PENDAHULUAN
Hukum, Pasal 1 (1) dinyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang
Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang
miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang
berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak
Negara yang maju dan berkembang tentu memiliki sumber daya yang
dapat diandalkan pula. Termasuk dalam hal sumber daya manusia. Tidak hanya
manusia dewasa, tetapi juga anak-anak. Anak adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sumber daya manusia itu sendiri. Akan lebih baik dan lebih
efektif apabila pengelolaan sumber daya manusia itu dimulai dari anak-anak,
karena anak masih akan terus berkembang, baik dari segi fisik, psikis, maupun
1 http://www.pn-sarolangun.go.id/index.php/hak-hak-pokok-masyarakat/hak-
bantuan-hukum, diakses 12 September 2015.
1
terhadap anak tersebut agar dapat menjadi pribadi yang dicita-citakan, yang dapat
Padahal pembinaan dan perlindungan yang baik terhadap anak akan sangat
Anak adalah anugerah Allah Yang Maha Kuasa sebagai calon generasi
penerus bangsa yang masih dalam masa perkembangan fisik dan mental 2.
Tindakan sepele terhadap anak tak khayal juga membuat mereka kerap melakukan
tiap kehidupan manusia. Hukum ada bukan hanya bagi mereka yang sudah
dianggap dewasa, tapi berlaku bagi seluruh kalangan manusia, tak terkecuali
anak-anak. Namun diperlukan proses hukum secara khusus bagi mereka anak-
anak yang nyatanya berkonflik dengan hukum, agar mereka tidak mendapat
perlakuan sama seperti halnya orang dewasa yang melakukan tindak pidana.
buta akan proses hukum yang harus mereka lalui. Hal ini mengakibatkan hak-hak
2 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum (Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan
Pidana Anak), Sinar Grafika, Jakarta, cetakan kedua, 2013, hlm. 1.
2
mereka sering direnggut oleh para pihak maupun instansi terkait yang tidak
bertanggungjawab.
hakikatnya anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari berbagai macam
berbagai bidang kehidupan. Oleh sebab itu anak harus dibantu oleh orang lain,
Anak yang asing bagi dirinya, namun tetap harus diikuti untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
daya manusia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan
dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
terhadap anak merupakan bagian yang integral dalam upaya tersebut. Oleh karena
rangka melindungi hak anak agar mampu juga menjadi sumber daya manusia
peraturan tentang anak, telah banyak diciptakan. Namun menelaah dari kehidupan
terhadap anak, nyatanya belum mampu direalisasikan dengan baik. Nasib anak
3 Ibid., hlm. 3.
3
yang berkonflik dengan hukum masih menyedihkan, tidak seindah jika kita
hanya anak yang melakukan tindak pidana, bahkan anak yang menjadi korban
tindak pidana pun hak-haknya kerap terabaikan atau tidak ada yang melindungi
merasa takut, depresi, tertekan untuk berbicara kebenaran. Kondisi fisik dan
mental yang demikian tentunya berdampak juga dalam proses beracara demi
dengan hukum, sebenarnya hal ini merupakan alternatif terakhir menurut Undang-
tentang anak, yaitu Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
tindakan yang telah dilakukannya. Dalam konsep ini diusahakan jalan perdamaian
dengan mendahulukan cara lain di luar pengadilan. Salah satunya adalah dengan
4 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative
Justice), PT. Refika Aditama, Bandung, cetakan kedua, 2012, hlm. 180.
4
cara diversi5, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan
pidana ke proses di luar peradilan pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum
diusahakan agar tidak sampai pada proses pengadilan. Oleh karena itu diversi
merupakan jalan yang tepat. Untuk itu, diversi haruslah diwajibkan dalam setiap
Apabila memang melalui diversi sama sekali tidak ditemukan jalan keluar,
ini adalah salah satu realisasinya. Jadi setiap anak yang bermasalah dengan
hukum terhadap anak adalah hal penting yang harus dibahas, karena anak yang
masih sempit. Hal inilah yang harus ditinjau, bagaimana agar para pemberi
5
tercantum dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
bahwa perhatian terhadap anak sebenarnya sudah ada sejak dulu. Substansi yang
diatur pun masih seputar anak. Namun penerapannya dianggap masih kurang
Anak sebagai pelaku tindak pidana akan mengalami proses hukum yang
identik dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Identik disini berarti
Hal inilah yang menjadi kekhususan tersendiri. Dalam menangani kasus anak
dalam peradilan pidana anak, maka terlebih dahulu yang harus diperhatikan
adalah kedudukan anak tersebut sebagai seorang anak dengan semua sifat dan
tersebut.
6
Pemerintah melihat bahwa sistem peradilan anak yang selama ini
beracara di pengadilan dan kerap kali disalahgunakan oleh instansi terkait. Oleh
terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Hal inilah yang menjadi dasar
sekarang, ada beberapa hal yang masih menjadi pertanyaan penulis. Bagaimana
sebenarnya pengaturan advokasi bantuan hukum dan peradilan anak sebelum dan
Peradilan Pidana Anak? Lalu bagaimana anak yang berkonflik dengan hukum itu
terbaru? Apakah ada sinergi antara Undang-Undang SPPA ini dengan Undang-
akan dibahas lebih lanjut pada bab-bab berikutnya dalam skripsi ini.
