Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : PTPS-B

Dosen : Hidayat, SKM.,M.Kes

Makalah

Standar TPA

Oleh

Mauren Leonora

PO.71.3.221.11.1.068

II-B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

TAHUN 2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa atas limpahan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyusun dan menyelesaikan laporan makalah PTPS-B ini dengan
baik.

Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan


terimakasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya bagi penulis dalam menyusun
laporan ini.

Disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,


karena itu sekiranya dapat dimaklumi. Demi memperbaiki kekurangan
yang ada penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.

Penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi


pembaca sebagai bahan pembelajaran.

Makassar, Juli 2013

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan


yang sedang dihadapi oleh masyarkat saat ini, baik itu masalah laju
timbulan maupun masalah pengelolaan sampah. Sampah merupakan benda
padat yang barasal dari aktivitas manusia dan dianggap tidak bermanfaat
serta tidak dikehendaki oleh pemiliknya. Di Indonesia sendiri jumlah laju
timbulan sampah yang dihasilkan tidak diimbangi dengan pengelolaan
sampah yang baik. Sampah-sampah yang dihasilkan tersebut kebanyakan
tidak dikelola dengan baik sehingga akibatnya sering kali kita temui
tumpukan sampah yang menggunung di pinggir jalan, mengotori selokan
atau saluran air, dan lebih banyak lagi yang mencemari sungai, juga
menimbulkan penyakit. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah
kurangnya fasilitas maupun sarana kebersihan yang seharusnya tersedia,
misalnya di tempat-tempat umum ataupun di pinggir jalan.
Permasalahan sampah di Indonesia dapat teratasi apabila enam
elemen pengelolaan sampah yang meliputi Laju Timbulan, Pewadahan,
Pengumpulan, Pengangkutan dan Pemindahan, Pengolahan dan
Pemulihan, dan Penyelesaian/TPA dapat terpenuhi atau terlaksanakan
dengan baik. Namun apabila ada salah satu elemen yang tidak dijalankan
dengan baik, kemungkinan permasalahn sampah tidak akan teratasi,
bahkan dapat menjadi lebih buruk lagi. Berdasarkan pada berbagai
permasalahan yang timbul dalam pengelolaan sampah, TPA sudah menjadi
masalah baru. Banyak TPA di berbagai kota di Indonesia malah menjadi
sumber permasalahan lingkungan yang menimbulkan dampak gangguan
antara lain seperti kebisingan, ceceran sampah, debu, bau, dan binatang-
binatang vektor. Belum lagi terhitung ancaman bahaya yang tidak kasat
mata, seperti kemungkinan ledakangas akibat proses pengolahan yang
tidak memadai. Karena itu dukungan perencanaan yang meliputi teknis,
lingkungan, lokasi, dana serta fasilitas TPA yang memadai dapat
menunjang dari kinerja TPA tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian sampah dan Pengelolaan Sampah
2. Metode pembuangan sampah di TPA
3. Standar TPA

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tahapan dalam pengelolaan sampah
2. Untuk mengetahui metode pembuangan sampah di TPA
3. Untuk mengetahui standar TPA yang baik

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sampah dan Pengelolaan Sampah

Menurut UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah


adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat dan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan
atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
Sampah dapat menjadi media penyebaran penyakit baik melalui sampah-
sampah yang tertumpuk maupun melalui lindi (leachate) yang dihasilkan oleh
sampah tersebut. Oleh karena itu sampah perlu dikelola dengan baik.
Berbicara mengenai pengelolaan sampah, ada 6 elemen yang harus
diperhatikan dalam proses tersebut yaitu :
A. Timbulan (Waste Generation), yaitu
Pada poin ini membicarakan tentang asal dan komposisi
sampah. Sampah biasanya dibedakan berdasarkan komposisinya
yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik biasanya
berasal dari rumah tangga dan kegiatan di pasar seperti potongan
sayur, kulit buah, dan sisa makanan. Sedangkan sampah anorganik
biasanya berasal dari kegiatan industri dan perkantoran seperti
kertas, plastik, kaca, dan lainnya. Selain sampah organic dan
anorganik ada pula sampah khusus yang harus ditangani secara
khusus pula seperti sampah dari rumah sakit (B3). Dengan
mengetahui asal dan komposisi sampah, maka masyarakat dapat
dengan mudah dalam memisahkan sampah pada tempat sampah
yang berbeda, dengan begitu pula otomatis pengolahan sampah
akan menjadi lebik efisien.

