Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi RHD
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada
katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita
selekta, edisi 3, 2000).
penyakit jantung rematik (RHD) adalah penyakit jantung yang paling umum yang
diperoleh pada anak-anak di banyak Negara dunia, terutama di negara-negara
berkembang.1 The beban global penyakit yang disebabkan oleh demam rematik Saat
jatuh secara tidak proporsional pada anak-anak yang tinggal di negara berkembang,
terutama di mana kemiskinan tersebar luas.
RHD adalah kondisi jantung kronis yang disebabkan oleh demam rematik yang
dapat dicegah dan dikendalikan. Demam rematik disebabkan oleh sekelompok
sebelumnya A streptokokus (radang) infeksi. Mengobati radang tenggorokan dengan
antibiotik dapat mencegah demam rematik. Selain itu, antibiotik biasa (biasanya
suntikan bulanan) dapat mencegah pasien dengan demam rematik dari tertular infeksi
strep lebih lanjut dan menyebabkan perkembangan kerusakan katup(World Heart
Federation, 2012).
Demam Reumatik/ penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan
sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui.
Rematoid heart disease ( RHD ) merupakan penyebab terpenting dari penyakit
jantung yang didapat, baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah
peradangan akut yang sering diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD
adalah penyakit berulang dan kronis. Pada umumnya seseorang menderita penyakit
rematoid fever akut kira-kira dua minggu sebelumnya pernah menderita radang
tenggorokan.
Rheumatic fever adalah suatu penyakit inflamasi akut yang diakibatkan oleh
infeksi streptococcus hemolytic group A pada tenggorokan (faringitis), tetapi tanpa
disertai infeksi lain atau tidak ada infeksi streptococcus di tempat lain seperti di kulit.
Karakteristik rheumatic fever cenderung berulang (recurrence) (Udjianti, 2010).

2. Etiologi RHD
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat
berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh
streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatannya tidak tuntas atau bahkan tidak
terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya reaksi
imunologis antigen-antibodi dari tubuh. Antibodi yang melawan streptococcus
bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Beberapa penyebab lain yakni kepadatan penduduk, kondisi perumahan yang
buruk, gizi dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan berperan dalam persistensi
penyakit ini di negara-negara berkembang(World Heart Federation, 2012).
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart
Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
a) Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal
dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
b) Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik/ penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.
Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia
sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus
adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
c) Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
d) Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang
demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding
dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin
berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut
berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
e) Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan
anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan
jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan
pada satu jenis kelamin.
f) Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam
katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada
reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
a) Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di
negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik
termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang
buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga
pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang;
pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang
dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
b) Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga
meningkat.
c) Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak
didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih
tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi, angka
kejadian demam rematik lebih tinggi dari pada didataran rendah.
3. Manifestasi Klinis
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup
mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak
napas dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada
ukuran dan lokasi lesi. Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi
organisme yang menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang menderita
infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi endokarditis.
Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik.
Demam reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai terutama
jantung, sendi, otak dan jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam reumatik
bervariasi tergantung organ yang terlibat dan derajat keterlibatannya. Biasanya gejala-
gejala ini berlangsung satu sampai enam minggu setelah infeksi oleh Streptococcus.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat
dibagi dalam 4 stadium.
1. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup
A.
Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare dan Peradangan
pada tonsil yang disertai eksudat.
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1 3
minggu.
3. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
menifestasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, anoreksia, berat badan
menurun, kelihatan pucat, epistaksis, athralgia, rasa sakit disekitar sendi dan sakit
perut.
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini
baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu
dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis DRA dan PJR (Berdasarkan Revisi
Kriteria Jones) 8
1. Demam Reumatik serangan pertama: Dua mayor atau satu mayor dan dua
minor ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A
sebelumnya
2. Demam Reumatik serangan berulang tanpa PJR: Dua mayor atau satu mayor
dan dua minor ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus beta hemolyticus
group A sebelumnya
3. Demam Reumatik serangan berulang dengan PJR: Dua minor ditambah dengan
bukti infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A sebelumnya
4. Korea Reumatik: Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau bukti infeksi
Streptococcus beta hemolyticus group A
5. PJR (stenosis mitral murni atau kombinasi dengan insufisiensi mitral dan/atau
gangguan katup aorta): Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk mendiagnosis
sebagai PJR

