Anda di halaman 1dari 16

Rangkuman Materi 6 & 7

Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

Materi 6: Biotransformasi Tokson

Secara umumnya, biotransformasi adalah metabolisme untuk mengubah


senyawa kimia xenobiotic atau tokson menjadi senyawa yang lebih larut dalam
air.

Secara umum, sifat fisik dari senyawa-senyawa kimia ini akan diubah dari yang
lebih mudah diabsorpsi (lipofil) menjadi yang lebih mudah dieksresi baik dalam
urin maupun feses (hidrofil). Namun pengecualian dalam aturan ini adalah
eleminasi senyawa volatil melalui ekshalasi. Modifikasi kimia xenobiotik akan
mengubah efek biologis senyawa toksik menjadi lebih tidak toksik.

Biotransformasi mempunyai aspek ke-stereoselektif-an beberapa reaksi


biokimia, dimana salah satu isomer lebih cepat dimetabolisme dari isomer yang
lain. Pada konsentrasi zat yang meningkat, jumlah yang dimetabolisme per satuan
waktu naik, sehingga tercapai konsentrasi yang menyebabkan enzim yang
berperan pada metabolisme menjadi jenuh. Peningkatan konsentrasi substrat
selanjutnya tidak lagi mengakibatkan peningkatan jumlah metabolit yang dibentuk
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

per satuan waktu. Namun pada umumnya konsentrasi substrat di dalam organisme
tetap berada di bawah konsentrasi pada kejenuhan sehingga jumlah metabolit
yang dibentuk per satuan waktu adalah sebanding dengan konsentrasi substrat.

Biotransformasi xenobiotik dilakukan oleh sejumlah enzim yang memiliki


spsifitas subtrat yang luas. Sintesis enzim ini dipicu oleh xenobiotik namun
umumnya diekspresikan secara konstitutif. Senyawa hasil biotransformasi disebt
metabolit. Reaksi yang dikatalisis pada enzim pembiotransformasi dibagi menjadi
dua: fase 1 dan fase 2.

Fase 1

Terdapat tiga reaksi utama dalam biotransformasi fase satu, antara lain hidrolisis,
reduksi dan oksidasi.

i. Hidrolisis

Enzim yang bekerja karboksilesterase, pseudokolinesterase, dan paraoksonase,


peptidase, serta hidrolase epoksida
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

ii. Reduksi

Beberapa logam dan senyawa tokson yang mengandung gugus aldehid, keton,
disulfida, sulfoksida, quinon, N-oksida, alkena, azo atau nitro seringkali direduksi
secara in vivo. Reaksi akan dilakukan secara enzimatik maupun non enzimatik
melalui interaksi dengan agen pereduksi, seperti bentuk terduksi glutathion. FAD,
FMN dan NADP. Reaksi reduksi yang umum terjadi pada biotransformasi antara
lain reduksi azo dan nitro, reduksi karbonil, reduksi disulfida, reduksi sulfoksida
dan N-oksida, reduksi quinon dan dehalogenase.

iii. Oksidasi

Aktivitas oksidasi seringkali dilakukan dengan bantuan enzim antara lain, alkohol
dehidrogenase, aldehid dehidrogenase, xantin dehidrogenase, aldehid oksidase,
monoamin oksidase, kooksidase bergantung peroksidase, serta flavin
monooksigenase.

Sitokrom P450

Di antara fase 1 biotransformasi, enzim sitokrom P450 menempati urutan pertama


dalam hal fleksibilitas katalitik dan jumlah tokson yang didetoksifikasi atau
diaktivasi. Enzim ini banyak terdapat di dalam RE hati, namun tetap ada di semua
jaringan. Sitokrom P450 reduktase tertanam dalam bilayer fosfolipid dari
retikulum endoplasma dan memfasilitasi interaksi dengan NADPH. Bagian
pertama dari siklus reaksi biotransformasi melibatkan aktivasi oksigen, dan bagian
akhir melibatkan oksidasi substrat, yang memerlukan abstraksi dari atom hidrogen
atau elektron dari substrat kemudian diikuti oleh pengikatan oksigen kembali
(rekombinasi radikal). Setelah pengikatan substrat ke enzim P450, besi heme
tereduksi dari bentuk besi (Fe3+) menjadi ferrous (Fe2+) dengan penambahan
electron tunggal dari NADPH - sitokrom P450 reduktase. Pelepasan substrat
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

teroksidasi kembali sitokrom P450 ke keadaan awal. Jika siklus katalitik


terganggu, oksigen dilepaskan sebagai anion superoksida (O2) atau hidrogen
peroksida (H2O2).

