Anda di halaman 1dari 20

Wiwiek Librani Soerye

1102012309

Skenario 1 - Urin

LO.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal & Saluran Kemih

1.1 Makroskopis

1. Ginjal
Ginjal berjumlah dua buah. Ukuran normal 12x6x2 cm. Berat 1 ginjal 130gr.
Ginjal memegang peranan penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam
tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam-basa darah, zat-zat sampah
meninggalkan ginjal sebagai urin yang meninggalkan tubuh melewati uretra.
Ginjal berwarna coklat-kemerahan, di belakang peritoneum, terletak tinggi pada
dinding posterior abdomen, sebagian besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Ini disebabkan karena adanya
lobus kanan hati yang besar.
Pada pole atas terdapat kelenjar supra renalis kiri dan kanan. Ginjal dibungkus
fascia renalis terdiri lamina anterior dan lamina posterior. Ginjal dikelilingi oleh
capsula fibrosa yang melekat erat cortex ginjal, dan yang tidak langsung membungkus
disebut capsula adiposa.

Proyeksi Ginjal Pada Dinding Belakang Abdomen

Batas atas
Ginjal kanan : setinggi V.TH 12
Ginjal kiri : setinggi V.TH 11
Batas bawah
Ginjal kanan : setinggi V. lumbal 3
Ginjal kiri : setinggi V. lumbal 2-3

Anatomi Bagian Dalam Ginjal

Bagian dalam ginjal terdiri dari : cortex (luar) dan medulla


(dalam)
Bagian cortex yang masuk ke medulla disebut columna
renalis (bertini)
Bagian miedulla yang berbentuk kerucut disebut pyramid
renalis dan bagian apexnya disebut papilla renalis
Tempat keluar / masuknya alat dari / ke ginjal disebut
hillus renalis.
Yang masuk : a. renalis, plexus symphaticus dan n. vagus
Yang keluar : v. renalis, ureter dan Nn. Limphatici
Vaskularisasi Dalam Medulla dan Cortex

Persyarafan Ginjal

Saraf yang mempersarafi ginjal berasal dari plexus simpatikus renalis dan tersebar
sepanjang cabang cabang av. Renalis. Serabut afferen yang berjalan melalui plexus
renalis masuk medulla spinalis melalui n. thoracalis X, XI dan XII.

2. Pelvis Renalis
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong
lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga
disebut kaliks mayor, yang masing masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung
urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

3. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung
kemih (vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari :


a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit


sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika
urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh
ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke
dalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia
muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat
ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
4. Vesica Urinaria
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak
di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti
kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius.

Bagian vesika urinaria terdiri dari :


Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah
luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

5. Uretera
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok
kelok melalui tengah tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang
menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya 20 cm.

Uretra pada laki-laki terdiri dari :


Uretra Prostaria
Uretra Membranosa
Uretra Kavernosa

Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa.

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit


kearah atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah
atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

1.2 Mikroskopis

1. Ginjal
Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis yang dapat dilepaskan dengan
mudah dari parenkim dibawahnya, suatu petunjuk bahwa tidak terdapat septa.

Hilus : cekungan pada sisi medial ginjal, tempat keluar masuk pembuluh darah dan
keluarnya saluran keluar, ureter.
Pelvis : bagian atas ureter yang melebar mengisi hilus ginjal. Terbagi menjadi calyx
major dan minor, biasanya ada 2 calyx major dan 8-12 calyx minor
Papilla : puncak daerah pyramid yang menonjol masuk kedalam calyx minor.
Medulla : terdiri dari 10-18 piramid
Korteks : didominasi oleh glomerulus
Kolumna renalis (bertini) : bagian korteks yang masuk ke medulla
Lobus ginjal : pyramid medulla beserta korteks yang mengelilinginya.

Nefron

Korpuskel ginjal (Malpighi)


bagian pertama nefron terdapat dalam korteks, bersifat buntu, menggelembung dan
dilapisi oleh epitel yang sangat tipis. Terdiri dari kapsula bowman dan glomerulus.
- Kapsula bowman : terdiri dari 2 lapis, pars parietalis yang tersusun dari epitel
selapis gepeng, berlanjut menjadi dinding tubulus proksimal. Pars visceralis
terdiri dari podosit, melapisi endotel kapiler glomerulus.
- Glomerulus : merupakan massa kapiler yang berbelit-belit terdapat sepanjang
perjalanan arteriol, dengan sebuah arteriol aferen memasuki glomerulus dan
sebuah arteriol eferen meninggalkan glomerulus. Dibungkus oleh kapsula
bowman.