Manifestasi DRA atau RHD bisa berupa variasi gejala yang bisa terjadi sendiri
atau bersamaan, diantaranya:
a. Nyeri tenggorokan :
Hanya 35-60% penderita DRAyang ingat adanya infeksi saluran nafas atas pada
beberapa minggu sebelumnya. Kebanyakan tidak mengobati keluhannya.3,7
b. Polyarthritis :
Risiko artritis adalah 75% pada serangan pertama demam rematik, dan resiko ini
semakin meningkat dengan peningkatan usia. Artritis merupakan manifestasi utama
pada 92% usia dewasa. Artritis pada DRAbiasanya simetris dan mengenai sendi
utama seperti lutut, siku, pergelangan tangan, dan pergelangan kaki. Beberapa sendi
sekaligus bisa terkena biasanya radang pada sendi lain akan mulai sebelum radang
sendi sebelumnya mereda sehingga timbul gambaran seolah-olah nyeri sendi
berpindah pindah (migratory).
c. Sydenham chorea
Terjadi pada 25% kasus DRAdan sangat jarang pada dewasa.Terutama pada anak
perempuan. Sydenham chorea pada DRAterutama karena molekular mimikri dengan
autoantibodi yang bereaksi terhadap ganglion otak. 3-7 Insidensi sydenham chorea
muncul dalam 1-6 bulan setelah infeksi streptokokus, progresif secara perlahan dan
memberat dalam 1-2 bulan.Kelainan neurologis berupa gerakan involunter yang tidak
terkoordinasi (choreiform), pada muka, leher, tangan dan kaki. Disertai dengan
gangguan kontraksi tetanik dimana penderita tidak bisa menggenggam tangan
pemeriksa secara kuat terus menerus (milk sign).
d. Erythema marginatum
Muncul dalam 10% serangan pertama DRAbiasanya pada anak anak, jarang pada
dewasa.Lesi berwarna merah, tidak nyeri dan tidak gatal dan biasanya pada batang
tubuh, lesi berupa cincin yang meluas secara sentrifugal sementara bagian tengah
cincin akan kembali normal.
e. Nodul subkutan
Nodul subkutan muncul beberapa minggu setelah onset demam rematik, dan
biasanya tidak disadari penderita karena tidak nyeri.Biasanya berkaitan dengan
karditis berat, lokasinya di permukaan tulang dan tendon, serta menghilang setelah 1-
2 minggu.
f. Karditis
Frekuensi karditis 30-60% pada serangan pertama, dan sering pada anak
anak.Karditis adalah satu satunya komplikasi DRAyang bisa menimbulkan efek
jangka panjang.Kelainannya berupa pankarditis, yaitu mengenai perikardium,
epikardium, miokardium dan endokardium. Pada DRA sering terjadi pankarditis yang
ditandai dengan perikarditis, myokarditis dan endokarditis.
4. Komplikasi
Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk
diantaranya:
1. Aritmia jantung,
2. Pankarditis dengan efusi yang luas,
3. Pneumonitis reumatik,
4. Emboli paru, infark,
5. dan kelainan katup jantung.
5. Anatomi Fisilogis