Fase 2

Dalam reaksi ini, kosubstrat untuk reaksi-reaksi ini akan bereaksi dengan gugus
fungsional yang ada pada tokson pada biotransformasi fase 1. Glukoronidasi,
sulfasi, asetilasi, dan metilasi akan terlibat reaksi dengan kosubstrat yang telah
teraktifasi atau berenergi tinggi, sementara konjugasi melibatkan reaksi dengan
tokson yang telah teraktivasi. Reaksi fase 2 ini pada umumnya berlangsung di
sitosol.

i. Glukoronidasi

Glukoronidasi membutuhkan substrat asam glukoronat-UDP, dan dikatalisis oleh


UDP-glukoronosiltransferase. Sisi terjadinya glukoronidasi pada umumnya adalah
heteroatom nukleofil yang kaya elektron seperti yang ditemukan pada alkohol
alifatik dan fenol, asam karboksilat, amina alifatik dan aromatik primer dan
sekunder, serta grup sulfhidril bebas. Substrat endogen untuk glukoroniasi antara
lain bilirubin, hormon steroid, dan hormon tiroid. Glukoronida akan disekresikan
lewat urin dan empedu.

ii. Sulfasi

Xenobiotik akan dikonjugasikan dengan sulfat yang dikatalisis oleh


sulfotransferase yang menghasilkan ester asam sulfurat yang sangat hidrofil.
Kosubstrat sulfasi adalah PAPS. Konjugasi sulfat melibatkan transfer sulfonat dari
PAPS ke tokson. Meskipun begitu, sulfasi juga berperan dalam mengubah
xenobiotik menjadi metabolit tumorigenik. Umumnya konjugat tokson sulfat
dieksresikan melalui urin.
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

iii. Metilasi

Golongan metil yang berikatan dengan ion sulfonium pada SAM di transfer ke
tokson dengan penyerangan nukleofilik dari heteroatom kaya elektron. Pada
reaksi ini, SAM akan diubah menjadi S-adenosilhomosistein. S-metilasi penting
untuk jalur biotransformasi tokson yang mengandung sulfhidril. Reaksi ini
dikatalisis oleh enzim thiopurin metiltransferase di sitosol dan tiolmetiltransferasi
di RE.

iv. Asetilasi

N-asetilasi merupakan rute utama biotransformasi untuk tokson yang memiliki


amina aromatik atau group hidrazin, yang akan diubah menjadi amida aromatik
dan hidrazida. Hasil asetilasi ini umumnya dibuang melalui urin.

v. Konjugasi asam amino

Terdapat dua jalur biotransformasi dengan konjugasi asam amino. Pertama


konjugasi tokson yang mengandung gugus asam karboksilat. Setelah aktivasi
tokson dengan CoA, asilCoA tioeter akan bereaksi dengan gugus amino
membentuk ikatan amida. Sementara jalur kedua melibatkan konjugasi tokson
yang mengandung hidroksilamin aromatik dengan gugus asam karboksilat dari
asam amino seperti sein dan prolin. Jalur ini melibatkan aktivasi asam amino
dengan aminoasil tRNA sintetase, yang akan bereaksi dengan hidroksilamin
aromatik membentuk N-ester yang reaktif. Hasil konjugasi ini umumnya dibuang
melalui urin.

vi. Konjugasi glutathion

Konjugasi tokson dengan glutathione meliputi sejumlah besar tokson elektrofilik.


Konjugat glutathione adalah tioeter, yang dibentuk melalui serangan nukleofilik
glutathione tiolat anion GS- dengan karbon elektrofilik. Reaksi ini dikatalisasi
oleh kluarga glutathion S-transferase yang ada di sebagian besar jaringan yang
terlokalisasi di sitoplasma dan RE. Konjugat glutahion dibentuk di hati dapat
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

dieksresikan utuh ke dalam empedu atau diubah ke asam mercapturat di ginjal dan
dieksresikan dalm urin.