Tubulus Renalis
- Tubulus kontortus proksimal : dinding dibentuk oleh sel selapis kubis, batas sel
tidak jelas, inti bulat letak berjauhan, sitoplasma asidofil (merah) dan mempunyai
mikrovili pada permukaan sel yang memberikan gambaran brush border.
- Ansa henle
a. Ansa henle segmen tebal pars desendens : Mirip tubulus kontortus proksimal,
tetapi diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis.
b. Ansa henle segmen tipis : Dinding berupa epitel selapis gepeng, tersusun oleh
2 sampai 5 sel, didalam lumennya tidak tdpt sel2 darah
c. Ansa Henle segmen tebal pars asendens : Mirip tubulus kontortus distal,
diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis.
- Tubulus kontortus distal : epitel selapis kubis, batas sel lebih jelas, inti bulat letak
agak berdekatan, sitoplasma basofil (biru), tidak mempunyai brush border.

Duktus Koligens

Dinding dibentuk oleh sel kubis sampai torak rendah, jernih, merupakan lanjutan dari
tubulus kontortus distal, permukaan sel menonjol ke lumen.

2. Pelvis Renalis
Pada hilus renalis terdapat pelvis renalis yang menampung urin dari papila
renalis. Pada ginjal yang multi-piramid urin pertama ditampung oleh kaliks renalis
kemudian dari sini baru ke pelvis renalis.
Bangun histologinya adalah sebagai berikut : mukosa memiliki epithel
transisional dengan sel payung, mulai dari kaliks renalis, tebal epithel hanya 2 sampai 3
sel. Dengan mikroskop cahaya tidak tampak adanya membran basal tetapi dengan EM
tampak membrana basalis yang sangat tipis. Propria mukosa terdiri atas jaringan ikat
longgar. Lapis dalam tersusun longitudinal dan lapis luar sirkuler. Pada kalises renalis
otot relatif sedikit, tetapi pada daerah permukaan ureter membentuk semacam sphincter.
Tunika adventitia terdiri dari jaringan ikat longgar dengan banyak sel lemak, pembuluh
darah, pembuluh limfe serta saraf.
3. Ureter
Ureter adalah saluran tunggal yang menyalurkan urine dari pelvis renalis menuju
vesika urinaria (kantong air seni). Mukosa membentuk lipatan memanjang dengan
epithel peralihan, lapisan sel lebih tebal dari pelvis renalis. Tunika propria terdiri atas
jaringan ikat.Tunika muskularis tampak lebih tebal dari pelvis renalis, terdiri dari lapis
dalam yang longitudinal dan lapis luar sirkuler, sebagian lapis luar ada yang
longitudinal khususnya bagian yang paling luar. Dekat permukaan pada vesika
urinaria hanya lapis longitudinal yang nampak jelas.
Tunika adventisia terdiri atas jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah,
pembuluh limfe dan saraf, ganglia sering terdapat didekatnya.

Dinding ureter terdiri atas beberapa lapis, yakni:


Tunika mukosa : lapisan dari dalam ke luar sebagai berikut :
- Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat lapis, pada ureter empat
sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis.
- Tunika submukosa tidak jelas
- Lamina propria beberapa lapisan
- Luar jaringan ikat padat tanpa papila, mengandung serabut elastis dan sedikit
noduli limfatiki kecil, dalam jaringan ikat longgar
- Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter dan vesika urinaria
dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur.
Tunika muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan
ikat longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga lapisan : stratum
longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum longitudinale eksternum
Tunika adventisia : jaringan ikat longgar

4. Vesica Urinaria
a. Mukosa, memiliki epithel peralihan (transisional) yang terdiri atas lima sampai
sepuluh lapis sel pada yang kendor, apabila teregang (penuh urine) lapisan nya
menjadi tiga atau empat lapis sel.
b. Propria mukosa terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan jarang terlihat
limfonodulus atau kelenjar. Pada sapi tampak otot polos tersusun longitudinal, mirip
muskularis mukosa.
c. Sub mukosa terdapat dibawahnya, terdiri atas jaringan ikat yang lebih longgar.
d. Tunika muskularis cukup tebal, tersusun oleh lapisan otot longitudinal dan sirkuler
(luar), lapis paling luar sering tersusun secara memanjang, lapisan otot tidak tampak
adanya pemisah yang jelas, sehingga sering tampak saling menjalin. Berkas otot
polos di daerah trigonum vesike membentuk bangunan melingkar, mengelilingi
muara ostium urethrae intertinum. Lingkaran otot itu disebut m.sphinter internus.
e. Lapisan paling luar atau tunika serosa, berupa jaringat ikat longgar (jaringan areoler),
sedikit pembuluh darah dan saraf

LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal

2.1 Proses Pembentukan Urin & Faktor yang Mempengaruhi

1. Hormon
a. ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.

b. Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di
tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin.

c. Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan
pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur
sirkulasi ginjal.

d. Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.

e. Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada :
Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
Innervasi ginjal dihilangkan
Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )

Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya turun


akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab renin
mengakibatkan aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain
diubah menjadi angiotensin II; dan ini efeknya menaikkan tekanan darah

2. Zat - zat diuretik


Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi zat
diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin bertambah.

Diuresis adalah peningkatan ekskresi urine (> 1ml/menit). Beberapa jenis diursis
adalah sebagai berikut:

Diuresis air : Terlalu banyak meminum air menyebabkan pengenceran plasma dan
menurunkan sekresi ADH. Akibatnya, urine hipoosmolal diekskresikan atau terdapat
ekskresi air bebas. Kejadian yang sama bila terjadi kegagalan sekresi ADH seperti
pada diabetes insisipidus. Air bebas adalah jumlah air yang dikeluarkan melalui
urine untuk mempertahankan osmolalitas plasma.

Diurisis Osmotik : Bila zat terlarut yang tidak dapat diserap, diekskresikan harus
disertai dengan jumlah air yang sesuai.

Diuresis tekanan : Bila tekanan darah meningkat, otoregulasi mencegah peningkatan


aliran plasma ginjal dalam korteks sementara pada bagian medulla otoregulasi
kurang efektif. Aliran darah medulla meningkat dn menurunkan konsentrasi di
medulla. Hal ini menyebabkan penurunan gradian osmolaritas urine maksimum dan
menyebabkan diuresis

3. Suhu internal atau eksternal


Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan mengurangi
volume urin.

4. Konsentrasi Darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah rendah.Reabsorpsi
air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.

5. Emosi
Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

2.2 Aspek Biokimia Ginjal

1. Penyaringan ( Filtrasi )
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur
spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar
kedalam vascular system, menekan cairan yang identik denganplasma di elektrolitnya
dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular.Tumpukan glomerulus tersusun
dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut
sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus
dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara
glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang
mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus
proksimal.
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan
onkotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatan untuk proses filtrasi.
Normalnya tekanan onkotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang
medium-besar tidak tersaring. Filtration barrier bersifat selektif permeable. Normalnya
komponen seluler dan protein plasma tetap didalam darah, sedangkan air dan larutan
akan bebas tersaring. Pada umunya molekul dengan diameter 4nm atau lebih tidak
tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan.
Bagaimanapun, karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah
untuk filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari setiap molekul juga
mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anion. Bahan-
bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma,seperti glukosa, asam amino, natrium,
kalium, klorida, bikarbonat, garam, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari
endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang
komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein.

2. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )


Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu,99% filtrat
glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi
penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih
berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan
garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal
mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar
dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan
menghasilkan urin sekunderyang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer.
Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi.
Sebaliknya, konsentrasi zat- zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah,
misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder.
Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui
peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada
tubulus proksimal dan tubulus distal

3. Augmentasi (Ekskresi)
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air,
1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil
pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak
berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20,NHS, zat warna
empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa
pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua
senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2
berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga
kestabilanPH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk
berbagaikebutuhan, misalnya sebagai pelarut.

2.3 Peran Ginjal dalam Keseimbangan Cairan Tubuh

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:


1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri
dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume
plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah
jangka panjang.

Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.:


Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh.
Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan
sehingga asupan garam sama dengan keluarannya.

Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:


Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).
Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal

Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur
reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+
meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah arteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini
disekresi oleh sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume
plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi
urin sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.

2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel


Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam
suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau
semakin rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara
osmosis dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi)
ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat
menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang
banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion
kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel.
Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan
kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua
kompartmen ini.

Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:

Perubahan osmolaritas di nefron


Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan
osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan
cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan
yang isosmotik di tubulus proksimal ( 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars
desending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi
cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam
lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan
secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi
garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus
koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus
koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin
yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter
juga bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.

Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)


Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang
osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron
hypothalamus yang menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh
hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus
koligen. Ikatan vasopressin dengan resptornya di duktus koligen memicu
terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen.
Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa
recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit
dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dapat
dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus
sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh
kembali normal.

Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan
alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara
normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. Pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan
ion H.

Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara
lain:
1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. Mempengaruhi konsentrasi ion K

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H
seperti nilai semula dengan cara:
1. Mengaktifkan sistem dapar kimia
2. Mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. Mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:


1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk perubahan
yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika


dengandapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH
akandilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar ion
H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian
mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut.
Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan
ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
ammonia.

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Glomerulonephritis


3.1 Definisi
Glomerulonefritis adalah penyebab gagal ginjal pada sepertiga pasien yang
membutuhkan dialysis atau transplantasi. Glomerulonefritis mengenai kedua ginjal secara
simetris. Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama sebagai
penyebab PGTA (Penyakit Ginjal Tingkat Akhir) dan meliputi 55% penderita yang
mengalami hemodialisis.

3.2 Etiologi
Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,
misalnya pharyngitis atau tonsillitis. Penyakit infeksi lain yang juga dapat berhubungan
ialah skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsiler dan bahkan infeksi kulit.
Jasad reniknya hampir selalu streptokokus beta hemolitik golongan A, dan paling
sering ialah tipe 12. Strain nefritogenik lain yang dapat ditemukan pula ialah tipe 4, 47, 1,
6, 25 dan Red Lake.
Periode antara infeksi saluran nafas atau kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan
glomerulus dinamakan periode laten. Periode laten ini biasanya antara 1-2 minggu,
merupakan ciri khusus dari penyakit ini sehingga dapat dibedakan dengan sindrom nefritik
akut karena sebab lainnya. Periode laten dari infeksi kulit (impetigo) biasanya antara 8-21
hari.

3.3 Klasifikasi
1. Klasifikasi secara histopatologis
Glomerulonefritis lesi minimal (GNLM)
Salah satu jenis yang dikaitkan dengan sindrom nefrotik, disebut pula nefrosis
lupoid. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF, glomerulus normal.
Pemeriksaan mikroskop electron, hilangnya prosesus dari podosit sel epitel visceral
glomerulus.

Glomerulosklerosis segmen fokal (GSFS)


Gambaran sindrom nefrotik dengan gejala proteinuria massif, hipertensi, hematuria,
sering gangguan ginjal. Pada mikroskop cahaya, terdapat sclerosis glomerulus yang
mengenai segmen tertentu. Obliterasi kapiler glomerulus, dan dinding kapiler
glomerulus kolaps. Kelainan ini disebut hialinosis yang terdiri dari IgM dan
komponen C3.

Glomerulonefritis membranosa (GNMN)


Disebut juga nefropati membranosa, penyebab tidak diketahui tapi sering dikaitkan
dengan SLE, infeksi hepatitis B atau C, tumor ganas, atau akibat obat preparat emas,
penisilinamin, anti-inflamasi non-steroid. Mikroskop cahaya tampak normal,
mikroskop IF terdapat deposit IgG dan komplemen C3 granular di dinding kapiler
glomerulus. Pada pewarnaan khusus tampak konfigurasi spike-like pada MBG
(membrane basalis glomerulus). Semua pemeriksaan tersebut, tergantug stadium
penyakitnya.

Glomerulonefritif proliferatif
o Glomerulonefritis membranoproliperatif (GNMP)
Proliferasi sel mesangial, infiltrasi leukosit, dan akumulasi matriks ekstraseluler.
Infiltrasi makrofag ditemukan di glomerulus dan terjadi pelebaran MBG serta
penebalan double contour. Pada mikroskop IF ditemukan endapan IgG, IgM, dan
C3 pada dinding kapiler yang berbentuk granular
o Glomerulonefritif mesangioproliferatif (GNMsP)
o Glomerulonefritif kresentik

Glomerulonefritis proliperatif akut


Glomerulonefritis progresif cepat
Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, dll. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 5

2. Glomerulonerfritis primer
Glomerulonerfritis membranoproliferatif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang
tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis
progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 %
berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan
sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik.
Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan
bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.