B. Pewadahan (Storage)
Pada proses pewadahan harus berdasarkan karakteristik dan
jenis sampah. Misalnya pewadahan untuk sampah organik yang
merupakan sampah basah dan mudah membusuk tidak boleh di
campur dengan sampah anorganik yang sifatnya kering. Hal ini
dikarenakan pada tahap pengolahan selanjutnya kedua jenis
sampah tersebut berbeda-beda, sampah organik biasanya akan
dimanfaatkan menjadi pupuk kompos, sedangkan sampah
anorganik dapat di daur ulang. Selain itu pada proses pewadahan
harus menggunakan wadah yang tepat, dimana wadah tersebut
konstruksinya harus kuat, mudah dibersihkan, mudah diangkat dan
khusus untuk sampah organik wadah yang digunakan haruslah
kedap air dan tertutup rapat agar cairan lindi tidak mencemari
tanah dan badan air.
C. Pengumpulan (Collecting)
Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan
sampah mulai dari tempat penampungan sampah sampai ke tempat
pembuangan sementara. Pola pengumpulan sampah pada dasarnya
dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu:

a) Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah
kemudian diangkut ke tempat pembuangan sementara/TPS
sebelum dibuang ke TPA.
b) Pola Komunal
Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke
tempat penampungan sampah komunal yang telah
disediakan/ke truk sampah yang menangani titik
pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses
pemindahan.

D. Pengangkutan & Pemindahan (Transport & Transfer)


Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang
telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari
tempat sumber sampah ke tempat pembuangan akhir. Berhasil
tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem
pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal
adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat
pengepres, sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat.
Sedangkan Proses pemindahan sampah adalah memindahkan
sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk
dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat yang digunakan
untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan sampah yang
dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ram dan atau
kantor, bengkel. Pemindahan sampah yang telah terpilah dari
sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur
kembali. Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah
dari perkotaan ke tempat pembuangan akhir yang biasanya jauh
dari kawasan perkotaan dan permukiman.
E. Pengolahan & Pemulihan (Processing & Recovery)
Pada proses ini sampah yang telah dipisahkan pada proses
pewadahan dapat dimanfaatkan kembali dengan melakukan
pengolahan sampah secara sederhana, yaitu dengan melakukan
prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
F. Penyelesaian/TPA (Disposal)
Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk
membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk
diolah lebih lanjut. Prinsip pembuang akhir sampah adalah
memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi pembuangan akhir.

B. Metode Pembuangan Sampah


Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak dimulai dari timbulan di
sumber, pewadahan, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan
dan pembuangan. Sampah yang ada TPA diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya.
Adapun metode pembuangan sampah yang digunakan pada TPA
berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perkotaan yaitu :
1) Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara
pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada
suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan, dan ditinggalkan
setelah lokasi tersebut penuh tanpa ada proses pengolahan lagi. Cara
ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi
pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti
Perkembangan vektor penyakit (lalat, tikus, dll), polusi udara oleh
bau dan gas yang dihasilkan, polusi air akibat banyaknya lindi
(Leachate) yang timbul, serta Estetika lingkungan yang buruk karena
pemandangan yang kotor.
2) Control Landfill
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana
secara berkala sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan
tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang
ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan
pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan
dan kestabilan permukaan TPA. Di Indonesia, metode control landfill
dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil.
3) Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara
internsional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari
sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun
demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup
mahal bagi penerapan metode ini.

C. Standar TPA
Karena besarnya potensi TPA dalam menimbulkan pencemaran
lingkungan maka, harus dilakukan upaya dalam pengamanan lingkungan
disekitar TPA. Upaya pengamanan lingkungan TPA diperlukan dalam rangka
mengurangi terjadinya dampak potensial yang mungkin terjadi selama
kegiatan pembuangan akhir berlangsung, upaya tersebut meliputi :

Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1997


tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA).

Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai


dengan persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan
peruntukan lahan dan tata ruang .

Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA.

Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA


secara lebih memadai terutama ketersediaan SDM yang handal serta
ketersediaan biaya operasi dan pemeliharaan TPA.

1. Standar TPA menurut SNI


Berdasarkan pada upaya pengamanan lingkungan TPA tersebut,
adapun standar TPA menurut SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi TPA yaitu :
Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan
longsor, rawan gempa, dll).
Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi
kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah
meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak
terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi).
Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari
20%).
Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara
(jarak minimal 1,5-3 km).
Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
2. Fasilitas TPA
Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi
dengan prasarana dan sarana yang meliputi:
a) Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan
pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan
semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi
keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup beragam
disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPA
dengan konstruksi seperti Hotmix , Beton, Aspal, Perkerasan situ,
dan Kayu.
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi pula dengan :
Jalan masuk/akses; yang menghubungkan TPA dengan jalan
umum yang telah tersedia.
Jalan penghubung yang menghubungkan antara satu bagian
dengan bagian lain dalam wilayah TPA.
Jalan operasi/kerja yang diperlukan oleh kendaraan
pengangkut menuju titik pembongkaran sampah.
b) Prasarana Drainase
Adanya sarana drainase di TPA berfungsi untuk
mengendalikan aliran limpasan air hujan yang bertujuan untuk
memperkecil aliran air yang masuk ke timbunan sampah,
khususnya untuk sampah organik. Hal ini dikarenakan air hujan
merupakan faktor utama terhadap debit cairan lindi yang
dihasilkan dari proses dekomposisi sampah organik. Semakin
kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan
semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan, sehingga akan
memperkecil pula kebutuhan unit pengolahannya. Drainase
penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona
penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah,
drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran
limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut.
Untuk itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya
mengarah pada saluran drainase.

c) Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan ditujukan sebagai tempat pemeriksaan
sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan
truk pengangkut sampah (Kontainer), pada umumnya fasilitas ini
dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA
skala besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50
ton/hari maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk
efisiensi dan ketepatan pendataan. Sementara untuk TPA skala
kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus sebagai
kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat
dijalankan.
d) Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air
lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di
bawahnya dan mencemari air tanah. Untuk itu lapisan ini harus
dibuat di seluruh permukaan dalam TPA baik di dasar maupun
dinding. Bila tersedia tempat yang mencukupi, dapat digunakan
tanah lempung setebal 30 cm dengan kepadatan serta
permeabilitas yang memadai (< 10 -6 cm/det), dan terdiri dari 2
lapis. Lapisan kedua tersebut berfungsi untuk mencegah
terjadinya keretakan akibat kerusakan lapisan pertama karena
terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari terjadinya
keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum dilakukan
peninmbunan dapat dilakukan penanaman rumput. Namun bila
tidak memungkinkan untuk penggunaan tanah lempung, maka
dapat diganti dengan penggunaan lapisan sintetis lainnya seperti
geomembrane/geotextile.
e) Fasilitas Pengamanan Lindi
Lindi (Leachate) merupakan cairan yang terbentuk dari
proses dekomposisi dalam timbunan sampah organik. Cairan ini
melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki
kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi
sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah
maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Tahap
pertama pengamanan yaitu dengan membuat fasilitas pengumpul
lindi yang dapat terbuat dari perpipaan berlubang-lubang, saluran
pengumpul, maupun pengaturan kemiringan dasar TPA sehingga
lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak
sesuai kemiringan yang ada mengarah pada kolam pengumpulan
yang disediakan. Kolam pengumpulan lindi umumnya berupa
kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit
lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Secara umum proses
pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap
sebagai berikut :

Pengumpulan lindi, berlangsung di kolam pengumpul

Proses anaerobik, berlangsung di kolam anaerob (dengan


kedalaman >2 m). Proses ini diharapkan dapat menurunkan
BOD air lindi sampai 60 %

Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari


anaerobik, dilakukan di kolam fakultatif. Proses ini
diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %

Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam


maturasi dengan efisiensi proses 80 %

Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang


berfungsi sebagai saringan biologi yang terdiri dari ijuk,
pasir, tanah dan tanaman yang dapat menyerap bahan
polutan.

