Anda di halaman 1dari 11

Penyakit ginjal diabetik (PGD) atau nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi

yang sering terjadi pada penderita diabetes. Pada penderita ini terjadi kerusakan pada
glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus, maka sejumlah protein darah
diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin.
Pada keadaan normal, albumin juga diekskresikan dalam jumlah sedikit dalam urine.
Peningkatan kadar albumin dalam urin merupakan tanda awal adanya kerusakan ginjal karena
diabetes. Nefropati DM dapat dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan jumlah albumin yang
hilang, yaitu:

1. Mikroalbuminuria
Terjadi kehilangan albumin dalam urin sebesar 30-300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga
dikenal sebagai tahapan nefropati insipien.
2. Proteinuria
Terjadi bila terjadi kehilangan albumin lebih dari 300 mg/hari. Keadaan ini dikenal
sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt.

Kelainan ginjal sering terjadi sekunder pada penderita diabetes yang lama terutama
penderita diabetes tipe I. Secara klinis nefropati diabetik ditandai dengan adanya
peningkatan proteinuria yang progresif, penurunan GFR, hipertensi, dan risiko tinggi
untuk menderita penyakit kardiovaskular. Perjalanan alamiah nefropati diabetik merupakan
sebuah proses dengan progresivitas bertahap setiap tahun. Diabetes fase awal ditandai dengan
hiperfiltrasi glomerulus dan peningkatan GFR. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
perkembangan sel dan ekspansi ginjal, yang mungkin dimediasi oleh hiperglikemia.
Mikroalbuminuria biasanya terjadi setelah 5 tahun menderita penyakit diabetes tipe 1
sedangkan nefropati yang ditandai dengan ekskresi protein urin lebih dari 300 mg/hari,
biasanya terjadi dalam waktu 10-15 tahun. Penyakit ginjal stadium terminal terjadi pada
sekitar 50% penderita DM tipe I, yang akan mengalami nefropati dalam 10 tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari UK Renal Registry pada tahun 1998,
penyakit ginjal diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal di antara
penderita yang menjalani terapi pengganti ginjal (16%). Dari angka tersebut sebanyak 9,5%
disebabkan oleh penyakit ginjal diabetik, (6,8%) dilaporkan disebabkan oleh DM tipe I dan
2,7% disebabkan oleh DM tipe II. Prevalensi mikroalbuminuria pada penderita yang
menderita DM tipe I selama 30 tahun adalah sekitar 30%. Sedangkan prevalensi
mikroalbuminuria pada penderita yang menderita DM tipe II selama 10 tahun adalah
sekitar 20-25%. Sumber lain menyebutkan dari hasil estimasi 12 sampai 14 juta penderita
DM di USA diperoleh bahwa 30% sampai 40% penderita DM tipe I akan mengalami
komplikasi menjadi gagal ginjal terminal sedangkan pada penderita DM tipe II hanya sekitar
5-10% yang berkembang menjadi gagal ginjal terminal.

Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat diterangkan dengan
pasti. Pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik dan hemodinamik berpengaruh
terhadap terjadinya proteinuria. Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya
nefropati adalah terjadinya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi membran basal glomeruli.
Gambaran histologi jaringan pada ND memperlihatkan adanya penebalan membran basal
glomerulus, ekspansi mesangial glomerulus yang akhirnya menyebabkan
glomerulosklerosis, hyalinosis arteri eferen dan eferen serta fibrosis tubulo interstitial.
Tampaknya berbagai faktor berperan dalam terjadinya kelainan tersebut. Peningkatan
glukosa yang menahun (glukotoksisitas) pada penderita yang mempunyai predisposisi
genetik merupakan faktor-faktor utama ditambah faktor lainnya dapat menimbulkan
nefropati. Glukotoksisitas terhadap basal membran dapat melalui 2 jalur:

a. Alur metabolik (metabolic pathway): Faktor metabolik diawali dengan


hiperglikemia, glukosa dapat bereaksi secara proses non enzimatik dengan asam amino
bebas menghasilkan AGEs (advance glycosilation end-products). Peningkatan AGEs
akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi jalur
poliol, dan aktivasi protein kinase C. Pada alur poliol (polyol pathway) terjadi
peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat meningkatnya reduksi glukosa oleh
aktivitas enzim aldose reduktase. Peningkatan sorbitol akan mengakibatkan
berkurangnya kadar inositol yang menyebabkan gangguan osmolaritas membran basal.

