Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebiasaan masyarakat membuang air besar di sungai sudah sejak lama

menjadi kebiasaan buruk di Kelurahan Belawan Bahagia. Kebiasaan buruk

masyarakat membuang air besar sembarangan masih terbawa dari dulu hingga

sekarang, sementara masyarakat juga sudah terbiasa melakukan aktivitas mencuci,

mandi, dan aktivitas lainnya di sungai. Fenomena tersebut mencerminkan kepedulian

masyarakat sangat rendah untuk menjaga kesehatan. Sikap dan perilaku masyarakat

yang cenderung tidak peduli memelihara kesehatan lingkungan ini berdampak pada

pembentukan pola perilaku generasi mereka selanjutnya.

Kecamatan Medan Belawan adalah salah satu dari sekian banyak daerah

pemukiman padat di Sumatera Utara yang secara langsung terkena implikasi atas

pembangunan infrastruktur dasar pelayanan publik. Pembangunan pabrik-pabrik

disekitar area rumah penduduk yang juga tidak jauh dari aliran sungai menimbulkan

permasalahan pencemaran lingkungan akibat dari pembuangan limbah pabrik dan

rumah tangga, polusi yang dihasilkan dari produktivitas pabrik, dan aktivitas manusia

lainnya yang berakibat merusak lingkungan seperti BAB (Buang Air Besar) di

sungai.

Universitas Sumatera Utara


Mayoritas rumah penduduk adalah rumah panggung yang dibangun di atas

laut dengan fasilitas MCK (Mandi Cuci Kakus) seadanya yang tidak memenuhi

standar SNI (Standar Nasional Indonesia). Setiap rumah tangga hanya memiliki WC

(Water Closet) cemplung/cubluk dimana pembuangannya langsung ke aliran laut,

atau kebiasaan buruk lainnya adalah mengubur tinja dengan tanah secara sembunyi-

sembunyi. Lain lagi dengan WC terbang yang menunjukkan kebiasaan masyarakat

membuang tinja ke sungai dengan menggunakan plastik dan apabila terjadi pasang

laut maka seluruh limbah rumah tangga tersebut akan terbawa oleh arus pasang laut

tersebut.

Masyarakat menganggap tindakan tersebut adalah hal yang biasa dilakukan

karna tidak ada larangan yang mengahalangi mereka BAB sembarangan. Belum lagi

masyarakat merasa terlalu repot untuk membangun WC/septictank dengan kondisi

lahan sempit yang harus mengeluarkan biaya mahal dan tidak sesuai dengan

penghasilan mereka yang mayoritas sebagai nelayan dan pedagang kaki lima. Melihat

pola perilaku BAB masyarakat tersebut muncul kehawatiran pada dampak gangguan

kesehatan; masyarakat akan lebih mudah terjangkit berbagai penyakit seperti diare

yang umumnya sering diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Ketidaktersediaan sarana dan prasarana lingkungan di pemukiman Kelurahan

Belawan Bahagia adalah salah satu penyebab masyarakat membuang air besar di

sungai. Masyarakat tidak memiliki fasilitas seperti MCK atau septictank.

Universitas Sumatera Utara


Padahal pada dasarnya keberadaan prasarana lingkungan merupakan

kebutuhan yang paling penting secara langsung/tidak langsung berpengaruh pada

kesehatan dan kesejahteraan manusia.1

Kesadaran individu mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya

merupakan hal yang amat penting dewasa ini di mana pencemaran lingkungan

merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud dalam

berbagai aktivitas lingkungan maupun aktivitas kontrol lainnya adalah hal yang

sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui

kebijakan-kebijakan penyelamatan lingkungan. Pencemaran air limbah yang terjadi di

Kelurahan Belawan Bahagia menunjukkan bahwa selain ketidaktersediaan lahan,

masyarakat belum merasa penting untuk memiliki fasilitas MCK sebagai kebutuhan

dasar perbaikan sanitasi.