Glomerulopati membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai
pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.Glomerulopati membranosa jarang
dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom
nefrotik.Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun,
meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1
tahun.Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien
dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan,
sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

Nefropati IgA (penyakit Berger)


Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik.Nefropati IgA juga sering
dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan
sendi.Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan
hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului
infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan
imunisasi.

3. Glomerulonefritis Sekunder
Glomerulonefritis pascastreptokok
Kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang
nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah.
Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata,
kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

4. Glomerulonefritis krn infeksi dan penyakit sistemik


Glomerulonefritis pada hepatitis
Glomerulonefritis pada endokarditis
Nefritis pirau (shunt)
Purpura Henoch-Schonlein

Berdasarkan tempat terkenanya :


a. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal
ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi
stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada membrana basalis
glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga
dapat mengakibatkan kematian akibat uremia.
Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan
sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat
uremia.

b. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.

c. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.

3.4 Patogenesis
Glomerulonefritis pasca streptokokus dapat diakibatkan sekunder terhadap efek
toksik langung dari protein streptokokal terhadap glomerulus, atau produk streptokokal
tersebut dapat menginduksi kerusakan akibat pembentukan imun kompleks. Hal ini dapat
terjadi akibat berbagai mekanisme: (1) dengan membawa antigen ke glomerulus (antigen
ditanamkan), (2) dengan deposisi kompleks imun yang bersirkulasi, (3) dengan
mengalterasi antigen ginjal normal, menyebabkannya menjadi self-antigen, atau (4) dengan
menginduksi respon autoimun terhadap self-antigen (antigenic mimicry). Diduga bahwa
lebih dari satu antigen streptokokal dapat berperan dalam patogenesis glomerulonefritis
pasca streptokokus, dan lebih dari satu mekanisme patogenik dapat ikut serta.

Molekul protein M yang menonjol dari permukaan streptokokus grup A mengandung


epitop yang dapat melakukan cross-reaction dengan antigen glomerular yang nantinya akan
membentuk kompleks antigen antibodi. M protein tipe V, VI, dan XIX telah menunjukkan
kemampuan untuk merangsang antibodi yang bereaksi dengan beberapa protein
myokardium dan otot skelet. Sebaliknya, antibodi monoklonal yang dihasilkan terhadap
korteks ginjal manusia menunjukan cross-reaction dengan protein M tipe VI dan XII,
membuktikan bahwa beberapa jenis protein M memiliki determinan antigenik yang serupa
dengan glomerulus. Neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG
endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah
tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian
mengendap dalam ginjal.

Streptokinase yang dimiliki oleh Streptococcus ini juga akan merusak glomerulus
tetapi secara langsung menyerang pada struktur glomelurus normal. Streptokinase akan
mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin yang nantinya akan mengaktivasi komplemen
C3 sehingga kadar C3 dalam darah menurun.

Komplemen yang tadi terbentuk akhirnya terdeposit di dalam membran basalis


glomerulus dan memicu sel-sel inflamasi seperti sel PMN, aktivasi monosit dan neutrofil
yang menyebabkan peningkatan respon imun lalu destruksi membran basalis. Kerusakan
membran basalis menyebabkan kebocoran protein plasma dan gangguan ekskresi air dan
elektrolit.

3.5 Manifestasi Klinik


1. Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria
terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat.
2. Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya
ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari.
Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu
3. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom
nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem
4. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne
5. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG)
6. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu
makan menurun, nyeri kepala, atau lesu.

3.6 Diagnosis

Anamnesis
a. Secara Alloanamnesa.
b. Tanyakan riwayat radang tenggorokkan ? (pernah / sering / jarang)
c. Tanyakan riwayat ISPA?
d. Tanyakan Riwayat Tumbuh kembang dan Imunisasi ?
e. Tanyakan riwayat kehamilan ?

