Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

RUANG DAHLIA I
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI BLITAR

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL

Disusun oleh :
LISKE AYU WIDYANINGRUM
201510461011053

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan di ruang Dahlia I RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar yang disusun
oleh:
Nama : Liske Ayu Widyaningrum
NIM : 201510461011053
Telah diperiksa dan disahkan sebagai salah satu tugas profesi Ners Departemen Keperawatan
Medikal

Blitar, Februari 2016


Mahasiswa (Ners Muda)

(Liske Ayu W.)

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. PENGERTIAN
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia
yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.CKD atau gagal ginjal kronis
(GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2002)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan


keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal
merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah
kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang
peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari
belakang di mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang
lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-
7 cm dan tebal2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa
115-155 gram (Nahas & Levin,2010).
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat
permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam,
medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna) medula.Substansia medularis
terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis
sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian
tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta dan duktuskoli gensterminal. Bagianluar
(eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan
bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis
piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid
dinamakan kolumnarenalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang
berkelok-kelok dan duktus koligens (Nahas & Levin,2010).

C. KLASIFIKASI
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :

Stadium Deskripsi LGF ml/menit /


1,73 m2
I kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria > 90
persisten dan LFG yang masih normal
II Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten 60 -89
(ringan) (menghambat perburukan fungsi ginjal)
III Penurunan moderat LFG (sedang) (evaluasi dan 30-59
terapi)
IV Penurunan berat LFG (persiapan terapi pengganti 15-29
ginjal)
V Gagal ginjal / gagal ginjal terminal (terapi pengganti < 15
ginjal)
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Pengukuran nilai GFR untuk menentukan tahapan PGK dengan menggunakan


rumus Cockcroft-Gault yaitu :
GFR untuk laki-laki yaitu :
(140umur) xBB
72 xserum creatinin

Sedangkan GFR untuk wanita yaitu :


(140umur) xBB
x 0,85
72 xserum creatinin

Normal laki-laki : 95-145


Normal wanita : 75-115

D. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.Diabetes
dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US
yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan
17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan
penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni
uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. Penyebab gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul
dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi
dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.

E. TANDA DAN GEJALA


Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,
muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif : Amenore dan atrofi testikuler

F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer (2002) antara lain :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. PATOFISIOLOGI
Menurut Sudoyo( 2006), Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.
Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.

