanaan pengendalian Hepatitis
3. Penyediaan, penyimpanan serta pendistribusian logistic Hepatitis.
1. Puskesmas
Puskesmas sebagai unit pelaksana pelayanan kesehatan primer mempunyai
fungsi promotif, preventif, dan kuratif.
Dalam hal pengendalian Hepatitis Puskesmas melakukan:
a. Promotif, dengan penyuluhan termasuk pemberdayaan masyarakat
dalam kegiatannya.
b. Preventif, dengan melakukan vaksinasi yaitu program imunisasi
Hepatitis B pada bayi.
c. Rawat jalan dan rujukan
d. Pelaporan
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan unit pelayanan rujukan dengan sarana pelayanan
laboratorium yang dapat mendeteksi dini Hepatitis, baik rujukan maupun
langsung. Rumah sakit di Provinsi diharapkan dapat melayani diagnosa,
pengobatan dan rehabilitatif atau pelayanan suportif bagi penderita Hepatitis.
3. Klinik dan Praktek Swasta
Secara umum konsep pelayanan di klinik hampir sama dengan pelaksanaan
di Puskesmas. Dalam hal tertentu, klinik dapat merujuk penderita dan
16
spesimen ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat yang mempunyai fasilitas
memadai.
F. Organisasi Profesi
Organisasi profesi terkait diharapkan ikut berperan dalam seluruh proses
pengendalian Hepatitis. Mulai dari pengendalian faktor risiko, peningkatan
surveilans epidemiologi, penemuan dan tatalaksana penderita, peningkatan
imunisasi dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), terutama hasil
kajian/penelitian yang dapat diaplikasikan untuk mendukung pengendalian
penyakit Hepatitis.
H. Akademisi/Perguruan Tinggi
Akademisi/perguruan tinggi diharapkan dapat mendukung upaya pengendalian
Hepatitis dengan melakukan penelitian, seminar ilmiah untuk meningkatkan
pengetahuan petugas dan masyarakat sehingga dapat berperan aktif dalam
pengendalian Hepatitis.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hepatitis merupakan sebuah proses peradangan difusi pada sel hati. Penyakit
ini sebagian besar dianggap sebagai infeksi virus meskipun peradangan hati juga
dapat terjadi karena autoimun, obat-obatan, obat-obatan, racun, dan alkohol.Dan
virus hepatitis merupakan suatu penyakit yang dapat menular dan dapat
membunuh sekitar 1,5 juta orangs setiap tahun.Hepatitis dibedakan beradasarkan
tipe ada Hepatitis A, B, C, D dan E . Penyebab dan karakteristik hepatitis juga
dibedakan berdasarkan tipenya. Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A
yakni picornavirus dengan genom berupa RNA positif utas tunggal yang
berbentuk linear. Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B melalui kontak
dengan darah orang yang terinfeksi, air mani, dan cairan tubuh lainnya.. Hepatitis
17
C disebabkan oleh faktor utama yakni sirosis dan kanker hati dan juga Hepatitis C
virus (HCV) sebagian besar ditularkan melalui paparan darah dan seperti pada
penularan hepatitis B. Hepatitis D disebabkan oleh Virus Hepatitis D paling jarang
ditemukan tapi paling berbahaya. Hepatitis D, juga disebut virus delta, virus ini
memerlukan virus Hepatitis B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan
pada orang yang telah terinfeksi virus Hepatitis B. Hepatitis E disebabkan oleh
Hepatitis E virus (HEV) sebagian besar ditularkan melalui konsumsi air atau
makanan yang terkontaminasi. HEV merupakan penyebab umum dari wabah
hepatitis.Penangannan dan pengalian hepatitis dapat dilakukan dengan melakukan
pemberdayaan masyrakat peduli hepatitis,menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat untuk hidup sehat (PHBS) sehingga terhindar dari penyakit Hepatitis,
meningkatkan surveilans epidemiologi Hepatitis di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan, dan dapat dengan mengembangkan jejaring kemitraan secara multi
disiplin lintas program dan lintas sektor di semua jenjang baik pemerintah
maupun swasta
3.2 Saran
1. Promotif
18
Perawat diharapakan mampu memberikan penyuluhan tentang
penyakit hepatitis untuk dapat meminimalkan faktor resiko terjadinya
penyakit hepatitis
2. Preventif
Perawat diharapakan mampu mencegah dan meminimalkan terjadinya
masalahh penyakit yang diderita pasien yakni hepatitis
3. Kuratif
Perawat diharapkan mampu memberikan perawatan di tataran layanan
kesehata untuk dapat membantu menyembuhkan penyakit heaptitis
dilingkungan masyarakat
4. Rehabilitatif
Perawat diharapkan dapat dan mampu melakukan tindakan rehabilitasi
untuk pemullihan kembali pada orang yang telah dilakukan perawatan
ntuk proses penyembuhan sehingga pasein dapat sembuh secara total.
19
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, J.B Suharjo B. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta:
Kanius https://books.google.co.id/books?
id=4rAEsMHjMLIC&pg=PA170&dq=pencegahan+hepatitis&hl=id&sa=X&r
edir_esc=y#v=onepage&q=pencegahan%20hepatitis&f=false
20