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Keadaan umum, biasanya anak datang dengan keadaan kesadaran
komposmentis dan tampak sedang sakit.
Tampak adanya udema ringan disekitar wajah atau bagian bawah tubuh ( tetapi jarang
terjadi, atau hanya pada pagi hari).
b. Tanda Vital : Nadi biasanya normal reguler, Suhu biasanya Normal atau sedikit
meninggi, Tekanan Darah biasanya Tinggi.
c. PF Thorax Normal.
d. PF Abdomen : Shifting Dulness (+), Undulasi (-).
e. Diagnosis ditegakkan setelah pemeriksaan Laboratorium menunjukkan adanya
Glomerulonefritis.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
a. Darah (complete blood count)
Titer ASTO meningkat
Bila ditemukan kenaikan 250 U. Peningkatan ini dimulai pada minggu 1-3, puncak
pada 3-5 minggu, dan kembali normal dalam 6 bulan. Pada pasien dengan infeksi
kulit, anti-DNase B (ADB) titer lebih sensitif dibandingkan titer ASO untuk infeksi
Streptococcus .
Kadar komplemen ( C3) turun,C4 dan C5 normal
Turun pada 2 minggu pertama masa sakit,dan kembali normal lagi 6-8 minggu
kemudian.
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) dan kreatinin plasma meningkat.
Kreatinin merupakan zat hasil metabolisme otot yang diekskresikan lewat urin
melalui proses filtrasi glomerulus. Kadar normal kreatinin serum 0.7-1.5 mg/100ml.
Kadar BUN normal 20mg/100ml. Keadaan meningkatnya kadar BUN dan kreatinin
disebut azotemia
LED cepat, menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
Lekositosis, menunjukkan adanya infeksi
Anemia normokrom normositik
Adanya anemia yang diakibatkan bocornya glomerulus,penurunan eritropoietin dan
tidak adanya gangguan keseimbangan as.folat,b12 dan besi
Kadar Albumin plasma menurun
Menunjukkan adanya kebocoran yang terjadi di glomerulus sehingga albumin
banyak yang diekskresikan bersama urin.
Gangguan ekskresi kalium, air bebas, dan hasil asam dalam hiperkalemia,
hiponatremia, dan rendah kadar bikarbonat serum, masing-masing.
Gangguan hasil produksi hormon vitamin D-3 di hypocalcemia, hiperfosfatemia, dan
tingkat tinggi hormon paratiroid

b. Biopsi Ginjal
Prosedur ini melibatkan penggunaan jarum khusus untuk mengekstrak potongan-
potongan kecil jaringan ginjal untuk pemeriksaan mikroskopis untuk membantu
menentukan penyebab dari peradangan,derajat penyakit dan proses keparahan inflamasi

c. Urinalisis (menggunakan urine 24 jam)


Proteinuria (<1g/dl)
Protein normal di urin <10mg/dL atau <100mg/hari yang terdiri dari albumin dan
tamm-horsfall(protein tubulus). Uji yang digunakan ada 2,pertama dengan
menggunakan uji strip reagent(dipstick) yaitu dengan menggunakan carik celup
dengan membandingkan warna pada label yang nilainya 0-4+.

Kedua dengan cara konvensional menggunakan metode presipitasi (panas dan asam)
dengan asam sulfosalisilat dan asam asetat.
Hematuria setiap berkemih
Eritrosit normal di urin 0-1/lpb. Uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar.
Bila hasilnya positif maka dilakukan uji mikroskopis urine.
BJ meningkat
Diukur dengan kapasitas pengapungan hidrometer dan urinometer dalam suatu
silinder urine. BJ norma 1003-1030. Cara ini tergantung dengan besarnya berat dan
jumlah partikel terlarut. Menunjukkan adanya proteinuria
Silinder : eritrosit, granula dan lilin
Normal silinder di urin 0-2/lpk. Merupakan cetakan protein yang dibentuk di tubulus
con.distal dan ductus coligens
Sedimen : jumlah eritrosit, leokosit, epithel tubulus renal meningkat

d. Kultur darah dan kultur jaringan


Kultur darah diindikasikan pada pasien dengan demam, imunosupresi, intravena (IV)
sejarah penggunaan narkoba, shunts berdiamnya, atau kateter. Kultur darah dapat
menunjukkan hipertrigliseridemia, penurunan laju filtrasi glomerulus, atau anemia.
Kultur dari tenggorokan dan lesi kulit untuk menyingkirkan spesies
Streptococcusdapat diperoleh.