Dalam pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015,

pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 telah melaksanakan kegiatan SANIMAS

(Sanitasi oleh Masyarakat). Sebuah inisiatif program yang dirancang untuk

mempromosikan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman berbasis

masyarakat dan juga mengedepankan pendekatan tanggap kebutuhan. Dengan

harapan pada tahun 2015, tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang tidak memiliki

akses untuk memperoleh air minum dan pelayanan prasarana air limbah sebagai

kebutuhan dasar hidup manusia.2

1
(Claire; dalam Tesis Indra Gunawan, 2012)
2
Indra Gunawan, Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sanitasiberbasis masyarakat, (Tesis
Program Magister TeknikUniversitas Diponegoro, 2012) hal 3

Universitas Sumatera Utara


Upaya pemberdayaan masyarakat pada tingkat desa atau dapat dianggap

sebagai masyarakat miskin harus berpedoman pada konsep bottom-up artinya

pembangunan untuk masayarakat tidak semata-mata hanya untuk mengindahkan

tatanan suatu daerah, namun suatu pembangunan harus memenuhi faktor kebutuhan

masyarakat yang tepat guna pada waktu sekarang dan yang akan

datang.3Mengutamakan masyarakat pada konsepsi nilai tentang hal yang seharusnya

diinginkan karena masyarakat lebih mengetahui apa yang diinginkannya untuk

memenuhi kekurangan ataupun kelemahannya.

Sejalan dengan perkembangan inovasi teknologi tepat guna bagi kebutuhan

manusia, pembangunan desa di Kelurahan Belawan Bahagia yang tinggal dalam

kondisi sanitasi masih buruk maka dengan melibatkan perusahaan USAID sebagai

dana pemberi hibah melalui program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang

difasiitasi oleh IUWASH (Indonesia Urban Water Sanitation Hygiene) yaitu program

pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan manusia

dengan memperbaiki sistem sanitasi di Indonesia. Melalui program Sanitasi Berbasis

Masyarakat yaitu sebuah program penyediaan sarana dan prasarana sanitasi

permukiman berbasis masyarakat dengan mengedepankan pendekatan tanggap

kebutuhan dengan membangun sarana fasilitas sanitasi seperti MCK, WC, dan

septictank.4

3
Dalam kebijakan pembangunan desa yang ditetapkan pemerintah, dimana dikatakan
bahwamekanisme pelaksanaan pembangunan desa dilakukan dengan sistem perencanaan dari
bawah (bottom-up) (Marzali, 2012)
4
http://www.iuwash.or.id

Universitas Sumatera Utara


Upaya pembangunan jamban sehat bagi masyarakat miskin Kelurahan

Belawan Bahagia merupakan salah satu program pemicuan bagi masyarakat miskin

mengubah perilaku cara BAB yang tentunya memiliki tantangan dari masyarakat

lokal dalam mengenalkan suatu produk baru yang menuntut proses adaptasi

masyarakat untuk melakukan perubahan perbaikan sanitasi. Tidak lagi menjadikan

masyarakat semata-mata hanya menjadi objek penerima manfaat proyek belaka.

Pendekatan yang dipakai dalam pembangunan alternatif adalah pembangunan tingkat

lokal, menyatu dengan budaya lokal, bukan memaksakan suatu model pembangunan

dari luar serta sangat menyertakan partisipasi orang-orang lokal.

Tantangan yang akan dihadapi oleh pihak luar dalam upaya pembangunan

jamban sehat ini adalah bagaimana mengubah cara pandang masyarakat melihat

manfaat penggunaan WC/septictank yang selama ini masih belum menjadi kebutuhan

dasar yang paling penting sehingga pada akhirnya mereka mengerti pentingnya

perbaikan sanitasi lingkungan. Respon pemakai merupakan suatu faktor penting

dalam mencapai tujuan proyek, pertimbangan sosial menjadi yang terpenting dalam

keberhasilan proyek.5

Pembangunan jamban sehat bagi masayarakat Kelurahan Belawan Bahagia

merupakan salah satu alternatif yang dilakukan oleh lembaga swasta untuk

mendorong perubahan perilaku hidup sehat masyarakat. Hingga kini sudah terpasang

septictank sebanyak 255 KK di Kelurahan Belawan Bahagia tanpa adanya

5
Michael M.Cerrea. Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan (Jakarta: UI Press,1988)

Universitas Sumatera Utara


pemungutan biaya (dipasang secara gratis).6 Jika dilihat dari nilai fungsional,

pembangunan septictank (jamban sehat) bagi masyarakat miskin tersebut sangat

bernilai manfaat bagi masyarakat terutama untuk terbiasa hidup sehat dengan tidak

lagi membuang air besar di sungai dan mengurangi pencemaran lingkungan.

