Gambar xx. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalampatogenesis hiperglikemia
pada DM tipe 2
C. Patofisiologi
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi
dengan baik. Energi pada mesin tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang
dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak (Suyono, 2007).
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk dulu
ke dalam sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar
melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses
ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peranan
yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau
hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas (Suyono, 2007).
Pada Diabetes Melitus (DM) tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin
lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke
dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun
anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,
maka glukosa yang masuk akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini disebut sebagai
resistensi insulin (Suyono, 2007).
Penyebab resistensi insulin pada NIDDM sebenarnya tidak begitu jelas tetapi
faktor-faktor di bahwa ini banyak berperan (Suyono, 2007):
Obesitas terutama yang berbentuk sentral
Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
Kurang gerak badan
Faktor keturunan (herediter)
D. Manifestasi klinik
Gejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa haus yang berlebihan
(polidipsi), sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak makan
(polifagi), serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang
ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,
penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh, dan pada ibu-ibu sering
melahirkan bayi di atas 4 kg (Suyono, 2007).
Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dan DM tipe 2 tidak
sama. Demikian juga pengobatannya. Oleh karena itu ada baiknya bila diketahui
sedikit tentang perbedaannya, karena ada dampaknya pada rencana pengobatan.
F. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti (PERKENI,
2015):
1. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunanberat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Keterangan :
GDP = Glukosa Darah Puasa
GDS = Glukosa Darah Sewaktu
GDPT = Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT = Toleransi Glukosa Terganggu
Gambar xx Langkah diagnosis Diabetes Mellitus dan Gangguan Toleransi Glukosa
G. Pemeriksaan penyaringan
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus(DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini
secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes,
merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor
risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Tabel xx. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM (mg/dl)
Gambar xx TTGO
Tabel xx. Kriteria diagnostik diabetes melitus* dan gangguan toleransi glukosa
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl
Atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl
Atau
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada dua jam sesudah beban glukosa
75 gram pada TTGO**
Sumber :PERKENI, 2015
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat,
seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan
menurun cepat.
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik
kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional
juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.
I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas
hidupDiabetes Melitus (DM)
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.
Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi medis dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres
berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia
dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus
(PERKENI, 2015). Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Sudoyo et al., 2006).
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (PERKENI, 2015):
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
- Perjalanan penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
- Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan)
- Pentingnya perawatan diri
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
2. Terapi gizi medis
Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai target terapi. Prinsip pengaturan makan pada
diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
a. Karbohidrat
- Dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energi
- Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan
- Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang
berserat tinggi
- Sukrosa todak boleh lebih dari 10% total asupan energi
- Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan
yang sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti
jumlah besar gula misalnya pada minuman ringan dan permen
- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari
b. Lemak
- Dianjurkan sekitar 20 25% kebutuhan kalori
- Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak
jenuhtunggal
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh
(whole milk)
- Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal
dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA / Mono Unsaturated Fatty
Acid), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Acid) dan asam lemak jenuh
c. Protein
- Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi
- Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacang-kacangan, tahu,
tempe
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi
d. Garam
- Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000
mg atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur
- Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari terutama
pada mereka yang hipertensi
e. Serat
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut
f. Pemanis
- Batasi penggunaan pemanis bergizi
- Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma
- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
g. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
diabetisi. Diantaranya adalah dengan perhitungan berdasarkan kebutuhan
kalori basal sebesar 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah dan dikurangi
bergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat
badan, dll.
Perhitungan berat badan ideal ( BBI ) menurut Broca yang
dimodifikasi adalah sebagai berikut :
Berat badan ideal = 90 % x ( TB dalam cm - 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus modifikasi menjadi : ( TB dalam cm 100) x 1 kg BB)
Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Penentuan status gizi dapat digunakan :
BMI / Body Mass Index = IMT / Indeks Masa Tubuh dan Rumus Broca.
IMT = BB ( Kg )
TB ( m2 )
Klasifikasi IMT :
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5 22,9
BB lebih 23,0
Dengan risiko 23,0 24,9
Obes I 25,0 29,9
Obes II 30
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30
menit yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive
Endurace training ).
a. Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus
tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit
pasien melakukan jogging tanpa istirahat.
b. Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.
c. Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb
d. Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas
ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate
Maksimum Heart Rate = 220-umur
e. Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging,
berenang dan bersepeda.Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani
ini adalah jangan sampai memulai olah raga sebelum makan, harus
menggunakan sepatu yang pas, didampingi oleh orang yang tahu
bagaimana cara mengatasi hipoglikemia, harus membawa permen,
membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan, dan
memeriksa kaki dengan cermat setelah berolahraga.Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85% denyut nadi
maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :
Tabel xx. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh OHO terhadap penurunan
A1C ( Hb-glikosilat )
Golongan Cara kerja utama Efeksamping utama Penurunan A1C
Meningkatkan BB naik,
Sulfonilurea sekresi insulin hipoglikemia 1,5 2 %
Meningkatkan BB naik,
Glinid sekresi insulin hipoglikemia 1,5 2 %
Menekan produksi
glukosa hati &
Diare, dyspepsia,
menambah
asidosis laktat
Metformin sensitifitas terhadap 1,5 2 %
insulin
Penghambat Menghambat Flatulens, tinja
glukosidase absorpsi glukosa lembek 0,5 1,0 %
Menambah
Tiazolidindion sensitifitas terhadap Edema
1,3%
insulin
Menekan produksi
glukosa hati,
Hipoglikemia, BB
stimulasi Potensial sampai
Insulin naik
pemanfaatan normal
glukosa
Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetic
- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
- Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
- Insulin kerja cepat ( rapid acting insulin )
- Insulin kerja pendek ( short acting insulin )
- Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin )
- Insulin kerja panjang ( long acting insulin )
- Insuln campuran tetap ( premixed insulin )
Efek samping terapi insulin :
- Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia
- Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin
J. Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
(Sudoyo et al., 2006).
1. Penyulit akut
Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang harus
ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara itulah angka
kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar nonketotik
Hipoglikemia
2. Penyulit menahun
a. Makroangiopati, yang melibatkan :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
b. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Neuropati
K. Pengendalian DM
Parameter Sasaran
2
IMT (kg/m ) 18.5- <23
Tekanan darah sistolik (mmHg) <140
Tekanan darah diastolik (mmHg) <90
Glukosa darah preprandial kapiler 80- 130
(mg/dl)
Glukosa darah 1-2 jam PP kapiler < 180
(mg/dl)
HbA1C <7 (atau individual)
Kolesterol LDL (mg/dl) <100 (<70 bila risiko
kardiovaskular sangat tinggi)
Kolesterol HDL (mg/dl) Laki- laki >40; Perempuan >50
Trigliserida (mg/dl <150
Tabel 10. Kriteria pengendalian DM (PERKENI, 2015)
L. Prognosis
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat ( Mansjoer et al., 2015).
DAFPUS
Gustaviani R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, pp: 1857-9.
Mansjoer A, et al. 2015. Kapita selekta kedokteran jilid I.Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsensus Pengelelolaan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni.
Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed 4 jilid 2. Jakarta: Perhimpunan
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, pp: 1974-80.