Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kebutuhan manusia semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Banyak
hal yang diperlukan untuk memudahkan manusia dalam segala aktivitasnya.
Hal tersebut menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
semakin pesat. Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, daya saing dunia pun semakin tinggi. Kualifikasi yang dimiliki
seseorang harus dapat menunjang masa depannya Salah satu sarana yang
digunakan untuk meningkatkan kualifikasi tersebut adalah pendidikan.

Pada KTSP, pembelajaran dilakukan dengan menekankan konsep teacher


centered learning. Pada pembelajaran tersebut, sumber ilmu pengetahuan
yang utama adalah guru dan sebagian besar menggunakan metode ceramah.
Hal ini menyebabkan peserta cenderung pasif dan menerima semua materi
yang diberikan guru tanpa adanya sikap kritis. Oleh karena itu, pada
kurikulum 2013, pebelajaran tersebut dialihkan menjadi student centered
learning. Pada pembelajaran ini, diharapkan peserta didik mampu
mengeksplorasi dirinya secara lebih maksimal. Sumber ilmu pengetahuan
dapat dicari oleh peserta didik secara mandiri dari mana saja. Hal ini
didukung dengan adanya kemajuan teknologi yang menyebabkan peserta
didik dapat mengakses informasi secara lebih cepat dan luas. Informasi
dapat diperoleh dari media elektronik, internet, maupun teman sebaya.

Fisika dan teknologi merupakan sesuatu yang sangat berkaitan. Ilmu-ilmu


yang dipelajari dalam fisika merupakan dasar yang diperlukan dalam
perkembangan teknologi. Oleh karena itu, mata pelajaran fisika di sekolah
unrgensinya menjadi semakin tinggi terutama untuk meningkatkan
kualifikasi manusia di zaman sekarang. Namun, fisika merupakan salah satu
mata pelajaran yang sering dihindari oleh peserta didik karena dianggap
rumit, penuh angka dan rumus, serta sulit dipahami. Jika pembelajaran
fisika dilakukan hanya dengan metode ceramah dan menerapkan teacher

29
centered learning tentu akan tidak menarik bahkan dirasa sulit oleh peserta
didik. Metode-metode yang diterapkan dalam student centered learning
akan lebih menarik karena melibatkan siswa dalam merumuskan suatu
konsep, seperti eksperimen dan lain-lain.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam student


centered learning adalah discovery learning. Menurut Roestiyah (2001: 20),
discovery learning ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam
proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar,
membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Siswa secara aktif menemukan sendiri konsep-konsep dalam pembelajaran
dengan pengarahan secukupnya dari guru. Discovery learning mengadopsi
langkah-langkah saintifik yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba,
dan mengkomunikasikan. Langkah-langkah tersebut menuntut siswa untuk
aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga kemampuan siswa akan
berkembang dan diharapkan kompetensi siswa dapat meningkat.
Pembelajaran discovery learning memungkinkan proses pembelajaran yang
lebih bermakna sehingga tertanam dengan baik dalam pengetahuan yang
diperoleh siswa (De Jong & Joolingen, 1998: 194).

Berdasarkan uraian dan pendapat beberapa ahli tersebut, kami berasumsi


bahwa model pembelajaran discovery learning dapat digunakan dengan
tepat dalam pembelajaran fisika.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka

rumusan masalahnya adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan Model Discovery Learning ?

2. Apa tujuan adanya Model Discovery Learning ?

29
3. Bagaimana Langkah-langkah Model Discovery Learning?

4. Apa kelebihan dan kelemahan Model Discovery Learning?

5. Bagaimana penerapan Model Discovery Learning pada mata pelajaran


Fisika/Sains ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui konsep Model Discovery Learning

2. Mengetahui tujuan adanya Model Discovery Learning

3. Mengetahui Langkah-langkah Model Discovery Learning

4. Mengetahui kelebihan dan kelemahan Model Discovery Learning

5. Mengetahui penerapan Model Discovery Learning pada mata pelajaran


Fisika/Sains

1.5 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan

Bab II Pembahasan
Bab III Penutup
3.1 Simpulan
3.2 Saran

Daftar Pustaka

29
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Pengertian Model Pembelajaran