e. Radiografi
Radiografi dada diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa hemoptysis
(misalnya, Wegener granulomatosis, sindrom Goodpasture, kongesti paru).
Pencitraan radiografi perut (yaitu, computed tomography [CT]) diperlukan jika abses
viseral diduga; juga mencari abses dada.
CT scan kepala tanpa kontras mungkin diperlukan dalam setiap pasien dengan
hipertensi ganas atau perubahan status mental.
Ultrasonografi ginjal samping tempat tidur mungkin tepat untuk mengevaluasi
ukuran ginjal, serta untuk menilai echogenicity dari korteks ginjal, mengecualikan
obstruksi, dan menentukan tingkat fibrosis. Sebuah ukuran ginjal kurang dari 9 cm
adalah sugestif dari jaringan parut yang luas dan rendah dan kemungkinan
reversibilitas.
Echocardiography dapat dilakukan pada pasien dengan murmur jantung baru atau
kultur darah positif untuk menyingkirkan endokarditis atau efusi perikardial.

f. Patologi Anatomi
Glomerulus dengan ploriferasi sel-sel endotel kapiler dan sel-sel epitel capsula
bowman,tubulus melebar,jaringan interstitium sembab,serbukan sel-sel radang menahun

3.7 Diagnosis Banding

Nefritis IgA
MPGN Tipe 1 dan 2.
Lupus Nefritik
Syndroma Nefrotik.
3.8 Tatalaksana
Terapi Farmakologi
A. Antibiotik
Antibiotik (misalnya, penisilin) digunakan untuk mengontrol gejala lokal dan
untuk mencegah penyebaran infeksi ke organ lain. Terapi antimikroba bukan untuk
mencegah perkembangan GN, kecuali jika diberikan dalam 36 jam pertama. Pengobatan
antibiotik kontak dekat kasus indeks dapat membantu mencegah perkembangan GAPS.

1. Penisilin V
Penisilin V lebih tahan daripada penisilin G dari hidrolisis oleh sekresi
lambung asam dan diserap dengan cepat setelah pemberian oral. 250 mg penisilin V
= 400.000 U penisilin.

2. Sefaleksin (Keflex)
Sefaleksin adalah generasi pertama cephalosporin yang menghambat
replikasi bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Obatl ini
bakterisidal dan efektif terhadap organisme yang berkembang pesat membentuk
dinding sel. Perlawanan terjadi dengan perubahan penicillin-binding protein. Hal ini
efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh streptokokus atau
stafilokokus, termasuk penisilinase penghasil staphylococcus. Bisa memulai terapi
bila infeksi streptokokus atau stafilokokus sudah ditemukan. Sefaleksin digunakan
secara oral pada saat manajemen rawat jalan diindikasikan. Hal ini setidaknya sama
efektifnya dengan eritromisin dalam pemberantasan infeksi GABHS.


3. Eritromisin (E.E.S., Ery-Tab, Erythrocin)
Jadwal dosis yang disarankan eritromisin dapat mengakibatkan
gangguan GI, menyebabkan meresepkan macrolide alternatif atau untuk mengubah
dosis tiga kali sehari. Eritromisin mencakup agen etiologi yang paling potensial,
termasuk spesies mikoplasma.
Eritromisin kurang aktif terhadap H influenzae. Meskipun 10 hari
tampaknya menjadi program standar perawatan, mengobati sampai pasien telah
afebris selama 3-5 hari tampaknya menjadi pendekatan yang lebih rasional. Ini
menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat disosiasi
peptidil tRNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein untuk
menangkap. Hal ini diindikasikan untuk infeksi staphylococcal dan streptokokus.
Pada anak-anak, usia, berat badan, dan beratnya infeksi menentukan
dosis yang tepat. Ketika dosis dua kali sehari diinginkan, setengah dosis harian total
dapat diambil setiap 12 jam. Untuk infeksi yang lebih parah, dosis ganda.
Eritromisin memiliki keuntungan tambahan sebagai agen anti-inflamasi
yang baik dengan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear.
Eritromisin oral merupakan alternatif yang dapat diterima untuk pasien
alergi terhadap penisilin atau antibiotik sefalosporin dan efektif dalam pengobatan
faringitis streptokokus. Eritromisin estolate dan eritromisin etilsuksinat keduanya
efektif, meskipun catatan lokal tingkat resisten antibiotik karena hingga 5% dari
isolat pyogenes S mungkin resisten terhadap eritromisin.

B. Agen lain
Diuretik loop mungkin diperlukan pada pasien yang edematous dan hipertensi
untuk menghilangkan kelebihan cairan dan untuk memperbaiki hipertensi. Menurunkan
volume plasma dan edema dengan cara diuresis. Penurunan volume plasma dan stroke
volume berhubungan dengan output diuresis penurunan jantung dan, tekanan darah.