1. Gangguan Klirens Ginjal


Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari
fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan
kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Umum
Urin
Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada
(anuria)
Warna : secara abnormal urine mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, fosfat
atau urat
Klirens kreatinin (normal 117-120 ml/menit)
Protein:derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus
Darah
Ureum meningkat (normal 20-40 mg/dl), kreatinin meningkat (normal 0,5-
1,5 mg/dl)
Hitung darah lengkap : Ht menurun, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dl
(normal laki-laki 13-16 gr/dl, perempuan 12-14 gr/dl).
Natrium serum : meningkat (normal 135-147 mEq/L)
GDA (Gas Darah Arteri) : pH kurang dari 7,2 (normal 7,38-7,44)
Kalium : meningkat (normal 3,55-5,55 mEq/L)
Magnesium/fosfat : meningkat (normal 1,0-2,5 mg,dl)
Kalsium : menurun (normal 9-11 mg/dl)
Protein : (khususnya albumin) : menurun. (normal 4-5,2 g/dl)
b. Pemeriksaan khusus
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu/obstruksi
EKG (Elektrokardiografi) untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
USG (Ultrasonografi) untuk melihat besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
Anatomi sistem pelviokelises, ureter untuk mencari adanya faktor yang
irreversible seperti obstruksi, oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk
menilai apakah proses berjalan lancar. Pemeriksan USG merupakan teknik
noninvasive dan tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan
prosedur serta tujuan kepada pasien.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2002). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK
namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah
terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Pengobatan gagal ginjal kronik di bagi menjadi dua tahap :
1. Tahap pertama yaitu tindakan konservatif yang ditujukan untuk merendakan atau
memperlambat perburukan progresif gangguaan fungsi ginjal. Tindakan konservatif
dimulai bila penderita mengalami asotemia penatalaksanaan konservatif meliputi :
Penentuan dan pengobatan penyebab
Pengoptimalan keseimbangan garam dan air
Koreksi obstruksi saluran kemih
Deteksi awal pengobatan infeksi
Diet rendah protein, tinggi kalori
Pengendalian keseimbangan elektrolit
Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang dan ginjal
Modifikasi dan terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal
Deteksi dan pengobatan komplikasi
2. Tahap kedua pengobatan dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi afektif dalam
mempertahankan kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit ginjal stadium terminal.
Penatalaksanaan, meliputi :
1. Hemodialisa.
Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan hemodialisa
adalah untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah, menyesuaikan kadar air dan
elektrolit di dalam darah. Pada hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui
sebuah kateter masuk ke dalam sebuah alat besar. Di dalam mesin tersebut
terdapat ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel. darah di
masukan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan dialisis,
dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah dikembalikan ke tubuh melalui
sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 3-5 jam dan dilakukan
sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di antara terapi, keseimbangan
garam,air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa tampaknya ikut berperan
menyebabkan anemia karena sebagian besar sel darah merah ikut masuk dalam
proses tersebut, infeksi juga merupakan resiko.
2. Dialisis peritoneum
Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis peritoneal
permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm 3 berfungsi sebagai difusi.
Membran peritoneum digunakan sebagai sawar semipermeabel alami. Larutan
dialysis yang telah dipersiapkan sebelumnya (sekitar 2 liter) di masukan ke dalam
rongga peritoneum melalui sebuah kateter tetap yang di letakan di bawah kulit
abdomen. Larutan dibiarkan di dalam rongga peritoneum selama waktu yang telah
di tentukan (biasanya 4-6 jam). Selama waktu ini, terjadi proses difusi air dan
elektrolit keluar masuk antara darah yang bersirkulasi. Dialysis peritoneum di
lakukan sekitar 4 kali/ hari. Masalah-masalah terjadi pada dialysis peritoneum
adalah infeksi dari kateter atau malfungsi kateter.
3. Transplantasi ginjal
Transplantasi atau pencangkokan ginjal adalan penempatan sebuah ginjal
donor ke dalam abdomen seseorang yang mengidap penyakit ginjal stadium akhir.
Ginjal yang di cangkok dapat di peroleh dari donor hidup atau mati. Semakin mirip
sifat-sifat antigenik ginjal yang didonorkan dengan pasien, semakin tinggi
keberhasilan pencangkokan. Individu yang mendapat pengcangkokan ginjal harus
tetap mendapat berbagai obat imunosupresan seumur hidup untuk mencegah
penolakan ginjal, penolakan dapat terjadi sacara akut, dalam masa pasca
transpalntasi dini, atau beberapa bulan atau tahun setelah pencangkokan semua
orang yang mendapat terapi imunosupresi beresiko mengalami infeksi.

J. PENGKAJIAN
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu Carpenito
(2006)sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalamkurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antaraoutput dan input.Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadipeningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antaratekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaranpasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadimeningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karenakekurangannutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotorantelinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut bau ureum,bibir kering dan pecah-
pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.

K. DIAGNOSA YANG AKAN MUNCUL


1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal b.d suplai oksigen
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
NIC NOC

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Respiratory Status : Gas Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ketidakseimbangan exchange ventilasi
perfusi ventilasi Keseimbangan asam Pasang mayo bila perlu
perubahan membran Basa, Elektrolit Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kapiler-alveolar Respiratory Status : Keluarkan sekret dengan batuk atau
DS: ventilation suction
sakit kepala ketika Vital Sign Status
bangun Auskultasi suara nafas, catat adanya
Setelah dilakukan suara tambahan
Dyspnoe tindakan keperawatan Berikan bronkodilator ;
Gangguan penglihatan selama . Gangguan
DO: -.
pertukaran pasien teratasi
Penurunan CO2 -.
dengan kriteria hasi:
Takikardi Barikan pelembab udara
Mendemonstrasikan
Hiperkapnia peningkatan ventilasi Atur intake untuk cairan
Keletihan dan oksigenasi yang mengoptimalkan keseimbangan.
Iritabilitas adekuat Monitor respirasi dan status O2
Hypoxia Memelihara kebersihan Catat pergerakan dada,amati
kebingungan kesimetrisan, penggunaan otot
paru paru dan bebas
sianosis tambahan, retraksi otot supraclavicular
dari tanda tanda
warna kulit abnormal dan intercostal
distress pernafasan
(pucat, kehitaman) Monitor suara nafas, seperti dengkur
Mendemonstrasikan
Hipoksemia
hiperkarbia batuk efektif dan suara Monitor pola nafas : bradipena,
AGD abnormal nafas yang bersih, tidak takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
pH arteri abnormal ada sianosis dan cheyne stokes, biot
frekuensi dan kedalaman dyspneu (mampu Auskultasi suara nafas, catat area
nafas abnormal mengeluarkan sputum, penurunan / tidak adanya ventilasi dan
mampu bernafas suara tambahan
dengan mudah, tidak Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ada pursed lips) ststus mental
Tanda tanda vital Observasi sianosis khususnya membran
dalam rentang normal mukosa
AGD dalam batas Jelaskan pada pasien dan keluarga
normal tentang persiapan tindakan dan tujuan
Status neurologis penggunaan alat tambahan (O2,
dalam batas normal Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Perfusi jaringan renal NOC : NIC :