Dalam dunia pendidikan, model pembelajaran merupakan sesuatu yang


sangat erat kaitanya dengan proses pembelajaran dikelas yang akan
berpengaruh terhadap gaya belajar siswa dan gaya mengajar guru. Melalui
model pembelajaran guru dapat memantu siswa untuk mendapatkan
informasi, keterampilan, cara berpikir dan mengekpresikan idenya dalam
rangka menumbuhkan kreativitas da pengetahuan siswa. Berikut adalah
beberapa pendapat ahli mengenai model pembelajaran :

Prastowo (2013:68) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah


acuan pembelajaran yang secara sistematis dilaksanakan berdasarkan
pola-pola pelajaran tertentu. Model pembelajaran sendiri tersusun atas
beberapa komponen yaitu fokus, sintaks, sistem sosial, dan sistem
pendukung.
Menurut Sani (2013: 89) model pembelajaran adalah kerangka
konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan
berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan belajar.
Suprihatiningrum (2013: 145) mengemukakan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu rancangan yang di dalamnya
menggambarkan sebuah proses pembelajaran yang dapat dilaksanakan

29
oleh guru dalam mentransfer pengetahuan maupun nilai-nilai kepada
siswa.
Trianto (2013: 22) mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang
termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain. Pola dari suatu model pembelajaran adalah pola yang
menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada
umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran (Trianto,
2013: 24). Pola dari suatu model pembelajaran menunjukkan kegiatan-
kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang dikemukakan diatas, penulis


mengemukakan pengertian model pembelajaran yaitu suatu pola
pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir (secara sistematik)
dan digunakan sebagai pedoman untuk merencanakan kegiatan
pembelajaran seperti pembuatan RPP untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Ciri utama dari model pembelajaran adalah adanya
tahapan atau sintaks pembelajaran.

Ada berbagai macam model pembelajaran diantaraya yang saat ini menjadi
trending topik karena merupakan model pembelajaran yang cocok
diterapkan dalam kurikulum 2013 yaitu Project base learning, problem base
learning, inquiry dan discovery learning. Kami akan memfokuskan dalam
pembahasan mengenai discovery learning.

Pengertian Model Discovery Learning

Model pembelajaran discovery learning singkatnya adalah model


pembelajaran berbasis penemuan. Penemuan (discovery) merupakan suatu
model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan
kontruktivisme. Model pembelajaran discovery learning pertama kali

29
diperkenalkan oleh Jerome Bruner yang menekankan bahwa pembelajaran
harus mampu mendorong peserta didik untuk mempelajari apa yang telah
dimiliki (RifaI & Anni, 2011: 233). Menurut pandangan Bruner dalam
Markaban (2008: 10) belajar dengan penemuan adalah belajar untuk
menemukan, di mana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau
situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan
pemecahan. Pembelajaran discovery learning memberikan kesempatan
kepada siswa untuk ikut serta secara aktif dalam membangun pengetahuan
yang akan mereka peroleh. Keikutsertaan siswa mengarahkan pembelajaran
pada proses pembelajaran yang bersifat student-centered, aktif,
menyenangkan, dan memungkinkan terjadinya informasi antar-siswa, antara
siswa dengan guru, dan antara siswa dengan lingkungan.

Menurut Kurniasih dan sani (2014 : 64) discovery learning didefinisikan


sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila materi pembelajaran tidak
disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengoranisasi
sendiri. Selanjutnya, Sani (2014 : 97) mengungkapkan bahwa discovery
adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang
diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Pernyataan lebih lanjut
dikemukakan oleh hosnan (2014 : 282) bahwa discovery learning adalah
suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan
dan menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan
lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga belajar berpikir
analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Wilcox
(dalam Hosnan 2014 : 281) menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan
penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan
aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru
mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan
yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka
sendiri.

29
Model discovery merupakan pembelajaran yang menekankan pada
pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide
penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif
dalam pembelajaran. Bahan ajar yang disajikan dalam bentuk pertanyaan
atau permasalahan yang harus diselesaikan. Jadi siswa memperoleh
pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan,
melainkan melalui penemuan sendiri. Bruner (dalam Kemendikbud, 2013b:
4) mengemukakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang
dijumpai dalam kehidupannya. Penggunaan discovery learning, ingin
merubah kondisi belajar yang pasif atau teacher center menjadi pembelajarn
yang aktif dan kreatif atau lebih dikenal sebagai student center. Mengubah
pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus
Ekspositori, siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru
ke modus discovery, siswa menemukan informasi sendiri. Sardiman (dalam
Kemendikbud, 2013b: 4) mengungkapkan bahwa dalam mengaplikasikan
model discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, guru harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, kami berpendapat bahwa model


pembelajaran discovery learning merupakan suatu model pembelajaran
dimana guru hanya menyampaikan sebagian materi siswa ituntut untuk aktif
dan menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari. Peran guru tidak
begitu dominan, informasi tidak disampaikan secara langsung dari guru
pada siswa akan tetapi terdapat tahapan-tahapan dimana guru hanya
bertugas mengarahkan siswa pada konsep yang menjadi tujuan. Model
pembelajaran ini dapat diterapkan dalam kurikulum 2013 karena sangat
menuntut keaktifan siswa (student center).

