Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEBIJAKAN, TATA KELOLA, DAN KONSESUS PENATALAKSANAAN


HIV/AIDS

Oleh
Kelompok 9

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
MAKALAH

KEBIJAKAN, TATA KELOLA, DAN KONSESUS PENATALAKSANAAN


HIV/AIDS

disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Penyakit Global


dengan dosen pengampu: Ns. Murtaqib, M.Kep

Oleh :

Lilis Susanti 152310101066


Putri Ayunda Retno. A 152310101077
Tria Mega Holivia 15231010114
Wilda Al Aluf 152310101154
Nadia Farah Meidina 152310101158

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
2.1 Definisi Hepatitis.............................................................................. 3
2.2 Penyebab dan karakteristik Hepatitis............................................... 3
2.3 Beban Penyakit dan Pengukuran Hepatitis...................................... 3
2.4 Kebijakan Penangananan , Penatalaksanaan, dan Pencegahan
Dan pengendalian Hepatitis.............................................................. 3
2.5 Masalah Etik dalam penanganan Hepatitis.....................................
BAB 3. PENUTUP..........................................................................................
5.1 Kesimpulan........................................................................................
5.2 Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia-Nya


sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kebijakan, Tata
Kelola, Dan Konsesus Penatalaksanaan HIV/AIDS . Makalah ini disusun guna
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Penyakit Global Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Jember. Penyusunan makalah ini tentunya tidak
lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih kepada :

1. Ns. Siswoyo, S.Kep., M.Kep. selaku dosen penanggung jawab mata


kuliah Keperawatan Penyakit Global;
2. Ns.Murtaqib.M.Kep selaku dosen kelas dan pembimbing makalah
tugas mata kuliah keperawatan Penyakit Global;
3. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya
makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga mengharap kritik dan saran yang dapat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini dan karya tulis selanjutnya. Dan
penuli berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, April 2017

Penyusun

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis merupakan sebuah proses peradangan difus pada sel hati.


Penyakit ini sebagian besar dianggap sebagai infeksi virus meskipun peradangan
hati juga dapat terjadi karena autoimun, obat-obatan, obat-obatan, racun, dan
alkohol (WHO, 2016).Virus hepatitis sendiri merupakan suatu penyakit yang
dapat menular dan dapat membunuh sekitar 1,5 juta orangs setiap tahun. Menurut
Organisasi Kesahatan Dunia , diperkirakan ada dua miliar orang lebih yang
terinfeksi oleh virus HBV diseluruh dunia. Dan jumlah yang diperoleh tersebut
secara global yakni sekitar 240 juta orang yang terinfeksi dan beresiko penyakit
serius dan kematian, terutama pada bagia sirosis dan makarsigenik hepatiseluler.
(Doni dkk, 2014)

Menurut Ejegwa dan Modom (2015) Penyakit hepatitis juga merupakan


sebagian besar dianggap suatu infeksi virus yang terjadi pada peradangan hati dan
sering terjadi di Afrika dikarenakan budaya sanitasi yang buruk serta hubungan
seks yang tanpa kondom, dan transfusi darah yang ceroboh.

Banyaknya kasus hepatitis menjadi suatu masalah kesahatan yang terjadi


pada masyrakat. Penyakit ini menjadi suatua hal utama dan harus dicegah
dikarenakan sangat mudah ditularkan.Penyakit hepatitis dapat menyebabkan suatu
skala yang cukup besar, dikarenakan wabah yang terbawa air.Suatu daerah yang
memiliki kondisi cuaca yang cukup keras, serta kesehatan dasar tidak memandai
dan akses pelayanan juga tidak tersedia.(Khuroo, Khuroo, & Khuroo, 2016)

Pentingnya dalam mengetahui penyebab dari penyakit hepatitis itu sendiri


agar apabila ada seorang angota keluarga terdekat yang menderita hepatitis ,
anggota keluarga dan klien sudah siap menghadaoi resiko terburuk dari penyakit
yang diderita serta komplikasinya sehingga anggota dan penderita akan mampu
menyiapkan diri dengan pencegahan dan pengobatan. Contoh yang dapat

1
dilakukan saat melakukan pencegahan ialah penyediaan makanan dan air bersih
yang aman, sistem pembuangan sampah yang efektif,perhatikan hygien secara
umu, mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan sesuatu

Suatu pelayanan dan promosi kesehatan sangat diperlukan. Dan dalam


memberikan pelayanan kesehatan memerlukan asuhan keperawatan yang sangat
tepat , serta memelukan suatu pengetahuan dan keterampilan perawat dalam
memberikan suatu asuhan keperawatan, sehingga dampak atau akibat dai
komplikasi dapat dihindari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah pada makalah ini yakni :

1. Apa definisi dari HIV/AIDS ?


2. Apa saja penyebab dan karakteristik HIV/AIDS ?
3. Bangaimana beban dan pengukuran HIV/AIDS ?
4. Bangaimana kebijakan penanganan HIV/AIDS ?
5. Bangaimana penatalaksanaan HIV/AIDS ?
6. Bangaimana pengendalian dan masalah etik dalam penanganan HIV/AIDS ?

