Anda di halaman 1dari 13

Perkembangan/Kemajuan Normal dari Persalinan yang Diinduksi

TUJUAN: Untuk membandingkan kemajuan persalinan normal wanita yang

menjalani persalinan diinduksi dengan wanita yang menjalani persalinan secara

spontan.

METODE: Sebuah penelitian kohort retrospektif dari semua wanita yang

mengaku untuk pesalinan pada 37 minggu atau lebih dari kehamilan dari tahun

2004 -2008 yang mencapai tahap kedua persalinan. Wanita yang menjalani

persalinan diinduksi dan wanita yang menjalani persalinan dengan

akselerasi/augmentasi dibandingkan dengan wanita yang manjalani persalinan

secara spontan tanpa augmentasi. Hasil dikelompokkan berdasarkan paritas.

Analisis univariat dan multivariat dilakukan; regresi interval-disensor digunakan

untuk memperkirakan waktu rata-rata yang dihabiskan untuk kemajuan 1 cm pada

dilatasi dan total waktu dari dilatasi 4-10 cm berdasarkan paritas.

HASIL: Dari 5.388 wanita pada kohort, 2.021 persalinan spontan, 1.720

persalinan dengan augmentasi, dan 1.647 dengan diinduksi. Setelah disesuaikan

untuk ras, obesitas, makrosomia, dan skor Bishop, wanita yang diinduksi

memiliki waktu total signifikan lebih lama dalam persalinan daripada wanita yang

persalinan spontan (median [persentil 95th] dalam jam untuk wanita nulipara: 5.5

[16,8] diinduksi dibandingkan dengan 3,8 [11.8] spontan, untuk wanita multipara

4.4 [16.2] diinduksi dibandingkan dengan 2,4 [8,8] spontan). Namun, rata-rata

waktu untuk kemajuan dilatasi 1 cm pada persalinan aktif (6 cm atau lebih besar)

adalah serupa pada persalinan diinduksi dan spontan. Waktu untuk kemajuan

dilatasi 1 cm dalam persalinan laten (kurang dari 6 cm) secara signifikan lebih
lama pada wanita yang diinduksi dibandingkan dengan wanita yang menjalani

persalinan spontan.

KESIMPULAN: Fase laten persalinan secara signifikan lebih lama dalam

persalinan diinduksi dibandingkan dengan persalinan spontan, meskipun fase aktif

persalinan (lebih dari 6 cm) adalah sama antara kedua kelompok. Diagnosa tidak

ada kemajuan persalinan sebelum 6 cm pada wanita yang menjalani induksi harus

dilakukan dengan hati-hati.

Lebih dari 20% kehamilan mengakibatkan induksi persalinan pada tahun 2007,

meningkat 140% sejak tahun 1.990. Sayangnya, wanita, terutama wanita nulipara,

yang diinduksi lebih mungkin untuk memerlukan persalinan sesar dibandingkan

mereka dengan persalinan spontan. Alasan untuk peningkatan risiko persalinan

sesar pada wanita yang diinduksi tidak jelas, tetapi mungkin disebabkan sebagian

oleh cara dokter mengelola persalinan yang diinduksi.

Dalam Persatuan untuk Persalinan yang Aman, wanita yang menjalani

persalinan sesar karena tidak ada kemajuan persalinan atau gagal induksi

menghabiskan jumlah waktu yang sama dalam persalinan sebelum persalinan

sesar apakah iya atau tidak mereka diinduksi atau pada persalinan spontan.

Namun, proses persalinan pada wanita yang menjalani induksi mungkin lebih

lambat dibandingkan pada persalinan spontan, menunjukkan bahwa mungkin

wanita yang manjalani persalinan diinduksi mungkin didiagnosis dengan tidak ada

kemajuan dilatasi sebelum waktunya. Mengingat jumlah wanita yang menjalani

induksi persalinan, sangat penting untuk mengkarakterisasi proses persalinan

diinduksi untuk mencegah persalinan sesar yang tidak perlu untuk gangguan
kemajuan persalinan/persalinan terhenti pada populasi ini. Oleh karena itu, tujuan

kami adalah untuk membandingkan kemajuan persalinan normal wanita yang

menjalani persalinan diinduksi dengan wanita yang menjalani persalinan secara

spontan.