29
Model pembelajaran discovery learning berlandaskan pada teori-teori
belajar konstruktivis (Anyafulude, 2013: 2). Menurut pandangan
kostruktivisme, belajar adalah proses aktif siswa dalam mengonstruksi arti,
wacana, dialog, dan pengalaman fisik dimana di dalamnya terjadi proses
asimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang sudah
dipelajari (Rifai & Anni, 2011: 199). Dalam pembelajaran discovery
learning siswa tidak diberikan konsep dalam bentuk finalnya, melainkan
siswa diajak untuk ikut serta dalam menemukan konsep tersebut. Siswa
membangun pengetahuan berdasarkan informasi baru dan kumpulan data
yang mereka gunakan dalam sebuah pembelajaran penyelidikan (De Jong &
Joolingen, 1998: 193). Keikutsertaan menemukan konsep dalam
pembelajaran memberikan kesan yang lebih mendalam kepada siswa
sehingga informasi disimpan lebih lama dalam memori para siswa. Proses
menemukan sendiri konsep yang dipelajari juga memberikan motivasi
kepada siswa untuk melakukan penemuan-penemuan lain sehingga minat
belajarnya semakin meningkat.

2.2 Tujuan Model Discovery Learning

Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar
mengajar. Tujuan akan memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar
akan tercapai bila seorang guru bias memilih dan menerapkan strategi yang
tepat. Tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu,
maka strategi atau metode yang digunakan harus sesuai dengan tujuannya.
Seorang guru sebaiknya menggunakan strategi atau metode yang dapat
menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat
yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Bruner sebagaimana dikutip Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan


Zain, sistem pembelajaran itu bertujuan agar hasil belajar dengan cara ini
lebih mudah dihafal dan diingat, mudah ditransfer untuk memecahkan

29
masalah pengetahuan dan kecakapan anak didik dapat menumbuhkan
motivasi intrinsic, karena anak didik merasa puas atas usahanya sendiri.

Seorang guru menggunakan metode inquiry discovery learning dengan


tujuan agar siswa terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti
pemecahan masalah itu sendiri, mencari sumber dan belajar bersama di
dalam kelompok. Diharapkan juga siswa mampu mengemukakan
pendapatnya, berdebat, menyanggah, dan memperhatikan pendapatnya,
menumbuhkan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan lain
sebagainya.

Tujuan pelaksanaan inquiry discovery learning adalah mengarah pada


peningkatan kemampuan baik dalam bentuk kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Hal ini tidak terlepas dari tujuan dan perencanaan (kurikulum)
pengajaran, sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai sesuai dengan
pemilihan metode yang dilakukan.

Manfaat diterapkannya metode inquiry discovery learning sebagai berikut:

Merupakan suatu cara belajar siswa aktif


Melalui penemuan sendiri, dan menyelidiki sendiri, maka hasil yang
diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, tak mudah dilupakan.
Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-
betul dikuasai dan mudah ditransfer dalam situasi lain.
Anak belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema
yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan
bermasyarakat.
Metode ini akan meningkatkan potensi intelektual siswa. Melalui
metode ini siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan hal-
hal yang saling berhubungan melalui pengamatan dan pengalamannya
sendiri.

29
Jika siswa telah berhasil dalam penemuannya, ia akan memperoleh
kepuasan intelektual yang datang dari diri siswa sendiri yang
merupakan suatu hadiah intrinsic.
Belajar bagaimana melakukan penemuan hanya dapat dicapai secara
efektif melalui proses melakukan penemuan.