B. Perumusan Masalah
7
1. Bagaimanakah pengaturan bantuan hukum terhadap anak Sistem Peradilan
C. Tujuan Penelitian
adalah:
D. Manfaat Penelitian
dengan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Skripsi ini
juga diharapkan mampu membuka jendela wawasan bagi setiap orang yang
8
2. Manfaat Praktis. Penulisan skripsi ini dalam prakteknya diharapkan mampu
bagi para aparat penegak hukum, khususnya yang berada dalam ruang lingkup
lain yang terkait, tak terkecuali bagi masyarakat umum dalam memberikan
keadilan yang selama ini mungkin tidak diterima oleh anak-anak yang
adil menurut hukum yang berlaku di negara kita tanpa ada diskriminasi
terhadap anak.
E. Keaslian Penelitian
menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama dan tidak terlihat adanya
ilmiah.
F. Metode Penelitian
9
Suatu penelitian tidak dapat berjalan secara terarah apabila tidak ada
2. Jenis Data dan Sumber Data. Karena penulisan skripsi ini menggunakan
sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang tidak didapat
antaranya:
antara lain:
7) Undang-Undang SPPA;
elektronik.
melalui teknik studi pustaka dan juga literatur media elektronik, yaitu internet.
Metode analisis data yang dilakukan adalah analisa kualitatif, yaitu dengan:
permasalahan
6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Depok, 1994,
hlm. 69.
11
d) Pemaparan kesimpulan, dalam hal ini kesimpulan kualitatif, yang
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi dalam 4 (empat) bab yang disusun secara sistematis
untuk menguraikan masalah yang akan dibahas dengan urutan sebagai berikut:
Penulisan.
Definisi Anak, Batas Usia Anak, Hak dan Kewajiban Anak, Definisi
Anak.
12
pembuatan undang-undang tersebut. Pada bagian kedua merupakan
BAB IV PENUTUP. Pada bab terakhir ini terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORITIS
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Dari
kewajiban tiap-tiap warga negara, hak untuk pengakuan secara rata dalam
salah satu faktor yang identik dengan hal ini. "Kemanusiaan yang adil dan
beradab" sebagai sila kedua dari Pancasila, dalam butir-butir Pancasila yang
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa, serta mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi
sejak zaman Romawi, dimana pada waktu itu bantuan hukum berada dalam
13
bidang moral dan lebih dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mulia
dari kegiatan hukum yang menekankan hak-hak yang sama bagi tiap warga
Sampai awal abad ke-20 ini pun bantuan hukum lebih banyak dianggap
Buyung Nasution, bantuan hukum itu sebenarnya sudah dikenal secara formal
tersebut juga diberlakukan bagi Indonesia yang pada waktu itu masih bernama
arti formal baru dikenal sekitar tahun tersebut, dan itupun terbatas bagi orang-
7 Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, CV. Mandar
Maju, Bandung, 2009, hlm. 11.
14
Lebih tegas lagi dalam hukum positif Indonesia masalah bantuan
hukum ini diatur dalam pasal 250 ayat (5) dan (6) HIR (Hukum Acara Pidana
Lama) dengan cakupan yang terbatas, artinya, pasal ini dalam prakteknya
waktu itu lebih populer disebut inladers, di samping itu, daya laku pasal ini
hanya terbatas apabila para advokat tersedia dan bersedia membela mereka
yang dituduh dan diancam hukuman mati dan atau hukuman seumur hidup8.
Bangsa Indonesia pada waktu itu seakan-akan tidak ada atau tidak
dasarnya gerakan bantuan hukum pada waktu itu dapat kita baca sebagai salah
15
mana seluruh bangsa masa terfokus untuk berjuang mempertahankan
kemerdekaan.
justru mengalami kemerosotan yang luar biasa akibat besarnya kekuasaan dan
pengaruh Soekarno pada masa ini. Presiden diberi wewenang untuk ikut
hukum.
Perkembangan yang cukup pesat dalam hal bantuan hukum ini terjadi
pada masa Orde Baru yang kembali menjamin kebebasan peradilan untuk
tidak diganggu oleh campur tangan pihak-pihak atau kekuatan dari luar untuk
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pada masa ini sudah mulai didirikan
makna bantuan hukum, yang berbunyi : "Merupakan suatu asas yang penting
16
bantuan hukum. Hal ini dianggap perlu karena ia wajib diberi perlindungan
bantuan hukum"10.
perlu lebih dijabarkan lagi eksistensi bantuan hukum itu dalam pemenuhan
berkeadilan11.
