Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Neuropati diabetik telah dikenal sejak 1887 dan sering dijumpai pada negara
yang tergolong makmur dan meliputi sekitar 20% pada penderita diabetes, bahkan
menurut sarjana Mohr dan Comi menyebut angka 50-66%. Di Amerika Serikat,
kira-kira 15 juta penderita Diabetes Mellitus, separuhnya menderita neuropati
diabetik terutama dari jenis simetrik polineuropati, dan merupakan salah satu
penyebab utama dari amputasi nontraumatik. Insiden neuropati diabetik
meningkat bila pemeriksaan dilakukan lebih teliti terutama pemeriksaan sensorik
dan neurofisiologi.
Pada umumnya neuropati diabetik tidak mengakibatkan kematian, namun
dapat menyebabkan berbagai macam cacat jasmani dan penyulitan yang
menghambat kegiatan hidup sehari-hari yang sangat mengganggu seperti rasa
panas, rasa tebal, sering buang air kecil, mudah timbul infeksi/ganggren,
retinopati, impotensi dan hipotensi ortostatik. Keluhan nyeri terutama pada
ekstremitas merupakan keluhan umum pada penderita diabetes mellitus, terutama
pada penderita menahun apalagi dengan kendali glukosa yang tidak baik.
Penyebab keluhan ini dikenal sebagai neuropati perifer, komplikasi kronis
diabetes yang sulit diatasi dengan pengobatan. Dengan meng-optimalkan
pengawasan terhadap penderita diabetes, polineuropati diabetik dapat dicegah atau
diperlambat. Dibandingkan dengan polineuropati diabetik, jenis lain dari
neuropati diabetik mempunyai prognosa penyembuhan lebih baik.

B. Tujuan
Agar dapat memperoleh pemahaman tentang Diabetes Mellitus Neuropati serta
mampu melakukan asuhan keperawatan yang sesuai. Selain itu tujuan dari
penulisan makalah ini juga agar memperoleh pemahaman seperti :
1. Bagaimana penyebab Diabetes Mellitus bisa terjadi?
2. Bagaimana proses terjadinya Diabetes Mellitus?
2

3. Apa saja tanda dan gejala Diabetes Mellitus?


4. Bagaimana penatalaksanaan untuk pasien Diabetes Mellitus?
5. Bagaimana pemeriksaan terkait penyakit Diabetes Mellitus?
3

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya.
Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus, (setelah
dilakukan eksklusi penyebab lainnya).

B. Etiologi
Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari
diabetes tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah
diajukan. Faktor-faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah
vaskuler, metabolisme, neurotrofik dan immunologik.

a. Faktor vaskular
Abnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik
polineuropati meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh darah,
endotelial hiperplasia, disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi endotelin
dan peningkatan kadar vascular endotelial growth factor (VEGF). Diabetes
secara selektif merusak sel, seperti endotelial sel dan mesangial sel, dimana
kecepatan pengangkutan glukosa tidak merosot dengan cepat seperti halnya
hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong ke arah penumpukan
glukosa tinggi dalam sel. Berdasarkan teori ini, terjadi proses iskemia
endoneurial yang berkembang karena adanya peningkatan endoneural
vascular resistance trhadap daerah hiperglikemi. Berbagai faktor berkenaan
dengan metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin end product, juga
telah mencakup, mendorong ke arah kerusakan kapiler, inhibisi transpor
aksonal, aktivitas Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke degenerasi aksonal.
4

b. Teori berkenaan dengan metabolisme


Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan
metabolisme dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal.
Efek hiperglikemia yang berkenaan dengan metabolisme meliputi
pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis oksigen reaktif dan sorbitol)
dan perubahan tingkatan enzim transeluler dan molekul pemberian isyarat
(seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-activated
kinase).

c. Faktor neurotropik
Nerve growth factor diperlukan untuk mempercepat dan
mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF
serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati.

d. Faktor immunologi
Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodies dalam
serum yang secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan
motorik yang bisa dideteksi dengan immunoflorens indeks.