Selain perusahaan pemberi hibah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

yang terkait, partisipasi peran pemerintah dalam mendorong pembangunan

merupakan bagian dari fungsi struktur sosial yang paling penting bagaimana pihak

luar dapat saling bekerjasama untuk meningkatkan partisipasi masyarakat

melaksanakan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam menghadapi faktor

penghambat yang dihadapi dalam melakukan pembangunan infrastruktur desa seperti

rendahnya tingkat kesadaran masyarakat, sikap mental, dan faktor ekonomi

masyarakat yang rendah. Peran pemerintah tidak hanya sekedar menjalankan proyek

pembangunan namun, sisi lainnya ialah harus memperhatikan aspek dari dalam

masyarakat yang memerlukan upaya pemberdayaan.

Dalam hal ini, studi antropologi terapan adalah suatu bidang dalam ilmu

antropologi di mana pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sudut

pandang (perspective) ilmu antropologi digunakan untuk menolong mencari solusi

bagi masalah-masalah praktis kemanusiaan dan memfasilitasi pembangunan.

Pemikiran dari sudut pandang antropologi mampu menjelaskan kebutuhan yang tepat

untuk membangun infrastruktur desa dengan memperhatikan aspek pengaruh luar,

6
http://www.iuwash.or.id

Universitas Sumatera Utara


struktur sosial, sistem mata pencaharian, dan lingkungan alam.7 Keberhasilan

pembangunan MCK bagi masyarakat pemukiman tidak hanya dilihat dari indikator

kuantitas seberapa banyak MCK yang sudah terpasang di Kelurahan Belawan

Bahagia. Namun, usaha lain yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan

tersebut ialah memberikan efek jera untuk tidak lagi membuang BAB sembarangan

dan masyarakat merasa perlu merawat serta memelihara MCK yang sudah dibangun

agar dapat menggunakannya secara berkelanjutan untuk menjaga kesehatan.

Faktor teknologi tepat guna menjadi salah satu unsur pertimbangan keputusan

dari pelaku pembangunan agar dapat dimanfaatkan masyarakat dalam jangka waktu

yang lama. Hal ini mengacu pada apakah teknologi tersebut memberikan kemudahan-

kemudahan praktis bagi masyarakat. Pasca pembangunan sarana sanitasi gratis di

Kelurahan Belawan Bahagia tidak sepenuhnya dapat mengubah perilaku masyarakat

berhenti membuang air besar sembarangan. Ketidaksesuaian bangunan WC yang

dibangun di rumah panggung masyarakat berdampak pada beralihnya perilaku

masyarakat membuang hajat dengan menggunakan WC cemplung.

7
Amri Marzali. Antropologi & Pembangunan Indonesia (Jakarta:Prenada Media, 2005)hal.6-7

Universitas Sumatera Utara


1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dari

studi kasus yang akan diteiti adalah:

1. Apakah yang menjadi faktor-faktor penyebab masyarakat tidak menggunakan

sarana sanitasi gratis pasca pembagunan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui faktor penyebab masyarakat tidak menggunakan sarana sanitasi gratis

dalam mendukung Program Sanitasi Berbasis Masyarakat di Kelurahan Belawan

Bahagia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca sebagai

sebuah informasi mengenai bahaya yang akan ditimbulkan jika tidak adanya

perbaikan sanitasi di lingkungan pemukiman padat dan kumuh. Penelitian ini juga

dapat digunakan menjadi bahan informasi/referensi untuk program penguatan atau

pemberdayaan masyarakat berikutnya agar dapat berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara


1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Pengertian Sanitasi

Upaya pembangunan sarana sanitasi telah dilakukan di Kecamatan Medan

Belawan, Kelurahan Belawan Bahagia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

perilaku hidup sehat di seluruh lapisan masyarakat dengan tujuan membentuk

kesehatan masyarakat yang optimal dengan cara mengubah prilaku masyarakat agar

berhenti membuang air besar sembarangan. Derajat kesehatan masyarakat yang

optimal tersebut tentunya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, fisik, sosial, ekonomi,

dan budaya hidup masyarakat.

Pengertian sehat menurut WHO adalah keadaan yang meliputi kesehatan fisik,

mental, dan sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaaan yang bebas dari penyakit

dan kecacatan. Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya

hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak, dapat

diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu

(Riyadi, 2004).8

Menurut Notoatmojo, sanitasi itu merupakan perilaku disengaja dalam

pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung

dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan

menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan untuk pengertian dari

8
www.indonesia publichealth.com diakses pada tanggal 20 Desember 2015, pukul 20.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

perumahan,pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya.9

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks dan saling

berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Pemecahan

masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari kesehatannya sendiri, tapi

harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap sehat-sakit atau

kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan

individu, maupun kesehatan masyarakat.10

Slamet mengungkapkan bahwa sanitasi lingkungan lebih menekankan pada

pengawasan dan pengendalian/kontrol pada faktor lingkungan manusia seperti:11

- Penyediaan air menjamin air yang digunakan oleh manusia bersih dan sehat.