bahwa pemberian bantuan hukum erat kaitannya dengan pemenuhan hak asasi
manusia. Karena pemberian bantuan hukum merupakan salah satu sarana yang
merupakan sesuatu yang nisbi atau relatif adanya. Karena apa yang menurut
kita adil, belum tentu adil bagi orang lain. Seolah-olah nilai dan rasa keadilan
17
itu hanya terbatas untuk suatu kelompok dalam suatu batas ruang waktu
tertentu. Adapun keadilan yang hendak ditegakkan tiada lain daripada nilai-
nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila, UUD 1945, serta segala nilai-
nilai yang terdapat pada hukum dan perundang-undangan yang lain, yang
Hukum dan keadilan memiliki hubungan yang erat. Adil artinya tidak
memandang status atau melihat seseorang dari segi manapun dalam pemberian
hukum itu harus dibuat secara demokratis dan menjamin hak asasi manusia,
dan dalam penegakan keadilan ini maka hukum harus bekerja benar-benar
efektif.
pun harus merata bagi seluruh masyarakat. Tidak boleh ada pembedaan antara
"si miskin" dengan "si kaya". Berbagai Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia
yang mempelopori gerakan bantuan hukum juga tidak lepas dari konteks
secara cuma-cuma kepada rakyat kecil yang tidak mampu dan buta hukum
asasi manusia13.
18
Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam konsep negara hukum,
negara tentu akan mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap
bantuan hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan
serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap
the law)14. Selama ini, pemberian bantuan hukum yang dilakukan belum
negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok
15 Ibid.
19
Hukum, maka ketentuan mengenai pemberian bantuan hukum diatur melalui
Undang-Undang ini.
yang berlaku. Demikian juga halnya dengan Peradilan Anak, yang harus
perkembangannya dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial 16.
awalnya pada tahun 1917. Waktu itu beberapa rahayang ada di daerah-daerah
16 H. R. Abdussalam dan Adri Desasfuryanto, Hukum Perlindungan Anak, PTIK Press, Jakarta,
2014, hlm. 24.
17 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 130.
20
lembaga yang bernama Pro Juventute. Pro Juventute mendapat pengakuan
mendapat pengakuan dari pemerintah Belanda akan tetapi Indonesia saat itu
perlakuan yang sama seperti orang dewasa. Keadaan ini dapat dimengerti,
mengingat bahwa hukum acara kita berdasarkan HIR dan RB berasal dari
memikirkan hakim khusus yang mengadili anak pada sekitar setengah abad
silam tepatnya tahun 1954, waktu itu sudah ada hakim khusus yang mengadili
anak yaitu Bapak Mr. Maengkom dengan dibantu oleh Pegawai Pra Yuwana
(perubahan nama dari Pro Juventute pada zaman Belanda), namun penahanan
19 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Loka Karya tentang Peradilan Anak, Bina Cipta,
Bandung, 1979, hlm. 19.
21
Kemudian dibuatlah agreement secara lisan antara ketiga instansi yaitu
bagi anak yang melakukan kenakalan. Menurut D.Y. Staa, dasar agreement
tersebut ialah21 :
untuk anak, yang dipakai adalah dasar psikologis bahwa anak yang
anak-anak nakal saja. Dasar ini merupakan hasil riset puluhan tahun dari
psikologi;
tunas-tunas muda ini yang kelak akan menggantikan generasi tua dalam
yang pasti mengganggu usaha tunas muda ini sebagai anggota masyarakat
yang baik;
22
Dimulainya perlakuan khusus tersebut dari pihak22:
pakaian seragam;
seragam;
hari yang ditentukan khusus dan bersifat tertutup; 4. Hadirnya orang tua
study yang sekarang disebut Balai Bispa. Pembuatan social report inilah
yang merupakan bagian terpenting dari sidang anak. dalam social report
social worker tadi, karena hakim bebas dalam memberi putusan, tokh
terhadap si anak.
23
petugasnya diangkat dari Akademi Sosial yang dipersiapkan menjadi
petugas dan kekurangan dana maka tugas Pra Yuwana diambil alih. Pra
perempuan dan anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun. Dengan adanya
pengalihan tersebut, maka Pra Yuwana tidak lagi aktif dalam penanganan anak
yang bermasalah dengan kriminal, akan tetapi kegiatannya beralih pada anak-
dilakukan dengan sidang tertutup. Tahun 1981 ketika Hukum Acara Pidana
khusus diatur dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP yang menyebutkan bahwa
sidang anak dilakukan oleh hakim tunggal kecuali dalam hal tertentu
24 Abintoro Prakoso, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika, Yogyakarta,
2013, hlm. 37.
24
dilakukan secara majelis, dengan pintu tertutup serta putusan diucapkan dalam
peradilan anak di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970 seperti termaksud
Pengadilan Anak dalam Lembaran Negara No. 3 Tahun 1997 26. Sejak tanggal
teori dan praktik tentang peradilan anak yang sebelumnya sudah ada. Akan
dirasakan sudah tidak releven lagi untuk diterapkan dalam lalu lintas hukum
25 Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Sistem Peradilan Pidana Anak, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, 2015, hlm. 36.