PASIEN DAN METODE

Ini adalah penelitian kohort retrospektif 4-tahun dari semua persalinan aterm (37

minggu atau lebih besar dari usia kehamilan) di Washington University Medical

Center di St Louis, Missouri, dari Juli 2004 sampai dengan Juni 2008 yang

mencapai dilatasi 10 cm. Persetujuan dewan review kelembagaan diperoleh dari

Washington University School of Medicine.

Wanita dilibatkan jika usia kehamilan mereka setidaknya 37 0/7 minggu

saat masuk ke persalinan, membawa kehamilan tunggal dalam presentasi vertex,

dan memiliki gas tali pusat yang diperoleh pada saat persalinan. Kami

mengeksklusikan wanita yang melahirkan prematur, memiliki janin dengan

anomali kongenital, atau dilahirkan dengan sesar sebelum dilatasi lengkap. Kami

mengambil informasi rinci tentang sosiodemografi, riwayat obstetri dan

ginekologi, riwayat medis dan operasi, riwayat prenatal, catatan antepartum, dan

catatan persalinan ibu. Catatan persalinan meliputi obat, jenis persalinan, waktu

pemeriksaan serviks, dalatasi dan station, panjang tahap persalinan, cara

persalinan, dan catatan postpartum. Dilatasi serviks didokumentasikan dalam

sentimeter mulai dari 0 sampai 10 cm. Semua data diambil menggunakan bentuk

pertanyan tertutup oleh asisten peneliti terlatih yang menjalani pelatihan terjadwal

secara rutin.
Untuk penelitian ini, kami membandingkan durasi dan kurva dari tahap

pertama persalinan oleh apakah persalinan diinduksi, spontan, atau dengan

augmentasi seperti yang ditentukan oleh review grafik. Augmentasi didefinisikan

sebagai wanita yang memiliki diagnosis persalinan spontan saat masuk yang

kemudian menerima augmentasi oksitosin. Wanita pada kelompok persalinan

spontan tidak menerima augmentasi dengan oksitosin, tetapi mungkin telah

mengalami pecah membran buatan; namun, karena pecah membran buatan dapat

dianggap sebagai metode augmentasi, kami melakukan analisis sekunder yang

tidak memasukkan wanita ini dari kelompok persalinan spontan. Untuk model

tren lengkung dari dilatasi serviks dari waktu ke waktu, kami menggunakan

regresi pengukuran berulang dengan fungsi polinomial. Karena fakta yang

diketahui adalah pencapaian dilatasi lengkap, model regresi dieksekusi dalam

suatu pendekatan terbalik dengan memulai pada 10 cm dan bekerja mundur

hingga pemeriksaan serviks pertama. Persamaan polinomial dibentuk dengan

mengambil variabel independen untuk kekuatan berurutan. Polinomial urutan

kesembilan di waktu itu paling cocok untuk nilai-nilai dilatasi di data kami;

XTMIXED dari STATA 11.1 digunakan untuk analisis.

Kelompok penelitian dibandingkan dengan menggunakan analisis varians

atau uji Mann-Whitney U untuk variabel kontinyu dan uji X2 atau uji Fisher

untuk variabel kategori, sewajarnya. Analisis utama memeriksa waktu yang

dibutuhkan untuk dilatasi serviks untuk meningkat dari 4 cm sampai 10 cm dalam

agregat serta dengan pertambahan 1 cm (misalnya, dari 4 cm sampai 5 cm)

menggunakan regresi interval-disensor. Sebagai hasil dari variabilitas dilatasi


serviks pada pemeriksaan pertama dan waktu pemeriksaan berikutnya, itu tidak

mungkin untuk diketahui secara persis saat tingkat dilatasi serviks tercapai. Ini