Pengaliran cairan lindi ke kolam pengumpul secara gravitasi


sangat menguntungkan, namun apabila topografi TPA tidak
memungkinkan, maka dapat dilakukan dengan cara pemompaan.
Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode
diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan
kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA
untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya,
atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah.
Pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar
lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang
berlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen
organik dengan nilai BOD rata-rata 2000 10.000 ppm (Qasim,
1994).
f) Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas methan
(CH4), karbon dioksida (CO2), dan gas-gas lain yang sangat
sedikit jumlahnya. Gas methan dan CO2 tersebut memiliki
potensi besar untuk menyebabkan ledakan dan juga dalam proses
pemanasan global terutama gas metan, karena itu perlu dilakukan
pengendalian agar gas tersebut tidak terlepas bebas ke atmosfer.
Cara yang digunakan untuk menanganinya yaitu dengan
pemasangan pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari
timbunan sampah pada titik-titik tertentu, pemasangan pipa gas
berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang dilindungi oleh
casing yang diisi kerikil, dan harus dilakukan secara bertahap
sesuai dengan ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas
sebaiknya berada pada jalur jaringan pipa lindi. Sedangkan gas
yang mengalir dan keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah
sebagai biogas. Tetapi apabila tidak dilakukan pengolahan gas
TPA, maka gas yang keluar dari pipa vent harus diolah dengan
cara pembakaran sederhana sehingga dapat menurunkan
potensinya dalam pemanasan global (Green House Effect).
g) Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa:
bulldozer, excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya.
Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan
tetapi kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat
efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan
sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik
tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan
pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki
bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya
memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.
h) Penghijauan (Green Barrier)
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud
diantaranya adalah untuk mengantisipasi penyebaran bau dan
populasi lalat yang tinggi, peningkatan estetika lingkungan,.
Untuk, pembuatan daerah penghijauan (green barrier), maka
perlu dibuat berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal
green barrier 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan
rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini antara lain jenis pohon
angsana. Oleh karena itu perencanaan daerah penghijauan (green
barrier) ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan
masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll).
i) Fasilitas Penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk
membantu pengoperasian TPA yang baik diantaranya seperti
sarana air bersih, bengkel, jembatan timbang, pemadam
kebakaran, mesin pengasap (mist blower), kesehatan/keselamatan
kerja, toilet, dan lain sebagainya.
3. Pengoperasian TPA
A. Persiapan Lahan TPA
Sebelum lahan TPA diisi dengan sampah maka perlu
dilakukan penyiapan lahan agar kegiatan pembuangan berikutnya
dapat berjalan dengan lancar. Beberapa kegiatan penyiapan lahan
tersebut akan meliputi:
Penutupan lapisan kedap air dengan lapisan tanah
setempat yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kerusakan atas lapisan tersebut akibat operasi alat berat
di atasnya.
Persediaan tanah penutup perlu disiapkan di dekat lahan
yang akan dioperasikan untuk membantu kelancaran
penutupan sampah; terutama bila operasional dilakukan
secara sanitary landfill.
Pelatakan tanah harus memperhatikan kemampuan
operasi alat berat yang ada.
B. Tahapan Operasi Pembuangan
Kegiatan operasi pembuangan sampah secara berurutan akan
meliputi:
Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana
sampah diperiksa, dicatat dan diberi informasi
mengenai lokasi pembongkaran.
Pengangkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel
yang dioperasikan; dilakukan sesuai rute yang
diperintahkan.
Pembongkaran sampah dilakukan di titik bongkar yang
telah ditentukan dengan manuver kendaraan sesuai
petunjuk pengawas.
Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis
demi lapis agar tercapai kepadatan optimum yang
diinginkan. Dengan proses pemadatan yang baik dapat
diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua
kali lipat.
Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan
timbunan sampah yang cukup padat sehingga stabilitas
permukaannya dapat diharapkan untuk menyangga
lapisan berikutnya.
Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan
kondisi operasi control atau sanitary landfill.
C. Pengaturan Lahan
Agar lahan TPA dapat dimanfaatkan secara efisien, maka
perlu dilakukan pengaturan yang baik yang mencakup:
Pengaturan Sel, digunakan untuk menampung sampah satu
periode operasi terpendek sebelum ditutup dengan tanah.
Pada metode pembuangan sanitary landfill, periode operasi
dilakukan perhari dimana satu sel adalah bagian dari lahan
yang digunakan untuk menampung sampah selama satu hari.
Sementara untuk control landfill satu sel digunakan untuk
menampung sampah selama 3 hari hingga 1 minggu. Namun
sebaiknya periode operasi adalah 3 hari untuk mencegah
penetasan telur lalat yang rata-rata mencapai 5 hari. Batas
sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok-patok
dan tali agar operasi penimbunan sampah dapat berjalan
dengan lancar.
Pengaturan Blok Operasi yang merupakan bagian dari
lahan TPA yang digunakan untuk penimbunan sampah
selama periode operasi menengah misalnya 1 atau 2
bulan. Karenanya luas blok akan sama dengan luas sel
dikalikan perbandingan periode operasi menengah dan
pendek.
Pengaturan Zona yang merupakan bagian dari lahan
TPA yang digunakan untuk jangka waktu panjang misal
1 3 tahun, sehingga luas zona operasi akan sama
dengan luas blok operasi dikalikan dengan
perbandingan periode operasi panjang dan menengah.