C. Patofisiologi

Neuropati perifer dan otonom merupakan 2 bentuk komplikasi tersering pada


kedua tipe DM. Patogenesisnya masih belum dipahami. Bentuk neuropati perifer
5

yang lebih sering dijumpai yaitu neuropati sensorik dan motorik simetris serta
neuropati otonom. Komplikasi ini diduga sebagai akibat toksisitas metabolik atau
osmotik yang terkait hiperglikemia.
a. Neuropati Perifer Sensorik
Merupakan defisit sensorik yang seringkali didahului parestesia, rasa gatal dan
nyeri yang makin bertambah selama beberapa bulan atau tahun. Sindroma-
sindroma khas yang terjadi pada penderita DM dengan neuropati sensorik,
termasuk osteopati tangan dan kaki distal, deformitas lutut atau
pergelangan kaki, dan ulserasi neuropatik pada kaki.
b. Neuropati Motorik
Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan neuropati sensorik dan
dihubungkan dengan perlambatan hantaran saraf motorik dan kelemahan
serta atrofi otot.
c. Neuropati Otonom
Komplikasi ini sering terjadi pada penderita DM yang sudah berlangsung lama
dan merupakan problem klinis yang sangat mengganggu. Neuropati dapat
melibatkan gangguan viseral. Dapat terjadi hipotensi postural, takikardia
saat istirahat yang menetap, penurunan respon kardiovaskular,
gastroparesis, episode-episode diare (seringkali pada malam hari) dan
konstipasi, kesulitan mengosongkan kandung kemih, dan impotensi.
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf,
gangguan umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak
terputusnya kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi
wallerian. Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube),
perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di
distal sampai lesi, diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1
inci per bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.

c. Grade III
6

Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis


(Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok
oleh skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan
kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan
pembedahan.

Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu :
a. Degenerasi Wallerian
Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada akson
yang meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus. Perbaikan
membutuhkan waktu sampai tahunaan, oleh karena pertama terjadi
regenerasi kemudian baru terjadi koneksi kembali dengan otot, organ
sensoris, pembuluh darah.
b. Demielinisasi segmental
Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan
sel Schwann. Demielinisasimulai daro nodus ranvier meluas tak teratur ke
segmen-segmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi
kerusakan akson.
c. Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat
ujung akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.

D. Manifestasi Klinik
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Pada
beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri
pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan
7

kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun
sistem saraf otonom.

Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau


lebih dari empat kriteria dibawah ini :
1. Kehadiran satu atau lebih gejala
2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut
3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.
4. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV)
dengan rasio RR kurang dari 1,04 postural hypotension dengan turunnya
tekanan darah sistolik 20 mmHg atau lebih, atau kedua-duanya).

E. Penatalaksanaan
Langkah manajemen terhadap pasien adalah untuk menghentikan
progresifitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol kadar gula darah secara
baik. Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah,
dan lipids dengan terapi farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen
manajemen diabetes lain yaitu perawatan kaki, pasien harus diajar untuk
memeriksa kaki mereka secara teratur.
Terapi Nonmedis
1. Edukasi
Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target
pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi
penghrapan yang berebihan.
2. Perawatan Umum (kaki)
Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah
trauma berulang pada neuropati kompresi.
8

3. Pengendalian Glukosa Darah

Terapi medis dengan menggunakan obat-obat :


1. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat
penimbunan sorbitol dan fruktosa
2. Penghambat ACE
3. Neutropin
- Nerve growth factor
- Brain-derived neurotrophic factor
4. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan
radikal hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali
glutation
Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :
1. NSAID (ibuprofen dan sulindac)
2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine)
3. Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin)
4. Antiarimia (mexilletin)
5. Topikal : capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve
stimulation

Pencegahan
Pencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian (pengontrolan)
penyakit secara umum mencakup :
- pengendalian kadar gula darah,
- status gizi,
- tekanan darah,
- kadar kolesterol, dan
- pola hidup sehat

F. Pemeriksaan Klinis
a. Inspeksi: ulserasi pada kaki dan Charcot Joint
b. Pemeriksaan Neurologik :
- pemeriksaan motorik didapat kelemahan tipe LMN
9