mewajibkan kami untuk menghitung interval waktu antara setiap sentimeter dari

dilatasi serviks yang memberikan kemungkinan waktu minimum dan maksimum

bahwa dilatasi serviks tercapai. Asumsi interval waktu cocok/sesuai log distribusi

normal, dan publikasi sebelumnya telah menunjukkan bahwa durasi persalinan

sering memiliki pola miring kanan. Kami menghitung interval waktu antara

masing-masing dilatasi serviks berturut-turut untuk semua individu yang

memberikan mereka nilai interval-disensor untuk setiap tingkat dilatasi. Kami

menggunakan PROC LIFEREG dari SAS 9.2 untuk menyesuaikan log distribusi

normal dengan interval waktu dan diperkirakan persentil median, kelima, dan

95th. Model multivariabel dibangun untuk menyesuaikan faktor pembaur yang

relevan. Kedua variabel menunjukkan secara historis relevan/terkait serta mereka

yang diidentifikasi dalam analisis bivariabel dipertimbangkan, termasuk usia ibu,

ras, sesar sebelumnya, penggunaan tembakau, berat lahir janin, diabetes,

hipertensi, indeks massa tubuh (dihitung sebagai berat (kg) / [tinggi (m)] pangkat

2), dan skor Bishop. Model akhir untuk memperkirakan hubungan antara jenis

persalinan dan kurva persalinan yang disesuaikan dengan hanya faktor yang

signifikan secara statistik: ras, makrosomia (berat lahir lebih dari 4.000 g),

obesitas (indeks massa tubuh ibu lebih besar dari 30,0), dan skor Bishop masuk

lebih dari 5. Analisis ini diulangi untuk stratifikasi menurut paritas.

HASIL

Dari 5.388 wanita dalam kohort, 2.021 (37,5%) terdapat dalam persalinan
spontan, 1.720 (31,9%) dengan augmentasi, dan 1.647 (30,6%) dengan diinduksi.

Wanita yang diinduksi lebih cenderung berkulit putih, lebih tua, berusia 35 tahun

atau lebih tua, nulipara, diabetes, hipertensi, obesitas, memiliki neonatus

makrosomia, dan memiliki skor Bishop kurang dari 5 (Tabel 1). Wanita yang

diinduksi atau berada dalam persalinan spontan serupa berkaitan dengan sesar

sebelumnya dan merokok.

Wanita nulipara yang diinduksi memiliki persalinan secara signifikan lebih

lama dibandingkan mereka dengan persalinan spontan (Tabel 2). Waktu untuk

kemajuan dari 4 cm sampai 10 cm lebih lama dalam persalinan diinduksi

dibandingkan dengan persalinan spontan (median 5,5 dibandingkan dengan 3,8

jam, persentil 95th 16,8 dibandingkan dengan 11,8 jam). Wanita nulipara yang

diinduksi memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai setiap kenaikan 1-cm

dari dilatasi serviks sampai 6 cm dengan persentil 95th berkisar antara 2 dan 5,5

jam lebih lama pada kelompok diinduksi dibandingkan dengan kelompok spontan.

Setelah 6 cm, wanita dalam persalinan diinduksi dan spontan menghabiskan

jumlah waktu yang sama kemajuan dilatasi 1 cm. Wanita dengan augmentasi

memiliki secara statistik signifikan waktu lebih lama untuk setiap dilatasi 1 cm

dibandingkan dengan kelompok persalinan spontan selama persalinan. Sebelum 6

cm, median dan persentil 95th untuk waktu untuk kemajuan setiap 1 cm pada

kelompok dengan augmentasi mirip waktu yang dibutuhkan untuk kemajuan

dalam kelompok induksi.

Pola yang sama terlihat pada wanita multipara (Tabel 3). Waktu untuk

wanita multipara yang diinduksi untuk kemajuan dari 4 cm sampai 10 cm lebih


lama dibandingkan dengan wanita multipara persalinan spontan (median 4,4

dibandingkan dengan 2,4 jam, persentil 95th 16,2 dibandingkan dengan 8,8 jam).