2.3 Karakteristik dan Prinsip Model Discovery Learning


1. Karakteristik Model Discovery Learning
Tiga ciri utama belajar dengan Model Pembelajaran Discovery
Learning atau Penemuan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan
masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi
pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan untuk
menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Gambar 1. Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan Menjadi Salah


Satu Pilihan dalam Implementasi Kurikulum 2013

29
Karakteristik dari Model Pembelajaran Discovery Learning atau
Penemuan
Peran guru sebagai pembimbing;
Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan;
Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik
melakukan kegiatan menghimpun, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, serta membuat kesimpulan.

2. Prinsip-prinsip Model Discovery Learning

Beberapa prinsip penggunaan strategi discovery


learning adalah sebagai berikut:

a. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama dari strategi


pembelajaran discovery adalah pengembangan
kemampuan berpikir. Dengan demikian strategi
pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil
belajar juga berorientasi pada proses belajar.

b. Prinsip interaksi

Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti


menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar,
melainkan sebagai pengatur lingkungan atau
pengatur interaksi itu sendiri.

c. Prinsip bertanya

Dalam menggunakan strategi ini guru berperan


sebagai penanya karena kemampuan siswa untuk
menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah
merupakan sebagian dari proses berpikir.

29
d. Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan hanya sekedar mengingat sejumlah


fakta, akan tetapi juga merupakan proses berpikir
(learning how to think), yakni proses
mengembangkan potensi seluruh otak.
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan
penggunaan otak secara maksimal.

e. Prinsip keterbukaan

Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk


memberikan kesempatan kepada siswa
mengembangkan hipotesis dan secara terbuka
membuktikan kebenaran hipotesis yang
diajukannya, karena pembelajaran yang bermakna
adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai
kemungkinan sebagai hipotesis yang harus
dibuktikan kebenarannya.

2.4 Langkah-langkah Model Discovery Learning


Penerapan model discovery learning dalam kegiatan pembelajaran, terdapat
beberapa tahapan yang harus dilakukan. Kurniasih & Sani (2014: 68-71:
dilihat dari http://digilib.unila.ac.id/10116/15/BAB%20II.pdf)
mengemukakan langkah-langkah operasional model discovery learning,
yakni sebagai berikut.

a. Langkah persiapan model discovery learning


1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa.
3) Memilih materi pelajaran.
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara
induktif.

29
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
b. Prosedur penerapan model discovery learning
1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang)

Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan


kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru
dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah.

2) Problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk


mengidentifikasi masalah-masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis.

3) Data collection (pengumpulan data)

Tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai


informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara, melakukan uji coba sendiri untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

4) Data processing (pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi


yang telah diperoleh siswa melalui wawancara, observasi dan
sebagainya. Tahap ini berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi, sehingga siswa akan mendapatkan pengetahuan baru
dari alternatif jawaban yang perlu mendapat pembuktian secara
logis.

5) Verification (pembuktian)

29
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif dan dihubungkan dengan hasil
pengolahan data.

6) Generalization (menarik kesimpulan)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik


sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.

Joyce, dkk (2009: 136) mengemukakan struktur pengajaran dengan


menggunakan model discovery learning (penemuan konsep) yakni sebagai
berikut.

1. Tahap pertama

Tahap pertama melibatkan penyajian data pada pembelajar. Setiap unit


data merupakan contoh atau noncontoh konsep yang terpisah. Unit-
unit ini disajikan berpasangan. Data tersebut bisa berupa kejadian,
manusia, objek, cerita, gambar, atau unit lain yang dapat dibedakan satu
sama lain. Para pembelajar diberitahu bahwa seluruh contoh positif
memiliki satu gagasan umum; tugas mereka adalah mengembangkan
satu hipotesis tentang sifat dari konsep tersebut. Contoh-contoh
disajikan dalam suatu instruksi yang telah diatur sebelumnya dan
dilabeli dengan Ya dan Tidak. Para pembelajar diminta untuk
membandingkan dan memverifikasi sifat-sifat dari contoh-contoh yang
berbeda itu.

2. Tahap Kedua

Pada tahap kedua, siswa menguji penemuan konsep mereka, pertama-


tama dengan mengidentifikasi secara tepat contoh-contoh tambahan
yang tidak dilabeli dari konsep itu dan kemudian mereka membuat

29
contoh-contoh. Setelah itu, guru dan pembelajar dapat membenarkan
atau tidak membenarkan hipotesis mereka, merevisi pilihan konsep atau
sifat-sifat yang mereka tentukan sebagaimana mestinya.

3. Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga, siswa mulai menganalisis strategi-strategi dengan


segala hal yang mereka gunakan untuk mencapai konsep. Ada beberapa
pembelajar yang pada awalnya mencoba mengkontruksi dari yang
bersifat luas/umum kemudian secara bertahap mempersempit konstruk-
konstruk itu, namun adapula yang memulai dengan konstruk-konstruk
yang berbeda. Pembelajar dapat menggambarkan pola-pola mereka,
apakah mereka fokus pada ciri-ciri atau konsep-konsep , apakah mereka
melakukannya sekaligus dalam satu waktu atau beberapa saja, dan apa
yang terjadi ketika hipotesis mereka tidak dibenarkan. Apakah mereka
mengubah strategi? Intinya, secara bertahap, mereka dapat
membandingkan efektivitas setiap strategi yang telah mereka rancang
dan terapkan.

Ringkasan dari tahapan pembelajaran dengan menggunakan model


discovery learning:

Tahap Pertama: Penyajian Guru menyajikan contoh-contoh yang telah


Data dan Identifikasi Masalah dilabeli
Siswa membandingkan sifar-sifat/ciri-ciri
dalam contoh-contoh positif dan contoh-
contoh negatif
Siswa menjelaskan sebuah definisi menurut
sifat-sifat/ciri-ciri yang paling esensial
Tahap Kedua: Pengujian Siswa mengidentifikasi contoh-contoh
Pencapaian Konsep tambahan yang tidak dilabeli dengan tanda
Ya dan Tidak
Guru menguji hipotesis, menamai konsep,
dan menyatakan kembali definisi-definisi

29
menurut sifat-sifat/ciri-ciri yang paling
esensial.
Siswa membuat contoh-contoh
Tahap Ketiga: Analisis Siswa mendeskripsikan pemikiran-
Strategi-Strategi Berpikir pemikiran
Siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan
hipotesis-hipotesis
Siswa mendiskusikan jenis dan ragam
hipotesis

Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa sumber, bahwa langkah-langkah


yang dilakukan dalam pembelajaran dengan menggunakan model discovery
learning adalah:
1. Guru memberikan stimulus kepada siswa dengan berupa contoh-contoh
fenomena.
2. Siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan hipotesis mengenai
fenomena yang disajikan dan mengumpulkan perumusan masalah.
3. Siswa mengumpulkan data-data untuk menguji hipotesis mereka.
4. Siswa mengolah data-data yang telah didapatkan dan mendeskripsikan
pemikiran-pemikirannya.
5. Siswa menarik kesimpulan dari data dan contoh-contoh yang
didapatkan.

Sistem Penilaian

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan


dengan menggunakan tes maupun non tes. Sedangkan penilaian yang
digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian
hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka
dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes
tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap,
atau penilaian hasil kerja siswa, maka pelaksanaan penilaian dapat
menggunakan contoh-contoh format penilaian seperti tersebut di bawah ini.

a. Penilaian Tertulis

29
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang
diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab
soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban
tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda,
mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.Ada dua bentuk soal tes
tertulis, yaitu:

1) Soal dengan memilih jawaban


a) pilihan ganda
b) dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
c) menjodohkan
2) Soal dengan mensuplai-jawaban.
a) isian atau melengkapi
b) jawaban singkat
c) soal uraian

Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah,


isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai
kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat
(pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai
kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda mempunyai
kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri
jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan
jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta
didik akan menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik
tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan
jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam
penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik
yang sesungguhnya.

Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta
didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya
atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau
mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis

29
kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan
menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang
ditanyakan terbatas.Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu
dipertimbangkan hal-hal berikut:

materi, misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum;


konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan
tegas.
bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat
yang menimbulkan penafsiran ganda.

b. Penilaian Diri

Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, di mana


subyek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri
berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi
yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.

Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian,


yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan dengan kompetensi
kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta untuk menilai
penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar
dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang
telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi afektif, misalnya, peserta
didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan
perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu. Selanjutnya, peserta
didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau
acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi
psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan
atau keterampilan yang telah dikuasainya sebagai hasil belajar
berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.

29
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap
perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan teknik
ini dalam penilaian di kelas antara lain sebagai berikut:

dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka


diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena
ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi
terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya;
dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk
berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan obyektif
dalam melakukan penilaian.

c. Penilaian Sikap

Contoh Format Penilaian Sikap

Mata Pelajaran : _________ Semester : _________

Kelompok : _________ Kelas : _________

Nama
No Skor Nilai
Siswa
Komitmen Kerja Ketelitia Jumla
Minat
Tugas Sama n h Skor
1
2
3
..

d. Format Penilaian Kinerja

Contoh Format Penilaian Kinerja

29
Nama Siswa: Tanggal:

Kelas:

Tingkat Kemampuan
Aspek Yang
No.
Dinilai 4
1 2 3

1.