Faktor yang mempengaruhi:

Induksi enzim

Proses induksi enzim adalah proses dimana terjadi peningkatan aktivitas yang
diakibatkan peningkatan kecepatan sintesis dari enzim biotransfomasi dan
paparan bahan kimia tertentu dapat juga menginduksi enzim tersebut.

Inhibisi enzim

Penghambat metabolisme xenobiotic/toksik adalah beberapa faktor yang


didapat baik endogen maupun eksogen yang menurunkan kemampuan enzym
untuk melakukan proses metabolisme bahan asing.

Faktor Genetik,

Variasi biotransfomasi diantara spesies digolongkan menjadi perbedaan


kualitatif dan kuantitatif. Perbedaan kualitatif menyangkut rute metabolik
yang diakibatkan oleh kelainan dari spesies atau adanya reaksi ginjal dari
spesies. Yang termasuk pada perbedaan kualitatif adalah kelainan enzym pada
spesies tertentu, reaksi spesies yang unik, evalutionary, dan beberapa aspek
genetik. Perbedaan kualitatif ini predominan pada reaksi fase II. Sedangkan
yang termasuk perbedaan kuantitatif adalah perbedaan konsentrasi enzym,
perbedaan isozym cytokrom P-450, perbedaan reaksi regio spesifik, dan
genetika. Perbedaan kuantitatif ini predominan pada reaksi fase I.

Penyakit

Misalnya, hepatic injury.

Karena hepar merupakan tempat utama dari biotransformasi xenobiotik maka


penyakit yang mempengaruhi fungsi normal dari hepar dapat pula
mempengaruhi proses biotransformasi. Begitu pula dengan bahan kimia yang
menginduksi gangguan liver akan menurunkan biotrnaformasi.
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

Umur

Fetus dan bayi baru lahir menunjukkan kemampuan yang terbatas untuk
biotransformasi xenobiotik sehingga kemungkinan terjadinya keracunan lebih
meningkat pada binatang percobaan yang lebih muda.

Faktor Instrinsik

Faktor penting yang mengontrol jalannya reaksi enzymatik dari bahan asing
adalah konsentrasinya dalam pusat aktivitas dari enzym. Konsentrasi ini
tergantung pada Lipophilicity, Protein binding, Doses, dan Route
administration. Lipophilicity penting karena dapat mengatur banyaknya
absorbsi dari xenobiotik dari jalan masuknya (kulit, usus, paru). Bahan kimia
yang bersifat lipofilik lebih mudah diabsorbsi dalam darah, sedangkan bahan
yang larut dalam air kurang cepat diserap.

Kesimpulan

Penghasil utama enzim-enzim tersebut adalah hati. Selain itu, enzim juga terdapat
di kulit, paru-paru, mukosa nasal, ginjal, mata, serta saluran pencernaan. Enzim-
enzim ini terutama terdapat di retikulum endoplasma, adan bagian sitoplasma
yang terlarut (sitosol), serta sedikit di mitokondria, nukleus dan lisosom.

Reaksi fase I (Reaksi penguraian), yaitu: pemutusan hidrolitik, oksidasi dan


reduksi. Umumnya reaksi fase I mengubah bahan yang masuk ke dalam sel
menjadi lebih bersifat hidrofilik (mudah larut dalam air) daripada bahan asalnya.

Reaksi fase II (Reaksi konjugasi), terdiri dari reaksi sintesis dan konjugasi. Oleh
reaksi konjugasi maka zat yang memiliki gugus polar (-OH, -NH2, -COOH),
dikonjugasi dengan pasangan reaksi yang berasal dari tubuh sendiri dan lazimnya
diubah menjadi bentuk yang larut dalam air, dan dapat diekskresikan dengan baik
oleh ginjal. Reaksi fase II ini merupakan proses biosintesis yang mengubah bahan
asing atau metabolit dari fase I membuat ikatan kovalen dengan molekul endogen
menjadi konjugat.
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

Daftar Pustaka

Des W. Connel & Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi

Pencemaran. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

E.J. Ariens, E. Mutschler & A.M. Simonis. 1987. Toksikologi Umum, Pengantar.

Terjemahan oleh Yoke R.Wattimena dkk. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

H. J. Mukono. 2002. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University

Press.