- Pembuangan kotoran manusia, air buangan dan sampah.

- Individu dan masyarakat terbiasa hidup sehat dan bersih.

- Makanan (susu) menjamin makanan tersebut aman, bersih dan sehat.

- Kondisi udara bebas dari bahan-bahan yang berbahaya dari kehidupan manusia.

- Pabrik-pabrik, kantor-kantor dan sebagainya bebas dari bahan kimia berbahaya

kepada masyarakat sekitar.

9
Notoatmojo S, Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Penerbit Rineka Cipta. Jakarta,
2003.
10
Anwar Musadad, Sanitasi rumah. sakit sebagai investasi, 2003,
11
Slamet Purwanto, Sudiharjo, Bambang Ristanto, dkk, Penyediaan Air Bersih, Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta, 2001

Universitas Sumatera Utara


Dalam penelitian ini, ruang lingkup sanitasi berfokus pada pengendalian

pembuangan kotoran manusia yang mempengaruhi kualitas kesehatan lingkungan.

Kurang memadainya prasarana lingkungan pada suatu kawasan atau lingkungan

hunian dapat menimbulkan permasalahan seperti buruknya kualitas lingkungan

pemukiman di daerah tersebut, karena pada dasarnya keberadaan prasarana

lingkungan merupakan kebutuhan yang paling penting yang secara langsung maupun

tidak langsung berimplikasi/berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan

manusia. Artinya prasarana dasar dalam satu unit lingkungan adalah syarat bagi

tercipta kenyamanan hunian (Claire, dalam I.Gunawan, 20012).

Pembangunan sarana santasi gratis di pemukiman kumuh Kelurahan Belawan

Bahagia melalui program sanitasi total berbasis masyarakat adalah salah satu usaha

untuk melengkapi fasilitas WC individual dalam mengubah perilaku masyarakat yang

selama ini membuang air besar sembarangan. Menurut Notoatmojo (2003), untuk

mencegah sekurang kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan,

maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya

pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.12

Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi

persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.

b. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya.

12
Notoatmojo S, Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Penerbit Rineka Cipta. Jakarta,
2003..

Universitas Sumatera Utara


c. Tidak mengotori air tanah disekitarnya.

d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga

e. Tidak menimbulkan bau.

f. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).

g. Sederhana desainnya.

h. Murah dan dapat diterima oleh pemakainya.

1.5.2. Pembangunan Berbasis Masyarakat

Pembangunan adalah perubahan, dan kebudayaan adalah upaya manusia

untuk menyempurnakan diri dalam kondisi kehidupannya. Melalui konsep

pembangunan yang berkelanjutan (suistanable), diupayakan agar tercapai keselarasan

antara pembangunan ekonomi dengan aspek lingkungan, sementara itu antara

lingkungan dengan kebudayaan terdapat saling keterkaitan (Sahlins, 1968).13 Menurut

Chambers, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi

yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru

pembangunan yang bersifat people centered, participatory, empowering, and

suistainable14

Daerah pedesaan adalah tumpuan segala bentuk program pembangunan atau

dengan kata lain disamping sebagai obyek juga diharapkan sebagai subyek dalam

pembangunan. Sementara itu untuk tercapainya tujuan pembangunan, di desa ada

13
Hari Poerwanto.Kebudayaan & Lingkungan dalam Perspektif Antropologi.(Yogyakarta:Pustaka
Pelajar ,2005)hal.158
14
Zubaedi.Pengembangan Masyarakat (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2013).hal 24-25

Universitas Sumatera Utara


potensi dan kendala yang diperhitungkan. Sebagai penduduk miskin yang memiliki

keterbatasan ekonomi tentunya sangat menerima adanya pembangunan

WC/septictank gratis dalam mendukung program sanitasi berbasis masyarakat yang

melibatkan partisipasi mereka dengan menggali potensi lebih untuk mandiri .