1
D. Perataan dan Pemadatan Sampah
Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk
mendapatkan kondisi pemanfaatan lahan yang lebih efisien dan
stabilitas permukaan TPA yang baik untuk mendukung
penimbunan lapisan berikutnya.
E. Penutupan Tanah
Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi maksud
sebagai berikut:
Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur
menjadi lalat
Mencegah perkembangbiakan tikus
Mengurangi bau
Mengisolasi sampah dan gas yang ada
Menambah kestabilan permukaan
Meningkatkan estetika lingkungan
Penutupan sel sehari digunakan lapisan tanah padat setebal
20 cm. Sedangkan untuk penutup terakhir, yang dilakukan pada
saat suatu blok pembuangan telah terisi penuh, dapat dilapisi
dengan tanah padat setebal minimal 50 cm.

4. Monitoring TPA Pasca Operasi


Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan
untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran
dasar TPA, jaringan pengumpul lindi dan proses pengolahan lindi yang
tidak memadai, maupun kebocoran pipa ventilasi gas. Fasilitas yang
diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji dan pipa ventilasi
gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu
yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan
dan sesudah area penimbunan.
Sedangkan periode pemantauan sebaiknya dilakukan secara
berkala terutama untuk parameter kunci, sedangkan untuk parameter
yang lebih lengkap dapat dilakukan setahun 1-2 kali (musim kemarau
dan hujan).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat dan sampah spesifik adalah
sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
Metode pembuangan di TPA terdiri dari 3 metode yaitu Open
Dumping, Control Landfill, dan Sanitary Landfill.
Standar TPA menurut SNI SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA yaitu :
Bukan daerah rawan geologi
Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan
kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis
tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air.
Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih
dari 20%).
Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di
Bandara (jarak minimal 1,5-3 km).
Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
B. Saran
Disarankan agar pemilihan kawasan yang digunakan sebagai lahan
TPA harus berdasarkan standar yang berlaku, sehingga dapat
mengefektikan pengelolaan sampah di TPA.

Daftar Pustaka

Anonim, http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah. diakses melalui Google pada


tanggal 20 Juni 2013

Anonim.2010.Modul Prinsip-prinsip Pengelolaan Sampah


diakses melalui Google pada tanggal 21 Juni 2013

Hidayat, Pengelolaan TPA Berwawasan Lingkungan


.

Anda mungkin juga menyukai