Sistem peredaran darah pada manusia tersusun atas jantung sebagai pusat
peredaran darah, pembuluh-pembuluh darah dan darah itu sendiri. Jantung terletak di
rongga dada, diselaputi oleh suatu membran pelindung yang disebut perikardium.
Dinding jantung terdiri atas jaringan ikat padat yang membentuk suatu kerangka
fibrosa dan otot jantung.
Serabut otot jantung bercabang-cabang dan beranastomosis secara erat. Jantung
mempunyai empat ruang yang terbagi sempurna yaitu dua serambi (atrium) dan dua
bilik (ventrikel) dan terletak di dalam rongga dada sebelah kiri di atas diafragma.
Jantung terbungkus oleh kantong perikardium yang terdiri dari 2 lembar:
1. lamina panistalis di sebelah luar
2. lamina viseralis yang menempel pada dinding jantung.
Jantung memiliki 3 katup, yakni katup semilunar yang terdapat dipangkal aorta
(arteri besar), katup valvula bikuspidalis yang terdapat diantara bilik kiri dan serambi
kiri, serta katup valvula trikuspidalis yang terletak diantara bilik kanan dan serambi
kanan.
Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan
membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan
fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh
tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen
dan membuang karbondioksida; jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya
oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut
diastol); selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang
jantung disebut sistol). Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan,
dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Darah yang
kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida dari seluruh tubuh
mengalir melalui 2 vena besar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah
atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan.
Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri
pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang
sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap
oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan.
Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke
atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri
disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel
kiri, yang selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati
katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen
ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.
Denyut dan tekanan darah
Otot jantung mempunyai kemampuan untuk berdenyut sendiri secara terus
menerus. Suatu sistem integrasi di dalam jantung memulai denyutan dan merangsang
ruang-ruang di dalam jantung secara berurutan. Pada mamalia, setiap kontraksi
dimulai dari simpul sinoatrium. Simpul sinoatrium atau pemacu terdiri atas serabut
purkinje yang terletak antara atrium dan sinus venosus.
Impuls menyebar ke seluruh bagian atrium dan ke simpul atrioventrikel.
Selanjutnya, impuls akan diteruskan ke otot ventrikel melalui serabut purkinje. Hal
ini berlangsung cepat sehingga kontraksi ventrikel mulai pada apeks jantung dan
menyebar dengan cepat ke arah pangkal arteri besar yang meninggalkan jantung.
Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat berbeda-beda, dipengaruhi oleh
pekerjaan, makanan, umur dan emosi. Irama dan denyut jantung sesuai dengan siklus
jantung. Jika jumlah denyut ada 70 maka berarti siklus jantung 70 kali semenit.
Kecepatan normal denyut nadi pada waktu bayi sekitar 140 kali permenit, denyut
jantung ini makin menurun dengan bertambahnya umur, pada orang dewasa jumlah
denyut jantung sekitar 60 - 80 per menit.
3. Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), demam rematik
terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan
tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh
Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera
terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka
antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini
sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan
jantung dalam serum penderia demam rematik dan jaringan myocard yang rusak.
Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian demam rematik ialah
stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A
yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard. Beberapa di antara berbagai
antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk
waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita
sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
Gangguan yang disebabkan demam rematik pada katup jantung dapat berupa
penyempitan katup (stenosis) atau kebocoran katup (insufisiensi). Kedua kelainan ini
akan menyebabkan gangguan aliran darah pada jantung. Pada keadaan stenosis, darah
yang dipompa akan sulit melalui katup jantung yang menyempit. Sementara pada
keadaan insufisiensi terjadi semacam kebocoran. Meskipun kuman penyakit ini bisa
menyerang semua katup jantung, yang paling sering terjadi adalah kerusakan pada
katup mitral. Jika pada stenosis katup mitral, darah tidak dapat dipompa ke luar
secara leluasa dari bilik jantung kiri, pada insufisiensi katup mitral terjadi sebaliknya.
Ketika bilik jantung kiri jantung berkontraksi, katup yang terdapat antara serambi
jantung kiri dan bilik jantung kiri ini tidak dapat menutup rapat. Akibatnya, darah
yang dipompa oleh bilik jantung kiri sebagian menuju pembuluh aorta, dan sebagian
lagi kembali ke bilik jantung kiri melalui katup yang tak menutup rapat tadi.
Stenosis maupun insufisiensi katup mitral yang ringan mungkin tidak menimbulkan
gejala. Namun, dokter yang memeriksa pasien dapat mendengarkan perubahan bunyi
jantung akibat kelainan tersebut, sehingga dapat mendeteksi kelainan ini,
tambahnya. Karena penyumbatan atau kebocoran pada katup jantung, maka bilik
jantung kiri harus bekerja lebih keras untuk memompa darah yang cukup ke seluruh
tubuh (sirkulasi). Akibatnya terjadi pembesaran bilik jantung kiri hingga
menyebabkan gagal jantung.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan
laju endap darah (LED),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan
hemoglobin.
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan :ditemukan streptococcus hemolitikus grup A.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksaan RHD itu ada dua yaitu secara medis dan keperawatan:
Penatalaksanaan medis:
1. Pemberian obat
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan
ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis
tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea.
Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat
diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis
selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali.
Obat terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi
dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan
metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu
secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara
bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama
6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek
rebound atau infeksi streptokokus baru.
2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin
1,2 juta unit IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat
badan < 30 kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi
penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk
profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi
penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g
untuk yang lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-
minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat
dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan
jantung dan rekurensi.
3. Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik.
4. Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu
klorpromazin,diazepam atau haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini
akan hilang dengan sendirinya dengan tirah baring dan eradikasi.
5. Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung
dapat diberikan terapi digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
Penatalaksanaan Keperawatan:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2. Mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
3. Pemberian diit yang sesuai
4. Pembatasan aktivitas
5. Anjurkan makan sedikit tapi sering
6. Jika ada penyakit jantung, posisi semi fowler
7. Oksigenasi
8. Diet lunak rendah garam
9. Kontrol swab tenggorokan secara teratur
10. Kompres pasien berhubungan dengan suhu tubuh yang meningkat
dikarenakan inflamasi oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
11. Menjaga kelembaban kulit pasien berhubungan dengan resiko kerusakan
integritas kulit.
12. Beri pasien makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
13. Menurunkan ansietas berhubungan dengan ketakutan pasien terhadap
penyakit.
14. Penurunan nyeri berhubungan dengan peradangan oleh penyakit.
15. Pantau tekanan darah pasien secara terus menerus.
9. Masalah Keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Ketidakefektifitan perfusi jaringan perifer
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
4. Nyeri akut
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Konstipasi
ASUHAN KEPERAWATAN RHD

A. Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa pada RHD meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1. Identitas
a) Nama : Tidak berpengaruh
b) Usia : Berpengaruh ( biasanya terjadi pada umur 5-15)
c) Jenis kelamin : wanita lebih beresiko dari pada laki-laki
d) Jenis pekerjaan: Tidak berpengaruh
e) Alamat :Lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni
padat beresiko tinggi terkena RHD
f) Suku/bangsa : Orang berkulit hitam lebih beresiko dibandingkan orang
berkulit putih (Amerika)
g) Agama : Tidak berpengaruh
h) Tingkat pendidikan: rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera

mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang


2. Keluhan Utama
Sakit persendian dan demam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Demam, sakit persendian, kardits, nodu noktan timbul pada minggu pertama,
entena marginatun timbul pada akal penyakit, cloera, timbul gerakan yang
tiba-tiba.
4. Riwayat penyakit dahulu
Fonsilitis, faringitis, autitis media.
5. Riwayat penyakit keluarga
Kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan
keluhan klien saat ini. Ada keluarga yang menderita penyakit jantung.
6. Pengkajian fisik
a) Kepala: ada gerakan yang tidak disadari pada wajah, bentuk kepala normal
b) Mata: ada gerakan yang tidak disadari
c) Hidung: terdapat napas cuping hidung
d) Kulit: Turgor kulit kembali setelah 3 detik
e) Paru :
Inspeksi : terdapat edema, ptekie
Palpasi : vocal fremitus tidak sama
Perkusi : redup
Auskultasi : terdapat pericardial friction rub, ronki, krekels
f) Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : dapat terjadi kardiomegali
Perkusi : redup
Auskultasi : terdapat murmur, gallop
g) Abdomen:
Inspeksi : perut simetris
Palpasi : kadang-kadang dapat terjadi hepatomegali
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus normal
h) Genetalia : tidak ada kelainan
i) Ekstermitas : pada inspeksi sendi terlihat bengkak dan merah, ada gerakan
yang yang tidak disadari, pada palpasi teraba hangat dan terjadi kelemahan
otot
7. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mengalami penurunan dalam pemeliharaan kesehatan, dan bergantung
pada orang lain
b. Pola nutrisi dan metabolik
Klien tidak nafsu makan, dan terjadi peningkatan suhu tubuh
c. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami penurunan aktivitas dikarenan sesak dan nyeri
d. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami kesulitan untuk tidur
e. Pola eliminasi
Pola eliminasi terganggu akibat penurunan asupan nutrisi
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Klien mengalami perubahan kemampuan dalam indera peraba
g. Pola mekanisme koping
Klien mengalami gangguan dalam mekanisme koping, yaitu ditandai dengan
klien nampak cemas, ketakutan
h. Pola konsep diri
Terjadi perubahan dalam gambaran diri
i. Pola hubungan
Terjadi perubahan peran, isolasi
j. Pola reproduksi
Pada bayi dan anak belum terjadi pematangan reproduksi
k. Pola kepercayaan
Penurunan kegiatan beribadah