Perubahan kebijakan mendorong orang untuk mengubah perilaku sesuai

dengan kebijakan yang baru. Apabila perubahan ini melibatkan seluruh masyarakat

maka terjadilah cultural behaviour dalam jangka waktu yang panjang akan terus

membawa pengaruh pada perubahan mentalitas, pikiran, nilai dan

kepercayaan.15Dengan partisipasi, maka akan lebih mempermudah proses

pembangunan untuk menentukan kebijakan yang tepat dan berkelanjutan pada

penguatan perubahan perilaku masyarakat agar berhenti buang air besar sembarangan

serta dapat mengatasi kendala yang memungkinkan terjadinya penolakan dari

kelompok masyarakat atas ketidaksesuaian bentuk pembangunan yang diusahakan

oleh pihak luar.

Pembangunan berbasis masyarakat didasari oleh asumsi bahwa komunitas

adalah satu kesatuan masyarakat yang hidup di satu lokasi yang memiliki

kemampuan mengatur dirinya (self-regulating), mengelola sumber daya (resource

management) dan bertahan atas kemampuan diri sendiri (self-sustaining)16. Lokasi

tempat tinggal penduduk Kelurahan Belawan Bahagia yang jauh dari sistem

15
Amri Marzali.Antropologi & Kebijakan Publik (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2013).hal31
16
Chandra, dalam Indra Gunawan 2012

Universitas Sumatera Utara


pemerintahan kota berimplikasi pada kemandegan pembangunan di desa pinggiran

kota memutuskan masyarakat untuk mengatur dirinya sendiri berdasarkan

pengetahuan sendiri. Potensi atas kemampuan masyarakat yang dapat mengatur

dirinya sendiri sebelum mendapatkan bantuan dari luar seharusnya dapat lebih dipicu

untuk dapat memberdayakan dirinya sendiri melalui proses penyadaran masyarakat

sehingga pada akhirnya mereka akan turut ikut serta dalam pembangunan. Dengan

demikian, masyarakat akan mempunyai komitmen untuk merawat serta menjaga

pembangunan jamban sehat dalam upaya memperbaiki sanitasi lingkungan.

Pembangunan merupakan suatu perubahan yang dimana pembangunan

tersebut merupakan suatu perubahan yang bukan dilihat dari perubahan fisik tertentu

saja, tetapi pembangunan juga dapat dilihat dari pembangunan dari dalam.17

Perbaikan sanitasi lingkungan tidak hanya dalam pembangunan semata tetapi

bagaimana cara pemeliharaan prasarana sanitasi lingkungan itu sendiri, sehingga

lingkungan permukiman kumuh dapat meningkat dan terjaga kualitasnya. Perbaikan

sanitasi lingkungan permukiman kumuh, yang dicirikan oleh kondisi sanitasi yang

tidak memenuhi syarat atau terbatas (Komaruddin, dalam Gunawan 2012).

Perlu diingat bahwa pembangunan yang dilakukan oleh orang luar18bukan

sekedar membangun infrastruktur di desa namun pembangunan juga harus

memperhatikan sisi potensi masyarakat yang bisa diandalkan untuk mencapai

17
Robert Chambers, Pembangunan Desa Mulai dari Belakang (Jakarta: LP3ES, 1988)hal.26
18
Orang luar adalah sebutan bagi orang-orang yang menaruh perhatian terhadap pembangunan
desa tetapi dirinya bukan warga desa apalagi miskin. Kebanyakan dari mereka adalah kepala kantor
dan staf lapangan dalam organisasi pemerintahan di Dunia Ketiga.

Universitas Sumatera Utara


pembangunan berkelanjutan.19 Masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia pada

dasarnya memiliki modal sebagai masyarakat mandiri yang mencoba membangun

MCK umum di sungai sendiri walaupun dengan pengetahuan seadanya sebelum

masuknya pembangunan jamban sehat di pemukiman tersebut. Tidak jarang konsep

pembangunan yang dibawa dari luar hanya memiliki perhatian khusus kepada orang-

orang yang terlihat di pinggiran kota saja, orang-orang kumuh di pedalaman atau

orang tua yang biasanya tidak aktif dalam forum pertemuan seringkali terlepas dari

pandangan orang luar.