2.

3.

Jumlah

Kriteria Penskoran Kriteria Penilaian

1. Baik Sekali 4 10 12 A

2. Baik 3 7 9 B

3. Cukup 2 46 C

4. Kurang 1 3 D

A: Pengelompokan yang dilakukan siswa sangat baik, uraian yang


dijabarkan rinci dan diperoleh dengan menggunakan seluruh indra
disertai dengan gambar-gambar atau diagram

B: Pengelompokan yang dilakukan siswa baik, uraian yang dijabarkan


kurang rinci dan diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra
dengan gambar-gambar atau diagram

29
C: Pengelompokan yang dilakukan siswa cukup baik, uraian yang
dijabarkan tidak rinci dan diperoleh dengan menggunakan sebagian
kecil indra dengan gambar-gambar atau diagram

D: Pengelompokan yang dilakukan siswa kurang baik, uraian yang


dijabarkan kurang sesuai dan diperoleh dengan menggunakan sebagian
besar indra dengan gambar-gambaratau diagram

e. Penilaian Hasil Kerja Siswa

Nama Siswa: Tanggal:

Kelas:

Input Proses Out Nilai


Put/Hasil

2.5 Contoh Penerapan Model Dicscovery Learning pada mata pelajaran


Fisika

Tujuan Pembelajaran

Melalui kegiatan demonstrasi, eksperimen, dan diskusi diharapkan siswa


dapat menganalisis sifat-sifat elastisitas bahan, melakukan pengukuran
besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat,
mengolah dan menganalisis hasil percobaan sifat elastisitas bahan,
menyadari kebesaran Allah SWT yang menciptakan dan mengatur jagat
raya, serta menunjukkan prilaku ilmiah dalam aktivitas sehari-hari.

29
Materi Pembelajaran

1. Besaran-besaran Fisis pada Elastisitas Bahan

2. Pengertian Elastisitas Bahan

3. Stress, Strain, dan Modulus Elastis

Alokasi Waktu : 3 jam pelajaran (3 x 45 menit)

Metode Pembelajaran

1. Model : Discovery Learning

2. Metode : Demonstrasi, eksperimen, dan diskusi

3. Pendekatan : Scientific

Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran

1) Media

Laptop, LCD, Whiteboard

2) Alat dan Bahan

a) Karet
b) Pegas
c) Plastik
d) Lilin Plastisin
e) Mistar
f) Mikrometer Sekrup/ Jangka Sorong
g) Beban 50 g, 100 g, dan 150 g
h) Statip
Sumber Pembelajaran

29
a) Buku Fisika SMA Kelas X karangan Supiyanto.
b) Buku Fisika SMA Kelas X karangan Marten Kanginan.
c) LKS GLB

Kegiatan Pembelajaran

1. Pendahuluan

Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa,


memeriksa kehadiran siswa, kemudian mengatur tempat duduk
secara berkelompok.

Sebagai apersepsi, siswa diberi kesempatan untuk mengingat


kembali konsep GMB.

Stimulasi

Guru memperlihatkan berbagai benda elastis dan plastis misalnya


karet dan lilin plastisin, kemudian guru mengajukan pertanyaan:
o Diantara benda-benda tersebut benda mana yang termasuk benda
plastis dan benda elastis?
o Bagaimana cara membedakan benda plastis dengan benda elastis?

Guru menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari sifat-sifat


elastisitas bahan.

2. Kegiatan Inti

Pembahasan Tugas dan Identifikasi Masalah

29
Guru menyampaikan informasi tentang kegiatan yang akan
dilakukan yaitu eksperimen mengukur stress, strain, dan modulus
elastis beberapa benda.

Observasi

Guru meminta siswa melakukan diskusi kelompok untuk mengkaji


LKS pengukuran stress, strain, dan modulus elastis beberapa benda
yang harus diperoleh melalui percobaan.

Pengumpulan Data

Guru meminta siswa melakukan percobaan pengukuran stress,


strain, dan modulus elastis beberapa benda.

Guru meminta siswa mengamati percobaan dan mencatat data pada


kolom yang tersedia di LKS.