Waktu untuk kemajuan setiap kenaikan 1-cm sampai 6 cm lebih lama pada

persalinan diinduksi dibandingkan dengan persalinan spontan; setelah 6 cm,

waktu untuk kemajuan setiap kenaikan 1-cm adalah serupa antara kedua

kelompok. Meskipun perbedaan waktu untuk kemajuan dari 6 ke 7 cm secara

statistik signifikan (P= 0.03), perbedaan ini secara klinis tidak dapat dibedakan

(perbedaan 12 menit antara persentil 95th). Kelompok persalinan dengan

augmentasi multipara memerlukan waktu lebih lama untuk kemaju sepanjang

persalinan daripada kelompok persalinan spontan, meskipun setelah 7 cm,

perbedaan-perbedaan ini tidak mungkin secara klinis dibedakan (perbedaan 18- 24

menit antara persentil 95th). Gambar 1 secara grafis menunjukkan kurva

persalinan untuk persalinan spontan dan induksi yang dikelompokkan berdasarkan

paritas. Wanita multipara dan nulipara persalinan spontan mengalami kemajuan

lebih cepat sepanjang persalinan dibandingkan dengan wanita multipara dan

nulipara diinduksi. Tidak memasukkan wanita dengan pecah membran buatan dari

kelompok persalinan spontan tidak mengubah hasil pada wanita primipara atau

multipara (data tersedia atas permintaan).

PEMBAHASAN

Wanita nulipara dan multipara yang menjalani induksi persalinan dan mencapai

dilatasi lengkap dalam persalinan untuk jangka waktu lebih lama daripada wanita

dalam persalinan spontan sebagai akibat dari tingkat yang lebih lambat dari

dilatasi serviks antara 4 dan 6 cm. Namun, setelah 6 cm, wanita yang diinduksi
dan persalinan spontan memiliki tingkat dilatasi serviks yang sama. Kedua wanita

nulipara dan multipara yang diinduksi dapat menghabiskan lebih dari 17 jam

(persentil 95th) dalam persalinan setelah 4 cm sambil masih proses mencapai

dilatasi 10 cm. Dilatasi serviks sebelum 4 cm mungkin lebih lambat pada wanita

yang diinduksi, yang membutuhkan lebih dari 8 jam untuk kemajuan dari 3

sampai 4 cm. Kemajuan persalinan untuk wanita dengan augmentasi oksitosin

mirip kelompok persalinan induksi sebelum 6 cm dan kemajuan lebih lambat

sepanjang persalinan dibandingkan dengan kelompok persalinan spontan.

Temuan kami konsisten dengan penelitian oleh Cheng dkk. yang meneliti

efek dari lama tahap pertama pada cara persalinan induksi. Dalam penelitian ini,

lebih dari 50% dari wanita yang diinduksi yang memiliki tahap pertama

persalinan lebih dari 24 jam melahirkan melalui pervaginam. Ini meningkat

menjadi lebih dari 60% ketika hanya wanita multipara yang dimasukkan.

Kemajuan persalinan dalam kohort kami dari wanita yang menjalani

induksi persalinan secara signifikan lebih lambat daripada definisi persalinan

lambat yang diterima saat ini (kurang dari 1 cm/jam dilatasi selama 4 jam) dan

gangguan kemajuan persalinan/persalinan terhenti (tidak ada dilatasi serviks

selama 2 jam). Selain itu, fase aktif persalinan (didefinisikan sebagai peningkatan

laju dilatasi serviks) dimulai setelah 6 cm, lebih lambat daripada definisi diterima

sebelumnya 3- 4 cm. Akibatnya, jika definisi tradisional pesalinan terhenti fase

aktif ini diterapkan untuk wanita dengan persalinan diinduksi, sejumlah besar

persalinan sesar untuk gangguan kemajuan persalinan/persalinan terhenti dapat

dilakukan sebelum waktunya. Uji coba prospektif mengenai manajemen


persalinan pada persalinan induksi diperlukan untuk menentukan apakah

penerapan temuan ini mengubah tingkat persalinan sesar pada wanita ini.