25
sehari-hari27. Secara substansial dengan memperhatikan keseluruhan norma
2. Penggunaan istilah anak nakal bagi anak yang melakukan tindak pidana
pidana.
26
Dengan demikian perlu adanya perubahan paradigma dalam
Februari 2011.
Setelah tiga kali masa sidang, yakni masa sidang II, III, dan IV, maka
Rapat Pleno Komisi III DPR RI bersama pemerintah menyetujui RUU SPPA
Undang-Undang SPPA 30 .
31
Penyusunan Undang-Undang SPPA ini merupakan penggantian
31 Lihat penjelasan umum UU No. 11 Tahun 2012. "Undang-Undang ini menggunakan nama
Sistem Peradilan Pidana Anak tidak diartikan sebagai badan peradilan sebagaimana diatur dalam
pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Namun, Undang-Undang ini merupakan bagian dari lingkungan peradilan umum".
27
Undang-Undang ini disahkan menjadi peraturan yang berlaku secara umum
dengan pertimbangan32 :
1. Bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
Undang-Undang baru;
1. Dasar Filosofis
32 Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Op. Cit, hlm. 37.
28
dalam mencerminkan suatu keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat
Yang Maha Esa, dan Kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga sebagai
2. Dasar Sosiologis
menguntungkan atau merugikan mental, fisik dan sosial anak. tindak pidana
dibandingkan dengan tindak pidana lain. Bahkan, nyaris semua tindak pidana
yang dilakukan oleh orang dewasa kini dilakukan pula ole anak-anak.
hiburan, perkembangan ilmu pengetahuan dan gaya hidup. Selain itu masalah
ini disebabkan pula oleh faktor intern keluarga seperti kurangnya perhatian,
kasih sayang dan pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh
lingkungan masyarakat.
29
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
dengan hukum agar anak bisa menyongsong masa depannya yang masih
dan negara. Namun dalam pelaksanaannya anak diposisikan sebagai objek dan
penanganan anak yang berhadapan dengan hukum, antara lain didasarkan pada
3. Dasar Yuridis
kesejahteraan umum. Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa "setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
30
Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
langsung maupun tidak langsung merupakan suatu akibat dari perbuatan dan
Paradigma ini yang harus ditanamkan bagi masyarakat dan aparatur penegak
31
BAB III
hanya dapat dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang telah memenuhi
Adapun syarat-syarat tersebut tercantum dalam pasal 8 ayat (2), antara lain:
32
1) Berbadan hukum;
harus dapat dijangkau oleh semua pihak, tidak tertutup kemungkinan bagi
rakyat miskin dan buta hukum. Artinya bahwa keadilan itu harus diperoleh
dan buta hukum, masih sulit bahkan belum terjangkau oleh lembaga-lembaga
tersebut.
bahkan tidak ada mengatur lebih lanjut tentang bantuan hukum. Yang
hukum". Jadi pemberi bantuan hukum yang dinyatakan oleh KUHAP disebut
33
sebagai penasihat hukum. Dan pemberian bantuan hukum itu sendiri meliputi
pemberian jasa bantuan hukum bagi setiap orang yang terlibat dalam kasus
tindak pidana, baik secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu dan
miskin, maupun bantuan hukum bagi mereka yang mampu oleh para advokat
advokat. Penasihat hukum yang dimaksud dalam KUHAP pun identik dengan
dari media pun seorang advokat lebih eksis daripada penyedia jasa bantuan
hukum yang lain. Advokat dianggap sebagai pembela hak-hak mereka yang
didakwakan itu. Padahal fungsi pembela atau penasihat hukum itu ialah
34 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010,hlm. 90.
34
penasihat hukum harus menjunjung tinggi hukum dan keadilan, tidak boleh
haknya itu. Sehingga bagi seorang advokat, contohnya, mereka harus tetap
jasa hukum profesional (disebut juga bantuan hukum) dengan murni bisnis
jasa komersial (disebut juga jasa hukum). Keduanya menjadi bagian tak
terpisahkan dari tugas profesi advokat sebagai salah satu elemen penegak
memperoleh imbalan jasa berupa honorarium. Artinya bahwa jasa hukum yang
diberikan oleh advokat itu mendapatkan timbal balik berupa imbalan dari apa
hukum yang bersifat cuma-cuma, artinya bantuan hukum yang diberikan oleh
advokat itu tanpa mengharapkan adanya imbalan. Bila ditanya mana yang
lebih mulia, tak ada yag lebih mulia antara jasa hukum maupun bantuan
kewajiban bagi orang yang berprofesi menjadi advokat 35. Tidak ada perintah
untuk menuntut imbalan dalam pemberian bantuan hukum bagi mereka yang
tidak mampu.
35 Sartono dan Bhekti Suryani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Advokat, Dunia Cerdas, Jakarta,
2013, hlm. 26.