- Pemeriksaan sensorik didapat gambaran kos kaki/sarung tangan untuk rasa


nyeri/suhu
- Gangguan vibrasi.

c. Pemeriksaan elektrodiagnostik
ENMG (Elektroneuromiografi) : meliputi kecepatan hantar saraf
motorik/sensorik (KHSM/KHSS)

d. Tes Sensoris kuantitatif : untuk vibrasi dan suhu dikenal dengan


Quantitative Sensoric testing (QST).
QST adalah tehnik untuk mengukur intensitas rangsangan yang diperlukan
untuk memberi persepsi sensorik khas dimana sifat fisik serta intensitas
diketahui secara tepat.

e. Tes Fungsi Otonom


1. Kardiovaskuler
- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure testing
- Resting heart rate
- Valsava manouver
- R - R variation (beat to beat heart rate variation)
2. Eye
- Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing
3. Sudomotor
- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif)
Penderita dibedaki dengan bedak indikator yang menjadi ungu bila
basah.
- Potensial kulit
Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama daritelapak
tangan dan telapak kaki.
- Sweat imprint quantitation
Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik
diameter maupun distribusinya.
- Quantitative Sudomotor Axon reflex test (QSART)
10

Mengukur respons keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus


iontoforesis dari asetil kholin.

G. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Komponen Pola Fungsional Gordon


1. Pola Penatalaksanaan Kesehatan / Persepsi Sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadapdirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola Nurtrisi dan Metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita.
3. Pola Eliminasi
Pada pola ini tidak mengalami gangguan
4. Pola Latihan dan Aktivitas
Adanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola Istirahat Tidur
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit
yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat
penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
6. Pola Kognitif
11

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa


pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
7. Pola Persepsi Konsep Diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga ( self esteem ).
8. Pola Peran dan Tanggung Jawab
Pada pola ini tidak mengalami gangguan (Perlu dikaji).
9. Pola Seksual Reproduksi
Pada pola ini tidak mengalami gangguan (Perlu dikaji).
10. Pola Koping dan Toleransi Stress
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
11. Pola Keyakinan dan Nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

b. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
NOC : 1. Pain Control
2. Pain Level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x60 menit dengan kriteria
hasil
1. Pasien dapat mengontrol nyeri demonstrated

2. Pasien dapat menurunkan level nyeri


NIC : Pain Management
12

1. Kaji secara komferhensif nyeri dari lokasi, karakteristik, onset/durasi,


frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan pasien
3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: distraksi dan relaksasi
4. Berikan posisi yang nyaman pd pasien
5. Tingkatkan istirahat pasien
6. Kolaborasi: pemberian analgesik

2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan Diabetes


Melitus
NOC : Perfusi jaringan : perifer
Fungsi Sensoris
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan
integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
NIC : Pressure Ulcer Care
1 Monitor warna, suhu, edema, kelembapan dan penampilan kulit
2 Jaga kelembapan ulcer (bisul) untuk membantu penyembuhan
3 Gunakan pelembab yang hangat pada ulcer untuk memperbaiki perfusi
darah
4 Bersihkan ulcer dengan nontoxin silution
5 Gunakan jarum ukuran 19 dan 35 cc untuk menyemprot dan
membersihkan ulcer dari dalam
6 Gunakan saline untuk membersihkan dan diberi obat salep sesuai order
dari dokter dan di balut (dressing)
7 Pemberian obat telan jika diperlukan
8 Monitor nutrisi status
9 Berikan anjuran perbayak kalori dan tinggi protein
10 Ajarkan keluarga pasien cara perawatan luka
Skin Surveillence
1 Inspeksi kulit
2 Observasi ekstremitas dari warna, kehangatannya, pembengkakkan, nadi,
tekstur, edema, ulcerations
3 Inspeksi pakaian pasien
4 Dokumentasi perubahan kulit
5 Instruksikan tindakan untuk mencegah keburukan yang lebih lanjut
13