Sebuah penelitian sebelumnya oleh Rinehart dkk. menunjukkan bahwa

wanita yang diinduksi memiliki persalinan lebih lambat dibandingkan wanita

yang memasuki persalinan secara spontan. Namun, penelitian ini terhalang oleh

kurangnya kelompok kontrol kontemporer dari persalinan spontan. Kohort induksi

persalinan dibandingkan dengan kohort historis dari Friedman dkk.; sayangnya,

perbedaan yang lebih besar dari 45-tahun antara kohort ini membuat mereka

relatif tak dapat dibandingkan sebagai akibat dari perbedaan dalam populasi

pasien dan dalam manajemen persalinan.

Vahratian dkk. meneliti kemajuan persalinan pada wanita nulipara yang

menjalani induksi dikelompokkan berdasarkan apakah mereka memiliki serviks

yang baik pada saat induksi. Mereka juga mampu menggunakan analisis regresi

interval-disensor untuk memperkirakan waktu yang dihabiskan untuk mencapai

dilatasi 1 cm. Wanita yang memerlukan pematangan serviks memiliki persalinan

lebih lambat daripada wanita dalam persalinan spontan sampai 6 cm, di mana titik

pola persalinan mereka adalah serupa. Menariknya, wanita yang diinduksi dari

serviks yang baik memiliki persalinan lebih cepat daripada wanita dalam

persalinan spontan, sebagian besar sebagai akibat dari waktu yang lebih pendek

untuk mencapai 6 cm. Penelitian ini hanya meneliti wanita nulipara, dan tidak ada

prostaglandin digunakan untuk pematangan serviks, yang berpotensi membatasi

generalisasi penelitian.

Kemajuan persalinan pada wanita yang menerima augmentasi oksitosin


sangat mirip dengan wanita yang diinduksi sebelum 6 cm; kedua kelompok

membutuhkan waktu median lebih lama untuk kemajuan 1 cm dibandingkan

dengan kelompok persalinan spontan dan kedua kelompok memiliki persentil 95th

lebih besar dari 4 jam untuk setiap dilatasi 1 cm. Temuan ini mungkin

mencerminkan kesalahan klasifikasi wanita yang diinduksi dengan oksitosin

sebagai yang menerima augmentasi oksitosin; mungkin juga mencerminkan

bahwa beberapa wanita yang mengaku dan salah didiagnosa berada pada waktu

persalinan dan kemudian setelahnya menerima oksitosin untuk kurva persalinan

yang lambat. Selain itu, wanita yang menerima augmentasi oksitosin mengalami

kemajuan yang lebih lambat dalam seluruh waktu persalinan, meskipun perbedaan

tersebut tidak selalu dapat dibedakan secara klinis. Ada kemungkinan bahwa

waktu lebih lama untuk kemajuan adalah alasan untuk penggunaan augmentasi

oksitosin dalam kelompok ini.

Kami menggunakan kohort besar dari kelahiran aterm berturut-turut yang

mencapai dilatasi 10 cm untuk menganalisis pengaruh induksi persalinan terhadap

jalannya tahap pertama persalinan. Kelompok kontrol kami hanya terdiri dari

wanita dengan persalinan spontan tanpa menerima augmentasi oksitosin, sehingga

mencegah kesalahan salah klasifikasi (yaitu, induksi dapat disalahartikan sebagai

augmentasi) dan memungkinkan perbandingan untuk proses persalinan alami.

Kami memiliki data tingkat pasien yang rinci, termasuk karakteristik pasien dan

rincian obat, yang memungkinkan kami untuk merekonstruksi kurva persalinan

sambil menyesuaikan untuk faktor pembaur yang relevan. Penggunaan analisis

regresi interval-disensor menyumbang ketidakmampuan menentukan waktu yang


tepat dilatasi serviks dicapai. Akhirnya, semua metode induksi (prostaglandin,

oksitosin, dan Foley balon) dan indikasi untuk induksi dimasukkan, membuat

penelitian ini dapat digeneralisasikan ke populasi yang luas.