tidak efektif b/d gangguan Circulation status Observasi status hidrasi
afinitas Hb oksigen, Electrolite and Acid (kelembaban membran mukosa, TD
penurunan konsentrasi Hb, Base Balance ortostatik, dan keadekuatan dinding
Hipervolemia, Fluid Balance nadi)
Hipoventilasi, gangguan Hidration Monitor HMT, Ureum, albumin, total
transport O2, gangguan Tissue Prefusion : protein, serum osmolalitas dan urin
aliran arteri dan vena renal Observasi tanda-tanda cairan
Urinari elimination berlebih/ retensi (CVP menigkat,
DO oedem, distensi vena leher dan
Setelah dilakukan asuhan
- Penigkatan rasio ureum asites)
selama
kreatinin Pertahankan intake dan output secara
ketidakefektifan perfusi
- Hematuria akurat
jaringan renal teratasi
- Oliguria/ anuria Monitor TTV
dengan kriteria hasil:
- Warna kulit pucat Pasien Hemodialisis:
Tekanan systole dan
- Pulsasi arterial tidak Observasi terhadap dehidrasi, kram
teraba diastole dalam batas
normal otot dan aktivitas kejang
Tidak ada gangguan Observasi reaksi tranfusi
mental, orientasi Monitor TD
kognitif dan Monitor BUN, Creat, HMT dan
kekuatan otot elektrolit
Na, K, Cl, Ca, Mg, Timbang BB sebelum dan sesudah
BUN, Creat dan prosedur
Biknat dalam batas Kaji status mental
normal Monitor CT
Tidak ada distensi Pasien Peritoneal Dialisis:
vena leher Kaji temperatur, TD, denyut perifer,
Tidak ada bunyi paru RR dan BB
tambahan Kaji BUN, Creat pH, HMT, elektrolit
Intake output selama prosedur
seimbang Monitor adanya respiratory distress
Tidak ada oedem Monitor banyaknya dan penampakan
perifer dan asites cairan
Tdak ada rasa haus Monitor tanda-tanda infeksi
yang abnormal
Membran mukosa
lembab
Hematokrit dbn
Warna dan bau urin
dalam batas normal

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan : Respiratory status : Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- Hiperventilasi Ventilation ventilasi
- Penurunan Respiratory status : Pasang mayo bila perlu
energi/kelelahan Airway patency Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Perusakan/pelemahan Vital sign Status Keluarkan sekret dengan batuk atau
muskulo-skeletal
suction
- Kelelahan otot pernafasan Setelah dilakukan
- Hipoventilasi sindrom Auskultasi suara nafas, catat adanya
tindakan keperawatan suara tambahan
- Nyeri selama ..pasien
- Kecemasan Berikan bronkodilator :
menunjukkan keefektifan
- Disfungsi Neuromuskuler -..
pola nafas, dibuktikan
- Obesitas .
dengan kriteria hasil:
- Injuri tulang belakang Mendemonstrasikan Berikan pelembab udara Kassa basah
batuk efektif dan suara NaCl Lembab
DS: nafas yang bersih, tidak Atur intake untuk cairan
- Dyspnea ada sianosis dan mengoptimalkan keseimbangan.
- Nafas pendek dyspneu (mampu Monitor respirasi dan status O2
DO: mengeluarkan sputum, Bersihkan mulut, hidung dan secret
- Penurunan tekanan mampu bernafas dg trakea
inspirasi/ekspirasi mudah, tidakada pursed Pertahankan jalan nafas yang paten
- Penurunan pertukaran lips) Observasi adanya tanda tanda
udara per menit Menunjukkan jalan hipoventilasi
- Menggunakan otot nafas yang paten (klien
pernafasan tambahan tidak merasa tercekik, Monitor adanya kecemasan pasien
- Orthopnea irama nafas, frekuensi terhadap oksigenasi
- Pernafasan pursed-lip pernafasan dalam Monitor vital sign
- Tahap ekspirasi rentang normal, tidak Informasikan pada pasien dan keluarga
berlangsung sangat lama ada suara nafas tentang tehnik relaksasi untuk
- Penurunan kapasitas vital abnormal) memperbaiki pola nafas.
- Respirasi: < 11 24 x Tanda Tanda vital Ajarkan bagaimana batuk efektif
/mnt dalam rentang normal Monitor pola nafas
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan

Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :
Berhubungan dengan : Electrolit and acid Pertahankan catatan intake dan
- Mekanisme base balance output yang akurat
pengaturan melemah Fluid balance Pasang urin kateter jika diperlukan
- Asupan cairan Hydration Monitor hasil lab yang sesuai dengan
berlebihan Setelah dilakukan retensi cairan (BUN , Hmt ,
DO/DS : tindakan keperawatan osmolalitas urin )
Berat badan selama . Kelebihan Monitor vital sign
meningkat pada waktu yang volume cairan teratasi
singkat Monitor indikasi retensi / kelebihan
dengan kriteria: cairan (cracles, CVP , edema,
Asupan berlebihan Terbebas dari edema,
dibanding output distensi vena leher, asites)
efusi, anaskara Kaji lokasi dan luas edema
Distensi vena Bunyi nafas bersih,
jugularis Monitor masukan makanan / cairan
tidak ada
Perubahan pada pola dyspneu/ortopneu Monitor status nutrisi
nafas, dyspnoe/sesak nafas, Terbebas dari distensi Berikan diuretik sesuai interuksi
orthopnoe, suara nafas Kolaborasi pemberian obat:
vena jugularis,
abnormal (Rales atau ....................................
Memelihara tekanan
crakles), , pleural effusion
Oliguria, azotemia vena sentral, tekanan Monitor berat badan
Perubahan status kapiler paru, output Monitor elektrolit
mental, kegelisahan, jantung dan vital sign Monitor tanda dan gejala dari odema
kecemasan DBN
Terbebas dari
kelelahan, kecemasan
atau bingung

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakseimbangan NOC: Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari a. Nutritional status: Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau mencerna c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau tindakan keperawatan Ajarkan pasien bagaimana membuat
ekonomi. selama.nutrisi kurang catatan makanan harian.
DS: teratasi dengan indikator: Monitor adanya penurunan BB dan gula
- Nyeri abdomen Albumin serum darah
- Muntah Pre albumin serum Monitor lingkungan selama makan
- Kejang perut Hematokrit Jadwalkan pengobatan dan tindakan
- Rasa penuh tiba-tiba Hemoglobin tidak selama jam makan
setelah makan Total iron binding Monitor turgor kulit
DO: capacity Monitor kekeringan, rambut kusam, total
- Diare Jumlah limfosit protein, Hb dan kadar Ht
- Rontok rambut yang Monitor mual dan muntah
berlebih Monitor pucat, kemerahan, dan
- Kurang nafsu makan kekeringan jaringan konjungtiva
- Bising usus berlebih Monitor intake nuntrisi
- Konjungtiva pucat
Informasikan pada klien dan keluarga
- Denyut nadi lemah
tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan : Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan klien dalam
Tirah Baring atau Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
imobilisasi Konservasi eneergi Kaji adanya faktor yang menyebabkan
Kelemahan menyeluruh Setelah dilakukan kelelahan
Ketidakseimbangan tindakan keperawatan Monitor nutrisi dan sumber energi yang
antara suplei oksigen selama . Pasien adekuat
dengan kebutuhan bertoleransi terhadap Monitor pasien akan adanya kelelahan
Gaya hidup yang aktivitas dengan fisik dan emosi secara berlebihan
Kriteria Hasil : Monitor respon kardivaskuler terhadap
dipertahankan. Berpartisipasi aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
DS: dalam aktivitas diaporesis, pucat, perubahan
Melaporkan secara fisik tanpa disertai hemodinamik)
verbal adanya kelelahan peningkatan Monitor pola tidur dan lamanya
atau kelemahan. tekanan darah, nadi tidur/istirahat pasien
Adanya dyspneu atau dan RR Kolaborasikan dengan Tenaga
ketidaknyamanan saat Mampu melakukan Rehabilitasi Medik dalam merencanakan
beraktivitas. aktivitas sehari hari progran terapi yang tepat.
DO : (ADLs) secara Bantu klien untuk mengidentifikasi
mandiri aktivitas yang mampu dilakukan
Respon abnormal dari Keseimbangan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
tekanan darah atau nadi aktivitas dan yang sesuai dengan kemampuan fisik,
terhadap aktifitas istirahat psikologi dan sosial
Perubahan ECG : Bantu untuk mengidentifikasi dan
aritmia, iskemia mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Carpenito, L.J.. ( 2006). Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan(Edisi 2), Alih
Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. (2010). Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

