Anda di halaman 1dari 2

Nama :Mariska Pradnya Andreina

NIM :03111140039 Akuntansi

Kapitalis Negara
Versus
Kapitalis "Tulen"
Sebagian tema bahasan pada pertemuan G-20 di Ankara, Turki,
yang berakhir Jumat (4/9), adalah bagaimana mencegah perang kurs.
Satu lagi, bagaimana mencegah gejolak aliran dana global. Dua tema
utama ini merujuk langsung pada langkah Tiongkok mendevaluasi yuan
dan Bank Sentral AS yang akan menaikkan suku bunga inti.
Devaluasi yuan diikuti gejolak bursa saham Tiongkok dan membuat
kepanikan global terjadi walaupun tak sampai mengakibatkan resesi
besar. Adapun rencana Bank Sentral AS menaikkan suku bunga yang
ditiupkan terus-menerus oleh Gubernur Janet Yellen merugikan negara
berkembang dalam dua terakhir. Sejumlah bank sentral negara
berkembang, termasuk Indonesia, kerepotan melakukan intervensi untuk
mencegah efek pelarian modal akibat isu kenaikan suku bunga AS.

Di Turki, baik Tiongkok maupun AS, saling membela tindakan


masing-masing dan mengharapkan pihak lain harus berbuat sesuatu
terkait kebijakan ekonomi. Menteri Keuangan AS Jack Lew saat bertemu
Menkeu Tiongkok Lou Jiwei mengingatkan Tiongkok agar tidak melakukan
devaluasi dan meliberalkan rezim kurs yuan.

Tiongkok, lewat Gubernur Bank Sentral Tiongkok Zhou Xiaochuan,


menyatakan, devaluasi dan gejolak bursa adalah hal yang tidak bisa
dikendalikan, tergantung situasi ekonomi domestik dan internasional.
Tiongkok pun balik meminta AS meredam gejolak dengan tidak menaikkan
suku bunga. Tiongkok tak akan pernah mau meliberalkan rezim kurs walau
berjanji melakukannya bertahap. Tiongkok adalah perekonomian dengan
kapitalis negara. AS juga tidak mau kalah. Negara ini berkelit bahwa
kenaikan suku bunga tidak terhindarkan, seperti dikatakan Wakil Gubernur
Bank Sentral AS Stanley Fischer.
Namun, di G-20 diingatkan, pengenaan suku bunga rendah (0,25
persen) bertahun-tahun tidak akan bisa menstabilkan perekonomian
dalam jangka panjang. Komunike G-20 menegaskan, penerapan suku
bunga rendah sekian lama-hal ini dilakukan AS-tidak kondusif untuk
pertumbuhan jangka panjang.

Di pertemuan G-20, Direktur Jenderal Organisasi Buruh Internasional


(ILO) Guy Ryder menyatakan, jumlah pengangguran di negara-negara
maju sekarang rata-rata 5,8 persen atau tidak beranjak dari tahun 2009.
Hal ini membuktikan, kebijakan suku bunga rendah tak ampuh mendorong
pertumbuhan.

Menkeu Kanada Joe Oliver dan para Menkeu G-20 menyindir AS.
Oliver dan komunike menyatakan, kebijakan fiskal (anggaran pemerintah)
yang bertanggung jawab sangat penting untuk menopang pertumbuhan
jangka panjang. AS telah lama menumpuk utang dan kini mencapai 18
triliun dollar AS untuk menutupi anggaran pemerintah yang terus-
menerus defisit. Upaya Presiden Barack Obama mengatasi defisit
anggaran dengan menaikkan pajak gagal total karena ditolak Partai
Republik yang terkenal dengan lobi kuat Wall Street.

Dunia kini dikuasai kapitalis negara dan kapitalis murni. Dua


mazhab ini tak pernah bertemu sehingga perekonomian global tak akan
stabil seperti dicanangkan G-20. Diperkirakan, tetap muncul kebijakan
merugikan negara lain demi kepentingan sendiri, satu oleh kapitalis
negara, satu lagi kapitalis pasar.

Pendapat :

Berdasarkan berita diatas, kebijakan pemerintah Tiongkok dan


Amerika Serikat yang berlaku saat ini sangat mempengaruhi
ekonomi dunia terlihat dari Tiongkok yang akan mengeluarkan
devaluasi Yuan sehingga nantinya banyak mata uang yang akan
tersisihkan begitu sebaliknya Amerika Serikat juga meningkatkan
suku bunga. Apabila kejadian ini terus berangsung lama maka di
pastikan system perekonomian dunia melemah.

Anda mungkin juga menyukai