Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia sumber utama energi masih bertumpu pada jenis bahan bakar minyak yang
berasal dari fosil padahal masih banyak sumber energi alternatif lain yang potensial seperti sumber
energi yang berasal dari biomassa yang merupakan sumber energi baru dan terbarukan. Biomassa dari
limbah pertanian dan kehutanan belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang lain, padahal
biomassa ini umumnya berupa bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat diproses menjadi
etanol (Hermiati dan Sukara, 2005). Etanol dapat berfungsi sebagai bahan bakar alternatif pengganti
bahan bakar yang bersal dari minyak bumi. Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai
beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar minyak (BBM), yaitu : a.kandungan oksigen
yang tinggi (35%) sehingga apabila dibakar dihasilkan buangan yang bersih, b.lebih ramah
lingkungan karena emisi gas karbonmonoksida yang dihasilkan lebih rendah 19-25% dibanding BBM
sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbonmonoksida di atmosfer, dan c.bersifat
terbarukan.

Pembuatan bioetanol menggunakan bahan baku lignoselulosa yaitu kulit durian yang
mengandung selulosa 50-60%, lignin 5%, dan pati 5%. Pemilihan kulit durian sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol karena potensi durian yang demikian besar di Indonesia dan kulit durian yang
sering dianggap limbah akan lebih besar manfaatnya jika dimanfaatkan untuk pembuatan bioethanol.

Proses konversi bahan berlignoselulose menjadi etanol pada prinsipnya terdiri dari 2 tahap,
yaitu sakarifikasi selulosa yang terdapat dalam bahan-bahan berlignoselulose menjadi gula-gula
sederhana dan fermentasi gula-gula sederhana menjadi etanol menjadi khamir, jamur, atau bakteri.

Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan inti yaitu bakteri,
jamur, atau kamir dengan menggunakan bahan enkapsulasi tertentu yang bermanfaat untuk
mempertahankan viabilitasnya dan melindungi dari kerusakan akibat kondidi lingkungan yang tidak
menguntungkan (wu at al;2000). Sel yang dienkapsulasi terbukti dapat menigkatkan produksi etanol
dari limbah kayu yang dihidrolisis oleh asam encer (Talebnia dan Taherjadeh, 2006). Selain itu, sel
yang dienkapsulasi lebih toleran terhadap suhu yang lebih tinggi karena proses enkapsulasi
memberikan dinding buatan yang membuat sel lebih tahan terhadap suhu yang lebih tinggi ( Yeliterfo
et al;2011). Suhu optimum proses sakarifikasi mencaapai 40-45 oC, sedangkan pada suhu tinggi
tersebut jamur kurrang aktif untuk melakukan proses fermentasi. Oleh karena itu, dengan adanya
enkapsulasi diharapkan jamur tetap dapat melakukan proses fermentasi pada suhu tinggi mendekati
suhu proses sakarifikasi. Proes sakarifikasi pada suhu optimumakan menghasilkan glukosa yang
optimum untuk difermentasi oleh jamur menjadi etanol.Penelitian Hammemci et al;(1994)
menunjukkan enkapsulasi Rhizopus oryzae terbukti meningkatkan produksi asam laktat dibandingkan
sel bebas, selain itu enkapsulasi R.Oryzae dapat digunakan berulang-ulang. Proses fermentasi
umumnya menggunakan Saccharomyces cerevisiae, karena dapat menghasilkan etanol yang cukup
tinggi, namun S.Cerevisiae hanya dapat menghasilkan etanol dari gula heksosa saja (Abedinifar et
al;2009). R.Oryzae dapat menghasilkan etanol baik dari gula heksosa maupun pentosa, sehingga lebih
menguntungkan untuk bahan baku lignoselulosa yang tidak hanya terdapat gul heksosa tapi juga
gulapentosa seperti xilosa (Miliati et al;2002). Oleh karena itu, proses fermentasi ini menggunakan
R.Oryzae yang dkapsulasi, sehingga dapat menghasilkan etanol yang lebih tinggi.
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses fermentasi lignoselulosa dari limbah kulit durian dengan enkapsulasi R.Oryzae ?

2. Apa pengaruh penggunaan teknik enkapsulasi pada proses fermentasi ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui proses fermentasi lignoselulosa dari limbah kulit durian dengan enkapsulasi R.Oryzae.