35
Kemudian pemahaman tentang pemberi bantuan hukum pun
advokat menjadi bagian dari pemberi bantuan hukum yang dalam hal ini
Kemasyarakatan36.
membantu orang-orang yang tidak mampu bea perkara atau bea untuk
sebagai Legal Aids atau dengan ongkos murah. Sebab Lembaga Bantuan
1. LBH swasta.
profesi hukum sebagai pengacara. Konsep dan programnya jauh lebih luas
36http://m.kompasiana.com/post/read/483692/2/mengurai-uu-bantuan-hukum-3.html, diakses 26
Januari 2016.
36
pengadilan terhadap rakyat kecil yang miskin dan buta hukum. Konsep
cuma-cuma.
a) Berbadan hukum;
37
d) Memiliki pengurus;
hukum39;
39 Lihat penjelasan pasal 9 huruf c UU No. 16 Tahun 2011. "Yang dimaksud dengan "program
kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum" adalah program: investigasi
kasus, pendokumentasian hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, dan pemberdayaan
masyarakat".
38
Kemudian lebih lanjut pasal 10 memberi ketentuan tentang kewajiban
hukum;
Undang ini;
undang-undang; dan
39
di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan
bantuan hukum yang kita kenal dengan sebutan bantuan hukum struktural.
Bantuan hokum struktural ini bersifat lebih efektif, tidak hanya menunggu
karena itu bantuan hukum ini tidak hanya diberikan secara individual,
bagi terwujudnya hukum yang mampu merubah struktur yang tidak adil
menjadi ke arah struktur yang lebih adil, tempat peraturan hukum dan
oleh negara, melainkan perwujudan dari hak asasi manusia setiap individu
40 Adi Mansar dan Ikhwaluddin Simatupang, Hukum Acara Pidana Indonesia dalam Perspektif
Advokat dan Bantuan Hukum, CV. Jabal Rahmat, Medan, 2007, hlm. 33.
40
Masyarakat harus diyakinkan bahwa bantuan hukum adalah pemenuhan
hak asasi manusia, bukan sebagai wujud belas kasihan. Karena hak asasi
hukum pun harus diterima dan diperoleh oleh semua lapisan masyarakat.
Oleh karena akses keadilan itu harus dapat dicapai oleh semua lapisan
keadilan itu dapat diakses oleh masyarakat yang tidak mampu sekalipun.
Undang ini, tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya secara layak dan
mandiri. Dalam pasal 5 disebutkan, hak dasar itu meliputi hak atas pangan,
dan/atau perumahan.
hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara Cuma-
Cuma kepada klien yang tidak mampu, maka advokat sebagai penyedia
41
bantuan hukum secara Cuma-Cuma terhadap para pencari keadilan yang
kuasa;
peraturan perundang-undangan.
42
Hak dan kewajiban ini penting untuk diketahui dan dilaksanakan
dengan baik.
honorarium dari klien atas jasa hukum yang ia berikan. Namun kenyataannya,
Namun perlu diketahui bahwa orang atau kelompok orang miskin yang
42 Lihat penjelasan pasal 14 ayat (1) huruf a UU No. 16 Tahun 2011. "Yang dimaksud dengan
"identitas" antara lain nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat lengkap, dan
pekerjaan yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan/atau dokumen lain yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang".
43
b. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c. Melampiran surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat
(2)Pemberi bantuan hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
hukum.
bantuan hukum.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan
44
Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (5) adalah
Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara
orang miskin saat ini semakin kompleks sehingga menuntut pemerintah untuk
Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum ini diarahkan dapat
sendiri.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
43 Lihat penjelasan umum PP No. 42 Tahun 2013. "Dalam Peraturan Pemerintah ini pemberian
bantuan hukum meliputi ranah pidana, perdata, dan tata usaha negara, baik secara litigasi maupun
nonlitigasi yang sepenuhnya dilakukan oleh para pemberi bantuan hukum yang terdiri dari
organisasi-organisasi bantuan hukum.
45
(b)uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan bantuan
hukum.
(3) Permohonan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
melampirkan:
a. surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Dalam hal tidak ada identitas,
ditentukan dalam pasal 6 ayat (3) huruf a, maka dapat juga dengan
Tunai, Kartu Beras Miskin, atau dokumen lain sebagai pengganti surat
44 Lihat penjelasan pasal 6 ayat (3) huruf a PP No. 42 Tahun 2013. "Yang dimaksud dengan
"pejabat yang setingkat" antara lain kepala nagari, kepala gampong, kepala kampung, atau kepala
negeri".
45 Lihat penjelasan pasal 8 ayat (1) PP No. 42 Tahun 2013. "Yang dimaksud dengan "dokumen
lain sebagai pengganti surat keterangan miskin" antara lain surat keterangan yang diketahui oleh
pejabat penegak hukum pada tingkat pemeriksaan".
46
pada pasal 7, maka pemberi bantuan hukum membantu pemohon bantuan
diatur dalam pasal 10. Kemudian permohonan secara lisan itu dituangkan
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja sejak berkas
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan
alasan penolakan secara tertulis paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak
46 Lihat penjelasan pasal 11 ayat (3) PP No. 42 Tahun 2013. "Surat kuasa khusus pemberian
bantuan hukum ditandatangani atau cap jempol oleh penerima bantuan hukum".