Gambar 1. Mekanisme polyol pathway

Penjelasan: Aldose reduktase adalah enzim utama pada jalur polyol, yang
merupakan sitosolik monomerik oxidoreduktase yang mengkatalisa NADPH-
dependent reduction dari senyawa karbon, termasuk glukosa. Aldose reduktase
mereduksi aldehid yang dihasilkan oleh ROS (Reactive Oxygen Species) menjadi
inaktif alkohol serta mengubah glukosa menjadi sorbitol dengan menggunakan
NADPH sebagai kofaktor. Pada sel, aktivitas aldose reduktase cukup untuk mengurangi
glutathione (GSH) yang merupakan tambahan stres oksidatif. Sorbitol dehydrogenase

berfungsi untuk mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa menggunakan NAD- sebagai


kofaktor.

Gambar 2. Mekanisme AGE pathway


Penjelasan: mekanisme melalui produksi intracelular prekursor AGE
(Advanced Glycation End-Product) menyebabkan kerusakan pembuluh darah.
Perubahan ikatan kovalen protein intraseluler oleh prekursor dicarbonyl AGE akan
menyebabkan perubahan pada fungsi selular. Sedangkan adanya perubahan pada
matriks protein ekstraseluler mengakibatkan interaksi abnormal dengan matriks protein
yang lain dan dengan integrin. Perubahan plasma protein oleh prekursor AGE
membentuk rantai yang akan berikatan dengan reseptor AGE, kemudian menginduksi
perubahan pada ekspresi gen pada sel endotel, sel mesangial dan makrofag.

Gambar 3. Mekanisme protein kinase-C

Penjelasan: Keadaan hiperglikemia menyebabkan peningkatan DAG


(Diacylglycerol), yang selanjutnya mengaktivasi protein kinase-C, utamanya pada
isoform dan . Aktivasi PKC menyebabkan beberapa akibat pathogenik melalui
pengaruhnya terhadap endothelial nitric oxide synthetase (eNOS), endotelin-1 (ET-1),
vascular endothelial growth factor (VEGF), transforming growth factor- (TGF- )
dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), dan aktivasi NF-kB dan NAD(P)H
oxidase.

Gambar 4. Mekanisme hexosamine pathway

Penjelasan: Glycolytic intermediate fructose-6-phosphate (Fruc-6-P) dirubah


menjadi glucosamine-6-phosphate oleh enzim glutamin: fructose-6-phosphate
amidotransferase (GFAT). Glikosilasi intraseluler oleh N-acethylglucosamine
(GIcNAC) menjadi serin dan theorenin yang dikalisasi oleh enzim O-GicNAc
transferase (OGT). Peningkatan donasi GicNAC pada residu serin dan threonine dari
faktor transkripsi seperti Sp1, yang biasanya terjadi pada tempat fosforilasi akan
menyebabkan peningkatan produksi fakor seperti PAI-1 dan TGF-1, AZA,azaserine;
AS-GFAT, antisense GFAT.

b. Alur Hemodinamik: Gangguan hemodinamik sistemik dan renal pada penderita DM


terjadi akibat glukotoksisitas yang menimbulkan kelainan pada sel endotel pembuluh
darah. Faktor hemodinamik diawali degan peningkatan hormon vasoaktif seperti
angiotensin II. Angiotensin II juga berperan dalam perjalanan nefropati DM.
Angiotensin II berperan baik secara hemodinamik maupun non-hemodinamik.
Peranan tersebut antara lain merangsang vasokontriksi sistemik, meningkatkan
tahanan kapiler arteriol glomerulus, pengurangan luas permukaan filtrasi, stimulasi
protein matriks ekstra selular, serta stimulasi chemokines yang bersifat fibrogenik.
Hipotesis ini didukung dengan meningkatnya kadar prorenin, aktivitas faktor von
Willebrand dan trombomodulin sebagai penanda terjadinya gangguan endotel
kapiler. Hal ini juga yang dapat menjelaskan mengapa pada penderita dengan
mikroalbuminuria persisten, terutama pada DM tipe 2, lebih banyak terjadi kematian
akibat kardiovaskular dari pada akibat GGT. Peran hipertensi dalam patogenesis
diabetik kidney disease masih kontroversial, terutama pada penderita DM tipe 2 dimana
pada penderita ini hipertensi dapat dijumpai pada awal malahan sebelum diagnosis
diabetes ditegakkan. Hipotesis mengatakan bahwa hipertensi tidak berhubungan
langsung dengan terjadinya nefropati tetapi mempercepat progesivitas ke arah GGT
pada penderita yang sudah mengalami diabetik kidney disease.
Dari kedua faktor diatas maka akan terjadi peningkatan TGF beta yang akan
menyebabkan proteinuria melalui peningkatan permeabilitas vaskuler. TGF beta
juga akan meningkatkan akumulasi ektraseluler matrik yang berperan dalam terjadinya
nefropati DM.