Furosemide (Lasix)
Furosemide meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport
clorida-binding, natrium klorida menghambat reabsorpsi ansa Henle asendens dan
tubulus ginjal distal. Furosemide dengan cepat diserap dari saluran gastrointestinal (GI).
Efek diuretik jelas dalam waktu 1 jam oral (PO) administrasi, puncak oleh jam kedua,
dan berlangsung selama 4-6 jam. Setelah intravena (IV), diuresis terjadi dalam 30
menit, durasi tindakan sekitar 2 jam, 66% dari dosis diekskresikan dalam urin.

C. Vasodilator (misalnya, nitroprusside, nifedipine, hydralazine, diazoxide) dapat
digunakan jika hipertensi berat atau ensefalopati.

1. Sodium nitroprusside (Nitropress)
Sodium nitroprusside adalah, ampuh dengan IV antihipertensi agen. Efeknya
segera dan biasanya berakhir secepat infus dihentikan karena biotransformation
cepat. Nitroprusside natrium menghasilkan vasodilatasi dan aktivitas meningkat
inotropik jantung. Pada dosis yang lebih tinggi, hal itu dapat memperburuk iskemia
miokard dengan meningkatkan denyut jantung. Gunakan agen ini hanya untuk
pengobatan hipertensi berat akut atau hipertensi maligna yang refrakter terhadap
terapi standar.

2. Hydralazine
Hydralazine menurunkan tekanan darah dengan mengerahkan efek vasodilatasi
perifer melalui relaksasi langsung otot polos pembuluh darah. Sodium retensi dan
stimulasi simpatis berlebihan jantung dapat dihambat oleh coadministration dari
thiazide diuretik dan beta-blocker.

D. Glukokortikoid dan agen sitotoksik tak bernilai, kecuali dalam kasus GAPS yang parah

Diet
Natrium dan pembatasan cairan harus disarankan untuk pengobatan tanda dan
gejala retensi cairan (misalnya, edema, edema paru). Protein pembatasan untuk pasien
dengan azotemia harus diberitahu bila tidak ada bukti kekurangan gizi.

Aktivitas
Istirahat di tempat tidur dianjurkan sampai tanda-tanda peradangan glomerulus
dan mereda sirkulasi kemacetan. Aktif berkepanjangan tidak bermanfaat dalam proses
pemulihan pasien

Pemantauan
1. Terapi
Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan
pengobatan dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut
dapat mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital
secara berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan.
2. Tumbuh Kembang
Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak,
kecuali jika terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele tekanan darah.

3.9 Komplikasi
Oliguria bahkan sampai anuria.
Enselopati Hipertensi.
Gangguan sirkulasi.
Anemia,
Gagal Ginjal akut.
Gangguan pada sistem Cardiovascular.

3.10 Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali
pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara
bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
membaik dalam 1 minggu dan normal dalam waktu 3-4 minggu.
Sedimen urine menetap (proteinuria dan
he,maturia) pada 3,5% dari 534 pasien. Gejala fisik hilang dalam minggu ke2 atau 3, kimia
darah normal minggu ke 2 dan hematuria mikro atau makro bisa menetap selama 4-6
minggu. LED terus tinggi sampai kira kira 3 bulan
Eksaserbasi terjadi akibat infeksi akut pada fase
penyembuhan, tapi umumnya tidak merubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap
menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun, dianggap menderita GNK, walaupun dapat
terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk progresivitas, karena tetap tinggi
pada kasus kronis.
Diperkirakan 95% sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut, dan 2%
menjadi GNK.



3.11 Pencegahan
Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal,
mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan
insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.

LO.4 Memahami dan Menjelaskan Pandangan Fiqh tentang Urin

Air kencing manusia berdasarkan hadits nabi :


,
)(

Dari hadits Anas bin Malik radhiyallohu'anhu, bahwasannya seorang arab badui datang ke
masjid kemudian kencing didalamnya, maka berdirilah para sahabat hendak menghentikannya,
namun Rosululloh sollallohu'alaihi wasallam bersabda : "Biarkanlah dia dan jangan
mengganggunya " , hingga setelah selesai sang badui menunaikan hajatnya maka Rosululloh
meminta air kemudian di siramkan ke bekas kencing tersebut. HR Bukhari (6025) Muslim (284).

Anda mungkin juga menyukai