Belajar dari hasil penelitian Moore dan Wickremesinghe di Sri Lanka,

sesudah melakukan pengamatan atas rumah-rumah warga desa yang miskin, yang

umumnya tersembunyi dibalik rumah-rumah golongan kaya serta jarang sekali

terlihat oleh pamong praja setempat. Meskipun sebagian besar penduduk desa adalah

miskin dan sebagian atau seluruhnya tergantung pada upah sebagai buruh, orang

mendengar kata-kata seperti Tentu saja, penduduk di sini kebanyakan punya

pekerjaan atau berdagang kecil-kecilan di Colombo. Pernyataan tersebut menyiratkan

seolah-olah sebagian besar penduduk mempunyai pendapatan lain dan hidup

berkecukupan. Barangkali ini benar untuk mereka yang bertempat tinggal di seputar

pusat desa, yang lebih mampu, tetapi jauh dari kenyataan bagi mereka yang hidup di

pinggiran desa dan hampir tidak punya hubungan ke luar. Hal kecil tersebut menjadi

pelajaran bagi pelaksana proyek atas masalah kemiskinan yang tidak terlihat.20

19
Robert Chambers, Pembangunan Desa Mulai dari Belakang (Jakarta: LP3ES, 1988)hal.30
20
Ibid.hal 34

Universitas Sumatera Utara


Dalam perspektiif pembangunan, aksi-aksi pembangunan alternatif seperti

program-program pengembangan masyarakat yang digulirkan oleh suatu organisasi

memiliki relevansi dengan gagasan pembangunan sosial. Kegiatan pengembangan

masyarakat memiliki kesamaan visi dan orientasi dengan pengembangan sosial, yaitu

sama-sama menekankan peran aktif masyarakat.21

Merujuk pada pandangan Hollnsteiner (dalam zubaedi, 2013) program-

program pengembangan masyarakat dalam tradisi LSM sejauh ini dianggap telah

menerjemahkan pola pembangunan alternatif. Hal ini antara lain dapat disimak dari

orientasi program-programnya dalam membangun kondisi yang memungkinkan para

warga ikut berpartisipasi dalam membuat keputusan terhadap sejumlah permasalahan

yang mempengaruhi kesejahteraan mereka serta dapat mengimplementasikan

keputusan-keputusan itu melalui kerja sosial yang nyata.

Sebagai konsekuensi dari pendekatan pembangunan bahwa sumber segala

perubahan yang terjadi berasal dari manusia dalam konteks perubahan lingkungan.

Pertama, pendekatan yang bersifat manipulatif yang melihat manusia sebagai obyek

dalam pengelolaan lingkungan, dan jika perlu dapat bersifat memaksa. Kedua,

pendekatan yang berlandaskan pada potensi manusia guna mengembangkan

pemecahan dan pengelolaan suatu lingkungan.22

21
Dr.Zubaedi, Pengembangan Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2013) hal 143
22
Hari Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungan (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2000) hal.163

Universitas Sumatera Utara


1.5.3. Inovasi untuk Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Marvin Harris, materialisme budaya didasarkan pada dua asumsi

utama tentang masyarakat. Pertama, pada berbagai bagian dari masyarakat yang

saling terkait. Ketika salah satu bagian dari masyarakat berubah, bagian lain juga

berubah. Kedua, materialisme budaya adalah dasar dari sistem sosiokultural bagi

lingkungan. Berdasarkan klasifikasi lingkungannya meliputi infrastruktur materi yang

terdiri dari teknologi dan praktek-praktek sosial dimana masyarakat cocok dengan

lingkungannya.23 Pembangunan WC/septictank gratis bagi masyarakat miskin yang

masuk sebagai salah satu inovasi baru yang merupakan pertimbangan apakah produk

tersebut berpengaruh pada tingkat perubahan perilaku masyarakat yang sesuai untuk

menghadapi lingkungannya.

Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh

pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat

yang bersangkutan. Selain itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas

kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya

perilaku (Notoatmojo, dalam Gunawan 2012)

Seringali pihak luar yang ingin melakukan perubahan memandang bahwa

perubahan yang dilakukannya cocok dan akan bermanfaat, sebaliknya warga

masyarakat yang merupakan obyek dari perubahan (recipient) berpendapat

sebaliknya. Pemaksaan untuk bersedia menerima perubahan yang diinginkan oleh

23
Harriss Cultural Materialism dalam Frank Elwell

Universitas Sumatera Utara


pihak luar, ada kalanya dapat mengakibatkan gagalnya tujuan yang ingin dicapai

melalui suatu perubahan (H.Poerwanto,2000)