Peran angiotensin II dalam nefropati DM


1. Vasokonstriksi sistemik
2. Peningkatan tahanan arteriol glomerulus
3. Peningkatan tekanan kapiler glomerulus
4. Peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
5. Penurunan luas permukaan filtrasi
6. Stimulasi protein matriks ekstraseluler
7. Stimulasi faktor fibrogenik
Diagnosis PGD dimulai dari dikenalinya albuminuria pada penderita DM baik
tipe I maupun tipe II. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urin masih sangat rendah,
sehingga sulit untuk dideteksi dengan metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi
sudah >30 mg/24 jam ataupun >20 g/menit disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Hal
ini sudah dianggap sebagai nefropati insipien. Derajat albuminuria atau proteinuria ini dapat
juga ditentukan dengan rationya terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu,
disebut sebagai albumin atau kreatinin ratio (ACR). Tingginya ekskresi albumin atau protein
dalam urine selanjutnya akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal seperti terlihat
dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2. Tingkat Kerusakan Ginjal

Kategori Kumpulan Urin 24 Kumpulan Urin Urin Sewaktu


jam(mg/24 jam) sewaktu ( g/menit) ( g/mg creatinin)

Normal < 30 < 20 < 30

Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Albuminuria klinis > 300 > 200 > 300

1. Nefropati DM tahap 1
Pada tahap ini LFG lebih dari 90 ml/menit yang disertai pembesaran ukuran ginjal.
Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini masih reversible
dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe 1 ditegakkan.
2. Nefropati DM tahap 2
Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubahan struktur ginjal berlanjut
dan LFG masih tetap meningkat (60-89 ml/menit). Albuminuria hanya akan meningkat
setelah latihan jasmani, keadaan stress atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan
ini dapat berlangsung lama. Progresivitas tergantung dengan memburuknya kendali
metabolis. Tahap ini sering disebut silent stage.
3. Nefropati DM tahap 3
Ini adalah tahap awal nefropati DM, saat mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini
biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM tegak. Secara histopatologis, juga telah jelas
penebalan membran basalis glomerulus. LFG masih tetap tinggi (30-59 ml/menit) dan
tekanan darah mulai meningkat.
4. Nefropati DM tahap 4
Terdapat proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering
meningkat dan LFG turun di bawah normal (15-29 mL/menit). Dapat terjadi retinopati,
neuropati, gangguan profil lipid dan gangguan vascular umum.
5. Nefropati DM tahap 5
Penderita menunjukkan tanda sindrom uremik dan memerlukan terapi pengganti, dialysis
maupun cangkok ginjal. LFG < 15 mL/menit.

Tanda dan gejala PGK diantaranya adalah:


- Gangguan keseimbangan cairan: edema perifer, efusi pleura, hipertensi, peningkatan
JVP, asites
- Gangguan elektrolit dan asam basa: hiperkalemia, asidosis metabolic (nafas
Kussmaul), hiperfosfatemia
- Gangguan gastrointestinal dan nutrisi: metallic taste, mual, muntah, gastritis, ulkus
peptikum, malnutrisi
- Kelainan kulit: terlihat pucat, kering, pruritus, pigmentasi kulit, ekimosis
- Gangguan neuromuscular: kelemahan otot, fasikulasi, gangguan memori,
ensefalopati uremikum
- Gangguan metabolik endokrin: dislipidemia, gangguan metabolisme glukosa
- Gangguan hematologi: anemia, gangguan hemostasis

Pemeriksaan Penunjang:

- Pemeriksaan darah lengkap: ureum meningkat, kreatinin serum meningkat.