J. H. Koeman. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Terjemahan oleh R.H.

Yudono Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

Materi 7: Gejala Dan Penatalaksanaan Umum Keracunan

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya
sehingga menyebabkan tidak normalnya mekanisme di dalam tubuh. Keracunan
melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena
kesengajaan, merupakan kondisi bahaya kesehatan.

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada
kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.

Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor


bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi
vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ organ dalam tubuh.
Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut
kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati
(sebagai akibat keracunan obat dan bahan kimia).

Muntah adalah disebabkan oleh iritasi pada lambung sehingga HCL dalam
lambung meningkat. Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO)
dapat menghambat (inktivasi) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam
keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH)
dengan jalan mengikat Akh KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun
lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penumpukan Akh di tempat tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala
rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik,
nikotinik, dan ssp (menimbulakan stimulasi kemudian depresi SSP).
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

Macam-Macam Keracunan
1. Mencerna (menelan) racun
Tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan atau menginaktifkan
racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk
memelihara system organ vital, menggunakan antidote spesifik untuk
menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi
racun terabsorbsi.
Penatalaksanaan umum :
a. Dapatkan control jalan panas, ventilasi, dan oksigensi. Pada keadaan
tidak ada kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung
pada keberhasilan penatalaksanaan pernapasan dan sisitem sirkulasi.
b. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu
tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
c. Tangani syok yang tepat.
d. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
e. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk
menurunkan efek toksin.
f. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu system
saraf pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak
adekuat.
g. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat
yang ditela, yaitu:
1) Diuresis untuk agens yang dikeluarkan lewat jalur ginjal.
2) Dialisis
3) Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau
resin], dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien.
4) Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
5) Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Menurunkan peningkatan suhu.
7) Berikan analgesic yang sesuai untuk nyeri.
8) Bantu mendapatkan specimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
9) Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.
10) Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan
kejang.
11) Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukan
tanda dan gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan
ulang.
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

12) Minta konsultasi dokter jiwa jika kondisi tersebut karena usaha
bunuh diri
13) Pada kasus keracunan pencernaan yang tidak disengaja berikan
pencegahan racun dan instruksi pembersihan racun rumah pada
pasien atau keluarga.
2. Keracunan melalui inhalasi
Penatalaksanaan umum :
a. Bawa pasien ke udara segar dengan segera; buka semua pintu dan
jendela.
b. Longgarkan semua pakaian ketat.
c. Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlikan.
d. Cegah menggigil; bungkus pasien dengan selimut.
e. Pertahankan pesien setenang mungkin.
f. Jangan berikan alcohol dalam bentuk apapun.
3. Keracunan makanan
Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan
yang dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang
terkontaminasi. Pertolongan Pertama Pada Keracunan Makanan:
a. Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyak-
banyaknya atau diberi susu yang telah dicampur dengan telur mentah.
b. Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4 tablet
selama 3 kali berturut-turut dalam setia jamnya.
c. Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1 sendok makan
garam dapat menjadi alternative jika norit tidak tersedia.
d. Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah. Lakukan
dengan cara memasukan jari pada kerongkongan leher dan posisi
badan lebih tinggi dari kepala untuk memudahkan kontraksi
e. Apabila penderita dalam keadaan pingsan, bawa segera ke rumah sakit
atau dokter terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif.
4. Keracunan Akibat Gigitan Binatang
Kondisi lingkungan dipedesaan memungkinkan berbagai jenis bintang
peliharaan maupun binatang liar dapat hidup berdampingan dengan
masyarakatnya walaupun binatang peliharaan kita sudah jinak namun
bahaya dari binatang ini perlu di waspadai.
Pada kondisi tertentu jenis binatang berdarah panas seperti pada
anjing, kucing, dan monyet yang terkena rabies dapat membahayakan
kesehatan masyarakat. Demikian pula jenis binatang melata yang memiliki
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