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahuai tentang


HIV/AIDS serta penanganaan HIV/AIDS.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi dari HIV/AIDS


2. Mengetahui penyebab dan karakteristik HIV/AIDS
3. Mengetahui Beban dan pengukuran HIV/AIDS
4. Mengetahui kebijakan penanganan HIV/AIDS
5. Mengetahui Penatalaksanaan HIV/AIDS
6. Mengetahui Pengendalian dan Masalah Etik dalam penanganan HIV/AIDS

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Definisi HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus yang


menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positif T-sel
dan makrofag yang merupakan komponen utama sistem kekebalan sel) dan
menghancurkan atau menganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan
terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus menerus, yang akan
mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien
ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi
dan penyakit-penyakit. Orang dengan kekebalan tubuhnya defisien menjadi lebih
rentan terhadap berbagai ragam infeksi. (Mandal, dkk, 2008)

HIV yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah
putih yang bernama sel CD4 sehingga merusak kekebalan tubuh manusia. Gejala-
gejala timbul tergantung dari infeksi opurtunistik yang menyertainya, infeksi ini
terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh yang disebabkan rusaknya
sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut. Sedangkan pada AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome) disebabkan oleh infeksi HIV dan ditandai dengan
berbagai gejala klinik, termasuk immunodefisiensi berat yang disertai infeksi
opurtunistik dan keganasan serta degenerasi susunan saraf pusat. Tingkat HIV
dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa
infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. (Depkes, 2013)

AIDS merupakan dampak dari perkembang biakkan dari virus HIV. AIDS
timbul akibat melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh karena sel
CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh virus HIV. (Depkes, 2013)

2.2 Penyebab

Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat


dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun. Penderita HIV tidak dapat dikenali
hanya dengan melihatnya secara langsung. Tidak ada tandanya. Orang yang
tertular HIV, akan tampak sehat seperti orang lain yang tidak tertular. Untuk
mengetahui apakah seseorang tertular HIV atau tidak, hanya tes darah untuk HIV

3
yang mampu membuktikannya. Tetapi, walaupun tampak sehat, mereka yang
tertular HIV dapat menularkannya kepada orang lain. Virus penyebab AIDS ini,
hidup dalam: darah, cairan vagina, cairan mani dan cairan getah penis, air susu ibu
yang tertular HIV, dan cairan infeksi penderitanya. (Widoyono, 2005)

HIV dapat menular melalui perpindahan cairan tubuh dari orang yang
tertular HIV, yaitu: dari ibu hamil ke janin melalui ari-ari, melalui darah dan
cairan saat melahirkan bayinya, melalui cairan ASI ketika menyusui bayi, melalui
hubungan seks dengan orang yang tertular HIV: Genital (kelamin dengan
kelamin), Oral (mulut dengan kelamin), Anal (dubur dengan kelamin). HIV atau
bibit penyakit lain akan mudah memasuki tubuh jika ada luka atau lecet pada alat
kelamin. Karena itu, sangat besar risikonya melakukan hubungan seks tanpa
kondom. Risiko itu akan semakin besar lagi jika sering berganti-ganti pasangan,
transfusi darah yang terkontaminasi dan penggunaan jarum suntik yang
terkontaminasi atau bersama-sama. Serta penggunaan pernak-pernik yang tidak
aman,misalnya tindik dengan alat yang tidak steril atau menggambar tatto dengan
alat terkontaminasi. Meskipun hingga saat ini, belum ada obat yang dapat
menyembuhkan HIV/AIDS, obat ART telah terbukti sangat efektif menghambat
perkembangan penyakit ini. Serta untuk dapat terhindar dari HIV/AIDS kita
semua harus tahu bagaimana cara penularan dan cara mencegahnya. (Widoyono,
2005)

2.3 Klasifikasi

a. Klasifikasi menurut CDC

CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa)


berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh
yang dialami pasien serta stadiumklinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh
ditunjukkan oleh limfosit CD4. (Centers for Disease Control and Prevention,
1993)

Sistem ini didasarkan pada tiga kisaran CD4 dan tiga kategori klinis yaitu :

4
1) Kategori 1 : 500 sel/I
2) Kategori 2 : 200-499 sel/I
3) Kategori 3 : 200 sel/I

