RUANG DAHLIA I
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI BLITAR
Disusun oleh :
LISKE AYU WIDYANINGRUM
201510461011053
Laporan pendahuluan di ruang Dahlia I RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar yang disusun
oleh:
Nama : Liske Ayu Widyaningrum
NIM : 201510461011053
Telah diperiksa dan disahkan sebagai salah satu tugas profesi Ners Departemen Keperawatan
Medikal
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. PENGERTIAN
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia
yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.CKD atau gagal ginjal kronis
(GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2002)
C. KLASIFIKASI
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
D. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.Diabetes
dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US
yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan
17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan
penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni
uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. Penyebab gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul
dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi
dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.
F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer (2002) antara lain :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. PATOFISIOLOGI
Menurut Sudoyo( 2006), Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.
Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Umum
Urin
Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada
(anuria)
Warna : secara abnormal urine mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, fosfat
atau urat
Klirens kreatinin (normal 117-120 ml/menit)
Protein:derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus
Darah
Ureum meningkat (normal 20-40 mg/dl), kreatinin meningkat (normal 0,5-
1,5 mg/dl)
Hitung darah lengkap : Ht menurun, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dl
(normal laki-laki 13-16 gr/dl, perempuan 12-14 gr/dl).
Natrium serum : meningkat (normal 135-147 mEq/L)
GDA (Gas Darah Arteri) : pH kurang dari 7,2 (normal 7,38-7,44)
Kalium : meningkat (normal 3,55-5,55 mEq/L)
Magnesium/fosfat : meningkat (normal 1,0-2,5 mg,dl)
Kalsium : menurun (normal 9-11 mg/dl)
Protein : (khususnya albumin) : menurun. (normal 4-5,2 g/dl)
b. Pemeriksaan khusus
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu/obstruksi
EKG (Elektrokardiografi) untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
USG (Ultrasonografi) untuk melihat besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
Anatomi sistem pelviokelises, ureter untuk mencari adanya faktor yang
irreversible seperti obstruksi, oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk
menilai apakah proses berjalan lancar. Pemeriksan USG merupakan teknik
noninvasive dan tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan
prosedur serta tujuan kepada pasien.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2002). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK
namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah
terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Pengobatan gagal ginjal kronik di bagi menjadi dua tahap :
1. Tahap pertama yaitu tindakan konservatif yang ditujukan untuk merendakan atau
memperlambat perburukan progresif gangguaan fungsi ginjal. Tindakan konservatif
dimulai bila penderita mengalami asotemia penatalaksanaan konservatif meliputi :
Penentuan dan pengobatan penyebab
Pengoptimalan keseimbangan garam dan air
Koreksi obstruksi saluran kemih
Deteksi awal pengobatan infeksi
Diet rendah protein, tinggi kalori
Pengendalian keseimbangan elektrolit
Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang dan ginjal
Modifikasi dan terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal
Deteksi dan pengobatan komplikasi
2. Tahap kedua pengobatan dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi afektif dalam
mempertahankan kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit ginjal stadium terminal.
Penatalaksanaan, meliputi :
1. Hemodialisa.
Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan hemodialisa
adalah untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah, menyesuaikan kadar air dan
elektrolit di dalam darah. Pada hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui
sebuah kateter masuk ke dalam sebuah alat besar. Di dalam mesin tersebut
terdapat ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel. darah di
masukan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan dialisis,
dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah dikembalikan ke tubuh melalui
sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 3-5 jam dan dilakukan
sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di antara terapi, keseimbangan
garam,air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa tampaknya ikut berperan
menyebabkan anemia karena sebagian besar sel darah merah ikut masuk dalam
proses tersebut, infeksi juga merupakan resiko.
2. Dialisis peritoneum
Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis peritoneal
permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm 3 berfungsi sebagai difusi.