racun seperti ular, kalajengking, dan lipan (kelabang) yang masih banyak
terdapat dialam pedesaan. Binatang-binatang tersebut akan menggigit
siapa saja yang ada didekatnya bila mereka akan merasa terganggu. Bila
hal ini terjadi maka gigitan tersebut akan meninggalkan racun dalam tubuh
orang yang digigitnya.
a. Gigitan ular
Bisa (racun) ular terdiri dari terutama protein yang mempunyai
efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Sisitem multiorgan, terutama
neurologic, kardiovaskuler, sisitem pernapasan mungkin terpengaruh.
Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi
mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti
cincin, memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka
dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi
jantung. Es atau torniket tidak digunakan. Evaluasi awal di departemen
kedaruratn dilakukan dengan cepat meliputi :
a) Menentukan apakah ular berbisa atau tidak.
b) Menentukan dimana dan kapan gigitan terjadi sekitar gigitan.
c) Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala (bekas gigi, nyeri,
edema, dan eritema jaringan yang digigit dan didekatnya).
d) Menentukan keparahan dampak keracunan.
e) Memantau tanda vital.
f) Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan atau
area pada beberapa titik.
g) Dapatkan data laboratorium yang tepat (mis. HDL, urinalisi, dan
pemeriksaan pembekuan).
b. Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise,
ansietas, sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan
kematian. Umumnya waktu yang lebih pendek diantara sengatan dan
kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis yang paling
buruk.
Penatalaksanaan umum:
1. Berikan epineprin (cair) secara langsung. Masase daerah tersebut
untuk mempercepat absorbsi.
2. Jika sengatan pada ekstermitas, berikan tornikuet dengan tekanan
yang tepat untuk membendung aliran vena dan limfatik
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

3. Instruksikan pasien untuk hal-hal berikut:


a) Injeksi segera dengan epineprin
b) Buang penyengat dengan garukan cepat kuku jari
c) Bersihkan area dengan sabun air dan tempelkan es
d) Pasang tornikuet proksimal terhadap sengatan
e) Laporkan pada fasilitas perawatan kesehatan terdekat untuk
pemeriksaan lebih lanjut

PENATALAKSANAAN
1. Terapi Farmakologi
a. Suportif
Setelah penilaian kondisi penderita, langkah ABC resusitas harus segera
dilaksanakan untuk mempertahankan pernafasan dan sirkulasi yang
adekuat, sebelum dilakukan penanganan lain
Jika sumber racun tidak diketahui, atasi gejala yang timbul :
1. Depresi pernafasan
a) Bebaskan jalan nafas
b) Bantuan nafas dan berikan O2
c) Beri nalokson (Narcan*) jika diduga overdosis narkotika:
flumazenil (Anexate*) jika diduga benzodiazepin
2. Syok
a) Posisi kaki lebih tinggi dari tempat tidur
b) Beri cairan untuk menambah volume intravaskular:
monitor CVP (bila ada) dan output urin. Obat-obat yang
dapat meningkatkan tekanan darah hanya digunakan pada
keadaan khusus.
3. Kejang
a) Diazepam atau klonazepam (Rifotril*)i.v.
b) Fenitoin i.v. aman jika diberikan perlahan-lahan
c) Untuk status konvulsivus diatasi dengan anestesia umum
4. Nyeri
Nyeri hebat gunakan analgetik narkotik
5. Aritmia jantung
Anti-aritmia sesuai dengan kelainan klinis dan EKG
6. Keseimbangan air dan elektrolit
a) Monitor dan koreksi secara hati-hati
b) Periksa AGD
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

c) Diuresis paksa menggunakan furosemid

7. Hipotermia
Selimuti penderita dengan selimut unutk mencegah kehilangan
panas. Selimut plastik mungkin lebih efektif tetapi ini dapat
membahayakan anak menjadi sulit bernafas.

b. Dekontaminasi (mencegah absorbsi racun lebih lanjut)


1. Mata/kulit
a) Basuh dengan air mengalir
b) Jangan menggunakan antidotum kimia
2. Terinhalasi
a) Jauhkan segera dari sumber racun, O2, dan bila perlu
pernafasan buatan
3. Suntikan/gigitan ular
a) Pasang tourniquet dibagian proksimal, kompres dingin, dan
penderita diimobilisasi
4. Tertelan
a) Perangsangan muntah
Indikasi :
1) Racun sangat toksik dalam jumlah membahayakan
2) Menelan racun < 4 jam
3) Anak sadar dan kooperatif
Kontraindikasi :
1) Keracunan zat korosif, hidrokarbon
2) Penderita tidak sadar, kejang
3) Tidak ada refleks muntah
Cara :
1) Rangsang mekanik
Sirup ipekak : dosis 15 mL (anak< 1 th: 10 mL) (onset 20
mnt, kurang disukai karena bau)