Klasifikasi tersebut di dasarkan pada jumlah limfosit CD4 yang terendah


dari pasien. Klasifikasi CDC juga bisa digunakan untuk surveilans penyakit, yang
dikategorikan kelas A3,B3,C1-3 dikategorikan AIDS. Sekali dilakukan klasifikasi
maka pasien tidak akan dilakukan klasifikasi ulang, meskipun terjadi perbaikan
status imunologi misalnya peningkatan nilai CD4 karena pengaruh terapi atau
faktor lain.
a) Kategori Klinis A

Kategori klinis A meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik),


limfadenopati generalisata yang menetap, dan infeksi HIV akut primer dengan
penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi infeksi HIV akut.
b) Kategori Klinis B

Kategori klinis B terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada


remaja atau dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C
dan memenuhi paling sedikit satu dari beberapa kriteria berikut:

1. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan


kekebalan tubuh dengan perantara sel.
2. Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis
atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplokasi infeksi HIV. Contoh
berikut termasuk dalam kategori tersebut:
a) Angiomatosis basilaria
b) Kandidiasis orofaringeal
c) Kandidiasis vulvovaginal
d) Displesia leher rahim
e) Demam 38,5 atau diare lebih dari 1 bulan
f) Oral hairy leukoplakia
g) Herpes zoster
h) Purpura idiopatik trombositopenik
i) Listeriosis
j) Penyakit radang panggul
k) Neuropati perifer

5
c) Kategori Klinis C

Kategori klinis C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS. Pada
tahap ini, individu yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan
keganasan yang mengancam kehidupan misalnya:

1. Kandidiasis bronki, trakea dan paru


2. Kandidiasis esophagus
3. Kanker leher rahim invatif
4. Coccidiodomycosis menyebar atau diparu
5. Kriptokokosis di luar paru
6. Retinitas virus sitomegalo
7. Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV
8. Herpes simpleks dan ulkus lebih dari sebulan lamanya
9. Bronkitis, esofagitis atau pneumonia
10. Histoplasmosis menyebar atau diluar paru
11. Isosporiasi intestinal kronis lebih dari 1 bulan
12. Sarkoma kaposi
13. Limfoma Burkit
14. Limfoma imunnoblastik
15. Limfoma primer di otak

b. Klasifikasi Menurut WHO


WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS menjadi klasifikasi laboratorium dan
klinis (WHO,2005):
a) Klasifikasi Laboratorium
Limfosit CD4/mm Stadium Klinis
1: Asimptomatik
2: Awal Stadium Klinis
3:Intermediet Stadium Klinis
4: Lanjut
b) Klasifikasi Klinis
Dalam hal ini pasien dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis:
1. Gejala Mayor
1) Penurunan berat badan lebih dari 10% selama 1 bulan
2) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
3) Diare kronis
4) Tuberkulosis
2. Gejala Minor
1) Kandidiasis orofaringeal
2) Batuk menetap lebih dari 1 bulaN
3) Kelemahan tubuh

6
4) Berkeringat pada malam hari
5) Hilangnya nafsu makan
6) Infeksi kulit
7) Limfadenopati generalisata
8) Herpes zoster
9) Infeksi Herpes simplex kronis
10) Pneumonia
11) Sarkoma Kopasi

a. Pengukuran Hepatitis

Pengukuran serologi merupakan suatu pengukuran yang digunakan untuk


mengidentifikasi setiap jenis hepatitis virus. Antibodi IgM terhadap HAV muncul
pada awal perjalanan penyakit dan spesifik untuk hepatitis A akut. Antibodi
berlangsung selama sekitar 120 hari dan kemudian digantikan oleh IgG anti-HAV,
memberikan kekebalan terhadap infeksi HAV. HBsAg terdapat dalam serum
pasien pada awal 7 sampai 14 hari setelah terinfeksi HBV dan dapat bertahan
selama beberapa bulan. Antibodi terhadap HBsAg biasanya muncul dalam darah
60-240 hari setelah infeksi, biasanya pada saat HBsAg sudah tidak terdeteksi lagi.
Antibodi terhadap antigen core HBV (anti-HBc) muncul segera setelah infeksi
dan berlangsung tanpa batas. Titer IgM anti-HBc yang tinggi mungkin hanya
penanda hepatitis B akut jika HBsAg tidak terdeteksi lagi. Adanya HBsAg
menunjukkan bahwa HBV berreplikasi secara aktif, dan darah orang ini sangat
menular. Deteksi antibodi terhadap HCV (anti-HCV) merupakan cara yang paling
dapat diandalkan untuk mendiagnosis hepatitis C akut dan kronis. Terdapatnya
RNA HCV menunjukkan adanya viremia. Infeksi virus hepatitis D didiagnosis
dengan mendeteksi anti-HDV dengan HBsAg (co-infeksi).