Menurut Roger Shoemaker, model difusi inovasi menegaskan para agen-agen

perubahan dalam lingkungan sosial dalam sebuah model berupa tahapan atau proses

pengambilan keputusan dalam suatu inovasi. Selanjutnya suatu inovasi

memperhitungkan akibat apakah yang akan timbul. Apakah hanya menyebabkan

perubahan pada tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat atau akan

menyebabkan perubahan pada perilaku yang akhirnya menerima inovasi. 24

Kebijakan sengaja disusun dan dirancang untuk membuat perilaku orang

banyak yang dituju (kelompok target) menjadi terpola sesuai dengan bunyi dan

rumusan kebijakan tersebut. Kebijakan merupakan model behaviour yang berarti

kebijakan merupakan suatu produk kultural. Sementara itu, perancangan dan

implementasinya adalah suatu proses perubahan kultural yang dilakukan secara

terencana dengan tujuan yang disadari (planned sociocultural change).25

Ada tiga klasifikasi hambatan dalam inovasi, (1) hambatan budaya, yaitu

berkaitan dengan sistem nilai, perilaku, sikap, dan kepercayaan. (2) hambatan sosial

terutama yang berkaitan dengan hubungan antar individu dan inovasi tersebut

bertentangan dengan pranata sosial yang ada dan (3) hambatan psikologis, terutama

yang berkaitan dengan cara penyampaian pesan program inovasi (Foste, dalam

Poerwanto,2000)

24
Ibid, hal.182
25
Amri Marzali. Antropologi & Kebijakan Publik (Jakarta:Kencana Prenada Media Group)hal.20

Universitas Sumatera Utara


Teknologi yang merupakan hasil inovasi akan disebarluaskan kepada

masyarakat. Dalam memperkenalkan teknologi, tidak selalu dapat diterma oleh

masyarakat karena berbagai hal. Ada berbagai saluran yang dapat dipakai untuk

menyebarluaskan suatu inovasi. Sumber-sumber suatu inovasi harus memperhatikan

siapakah yang merupakan sasaran client dari inovasi tadi. Terutama yang berkaitan

dengan tingkat pengetahuan dari individu atau kelompok sasaran. Dalam kaitan ini,

ada dua bentuk model dalam menyebarluaskan inovasi; (1) model hipodermik yaitu

melalui media massa. (2) model two step flow berbagai informasi tentang ide-ide baru

tadi harus dikomunikasikan kepada kelompok sasaran melalui perantara, yaitu change

agent misalnya penyuluh lapangan, tokoh masyarakat, dll.26

1.5.4. Budaya ABS (Asal Bapak Senang)

1.5.4.1. Pengertian Budaya ABS

Salah satu ciri manusia Indonesia yang cukup menonjol ialah hipokrit atau

munafik. Berpura-pura, lain di muka, lain dibelakang. Akibat dari kemunafikan

manusia Indonesia pada masa kini terkenal dengan sikap ABS27-nya (Asal Bapak

Senang). Orang tambah pandai menyembunyikan kata hati yang sebenarnya, pikiran

yang sebenarnya, dan malahan keyakinan yang sesungguhnya. Orang belajar

mengatakan tidak dengan cara-cara yang lain, hingga kata tidak itu tidak lagi dapat

dikenali. Sikap tidak setuju atau sikap mengkritik dan mencela, semuanya

26
Roger Shoemaker (dalam Poerwanto, 2000)
27
Menurut Mochtar Lubis, faktor yang mebuat mereka menjadi hipokrit adalah tekanan yang keras
dari sistem peerintahan feodal. Sistem feodal di masa lalu yang menekan rakyat dan menindas segala
inisiatif rakyat. Korupsi adalah salah satu contoh praktek ABS yang sering terjadi di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


diselubungi dan dirumuskan secara lain. Yang berkuasa senang di-ABS-kan oleh

yang diperintahnya dan yang diperintah senang meng-ABS-kan atasannya.28

Hierarki dalam organisasi memiliki banyak manfaat atau tujuan praktis yang

diperoleh, namun tidak kurang pula konsekuensi negatifnya. Pada birokrasi yang

hierarkis setiap pejabat bawahan hanya memiliki satu atasan. Penilaian kinerja

bawahan sepenuhnya tergantung atasan sehingga nasib bawahan juga akan sangat

ditentukan oleh atasan. Dalam kondisi seperti ini bawahan cenderung melakukan

berbagai cara untuk memuaskan atasan (dikenal dengan istilah ABS = asal bapak

senang) agar kariernya baik dan lancar (Muhammad Noor,2012).

Sinergitas stakeholders dalam konsep sustainable development, setidaknya

mensyaratkan adanya kepercayaan (trust). Kepercayaan memainkan peran dalam

memperoleh akses manfaat jaringan sosial. Bagi masyarakat lokal, kepercayaan ini

akan mendorong peningkatan peluang terhadap akses sumberdaya dan hasil

pembangunan. Sedangkan kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintahan akan

mempengaruhi peran dan partisipasi masyarakat secara luas. Pengakuan hak dari

pemerintah untuk masyarakat lokal akan mendorong timbulnya trust dan mendukung

ke arah good governance.29 Hal ini lah yang menjadi salah satu pertimbangan

diterapkannya konsep desentralisasi sejak awal reformasi dulu.