2) Bilas lambung
Tidak sebaik rangsang muntah pemasangan NGT
menimbulkan truma
2. Terapi non farmakologi
Air kelapa sebagai penawar racun
Air kelapa selain mengandng berbagai ion yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh, juga memiliki kemampuan untuk menawarkan racun yang
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

masuk kedalam tubuh. Air kelapa ini sudah lama digunakan oleh nenek
moyang untuk mengobati berbagai penyakit seperti: panas
dalam,demam,kekurangan cairan.
Selain itu ,air kelapa juga dapat digunakan untuk mengatasi
keracunan obat. Keracunan obat ini dapat menimbulkan berbagai gejala
dan tanda (symptom and sign) mulai dari urtikaria, syndrom steven
johnson (SJS). Di mana pada keadaan ini timbulnya berbagai kelainan
pada kulit yaitu keluarnya bintik bintik kemerahan dan terasa gatal.
Selain itu gejala keracunan obat lainnya pada keadaan lebih berat
menimbulkan syok anafilaktik yang membahayakan keselamatan jiwa
penderita. Gejala mulai dari ringan sampai berat seperti: penglihatan
teraa gela, tekanan darah menurun, denyut nadi cepat sampai
menimbulkan hilangnya kesadaran. Dan bila tidak ditangani segera akan
menimbulkan kematian. Keracunan obat ini dapat terjadi dimana saja bila
kita mengalami hal tersebut atau ada orang lain yang mengalami
keracunan obat, cara yang terbaik adalah dengan membawa orang
tersebut ke rumah sakit segera. Di fasilitas kesehatan biasanya sudah
disediakan berbagai obat yang dapat digunakan untuk mengatasi syock
anafilaktik ini. Akan tetapi apabila hal tidak dapat dilakukan cara yang
terbaik adalah dengan meletakan kepala lebih rendah dari anggota badan
lainnya (posisi trendelenburg). Posisi ini bertujuan untuk meningkatkan
tekanan prefusi di dalam jaringan otak. Tindakan selanjutnya adalah
dengan memberi minum orang tersebut dengan air kelapa, penggunaan
air kelapa ini baik untuk mengatasi berbagai keracunan uang disebabkan
oleh obat.
Kesimpulan

Keracunan akut perlu mendapat pengenalan dan penaganan secara dini,


mengingat kasus ini mrupakan kasus gawat darurat. Keracunan akut merupakan
keadaan dimana terjadi gangguan fungsi organ akibat kontak dengan bahan kimia.
Keracunan dapat mengenai siapa saja, dimana saja. Penyebab terbanyak
keracunan aku ialah akibat bahan kimia peptisida. Gejala keracunan akut sangat
Rangkuman Materi 6 & 7
Lolindah Chin Mai Yen 260110152018

bervariasi tergantung jenis racun , jumlah dan dimana dan darimana racun tersebut
masuk. Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah dengan cara
mengeluarkan atau memuntahkan makanan apabila terjadi keracunan makanan,
dan memberikan udara yang segar bagi yang menderita keracunan gas.
Diagnosis keracunan terutama ditegakan secara klinis dan di bantu
identifikasi visual, tampa mengganggu hasil penujang diagnosis lain. penaganan
keracunan akut terutama ditujukan pada penaganan umum yang terdiri dari
tindakan ABCDE, pemberian antidot dan penaganan suportif.

Daftar pustaka

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Gunawan, Sinshe. 2008. Definisi dan Gejala Keracunan Bahan Kimia dalam
Makanan. www.ahliwasir.com/news/918/Keracunan-Bahan-Kimia-Dalam-
Makanan, diakses tanggal 8/04/2017.
Hendrotomo. 1986. Keracunan dan Penaggulangannya 1. PCCMI. SA.1.,
Jakarta: Konas PCCMI SA.1
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi: Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Keracunan. 1993. Perawatan Dini Penderita Keracunan. The Committe on Toxic:
American College of Surgeon. Di alihbahasakan Yayasan Essentia Medica,
Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Anda mungkin juga menyukai