Hepatitis virus A dan B dapat ditegakkan atau disingkirkan dengan


mengukur penanda-penanda serologis yang sesuai dengan melakukan uji-uji
fungsi hati. Tidak tersedia penanda serologis untuk hepatitis virus non-A, non-B.
Kalau secara klinis disangka hepatitis virus A, ukurlah antibodi hepatitis A (anti-
HAV) kalau anti-HAV ada, hendaknya dipisahkan menjadi komponen-komponen

7
IgD dan IgM. Kalau secara klinis disangka hepatitis B, ukurlah antigen
permukaan hepatitis B (HBsAg), antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B
(anti-HBs) dan antibodi terhadap ini hepatitis B (anti-Hbc). Pengukuran antigen
hepatitis B (HBeAg) dan antibodi terhadap antigen hepatitis B (anti-HBe) dapat
memberikan informasi tambahan yang bermanfaat tentang infektivitas dan
prognosis pada pasien-pasien dengan hepatitis virus B akut

2.4 Kebijakan Penangananan, Penatalaksanaan,Pencegahan, dan


Pengendalian Hepatitis
a. Kebijakan Penanganan Hepatitis
Kebijakan Program Pengendalian Penyakit Hepatitis virus adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian Hepatitis berdasarkan pada partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing
daerah (local area specific).
2. Pengendalian Hepatitis dilaksanakan melalui pengembangan kemitraan dan
jejaring kerja secara multi disiplin, lintas program dan lintas sektor.
3. Pengendalian Hepatitis dilaksanakan secara terpadu baik untuk pencegahan
primer (termasuk didalamnya imunisasi), sekunder, dan tersier.
4. Pengendalian Hepatitis dikelola secara profesional, berkualitas, merata dan
terjangkau oleh masyarakat melalui penguatan seluruh sumber daya.
5. Penguatan sistem surveilans Hepatitis sebagai bahan informasi bagi
pengambilan kebijakan dan pelaksana program.
Pelaksanaan kegiatan pengendalian Hepatitis harus dilakukan secara efektif dan
efisien melalui pengawasan yang terus ditingkatkan intensitas dan kualitasnya
dengan pemantapan sistem dan prosedur, bimbingan dan evaluasi

b. Penatalaksanaan Hepatitis
Penatalaksanaa yang dapat dilakukan pada penyakit hepatitis sebagai berikut.
1. Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif, misalnya istirahat sesuai
kebutuhan.
2. Tirah baring, cara dalam suatu pengobatan dan ini juga perlu dibatasi kalau
penderita sudah merasa baik walaupun mata masih kuning, penderita

8
sebaiknya di ijinkan untuk melakukan kegiatan sendiri di kamar namun
bersifat ringan serta bertahap.
3. Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari konsumsi alkohol.
Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV dan
khususnya HCV. Pemakaian alkohol pada pasien yang menderita HCV
meningkatkan resiko terjadinya karsinoma hepatoselular dan menurunkan
respons terhadap pengobatan.
4. Penderita hepatitis harus mendapatkan penyuluhan mengenai cara penularan
kepada mitra seksual dan anggota keluarga.
5. Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara bertahap
untuk infeksi kronis. Suntikan biasanya diberikan 3 kali seminggu selama
minimal 3 bulan. Keefektifan IFN- untuk kedua infeksi tersebut bervariasi.
Bahkan pada individu yang memperlihatkan perbaikan enzim hati setelah
pengobatan, efek obat ini hanya sementara. Dengan obat ini, HBV menetap
yang dijumpai pada sekitar 30% pasien, sementara hilangnya HCV dalam
jangka waktu lama yang jarang sekali terjadi. Interfero umumnya
dikontraindikasikan bagi penderita yang penyakit hati yang berada pada
stadium sangat lanjut. Selain itu interferon dihubungkan dengan efek samping
yang signifikan, termasuk mialgia, demam, trombositipenia, dan depresi.
Muncul nya efek samping tersebut menyebabkan banyak pasien yang tidak
diindikasikan untuk pengobatan ini dan pengobatan dihentikan sejak awal
untuk pasien tertentu.
6. Analog nukleotida yang secara selektif bekerja pada enzin reverse
transcriptase virus menjadi obat penting bagi hepatitis kronis. Obat-obat ini
awalnya dibuat dan digunakan untuk pasien pengidap HIV sekaligus
membantu sejumlah besar pasien yang terserang HIV sekaligus hepatitis
virus. Tingkat respons terhadap obat-obat golongan ini tinggi, sehingga sering
dijadikan obat pilihan pertama bagi pasien. Obat-obatan jenis ini juga telah
dikembangkan. Keterbatasannya adalah potensi resistensi terhadap obat.
7. Kerabat penderita hepatitis ditawarkan untuk menerima gammaglobulin
murni yang spesifik terhadap HAV dan HBV, yang dapat memberikan
imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini bersifat hanya sementara.