47
Jangka waktu pemberian bantuan hukum ini kemudian diatur
perdata, dan tata usaha negara, baik secara Litigasi maupun Nonlitigasi.
Berkaitan dengan hal ini, maka Peraturan Pemerintah ini juga memiliki
atas. Dalam pasal 13, pemberian bantuan hukum secara Litigasi dilakukan
dan/atau advokat yang direkrut oleh pemberi bantuan hukum. Dalam hal
fakultas hukum yang telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan
di persidangan; dan
48
c. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap penerima bantuan
dalam pasal 16, di mana bantuan hukum seperti ini dapat dilakukan oleh
Kegiatannya meliputi:
a. Penyuluhan hukum;
b. Konsultasi hukum;
d. Penelitian hukum;
e. Mediasi;
f. Negosiasi;
g. Pemberdayaan masyarakat;
47 Lihat penjelasan pasal 16 ayat (2) huruf c PP No. 42 Tahun 2013. "Yang dimaksud dengan
"investigasi perkara" adalah kegiatan pengumpulan data, informasi, fakta dan analisis secara
mendalam untuk mendapatkan gambaran secara jelas atas suatu kasus atau perkara hukum guna
kepentingan pendampingan".
49
advokat pemberi bantuan hukum litigasi yang tidak melaksanakan
Lihat penjelasan pasal 16 ayat (2) huruf c PP No. 42 Tahun 2013. "Yang
gambaran secara jelas atas suatu kasus atau perkara hukum guna
kepentingan pendampingan".
berikutnya.
50
1945, disebutkan bahwa "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara", kemudian juga perlindungan spesifik hak anak sebagai bagian dari
hak asasi manusia, masuk dalam pasal 28B ayat (2), bahwa "Setiap anak
maka setiap anak, baik yang berkonflik dengan hukum maupun tidak, wajib
secara wajar. Untuk itu maka anak perlu dilindungi. Anak wajib dilindungi
agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja baik secara langusng
maupun tidak langsung. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri
fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus
dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan
kondisinya49.
anak itu sendiri, sehingga usaha perlindungan yang dilakukan tidak berakibat
51
bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien. Usaha
dan hal-hal lain yang menyebabkan ketergantungan terhadap orang lain dan
kewajibannya50.
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
a. Non diskriminasi, artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam
dewasa. Karena apa yang baik menurut orang dewasa, belum tentu baik
50 Maidin Gultom I, Op. Cit, hlm. 33-34.
52
menurut ukuran perlindungan anak. Yang dimaksud dengan asas
kepentingan terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang
legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, yaitu hak asasi
yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua. Pesan dari prinsip ini sangat jelas
hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya,
bukan pemberian dari negara atau orang per orang. Sehingga jaminan
sarana dan prasarana hidup yang memadai, serta akses setiap anak untuk
keinginan, imajinasi, obsesi, dan aspirasi yang belum tentu sama dengan
orang dewasa.
53
Kemudian dalam pasal 3 disebutkan bahwa perlindungan anak
1. Anak adalah amanat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus untuk diharapkan dapat
berkembang secara optimal, baik secara fisik, mental, maupun sosial dan
dari bentuk kekerasan dan eksploitasi serta hidup terlantar dan tidak
54
1. Kewajiban memberikan perlindungan anak walaupun sudah disadari
kewajiban bagi anak dalam kapasitas mendidik anak. Oleh karena itu, di
samping dilindungi hak-haknya, agar tidak menjadi salah asuh, salah arah,
maka perlu ditujukan juga kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh anak.
Asas-asas Sistem Peradilan Pidana Anak yang dituangkan dalam pasal 2 salah
langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara
kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk
55
Perlindungan anak berhubungan dengan beberapa hal yang perlu
56
a. Dasar Filosofis, Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang
perlindungan anak.
a. Anak tidak dapat berjuang sendiri. Salah satu prinsip yang digunakan
57
dalam setiap keputusan yang menyangkut anak. tanpa prinsip ini
kemudian hari.
d. Lintas sektoral. Nasib anak tergantung dari berbagai faktor, baik yang
tidak dapat ditangani oleh sektor, terlebih keluarga atau anak itu
kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini
dapat berupa antara lain dengan cara melindungi anak dari berbagai ancaman
dari luar dnan dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan
58
dengan berbagai cara, menyediakan sarana pengembangan diri, dan
dilakukan oleh orang tua atau yang terlibat dalam usaha-usaha perlindungan
anak terhadap berbagai ancaman dari luar ataupun dari dalam diri anak,
sarana mengembangkan diri anak dan sebagainya; mereka yang terlibat dalam
perkembangan anak secara wajar. Dapat ditarik satu simpul bahwa perspektif
cara pandang yang demikian adalah ketika kita selalu menempatkan urusan
dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mengalihkan kasus pidana dari
59
menemukan suatu bentuk penyelesaian yang memberikan perlindungan
penting karena hal ini merupakan bagian upaya perlindungan hak asasi anak
sebagaimana yang tercantum dalam Konvensi Hak Anak pasal 37 (b), The
Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada
tanggal 30 Juli 2012, maka Indonesia sudah secara sah memiliki suatu
57Mahmud Mulyadi, Bahan Kuliah Politik Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, hlm. 69.