- Pemeriksaan elektrolit: hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hipermagnesemia
- Pemeriksaan kadar gula darah, profil lipid: hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia,
LDL meningkat
- Analisa Gas Darah: asidosis metabolik
- Urinalisis dan pemeriksaan albumin urin
- Sedimen urin: sel tubulus ginjal, sedimen eritrosit, sedimen leukosit, sedimen
granuler kasar dan adanya eritrosit yang dismorfik merupakan tanda patognomonik
jejas ginjal
- Pemeriksaan protein urin kuantitatif 24 jam
- Pencitraan: USG ginjal, BNO-IVP
- Biopsi ginjal

Tatalaksana nefropati DM:


Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah, dan kendali
lemak darah. Disamping itu, perlu pula dilakukan mengubah gaya hidup seperti pengaturan
diet, penurunan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok dll.
Semua tindakan ini adalah juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskuler.

1. Edukasi

Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan perilaku, melalui pemahaman tentang
penyakit DM, makna dan perlunya pemantauan dari pengendalian DM, penyulit DM, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia maupun masalah khusus yang dihadapi.

2. Perencanaan makan

Perencanaan makan pada penderita DM dengan komplikasi penyakit ginjal diabetik


disesuaikan dengan penatalaksanaan diet pada penderita gagal ginjal kronis.
Perencanaan diet yang diberikan adalah diet tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam.
Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah protein sangat
penting. Dalam suatu penelitian klinik selama 4 tahun pada penderita DM Tipe I diberi diet
mengandung protein 0,9 gr/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan resiko terjadinya penyakit
gagal ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76%. Pada umumnya dewasa ini disepakati
pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8 gr/kgBB/hari yaitu sekitar 10 % dari
kebutuhan kalori pada penderita dengan nefropati overt, akan tetapi bila LFG telah mulai
menurun, maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gr/kgBB/hari mungkin bermanfaat
untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Jenis protein sendiri juga berperan dalam
terjadinya dislipidemia. Pemberian diet rendah protein ini harus diseimbangkan dengan
pemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam. Penderita DM sendiri cenderung
mengalami keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat bila diperlukan.
Dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol < 100 mg/dl pada penderita DM
dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskuler.

3. Latihan jasmani
Dilakukan teratur 3-4x/minggu selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, tetapi tetap harus
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani penderita. Contoh latihan jasmani yang
dimaksud adalah jalan, sepeda santai, jogging, berenang.

Intervensi farmakologis yang perlu dilakukan adalah:


1. Pengendalian DM
Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun) dengan melibatkan
ribuan penderita telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan
mencegah progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskuler, baik pada DM tipe
I maupun tipe II. Oleh karena itu, perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan
sesegera mungkin. Diabetes terkendali yang dimaksud adalah pengendalian secara intensif
kadar gula darah, lipid dan kadar HbAlc sehingga mencapai kadar yang diharapkan. Selain
itu pengendalian status gizi dan tekanan darah juga perlu diperhatikan.

Indikator keberhasilan Target


GDP 80-100 mg/dl
GD2PP 80-144 mg/dl
A1C < 6,5%
Kolesterol total < 200
Kolesterol LDL < 100
Kolesterol HDL
> 45

2. Pengendalian tekanan darah


Pada penderita diabetes dan kelainan ginjal, target tekanan darah yang dianjurkan oleh
American Diabetes Association dan National Heart, Lung, and Blood Institute adalah <
130/80 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat 1 gr/24 jam, maka target lebih
rendah yaitu < 125/75 mmHg. Pengelolaan tekanan darah dilakukan dengan dua cara, yaitu
non-farmakologis dan famakologis. Terapi non-farmakologis adalah melalui modifikasi
gaya hidup antara lain menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik,
menghentikan merokok, serta mengurangi konsumsi garam. Harus diingat bahwa untuk
mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat dengan
berbagai efek samping dan harga obat yang kadang sulit dijangkau penderita. Hal terpenting
yang perlu diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan apapun jenis obat
yag dicapai. Akan tetapi karena Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) dan
Angiotensin Reseptor blocker (ARB), dikenal mempunyai efek antiprotein uric maupun
renoproteksi yang baik, maka selalu disukai pemakaian obat-obatan ini sebagai awal
pengobatan hipertensi pada penderita DM. Pada penderita hipertensi dengan mikroalbuminuria
atau makroalbuminuria, ACE inhibitor dan ARB merupakan terapi utama yang paling
dianjurkan. Jika salah satu tidak dapat diterima atau memberikan hasil yang kurang maksimal
maka dapat dianjurkan penggunaan non dihydropyridine calcium channel blockers.
3. Penanganan Gagal Ginjal
a. Terapi Konservatif
- Memperkecil beban ginjal atau mengurangi kadar toksin uremik: diet tinggi kalori,
rendah protein, rendah garam, menghindarkan obat nefrotoksik (NSAID,
aminoglikosida, tetrasiklin)
- Memperbaiki factor yang reversible (anemia, tekanan darah, infeksi)
- Mengatasi hiperfosfatemia dengan CaCO3 dan diet rendah fosfat
- Terapi DM
- Terapi mual muntah diberikan metoclopramide, untuk gatal diberikan difenhidramin
b. Terapi Pengganti
- Hemodialisis
- Cangkok ginjal