9
8. Tersedia juga vaksin HBV. Karena sifat virus ini sangat menular dan
berpotensi menyebabkan kematian, semua individu yang termasuk para
petugas kesehatan atau individu yang terpajan ke produk darah sangat
dianjurkan selain itu, vaksin ini ditujukan untuk individu yang beresiko tinggi
terkena penyakit tersebut termasuk kaum homoseks atau heteroseksual yang
aktif secara seksual dan berganti-ganti pasangan. Tidak ada efek samping
bermakna yang dijumpai setelah pemberian imunisasi HBV.
9. Vasinasi HBV pada bayi setelah bayi baru lahir.

c. Pencegahan dan Pengendalian hepatitis


Pencegahan Hepatitis
Pencegahan penyakit hepatitis dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut.
1. Membiasakan diri untuk mencuci tangan dengan cara yang benar.
2. Feses, urine, cairan tubuh lainnya harus dianggap potensial untuk infeksi dan
harus ada cara yang tepat untuk pembuangannya. Kamar-kamar kecil harus
dilengkapi dengan septic tank untuk mencegah kontaminasi air dan makanan.
3. Oleh karena hepatitis B ditularkan secara parental (suntikan dan tusukkan),
hepatitis non-A dan non-B, hepatitis delta, dan mungkin hepatitis A dapat
ditularkan melalui jarum atau alat-alat lain yang terkena darah atau cairan
tubuh yang terinfeksi. Barang-barang ini harus dibuang dengan cara yang
benar. Perawat harus hati-hati jangan sampai pasien atau orang lain tertusuk
jarum yang digunakan. Sebaiknya sebelum jarum, spuit,dsb dibuang,
dimasukkan ke dalam kantong yang diberi tanda barang terkontaminasi.
4. Alat-alat yang non-disposibel harus harus disterilkan dengan steam
underpressure atau autoclave. Jika tidak ada autoclave, alat-alat harus direbus
selama 30 menit, walaupun cara ini tidak menjamin sterilitasnya.
5. Individu yang pernah mengidap hepatitis virus tidak boleh menjadi donor
darah.
6. Vaksinasi hepatitis B, pemberian vaksin terbukti dapat menurunkan infeksi
HBV. Semakin dini terinfeksi HBV semakin besar resiko terjadinya penyakit
hati kronis/kanker hati. Oleh sebab itu prioritas pertama pemberian vaksin
adalah pada bayi (terlebih lagi yang ibunya menderita HBV) dan anak-anak

10
serta kelompok resiko tinggi (petugas kesehatan, penerima tranfusi darah
rutin, dan lain-lain).

Pengendalian Hepatitis

Dalam rangka melaksanakan Pengendalian Hepatitis di Indonesia, ada


beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah, kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat), tentang
kemungkinan terlaksananya Program Pengendalian Hepatitis ini.

1. Kekuatan
a. Peraturan perundang-undangan yang mendukung dan mendasari
terlaksananya program Pengendalian Hepatitis.
b. Tersedianya sumber daya manusia kesehatan pada semua jenjang dari
pusat sampai daerah.
c. Dukungan organisasi profesi, organisasi international, dan organisasi
masyarakat.
2. Kelemahan
a. Sistem surveilans Hepatitis belum berjalan baik.
b. Kualitas Sumber Daya Manusia masih kurang.
c. Sarana dan prasarana laboratorium di Pusat Kesehatan Masyarakat untuk
penegakkan diagnosis masih sangat kurang.
3. Peluang
a. Adanya program pencegahan yang sudah berjalan yaitu Program Imunisasi
(Program Imunisasi Hepatitis B Nasional) dan Promosi Kesehatan.
b. Program pengendalian faktor risiko penyakit (Penyehatan Lingkungan).
c. Program Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Puskesmas dan Rumah
Sakit.
4. Ancaman
a. Adanya perubahan iklim secara global yang mempengaruhi agent, seperti
terjadinya mutasi dari jenis virus tertentu.
b. Kualitas kesehatan lingkungan yang tidak merata (ada yang sudah baik
tetapi masih banyak yang masih rendah).
c. Pengetahuan masyarakat tentang Hepatitis masih kurang
d. Perilaku berisiko masih banyak dilakukan oleh masyarakat.