58 Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Op. Cit, hlm. 68.
60
SPPA mulai diberlakukan, segala kejahatan yang menempatkan anak sebagai
pelakunya harus masuk ke ranah pidana, atau dengan kata lain harus
Bagi anak pelaku tindak pidana, dalam hal ini mekanisme peradilan
sebagai anak jahat, sehingga lebih baik untuk menghindarkan anak dari sistem
dirinya 59.
Diversi bertujuan:
Diversi yang dimaksud dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
61
b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana61.
anak dari penyidik, penuntut dan juga hakim diwajibkan untuk melakukan
upaya agar proses Diversi bisa dilaksanakan. Hal ini mengakibatkan penegak
sanksi62.
a. Kepentingan korban;
d. Penghindaran pembalasan;
60Lihat penjelasan pasal 7 ayat (2) huruf a UU No. 11 Tahun 2012. "Ketentuan "pidana penjara
di bawah 7 tahun" mengacu pada hukum pidana"
61 Lihat penjelasan pasal 7 ayat (2) huruf b UU No. 11 Tahun 2012. "pengulangan tindak pidana
dalam ketentuan ini merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, baik tindak pidana sejenis
maupun tidak sejenis, termasuk tindak pidana yang diselesaikan melalui Diversi".
62 Lihat pasal 95 UU No. 11 Tahun 2012 yang memberikan ancaman sanksi administratif dan
pasal 96 yang memberikan ancaman pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara atau denda paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
62
Hal tersebut dilakukan demi tercapainya kembali keseimbangan dalam
b. Umur anak.
63
d. Nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi
setempat.
satu kriteria saja terpenuhi maka kesepakatan Diversi tidak lagi membutuhkan
berbentuk:
e. Pelayanan masyarakat.
antara lain:
d. Pelayanan masyarakat.
64
Diversi dalam peradilan pidana anak dimaksudkan untuk menghindari
baik efek negatif proses peradilan maupun efek negatif stigma (cap jahat)
sebuah program penyelesaian kasus pidana yang dilakukan oleh anak di luar
63 https://ferli1982.wordpress.com/2013/03/05/diversi-dalam-sistem-peradilan-
pidana-anak-di- indonesia/? e pi =7%2CPAGE ID10%2C7061997637 , diakses 26
Januari 2016.
65
disebut victim offender mediation. Program ini dilaksanakan di negara Canada
memberikan hukuman yang terbaik bagi anak pelaku tindak pidana. pelaku
menyusun suatu usulan hukuman abgi anak pelaku yang kemudian akan
menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memutus perkara ini. Program ini
anak pelaku tindak pidana serta memberikan rasa tanggung jawab bagi
masing-masing pihak65.
Undang-Undang ini;
umum; dan
proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau
tindakan.
66
Dan ayat (3) menegaskan bahwa ketentuan ayat (2) huruf a dan b itu
67
perbuatan untuk memulihkan kembali kerusakan akibat perbuatan yang
kerugian yang diderita oleh korban, pengakuan pelaku terhadap luka yang
68
Sebenarnya dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang
mungkin memasukkan anak ke dalam proses peradilan pidana. oleh karena itu,
ditimpakan oleh korban kepada pelaku baik secara psikis, fisik atau hukuman,
69
namun tindakan pelaku yang menyakitkan itu disembuhkan dengan
bertanggung jawab70.
tantangan besar untuk membuat konsep ini dapat dimasukkan dalam konstitusi
negara yang sudah mantap. Namun kenyataannya hal tersebut tidaklah mudah.
berat. Selain itu, adanya alasan tindakan residivis oleh pelaku anak setelah
harus mengulangi proses tersebut beberapa kali terhadap pelaku yang sama.
kembali pada korban, terlebih lagi jika pelaku yang hadir dan pihak
70 Ibid.
70
Sudah secara tegas dimaknai dalam Undang-Undang SPPA bahwa
dalam proses peradilan. Bantuan hukum berarti suatu bentuk bantuan kepada
memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif (pasal 3 huruf c).
anak yang ditangkap atau ditahan berhak untuk langsung berhubungan dengan
penasihat hukum dengan diawasi dan tanpa didengar oleh pejebat yang
71
berusaha agar suasana kekeluargaan tetap terpelihara dan peradilan berjalan
lancer71.