Anda mungkin juga menyukai

  • Amoebiasis
    Amoebiasis
    Dokumen2 halaman
    Amoebiasis
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga Bedah
    Jadwal Jaga Bedah
    Dokumen3 halaman
    Jadwal Jaga Bedah
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus Farmasi
    Presentasi Kasus Farmasi
    Dokumen33 halaman
    Presentasi Kasus Farmasi
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Odinofagi Rindi
    Odinofagi Rindi
    Dokumen11 halaman
    Odinofagi Rindi
    Gresmita Rindi
    Belum ada peringkat
  • DAPUS
    DAPUS
    Dokumen1 halaman
    DAPUS
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Germas
    Penyuluhan Germas
    Dokumen13 halaman
    Penyuluhan Germas
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Odinofagi Rindi
    Odinofagi Rindi
    Dokumen11 halaman
    Odinofagi Rindi
    Gresmita Rindi
    Belum ada peringkat
  • LB Ileus
    LB Ileus
    Dokumen2 halaman
    LB Ileus
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Soal Forensik DR - Hari
    Soal Forensik DR - Hari
    Dokumen1 halaman
    Soal Forensik DR - Hari
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Adhd
    Adhd
    Dokumen2 halaman
    Adhd
    Muhammad David Perdana Putra
    Belum ada peringkat
  • Laporan PHC
    Laporan PHC
    Dokumen65 halaman
    Laporan PHC
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Makalah Gilut
    Makalah Gilut
    Dokumen91 halaman
    Makalah Gilut
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Flow Sheet
    Flow Sheet
    Dokumen4 halaman
    Flow Sheet
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Refrat Radiologi
    Refrat Radiologi
    Dokumen29 halaman
    Refrat Radiologi
    Jessica Wright
    Belum ada peringkat
  • RSJ 1
    RSJ 1
    Dokumen12 halaman
    RSJ 1
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Soal Forensik DR - Hari
    Soal Forensik DR - Hari
    Dokumen1 halaman
    Soal Forensik DR - Hari
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Asetilkolin Dan NE
    Asetilkolin Dan NE
    Dokumen6 halaman
    Asetilkolin Dan NE
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Bekas TB, Frozen Shoulder Dextra, Deconditioning Syndrome
    Bekas TB, Frozen Shoulder Dextra, Deconditioning Syndrome
    Dokumen37 halaman
    Bekas TB, Frozen Shoulder Dextra, Deconditioning Syndrome
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Inkontinensia Urin
    Inkontinensia Urin
    Dokumen6 halaman
    Inkontinensia Urin
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Preskas SNH
    Preskas SNH
    Dokumen33 halaman
    Preskas SNH
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen3 halaman
    PPOK
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Asetilkolin Dan NE
    Asetilkolin Dan NE
    Dokumen6 halaman
    Asetilkolin Dan NE
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Preskas SNH
    Preskas SNH
    Dokumen33 halaman
    Preskas SNH
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Refrat
    Refrat
    Dokumen3 halaman
    Refrat
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Preskas BTKV Kokom Delia
    Preskas BTKV Kokom Delia
    Dokumen8 halaman
    Preskas BTKV Kokom Delia
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Dokumen10 halaman
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Riskabawal
    Belum ada peringkat
  • Preskas BTKV Kokom Delia
    Preskas BTKV Kokom Delia
    Dokumen8 halaman
    Preskas BTKV Kokom Delia
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Preskas Saraf
    Preskas Saraf
    Dokumen11 halaman
    Preskas Saraf
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat
  • Preskas Saraf
    Preskas Saraf
    Dokumen11 halaman
    Preskas Saraf
    Rizky Saraswati Indraputri
    Belum ada peringkat