Dasar Hukum

Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Hepatitis dilakukan atas dasar


beberapa landasan hukum antara lain :

11
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984, tentang Wabah
penyakit menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 No. 20
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273).
2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintahan Daerah.
3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteraan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431).
5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 144 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063).
6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, tentang Rumah
Sakit.
7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009, tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991, tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447).
9 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637).
10 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
8781).
11 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun Tahun 2010-2014.
12 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/MENKES/PER/IX/ 2010,
tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
13 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010,
tentang Jenis Penyakit Menular tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan
Upaya Penanggulangan.

12
14 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/MENKES/ SK/X/2003,
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Kebijakan

Kebijakan Program Pengendalian Penyakit Hepatitis virus adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian Hepatitis berdasarkan pada partisipasi dan pemberdayaan


masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing
daerah (local area specific).
2. Pengendalian Hepatitis dilaksanakan melalui pengembangan kemitraan dan
jejaring kerja secara multi disiplin, lintas program dan lintas sektor.
3. Pengendalian Hepatitis dilaksanakan secara terpadu baik untuk pencegahan
primer (termasuk didalamnya imunisasi), sekunder, dan tersier.
4. Pengendalian Hepatitis dikelola secara profesional, berkualitas, merata dan
terjangkau oleh masyarakat melalui penguatan seluruh sumber daya.
5. Penguatan sistem surveilans Hepatitis sebagai bahan informasi bagi
pengambilan kebijakan dan pelaksana program.
6. Pelaksanaan kegiatan pengendalian Hepatitis harus dilakukan secara efektif
dan efisien melalui pengawasan yang terus ditingkatkan intensitas dan
kualitasnya dengan pemantapan sistem dan prosedur, bimbingan dan evaluasi.

Aspek yang Dikaji

Dalam Pengendalian Hepatitis perlu mengkaji berbagai aspek lain, seperti

1. Imunisasi pada remaja dan dewasa,


2. Deteksi dini,
3. Akses diagnostik dan pengobatan yang terjangkau,
4. Keterpaduan antara progam Hepatitis, HIV-AIDS dan KIA
5. Aspek pembiayaan kesehatan yang saat ini sudah dilakukan oleh Jamkesmas
maupun Askes kedepannya diharapkan dapat menjadi bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Strategi

1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat (PHBS)


sehingga terhindar dari penyakit Hepatitis.

13
2. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi dan peran serta
masyarakat untuk penyebar luasan informasi kepada masyarakat tentang
pengendalian Hepatitis.
3. Mengembangkan kegiatan deteksi dini yang efektif dan efisien terutama bagi
masyarakat yang berisiko.
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas melalui peningkatan sumber daya manusia dan penguatan
institusi, serta standarisasi pelayanan.
5. Meningkatkan surveilans epidemiologi Hepatitis di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan.
6. Mengembangkan jejaring kemitraan secara multi disiplin lintas program dan
lintas sektor di semua jenjang baik pemerintah maupun swasta.
Kegiatan

1. Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan.


2. Sosialisasi dan edukasi tentang pengendalian Hepatitis kepada petugas
kesehatan terkait.
3. Promosi kesehatan kepada masyarakat melalui media komunikasi baik cetak
maupun elektronik.
4. Upaya pencegahan yang melibatkan lintas program, lintas sektor dan
masyarakat.
5. Penyusunan dan pengembangan pedoman teknis pengendalian Hepatitis
virus.
6. Deteksi dini dan tatalaksana kasus sesuai standar.
7. Surveilans epidemiologi dan bantuan teknis dalam penanggulangan KLB
Hepatitis.
8. Pengelolaan logistik sebagai sarana penunjang program.
9. Pemantauan dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
10. Pengembangan program berbasis riset baik riset operasional maupun riset
klinis sebagai acuan kebijakan pengendalian Hepatitis Virus secara
komprehensif.

Upaya Lanjutan Pengendalian Masalah Hepatitis


1. Review kebijakan, strategi, indikator, target, dan capaian termasuk
indentifikasi faktor pendukung, dan penghambat.
2. Advokasi dan sosialisasi kepada pemegang kebijakan tingkat pusat,
provinsi, mitra potensial, masyarakat dan LSM.

14
3. Mobilisasi sumber dana dan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan.
4. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
5. Melakukan upaya peningkatan keterjangkauan akses layanan yang
berkualitas.

Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengendalian Hepatitis

A. Pusat

1. Membuat pedoman dan rumusan kebijakan teknis pelaksanaan


pengendalian Hepatitis secara berjenjang dari Pusat, Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas.
2. Penyediaan stock dan pendistribusian logistik Hepatitis pada wilayah yang
membutuhkan.
3. Melakukan diseminasi informasi bagi pihak dan instansi terkait di tingkat
pusat dan daerah.
4. Membangun jejaring kerja dengan lintas program dan lintas sektor baik di
pusat maupun daerah.
5. Melakukan kajian pengendalian Hepatitis dari kegiatan yang telah ada baik
di dalam maupun diluar negeri.
6. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan pengendalian
Hepatitis.
7. Memberikan umpan balik hasil pemantauan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan pada daerah uji coba dan replikasi.
B. Upt Pusat (Bbtkl, Btkl, Kkp)

1. Sebagai pelaksana teknis pengendalian Hepatitis tingkat pusat di daerah.


2. Berkoordinasi dengan Subdit Diare & ISP dalam upaya pengendalian
Hepatitis
3. Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan kabupaten/kota
dalam upaya pengendalian Hepatitis di daerah.
C. Provinsi
Dinas Kesehatan Propinsi bertanggung jawab dalam pelaksanaanpengendalian
Hepatitis di tingkat propinsi:
1. Melakukan diseminasi informasi kepada pihak dan instansi terkait di
tingkat propinsi.

15
2. Membangun jejaring kerja Hepatitis baik lintas program maupun lintas
sektor di tingkat propinsi.
3. Memantau pengelolaan stok logistik Hepatitis untuk tingkat
kabupaten/kota.
4. Melakukan pemantauan terhadap pengendalian Hepatitis di tingkat
kabupaten/kota.
5. Melakukan rekapitulasi pencatatan dan pelaporan Hepatitis di tingkat
propinsi.
6. Memberikan umpan balik hasil kegiatan.

D. Kabupaten/Kota
1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah pelaksana upaya pengendalian
Hepatitis di tingkat kabupaten/kota.
2. Melakukan pembinaan pada unit pelayanan kesehatan dalam upaya
peningkatan kinerja pelaksanaan pengendalian Hepatitis
3. Penyediaan, penyimpanan serta pendistribusian logistic Hepatitis.

E. Unit Pelayanan Kesehatan

Dilaksanakan oleh puskesmas, rumah sakit, klinik, laboratorium dan praktek


swasta.

1. Puskesmas
Puskesmas sebagai unit pelaksana pelayanan kesehatan primer mempunyai
fungsi promotif, preventif, dan kuratif.
Dalam hal pengendalian Hepatitis Puskesmas melakukan:
a. Promotif, dengan penyuluhan termasuk pemberdayaan masyarakat
dalam kegiatannya.
b. Preventif, dengan melakukan vaksinasi yaitu program imunisasi
Hepatitis B pada bayi.
c. Rawat jalan dan rujukan
d. Pelaporan
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan unit pelayanan rujukan dengan sarana pelayanan
laboratorium yang dapat mendeteksi dini Hepatitis, baik rujukan maupun
langsung. Rumah sakit di Provinsi diharapkan dapat melayani diagnosa,
pengobatan dan rehabilitatif atau pelayanan suportif bagi penderita Hepatitis.
3. Klinik dan Praktek Swasta
Secara umum konsep pelayanan di klinik hampir sama dengan pelaksanaan
di Puskesmas. Dalam hal tertentu, klinik dapat merujuk penderita dan

16
spesimen ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat yang mempunyai fasilitas
memadai.

F. Organisasi Profesi
Organisasi profesi terkait diharapkan ikut berperan dalam seluruh proses
pengendalian Hepatitis. Mulai dari pengendalian faktor risiko, peningkatan
surveilans epidemiologi, penemuan dan tatalaksana penderita, peningkatan
imunisasi dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), terutama hasil
kajian/penelitian yang dapat diaplikasikan untuk mendukung pengendalian
penyakit Hepatitis.

G. Lembaga Swadaya Masyarakat (Lsm) Dan Organisasi Masyarakat Peduli


Penyakit Hepatitis
LSM dan organisasi kemasyarakatan diharapkan terlibat dalam kegiatan yang
terkait dengan pengendalian Hepatitis, terutama dalam sosialisasi dan
pemberdayaan masyarakat untuk peduli dan ikut berperan aktif dalam
mensukseskan upaya-upaya pengendalian Hepatitis.

H. Akademisi/Perguruan Tinggi
Akademisi/perguruan tinggi diharapkan dapat mendukung upaya pengendalian
Hepatitis dengan melakukan penelitian, seminar ilmiah untuk meningkatkan
pengetahuan petugas dan masyarakat sehingga dapat berperan aktif dalam
pengendalian Hepatitis.