Pengolahan Data dan Analisis

Guru meminta siswa mengolah dan menganalisis data dari setiap


percobaan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada LKS.

Verifikasi

Guru meminta salah satu kelompok siswa mempresentasikan hasil


percobaan.

Guru meminta siswa melakukan diskusi sifat-sifat elastisitas bahan


berdasarkan hasil data percobaan.

Generalisasi

29
Guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang sifat-sifat
elastisitas bahan.

3. Penutup

Guru mengajak siswa menyimpulkan hasil pembelajaran dengan


mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

o Apa saja yang dapat kita simpulkan dari kegiatan pembelajaran


yang telah kita lakukan?

o Siswa mengerjakan beberapa soal uraian sebagai tes formatif.

o Guru memberikan penghargaan kepada kelompok siswa yang


paling baik.

Penilaian

Metode dan Bentuk Instrumen

No Bentuk Instrumen

Sikap Lembar Pengamatan Sikap dan Rubrik


1

Tes Unjuk Kerja Tes Penilaian Kinerja Sifat Elastisitas Bahan


2

Tes Tertulis Tes Uraian


3

Contoh Instrumen

Lembar Pengamatan Sikap

29
No Aspek yang dinilai 3 2 1 Keterangan

Rasa ingin tahu (curiosity)


1

Ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan percobaan


2

Ketekunan dan tanggung jawab dalam belajar dan bekerja


3
baik secara individu maupun berkelompok

Keterampilan berkomunikasi pada saat belajar


4

Rubrik Penilaian Sikap

No Aspek yang dinilai Rubrik

Menunjukkan rasa
1 1. menunjukkan rasa ingin tahu yang besar,
ingin tahu
antusias, aktif dalam kegiatan kelompok

2. menunjukkan rasa ingin tahu, namun tidak


terlalu antusias, baru terlibat aktif dalam
kegiatan kelompok ketika disuruh

3. tidak menunjukkan antusias dalam pengamatan,


sulit terlibat aktif dalam kegiatan kelompok
walaupun telah didorong untuk terlibat

No Aspek yang dinilai Rubrik

Ketelitian dan hati-


2 1. mengamati hasil percobaan sesuai prosedur,
hati

29
hati-hati dalam melakukan percobaan

2. mengamati hasil percobaan sesuai prosedur,


kurang hati-hati dalam melakukan percobaan

3. mengamati hasil percobaan tidak sesuai


prosedur, tidak hati-hati dalam melakukan
percobaan

Ketekunan dan
3 1. tekun dalam menyelesaikan tugas dengan hasil
tanggung jawab
terbaik yang bisa dilakukan, berupaya tepat
waktu

2. berupaya tepat waktu dalam menyelesaikan


tugas, namun belum menunjukkan upaya
terbaiknya

3. tidak berupaya sungguh-sungguh dalam


menyelesaikan tugas dan tugasnya tidak selesai

Berkomunikasi
4 1. aktif dalam tanya jawab, dapat mengemukakan
gagasan atau ide, menghargai pendapat siswa
lain

2. aktif dalam tanya jawab, tidak ikut


mengemukakan gagasan atau ide, menghargai
pendapat siswa lain

3. kurang aktif dalam tanya jawab, tidak ikut


mengemukakan gagasan atau ide, kurang
menghargai pendapat siswa lain

29
Lembar Pengamatan Kinerja Eksperimen

Keterampilan
No Skor Rubrik Penilaian
yang dinilai

Merangkai Rangkaian sesuai dengan gambar pada panduan


1 3
peralatan

Rangkaian kurang sesuai dengan gambar pada


2
panduan

Rangkaian tidak sesuai dengan gambar pada


1
panduan

Menggantungi Beban digantung secara benar dengan benda uji


2 3
beban pada benda
uji Beban digantung kurang tepat dengan benda uji
2

Beban digantung tidak tepat dengan benda uji


1

Mengukur Pengukuran dilakukan dengan sangat tepat


3 3
pertambahan
panjang benda uji Pengukuran dilakukan dengan kurang tepat
2

Pengukuran dilakukan dengan tidak tepat


1

Instrumen Tes Tertulis

Soal Uraian

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan elastisitas, stress, strain, dan


modulus elastis?

29
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besar stress dan strain
benda?