Membran peritoneum digunakan sebagai sawar semipermeabel alami. Larutan
dialysis yang telah dipersiapkan sebelumnya (sekitar 2 liter) di masukan ke dalam
rongga peritoneum melalui sebuah kateter tetap yang di letakan di bawah kulit
abdomen. Larutan dibiarkan di dalam rongga peritoneum selama waktu yang telah
di tentukan (biasanya 4-6 jam). Selama waktu ini, terjadi proses difusi air dan
elektrolit keluar masuk antara darah yang bersirkulasi. Dialysis peritoneum di
lakukan sekitar 4 kali/ hari. Masalah-masalah terjadi pada dialysis peritoneum
adalah infeksi dari kateter atau malfungsi kateter.
3. Transplantasi ginjal
Transplantasi atau pencangkokan ginjal adalan penempatan sebuah ginjal
donor ke dalam abdomen seseorang yang mengidap penyakit ginjal stadium akhir.
Ginjal yang di cangkok dapat di peroleh dari donor hidup atau mati. Semakin mirip
sifat-sifat antigenik ginjal yang didonorkan dengan pasien, semakin tinggi
keberhasilan pencangkokan. Individu yang mendapat pengcangkokan ginjal harus
tetap mendapat berbagai obat imunosupresan seumur hidup untuk mencegah
penolakan ginjal, penolakan dapat terjadi sacara akut, dalam masa pasca
transpalntasi dini, atau beberapa bulan atau tahun setelah pencangkokan semua
orang yang mendapat terapi imunosupresi beresiko mengalami infeksi.
J. PENGKAJIAN
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu Carpenito
(2006)sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalamkurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antaraoutput dan input.Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadipeningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antaratekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaranpasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadimeningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karenakekurangannutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotorantelinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut bau ureum,bibir kering dan pecah-
pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Carpenito, L.J.. ( 2006). Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan(Edisi 2), Alih
Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. (2010). Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006
Dialisis merupakan
Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari
dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi
permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit
akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu)
atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang
membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi
ginjal yang terganggu fungsinya itu.
2. Tujuan
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara
sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi :
2. Asidosis
5. Kelebihan cairan.
4. Prinsip Hemodialisa
a. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki
akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti
vascoth.
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara
darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
c. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut
adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan
konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan
pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil
bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
e. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah
pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi
pada membrane :
1. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam
membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena
terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip mendorong cairan
menyeberangi membrane.
2. Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh pompa
pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative menarik cairan keluar darah.
3. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan
dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadarzat terlarut
yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang
menyebabkan membrane permeable terhadap air.
5. Perangkat Hemodialisa
a. Perangkat khusus
1) Mesin hemodialisa
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan atau
kompartemen :
kompartemen darah
kompartemen dialisat.
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari seluruh tubuh ke dialyzer dan kembali
ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi yaitu :
1. 2. Alat-alat kesehatan :
Timbangan BB
Pengukur TB
Stetoskop
Termometer
Peralatan EKG
Set O2 lengkap
Suction set
Meja tindakan.
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran
pembuangan.
5) Hidupkan mesin.
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda merah) diatas dan
posisi outset (tanda biru) dibawah.
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset adri dialiser dan tempatkan
buble tap di holder dengan posisi tengah.
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset dibawah dan ouset diatas, tujuannya
agar dialiser bebas dari udara.
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan
secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam
dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200
mmHg).
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat
pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk
dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana inset diatas dan outset
dibawah.
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk
dihubungkan dengan pasien (soaking).
c. Persiapan pasien.
1) Menimbang BB
2) Mengatur posisi pasien.
3) Observasi KU
4) Observasi TTV
a. Hipotensi
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-
obatan anti hipertensi.
b. Mual dan muntah
Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
c. Sakit kepala
Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.
d. Demam disertai menggigil.
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
e. Nyeri dada.
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
f. Gatal-gatal
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit kering.
g. Perdarahan amino setelah dialysis.
Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin
berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
h. Kram otot
Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat
(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur
berubah terlalu cepat.
8. Diagnosa Keperawatan yang muncul
LAMPIRAN
A. Hemodialisa
B. Periotoneal Dyalisis
C. Transplantasi ginjal