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hepatitis merupakan sebuah proses peradangan difusi pada sel hati. Penyakit
ini sebagian besar dianggap sebagai infeksi virus meskipun peradangan hati juga
dapat terjadi karena autoimun, obat-obatan, obat-obatan, racun, dan alkohol.Dan
virus hepatitis merupakan suatu penyakit yang dapat menular dan dapat
membunuh sekitar 1,5 juta orangs setiap tahun.Hepatitis dibedakan beradasarkan
tipe ada Hepatitis A, B, C, D dan E . Penyebab dan karakteristik hepatitis juga
dibedakan berdasarkan tipenya. Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A
yakni picornavirus dengan genom berupa RNA positif utas tunggal yang
berbentuk linear. Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B melalui kontak
dengan darah orang yang terinfeksi, air mani, dan cairan tubuh lainnya.. Hepatitis

17
C disebabkan oleh faktor utama yakni sirosis dan kanker hati dan juga Hepatitis C
virus (HCV) sebagian besar ditularkan melalui paparan darah dan seperti pada
penularan hepatitis B. Hepatitis D disebabkan oleh Virus Hepatitis D paling jarang
ditemukan tapi paling berbahaya. Hepatitis D, juga disebut virus delta, virus ini
memerlukan virus Hepatitis B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan
pada orang yang telah terinfeksi virus Hepatitis B. Hepatitis E disebabkan oleh
Hepatitis E virus (HEV) sebagian besar ditularkan melalui konsumsi air atau
makanan yang terkontaminasi. HEV merupakan penyebab umum dari wabah
hepatitis.Penangannan dan pengalian hepatitis dapat dilakukan dengan melakukan
pemberdayaan masyrakat peduli hepatitis,menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat untuk hidup sehat (PHBS) sehingga terhindar dari penyakit Hepatitis,
meningkatkan surveilans epidemiologi Hepatitis di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan, dan dapat dengan mengembangkan jejaring kemitraan secara multi
disiplin lintas program dan lintas sektor di semua jenjang baik pemerintah
maupun swasta

3.2 Saran

Dalam menagani pasien dengan masalah hepatitis sebagai seornag perawat


perlu dan harus dapat merespon keluhan yang dirasakan oleh pasien yang
menderita heptitis. Dan saran dari penulis sebagai seorang perawat adalah :

1. Promotif

18
Perawat diharapakan mampu memberikan penyuluhan tentang
penyakit hepatitis untuk dapat meminimalkan faktor resiko terjadinya
penyakit hepatitis
2. Preventif
Perawat diharapakan mampu mencegah dan meminimalkan terjadinya
masalahh penyakit yang diderita pasien yakni hepatitis
3. Kuratif
Perawat diharapkan mampu memberikan perawatan di tataran layanan
kesehata untuk dapat membantu menyembuhkan penyakit heaptitis
dilingkungan masyarakat
4. Rehabilitatif
Perawat diharapkan dapat dan mampu melakukan tindakan rehabilitasi
untuk pemullihan kembali pada orang yang telah dilakukan perawatan
ntuk proses penyembuhan sehingga pasein dapat sembuh secara total.

19
DAFTAR PUSTAKA

Speicher.E.C, Smith.J.W. 1996. Pemilihan Uji Laboratorium yang Eferktif.


Jakarta: EGC
https://books.google.co.id/books?
id=oe1InBky1Y4C&pg=PA234&lpg=PA234&dq=pengukuran+hepatitis&sou
rce=bl&ots=CqQb8STZWK&sig=QCLTGyOIEvrvpEStK1Y32C0V2N4&hl=
en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=pengukuran%20hepatitis&f=false
(diakses pada tanggal 10 maret 2017)
Baradero, Mary, dkk. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC https://books.google.co.id/books?
id=PzNN3TCh434C&pg=PA33&dq=pencegahan+hepatitis&hl=id&sa=X&re
dir_esc=y#v=onepage&q=pencegahan%20hepatitis&f=false

Dwiastuti, Setijani. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Perilaku


dengan Kejadian Hepatitis A pada Taruna Akademi Kepolisian Tahun 2008.
Semarang: Universitas Diponegoro
http://eprints.undip.ac.id/24662/1/SETIJANI_DWIASTUTI.pdf

Direktorat Jendral PP & PL Kementrian Kesehatan RI Tahun 2012. Pedoman


Pengendalian
HepatitisVirus.http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman
%20Hepatitis%20OK.pdf

Cahyono, J.B Suharjo B. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta:
Kanius https://books.google.co.id/books?
id=4rAEsMHjMLIC&pg=PA170&dq=pencegahan+hepatitis&hl=id&sa=X&r
edir_esc=y#v=onepage&q=pencegahan%20hepatitis&f=false

20

Anda mungkin juga menyukai