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup
mitral (stenosis katup).
2. Ketidakefektifitan perfusi jaringan perifer b/d penurunan metabolisme
terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sekresi mukosa.
4. Nyeri akut b/d peradangan pada membran synovial
5. Konstipasi b/d kurangnya mengkonsumsi makanan berserat.

C. Rencana Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup
mitral (stenosis katup).
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat meminimalkan
Penurunan curah jantung.
b. Kriteria Hasil: Pasien tidak mengalami dispnea, tidak ada penurunan
kesadaran, tidak oedema paru
c. Tanda vital dalam batas normal:
TD 120/80 mmHg
Nadi 80-100 x/mnt
RR 16-24x/mnt
a) Intervensi:

Intervensi Rasional
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Indikator klinis dari keadekuatan
curah jantung. Pemantauan
memungkinkan deteksi dini/tindakan
terhadap dekompensasi.

Monitor jumlah dan irama jantung sesuai Disritmia atrium paling umum,
indikasi berkenaan dengan peningkatan
tekanan dan volume atrium sehingga
abnormalitas konduksi dapat terjadi
pada pernafasan.

Dorong tirah baring dalam posisi semi- Menurunkan beban kerja jantung,
Fowler memaksimalkan curah jantung

Catat adanya tanda dan gejala penurunan mencegah terjadinya penurunan curah
cardiac output jantung mendadak
atur periode latihan dan istirahat Dapat meningkatkan kekuatan kerja
jantung secara bertahap.
2. Ketidakefektifitan perfusi jaringan perifer b/d penurunan metabolisme
terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat meminimalkan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
b. Kriteria Hasil:
Tanda vital stabil(rentang sistol dan diastol dalam batas normal)
Intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-),
Nadi perifer kuat, tidak ada peningkatan intra kranial
Pasien sadar/terorientasi
c. Intervensi:

Intervensi Rasional
kaji terjadinya hemiparalasis, afasia, Indikator ynag menunjukkan embolisasi
kejang, muntah, peningkatan TD sistemik pada otak
observasi nyeri dada, dispnea tiba-tiba Emboli arteri. Mempengaruhi jantung
yang disertai dengan takipnea, nyeri dan/ atau organ vital lain. Dapat terjadi
pleuritik dan sianosis pucat sebagai akibat dari penyakit katup,
dan/atau disritmia kronis. Kongesti/statis
vena dapat menimbulkan pembentukan
trombus di vena dalam dan embolisasi
paru.
Observasi ekstremitas terhadap Ketidakaktifan/tirah baring lama
pembengkakan, eritema, perhatikan mencetuskan statis vena, meningkatkan
nyeri tekan/nyeri, tanda Homan positif resiko pembentukan trombosis vena.
Tingkatkan tirah baring dengan tepat Dapat membantu mencegah pembentukan
atau migrasi emboli pada pasien dengan
endokarditis. Tirah baring lama (sering
diperlukan untuk pasien dengan
endokarditis dan miokarditis), namun,
membawa resikonya sendiri tentang
terjadinya fenomena tromboemboli.
Dorong latihan aktif/bantu dengan Meningkatkan sirkulasi perifer dan aliran
rentang gerak sesuai toleransi balik karenanya menurunkan resiko
pembentukan trombus.
Monitor kemampuan BAB Mengetahui penggunaan system
perncernaan secara normal
Berikan antikoagulan, contoh heparin, Heparin dapat digunakan secara
warfarin (Coumadin) profilaksis bila pasien memrlukan tirah
baring lama,mengalami spesis atau GJK,
dan/atau sebelum/sesudah bedah
penggantian katup.
Catatan: Heparin kontraindikasi pada
perikarditis dan temponade jantung.
Coumadin adalah obat pilihan untuk
terapi setelah penggantian katup jangka
panjang, atau adanya trombus perifer.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sekresi mukosa.