Salah satu keterbatasan dari penelitian ini adalah bahwa kami

mengeksklusikan wanita yang tidak mencapai tahap kedua persalinan karena kami

menginginkan proses persalinan dengan normal bukannya wanita yang

membutuhkan persalinan sesar; pengecualian mereka bisa mengakibatkan bias

seleksi. Wanita yang dikeluarkan mungkin memiliki persalinan lambat atau

gangguan kemajuan persalinan/persalinan terhenti, yang menghasilkan kurva

persalinan lebih lama pada wanita yang dikeluarkan. Karena wanita yang

memiliki persalinan sesar lebih mungkin telah diinduksi daripada telah memasuki

persalinan secara spontan, ini mungkin memperpendek palsu lama persalinan pada

wanita yang diinduksi dan mencapai dilatasi lengkap.

Kami juga mengeksklusikan wanita yang menerima augmentasi oksitosin

dari kelompok persalinan spontan. Alasan untuk ini adalah dua kali lipat. Pertama,

menghindari salah klasifikasi wanita yang menerima oksitosin hanya untuk

induksi sebagai berada dalam persalinan spontan. Kedua, wanita biasanya

menerima oksitosin karena persalinan lambat atau tidak ada kemajuan

persalinan/persalinan terhenti; tujuan kami adalah untuk membandingkan wanita

yang diinduksi dengan wanita persalinan "normal". Akibatnya, waktu yang

dilaporkan untuk kelompok persalinan spontan mungkin sedikit lebih pendek dari

wanita yang menerima augmentasi.

Sebagai catatan, analisis kami tidak dimulai sampai dilatasi 3 cm, sebagian
besar karena ketika wanita mengaku berada dalam persalinan spontan,

pemeriksaan serviks mereka biasanya minimal 3 cm atau lebih besar. Oleh karena

itu, kami tidak dapat mengomentari mengenai lama persalinan sebelum 3 cm

dibandingkan dengan kelompok persalinan spontan dan jadi kami tidak

mengomentari mengenai fase/tahap pematangan serviks dari induksi persalinan

dalam penelitian ini. Di lembaga kami, agen pematangan serviks biasanya

dihentikan antara 2 dan 4 cm dan induksi setelahnya dilanjutkan dengan oksitosin

saja; kami tidak merasa bahwa agen induksi sebelum titik ini akan memiliki

dampak yang signifikan terhadap kemajuan persalinan, terutama dalam fase aktif

persalinan.

Kesimpulannya, wanita dengan persalinan diinduksi menghabiskan total

waktu lebih lama dalam persalinan daripada wanita dengan persalinan spontan;

kedua wanita primipara dan multipara menghabiskan waktu yang lama (lebih dari

17 jam) dalam persalina setelah mencapai 4 cm dan masih dalam proses mencapai

dilatasi 10 cm. Sebelum 6 cm, wanita dapat menghabiskan hingga 10 jam untuk

mencapai setiap dilatasi 1 cm. Setelah 6 cm, wanita yang diinduksi dapat

menghabiskan 1-2 jam kemajuan dilatasi 1 cm, mirip dengan wanita yang

memasuki persalinan secara spontan. Pola persalinan pada wanita yang menjalani

induksi persalinan ini menunjukkan bahwa diagnosis persalinan terhenti/tidak ada

kemajuan sebelum 6 cm perlu hati-hati; sebelum 6 cm, laju yang lambat dari

dilatasi pada seorang wanita yang diinduksi mungkin normal dan mungkin tidak

menunjukkan kebutuhan untuk persalinan sesar. Pada wanita yang menjalani

induksi persalinan, diagnosis persalinan terhenti sebelum 6 cm perlu


dipertimbangkan dengan hati-hati.

Anda mungkin juga menyukai