6 Ajarkan keluarga pasien untuk melakukan perawatan dan tanda-tanda


kerusakan kulit
Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi
traktus
7. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka

3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit terkait yang


ditandai dengan Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x60 menit dengan
kriteria hasil:
1. Comfort Status : Physical
2. Discomfort Level
NIC : 1. Pruritus Management
a. Gunakan pengobatan menggunakan krim dan lotions
b. Pemberian antipruritics
c. Pemberian krim antihistamin jika diperlukan
d. Gunakan air dingin untuk mengurungi iritasi
2. Enviromental Management : Comfort
a. Sediakan satu ruangan sendiri untuk pasien bisa beristirahat dan
tidak ada keributan
b. Buat lingkungan yang aman dan nyaman
c. Atur suhu ruangan sesuai dengan kenyamanan pasien
d. Monitor kulit untuk tanda-tanda iritasi
e. Berikan pendidikan tentang management penyakit dan cidera
pada pasien dan keluarga

4. Diare berhubungan dengan fisiologis yang ditandai dengan nyeri perut, lebih
dari 3 x BAB perhari dan terdengan bising usus hiperaktif
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x60 menit dengan
kriteria hasil:
14

1. Bowl Management
2. Fluid Balance
3. Hydration
NIC : Diare Management

5. Konstipasi berhubunga dengan yang ditandai dengan anoreksia, defekasi


dengan nyeri dan penurunan volume feses
NOC : 1. Bowl Elimination
2. Hydration
NIC : 1. Manajemen Konstipasi

6. Retensi urinaria berhubungan dengan sumbatan yang ditandai dengan


kesulitan mengosongkan kandung kemih
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan
kriteria hasil:
1. Urinary Elimination
2. Urinary Contiunence

NIC : 1. Urinary Retention Care


a. monitor efek dari farmakologi seperti kalsium dan antikolinergik
b. stimulasi reflek bladder dengan suhu dingin
c. memberitahukan waktu yang cukup untuk mengosongkan bladder
10 menit
d. gunakan pemasangan kateter jika diperlukan
e. monitor intake dan output
f. mengarahkan ke spesialis urinary continence

2. Urinary Elimination Management


a. Identifikasi faktor penyebab
b. Ajarkan pasien untuk mengetahui jalan infeksi leat perkemihan
c. Catat waktu terakhir kencing
d. Instruksikan keluarga atau pasien untuk mencatat pengeluaran
urine
e. Ajarkan pasien untuk minum 8 gelas air
f. Anjurkan pasien untuk mengembangkan toileting yang rutin

7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yang


ditandai dengan kelemahan serta atrofi otot
15

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam dengan


kriteria hasil:
1. Ambulation
2. Mobility
NIC : 1. Exercise Therapy : Ambulation
2. Exercise Therapy : Balance

BAB III
PE N UTU P

A. Kesimpulan
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes
Melitus dengan prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor
(metabolik, vaskular, imun, dan NGF) yang berperan pada mekanisme
patogenik neuropati diabetik, hiperglikemia yang berkepanjangan sebagai
komponen faktor metabolik merupakan dasar utama patogenesis neuropati
diabetik.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik
16

pada pasien diabetes melitus, yang penting adalah diagnosis diikuti


pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-baiknya. Usaha
mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan
memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan
nyeri tersebut. Pendekatan nonfarmakologis termasuk edukasi sangat
diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa dicapai.

B. Saran
Semoga makalah ini bisa di jadikan sebagai bahan pembelajaran dalam
perkuliahan untuk menerapkan tindakan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Cetakan


2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.
17

Aliah A. 1996. Neuropati Diabetik, didalam komplikasi kronik diabetes melitus,


Simposium Diabetes Melitus. editor: Adam JMF, Sanusi H, Amiruddin AR,
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam FK-UNHAS dan PERKENI Cabang
Makassar.

Corwin,elizabet.J. 2000.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Nettina, sandra. M. 2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC

Diagnosa Keperawatan NANDA, NIC, NOC 2012-2014

Anda mungkin juga menyukai