KONSEP DASAR HEMODIALISA


1. Definisi

Dialisis merupakan

Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari
dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.

Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi
permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit
akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu)
atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang
membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi
ginjal yang terganggu fungsinya itu.

Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian,


hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan
dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini
harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling
sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini
diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala
uremia.

2. Tujuan

Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih


kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis.
Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk
mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk
mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat
daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.
3. Indikasi

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi :

1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)

2. Asidosis

3. kegagalan terapi konservatif

4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah

5. Kelebihan cairan.

6. Perikarditis dan konfusi yang berat.

7. Hiperkalsemia dan hipertensi.

4. Prinsip Hemodialisa

Prinsip mayor/proses hemodialisa

a. Akses Vaskuler :

Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki
akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti
vascoth.

b. Membran semi permeable

Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara
darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.

c. Difusi

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut
adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan
konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan
pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.

d. Konveksi

Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil
bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.

e. Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah
pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi
pada membrane :

1. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam
membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena
terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip mendorong cairan
menyeberangi membrane.
2. Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh pompa
pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative menarik cairan keluar darah.
3. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan
dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadarzat terlarut
yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang
menyebabkan membrane permeable terhadap air.

5. Perangkat Hemodialisa

a. Perangkat khusus

1) Mesin hemodialisa

2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan atau
kompartemen :

kompartemen darah
kompartemen dialisat.

3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari seluruh tubuh ke dialyzer dan kembali
ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi yaitu :

Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.

Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.

1. 2. Alat-alat kesehatan :

Tempat tidur fungsional

Timbangan BB

Pengukur TB

Stetoskop

Termometer

Peralatan EKG

Set O2 lengkap

Suction set

Meja tindakan.

1. Obat-obatan dan cairan :

Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.


Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
Dialisat
Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
Obat-obatan emergency.

6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa


a. Perawatan sebelum hemodialisa

1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.

2) Kran air dibuka.

3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran
pembuangan.

4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.

5) Hidupkan mesin.

6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.

7) Matikan mesin hemodialisis.

8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.

9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.

10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).

b. Menyiapkan sirkulasi darah.

1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.

2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda merah) diatas dan
posisi outset (tanda biru) dibawah.

3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser.

4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset adri dialiser dan tempatkan
buble tap di holder dengan posisi tengah.

5) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.

6) Hubungkan set infuse ke slang arteri.


7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.

8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset dibawah dan ouset diatas, tujuannya
agar dialiser bebas dari udara.

9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.

10) Buka klem dari infuse set ABL, UBL.

11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan
secara bertahap sampai 200 ml/mnt.

12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.

13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam
dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200
mmHg).

14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat
pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.

15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.

16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.

17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk
dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.

18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana inset diatas dan outset
dibawah.

19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk
dihubungkan dengan pasien (soaking).

c. Persiapan pasien.

1) Menimbang BB
2) Mengatur posisi pasien.

3) Observasi KU

4) Observasi TTV

5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan


salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:

Dengan interval A-V Shunt/fistula simino

Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.

Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

7. Komplikasi yang terjadi

a. Hipotensi
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-
obatan anti hipertensi.
b. Mual dan muntah
Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
c. Sakit kepala
Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.
d. Demam disertai menggigil.
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
e. Nyeri dada.
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
f. Gatal-gatal
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit kering.
g. Perdarahan amino setelah dialysis.
Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin
berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
h. Kram otot
Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat
(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur
berubah terlalu cepat.
8. Diagnosa Keperawatan yang muncul

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber


informasi.

3. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol,


ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit

4. Risiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder


terhadap penusukan

LAMPIRAN

A. Hemodialisa
B. Periotoneal Dyalisis

C. Transplantasi ginjal

Anda mungkin juga menyukai