a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat meminimalkan
ketidakefetifitan bersihan jalan nafas.
b. Kriteria Hasil: mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis atau dyspneu(mampu menegluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips), mennjukkan jalan
nafas yang paten, mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan nafas.
c. Intervensi:

Intervensi Rasional
Monitor status oksigen pasien. Mengetahui tingkat gangguan yang
terjadi dengan membantu
menentukan intervensi

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara Menjadi indicator gangguan


tambahan kepatenan jalan nafas.
Observasi adanya tanda tanda Pernafasan yang mengalami
hipoventilasi hipoventilasi mengakibatkan tubuh
tidak tersuplai udara dan
mengakibatkan hipoksia.
Berikan posisi semi fowler. Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan. Pengubahan posisi dan
mabulasi meningkatkan pengisian
udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
Lakukan suction bila perlu Dapat mengurangi jumlah sputum
yang menumpuk disaluran nafas
Hentikan suction dan berikan oksigen Ketika melakukan suction ada udara
apabila pasien menunjukkan bradikardi, yang ikut keluar, jadi harus diberikan
peningkatan saturasi O2, dll. oksigen.
Kolaborasikan pemberian oksigen Mamksimalkan bernapas dan
tambahan. menurunkan kerja napas

4. Nyeri akut b/d peradangan pada membran sinovial.


a) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat meminimalkan nyeri
akut.
b) Kriteria Hasil:
Pasien akan mempertahankan tingkat nyeri pada skala 3 atau kurang pada
daerah sendi, menyatakan nyeri berkurang
Pasien memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
Pasien akan melaporkan pola tidur yang baik.
c) Intervensi:

Intervensi Rasional
kaji skala nyeri Membantu dalam menentukan kebutuhan
manjemen nyeri dan keefektifan dan
keefektifan program.
Biarkan posisi yang nyaman pada waktu Pada penyakit berat/eksaserbasi, tirah
tidur baring mungkin diperlukan (perbaikan
objektif dan subjektif didapat) untuk
membatasi nyeri atau cedera sendi
Tingkatkan istirahat mampu mengurangi kerja jantung
sehingga tidak memberatkan proses
ekspansi paru
Berikan obat-obatan sesuai petunjuk: Memberikan efek farmakologi untuk
Asetilsalisilat (aspirin) mengatasi nyeri.

5. Konstipasi b/d kurangnya mengkonsumsi makanan berserat.


a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat meminimalkan
Konstipasi.
b. Kriteria Hasil:
Mampu mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari
Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
Feses lunak dan berbetuk

c. Intervensi:

Intervensi Rasional
Identifikasi faktor penyebab konstipasi Mengetahui penyebab terjadinya
konstipasi

Monitor tanda dan gejala konstipasi Mampu mengidentifikasi pencegahan


terjadi konstipasi berulang
Monitor feses: frekuensi, konsistensi, dan Menentukan mengendalikan
volume keteraturan defekasi
Dukung intake cairan Membantu memfasilitasi kebutuhan
cairan yang kurang dan keluar dari
tubuh
Memantau bising usus Untuk mengetahui terjadinya
peningkatan atau penurunan bising
usus.
Pantau tanda tanda dan gejala pecahnya Mengetahui penyebab secara pasti
usus dan / atau peritonitis. konstipasi terjadi.

Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim Metode makan dan kebutuhan kalori
dalam memenuhi kebutuhan untuk didasarkan pada situasi/kebutuhan
memberikan makanan yang mudah dicerna, individu untuk memberikan nutrisi
secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi maksimal dengan upaya minimal
tambahan oral/selang, nutrisi parenteral. pasien/penggunaan energi.

Kolaborasi dengan tim medis dalam Mampu membantu tercapainya


pemberian obat sesuai defekasi

Kolaborasi dengan tim apoteker Memenuhi kebutuhan obat yang


diperlukan pasien

Anda mungkin juga menyukai