Para pihak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, mulai dari penyidik,
pemberi bantuan hukum lain, dalam memeriksa perkara anak, anak korban,
dan/atau anak saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan. Semua pakaian
kebesaran pejabat tidak digunakan, hal ini untuk memberikan kesan ramah
terhadap anak.
negara. Ini disebabkan pandangan yang meletakkan anak sama seperti orang
dewasa yang diadili dalam sistem peradilan orang dewasa. Di samping itu,
dengan tidak adanya Pengadilan Anak, maka dirasakan cukup beralasan bila
memberikan bantuan hukum sebagai hak yang wajib diberikan antara lain73:
72 Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Op. Cit, hlm. 100-101.
73 Lihat dalam Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak, hlm. 54-55.
72
Pertama, secara konseptual Pengadilan Anak diarahkan sebagai
peradilan yang bukan biasa (not ordinary) seperti peradilan orang dewasa,
dilakukan dengan petugas dan penegak hukum yang khusus, baik penyidik,
hukium biasa, karena ada prinsip kekhususan aparatur dan petugas. Lagipula,
dan karenanya anak nakal bukan pelaku "otentik". Arah politik hukum
perbuatan yang hanya akibat saja dari keadaan dan peristiwa lain.
dewasa.
Dengan demikian, kekerasan menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari anak
yang berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu, sebagai upaya maksimal
73
hukum kepada anak menjadi suatu kewajiban, bukan hanya sekadar "dapat"
berangkat dari pasal 58 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 yang menjamin anak
eksplisit diatur dalam pasal 28B ayat (2) UUD 1945 (amandemen).
peradilan pidana anak berjalan dengan adil dan transparan. Masih rendahnya
Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
74
bantuan hukum lainnya" adalah paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas
yang membuat anak nyaman, ramah anak, serta tidak menimbulkan ketakutan
dan tekanan. Dalam menangani perkara anak, identitas anak, anak korban,
dan/atau anak saksi juga harus dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak
Selama jalannya proses peradilan, anak itu akan memiliki hak untuk
diwakili oleh seorang penasihat hukum atau untuk memohon bantuan hukum
bebas biaya, di mana terdapat ketentuan untuk bantuan demikian di negara itu.
secara teratur dengan penasihat hukum mereka. Privasi dan kerahasiaan harus
a. Keadilan;
c. Keterbukaan;
d. Efisiensi;
75 Abintoro Prakoso, Op. Cit, hlm. 115.
75
e. Efektivitas; dan
f. Akuntabilitas.
dipertanggungjawabkan.
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, advokat atau pemberi bantuan
hukum lainnya juga dapat mewakili anak untuk memohon peninjauan kembali
76
hakim wajib memerintahkan orang tua/wali atau pendamping, advokat atau
dapat hadir, sidang akan tetap dilanjutkan dengan didampingi oleh advokat
Bila hal tersebut tidak dijalankan, maka sidang anak dinyatakan batal demi
hukum.
Lalu bagaimana jika ternyata anak tidak mampu untuk mencari sendiri
berlakulah ketentuan pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHAP sebagai berikut:
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman 15 (lima belas)
tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang
(prodeo).
dan perhatian terhadap anak seperti penyidik anak, penuntut umum anak dan
hakim anak76. Advokat atau pemberi bantuan hukum lain, secara khusus dalam
77
Undang-Undang Bantuan Hukum, menjunjung tinggi kode etik profesinya,
yang diberikan oleh advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya ini sejalan
syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang Bantuan Hukum
sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum. Begitu
perkara anak sifatnya adalah tetap hingga perkara itu selesai, atau ada alasan-
alasan yang sah secara hukum sehingga bantuan hukum terhadap perkara
tersebut dihentikan.
78
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
berikut:
masa penjajahan. Namun perkembangan pesat terjadi pada masa Orde Baru
Undang Pengadilan Anak ini dianggap sudah tidak relevan dengan kehidupan
dan Penerima Bantuan Hukum (pasal 1 angka 2), syarat-syarat (pasal 8), serta
apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka (pasal 9-13). Bantuan hukum
pasal 14-15, yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah,
yang kemudian melahirkan PP No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata
Pidana Anak mengatur mengenai anak yang berkonflik dengan hukum dalam
80
perlindungan (pasal 2), salah satunya mengenai advokasi bantuan hukum
(pasal 3 huruf c), yang wajib diberikan dalam setiap tingkat pemeriksaan
(pasal 23 ayat (1)). Tidak ada pengaturan khusus tentang anak dalam Undang-
Undang Bantuan Hukum, sehingga advokasi bantuan hukum terhadap anak itu
B. Saran
antara lain:
warga negara, secara khusus terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
81
Bantuan Hukum. Sehingga disarankan agar pengaturan khusus itu dapat
segera direalisasikan. Hal paling utama adalah, kita semua baik pemerintah,
menciptakan suatu kondisi yang baik bagi kehidupan anak, sebagai upaya
sistem yang baik dan tidak merugikan anak, sehingga anak dapat terus
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
82
Djamil, M. Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum Catatan Pembahasan
UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA). Jakarta: Sinar
Grafika.
Hamzah, Andi. 2010. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
83
Sunggono, Bambang dan Aries Harianto. 2009. Bantuan Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Bandung: CV. Mandar Maju.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
84