3. Seutas kawat baja memiliki panjang 4 m dan luas penampang 2 x 10 -6


m2. Modulus elastis baja 2 x 1011 N/m2. Sebuah gaya dikerjakan untuk
menarik kawat itu sehingga bertambah panjang 0,3 m. Hitung gaya
tarik itu..

Rubrik Penilaian Soal Uraian

No Uraian Skor

Jika jawaban benar dan lengkap


1 20

Jika jawaban benar dan lengkap


2 30

Jika jawaban benar dan lengkap


3 50

Total 100

Pertemuan Kedua : Hukum Hooke


Pertemuan Ketiga : Susunan Pegas

2.6 Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning


Metode discovery mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:

1) Mendukung partisipasi aktif pembelajar dalam proses pembelajaran.


2) Menumbuhkan rasa ingin tahu pembelajar
3) Memungkinkan perkembangan keterampilan-keterampilan belajar
sepanjang hayat dari pembelajar.
4) Membuat pengalaman belajar menjadi lebih bersifat personal

29
5) Membuat pembelajar memiliki motivasi yang tinggi karena
memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan eksperimen
dan menemukan sesuatu untuk diri mereka sendiri.
6) Membangun pengetahuan berdasarkan pada pengetahuan awal yang
telah dimiliki oleh pembelajar sehingga mereka dapat memiliki
pemahaman yang lebih mendalam.
7) Mengembangkan kemandirian dan otonomi pada diri pembelajar
8) Membuat pembelajar bertanggungjawab terhadap kesalahan-kesalahan
dan hasil-hasil yang mereka buat selama proses belajar
9) Merupakan cara belajar kebanyakan orang dewasa pada pekerjaan dan
situasi kehidupan nyata
10) Merupakan suatu alasan untuk mencatat prosedur-prosedur dan temuan-
temuan - seperti mengulang kesalahan-kesalahan, sebagai suatu cara
untuk menganalisis apa yang telah terjadi, dan suatu cara untuk
mencatat atau merekam temuan yang luar biasa.
11) Mengembangkan keterampilan-keterampilan kreatif dan pemecahan
masalah
12) Menemukan hal-hal baru yang menarik yang belum terbayang
sebelumnya setelah pengumpulan informasi dan proses belajar yang
dilakukan

Ada beberapa kelemahan metode discovery, yaitu sebagai berikut.

1) Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk


belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan
abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-
konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi. Di pihak lain justru menyebabkan akan
timbulnya kegiatan diskusi.
2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumla.h siswa yang banyak,
karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara
belajar yang lama.

29
4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi
secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan bagi berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa telah dipilih lebih dahulu oleh guru, dab proses
penemuannya adalah dengan bimbingan guru

BAB III

SIMPULAN
Pembelajaran discovery learning (penemuan) merupakan salah satu model
pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivisme. Pada
pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui
keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong
siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri
mereka sendiri.

29
Pembelajaran penemuan memliki beberapa kelebihan. Pembelajaran penemuan
membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja
hingga menemukan jawaban. Siswa melalui pembelajaran penemuan mempunyai
kesempatan untuk berlatih menyelesaikan soal, mempertajam berpikir kritis secara
mandiri, karena mereka harus menganalisa dan memanipulasi informasi.

Pembelajaran penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat


menghasilkan kesalahan dan membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa
dapat melakukan penemuan.

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari, dkk. 2010. Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil
Mengajar. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Anwar, MC. 2016. Strategi Pembelajaran Discovery Learning. [online] tersedia


http://digilib.uinsby.ac.id/14332/59/Bab%202.pdf [17 Desember 2016]

Buchari, Darmawan. 2014. RPP Fisika Kurikulum 2013 Model


Discovery Learning. [online] tersedia
https://dharmawangureefisika.wordpress.com/2014/02/13/rp

29
p-fisika-kurikulum-2013-model-discovery-learning/ [18
Desember 2016]

Joyce, Bruce, dkk. 2009. Models of Teaching (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka


Pelajar http://digilib.unila.ac.id/10116/15/BAB%20II.pdf [diakses pada 07
Desember 2016]
Situdju, Em. 2014. Model Pembelajaran Discovery Learning. [online] tersedia
http://emtha1110.blogspot.co.id/2014/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html [18 Desember 2016]
Tracy Bicknell-, Paul Seth Hoffman, (2000) "elicit, engage, experience, explore:
discovery learning in library instruction", Reference Services Review, Vol.
28 Iss: 4, pp.313 322

29

Anda mungkin juga menyukai