2. Mengetahui pengaruh penggunaan teknik enkapsulasi pada proses fermentasi.


Bab II

Bahan dan Cara

2.1 Bahan baku

Durian

Tanaman durian ( Durio zibethinus Murr ), merupakan salah satu jenis buah-buahan
yang produksinya melimpah. Buah durian disebut juga The King of Fruit sangat digemari
oleh berbagai kalangan masyarakat karena rasanya yang khas. Bagian buah yang dapat
dimakan (persentase bobot daging buah) tergolong rendah yaitu hanya 20,52%. Hal ini berarti
ada sekitar 79,08% yang merupakan bagian yang tidak termanfaatkan untuk dikonsumsi
seperti kulit dan biji durian. (Setiadi, 2007 )

Kulit durian merupakan limbah rumah tangga yang di buang sebagai sampah dan
tidak memiliki nilai ekonomi, khususnya di desa ploso, jumapolo, karanganyar. Pada saat
puncaknya limbah kulit durian mencapai 100 ton per hari.

Kulit durian secara proporsional mengandung unsur selulose yang tinggi (50-60 %)
dan kandungan lignin (5 persen) serta kandungan pati yang rendah (5 persen) sehingga dapat
diindikasikan bahan tersebut bisa digunakan sebagai campuran bahan baku papan olahan
serta produk lainnya yang dimampatkan.

Rhizopus Oryzae

Klasifikasi Rhizopus oryzae menurut Germain (2006) adalah sebagai berikut:


Kingdom : Fungi
Divisio : Zygomycota
Class : Zygomycetes
Ordo : Mucorales
Familia : Mucoraceae
Genus : Rhizopus
Species : Rhizopus oryzae
Menurut Soetrisno (1996) sifat-sifat jamur Rhizopus oryzae yaitu koloni berwarna
putih berangsur-angsur menjadi abu-abu; stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna
hingga kuning kecoklatan; sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik
tunggal atau dalam kelompok (hingga 5 sporangiofora); rhizoid tumbuh berlawanan dan
terletak pada posisi yang sama dengan sporangiofora; sporangia globus atau sub globus
dengan dinding berspinulosa (duri-duri pendek), yang berwarna coklat gelap sampai hitam
bila telah masak; kolumela oval hingga bulat, dengan dinding halus atau sedikit kasar; spora
bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder; suhu optimal untuk pertumbuhan 350C, minimal
5-70C dan maksimal 440C. Berdasarkan asam laktat yang dihasilkan Rhizopus oryzae
termasuk mikroba heterofermentatif (Kuswanto dan Slamet, 1989).

2.2 Cara

2.2.1 Perlakuan Awal


Kulit durian dilakukan perlakuan awal dengan cara dipotong-potong hingga 1-3 mm, lalu direndan
dengan NaOH 10% dan dimasukkan ke dalam reactor bertekanan 4bar pada suhu 150 oC selama 30
menit lalu dicuci dan dibilas sampai pH larutan netral. Kemudian padatan dikeringkan dalam oven
pada suhu 50Oc selama kurang lebih satu hari. Perlakuan awal bertujuan untuk menghilangkan lignin,
mengurangi kristalinitas selulosa, dan meningkatkan porositas bahan sehingga akan meningkatkan
luas bidang kontak pada proses sakarifikasi.

2.2.2 Enkapsulasi Rhizopus Oryzae

Enkapsulasi dimulai dengan memperbanyak inokulum R.Oryzae , kemudian dilakukan


enkapsulasi menggunakan kalsium alginate. R.Oryzae yang telah dienkapsulasi kemudian diuji
kinerjanya dengan fermentasi menggunakan glukosa pada variasi jumlah inokulm dan kondisi aerob
dan anaerob. Hasil terbaik yang didapat difermentasi glukosa ini digunakan untuk kondisi pada tahap
selanjutnya yaitu proses SSF menggunakan kulit durian yang telah dilakukan perlakuan awal.

2.2.2 Enzim

Enzim selulase dan beta glukosidase (NOVOzymes, bagsverd, Denmark) digunakan pada
proses sakarifikasi selulosa menjadi glukosa dalam proses Sakarifikasi dan Fermentasi secara
serentak. Sebelum digunakan enzim selalu disimpan dalam pendingin dibawah suhu 10Oc.

2.2.3 Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SSF)

Medium untuk SSF sebanyak 100 ml dan sample kulit durian 15% berat kering, ditambahkan 0,05 M
buffer sitrat, dan NaOH 2N untuk mendapat variasi pH 4,5; 5,0 dan 5,5. Sampel, medium nutrisi dan
buffer disterilisasi selama 15 menit pada suhu 121Oc dengan autoclave, namun larutan enzim dan
R.Oryzae ditambahkan setelah proses sterilisasi. Kultivasi diambil dan dimasukkan kedalam
Erlenmeyer 250 ml dengan volume total 100 ml kemudian dfermentasi menggunakan orbital shaker
pada kecepatan 150 rpm selama 96 jam.

Anda mungkin juga menyukai