28
Mochtar Lubis, Manusia Indonesia (Yayasan Pustaka Obor Indonesia:Jakarta,2012),hlm 18
29
Secara substantif UU 32/2004 ini menempatkan partisipasi masyarakat sebagai instrumen penting
dalam sistem pemerintahan daerah yang berguna untuk mewujudkan good governance dan
mempercepat terwujudnya kesejahteraan sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam beberapa hal seluruh
warga masyarakat tidak mungkin dilibatkan dalam membuat kebijakan, tetapi bagaimanapun dalam membuat

Universitas Sumatera Utara


Menurut Dasgupta dan Serageldin (dalam Susanto, 2010) modal sosial

berkualitas (qualified social capital) adalah serangkaian perilaku orang, kelompok

orang atau masyarakat, yang ditunjukkan oleh tumbuh dan berkembangnya

keterpercayaan sosial, social trust yang tinggi (tidak ada dusta di antara kita),

kejujuran, kehangatan di dalam berinteraksi sosial, kepedulian kepada nasib sesama

(yang menderita) dan penghargaan yang tinggi terhadap waktu, yang dapat dijadikan

aset produktif, serta penghargaan tinggi pada hargadiri/martabat manusia. Ciri lain

dari modal sosial tinggi adalah demokratisasi dan berkembangnya rasa keadilan dan
30
pengakuan tinggi atas hak-hak individu.

Modal sosial berkualitas dan tinggi tumbuh dan berkembang di dalam

masyarakat madani (civil society) adalah kelompok-kelompok dalam masyarakat di

luar campur-tangan pemerintahan formal, yang memiliki kemampuan melakukan

tata-laksana pemerintahan (self governance) yang didasari oleh social trust dan

nuansa demokratisasi yang tinggi (Fukuyama, dalam Susanto 2010).

Pengalaman selama ini kebanyakan kebijakan partisipasi untuk program

pembangunan pada implementasinya masih melanggengkan praktek ABS (Asal

Bapak Senang) yang dapat diartikan bahwa menjadi bos senang berarti pekerjaan

bawahan akan dihargai oleh atasan. Praktek ABS diakui memberikan keuntungan

bagi kedua belah pihaknya. Baik yang meng-ABS-kan atau bagi pihak yang di-ABS-

kebijakan yang sifatnya untuk kepentingan publik sudah seharusnya pemerintah melibatkan warga masyarakat.
Jika tidak, suatu gejolak sosial akan terjadi terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara


kan tetapi sama sekali tidak menguntungkan bagi masyarakat sebagai penerima

manfaat yang tidak merasakan manfaat dari kebijakan pembangunan partisipatif.

1.5.4.2. Partisipasi dan Mobilisasi

Peran serta masyarakat sangat mutlak demi berhasilnya pembangunan. Tanpa

peran serta masyarakat, khususnya dalam memanfaatkan hasil pembangunan, berarti

masyarakat tidak menerima peningkatan kesejahteraan, padahal pembangunan

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Untuk itu, tanpa peran serta

masyarakat, maka setiap proyek pembangunan harus dinilai tidak berhasil (Slamet M,

dalam Warlan 2014)31

Partisipasi dalam pemberdayaan masyarakat menitikberatkan pada hak

demokrasi.Hal tersebut selaras dengan konsep man-centered development yaitu jenis

pembangunan yang lebih diarahkan demi perbaikan nasib dan tidak sekedar sebagai

alat pembangunan.32 Manusia harus diutamakan pada semua tahap proyek

pembangunan yang mempengaruhi mereka. Mengutamakan manusianya di dalam

campur tangan pembangunan berarti memenuhi kebutuhan bagi perubahan yang

mereka rasakan.33 Beberapa syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat

berpartisipasi dalam pembangunan yaitu, adanya kesempatan untuk membangun

kesempatan dalam pembangunan, kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan, dan

31
Asep Warlan Yusuf, Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Kota yang Berkelanjutan dan
Keadilan, 2014.hal 9
32
Gonyers dalam Indra Gunawan, 2013
33
Michael M.Cerrea.Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan (Jakarta:UI Press).hal429

Universitas Sumatera Utara


adanya kemauan untuk berpartisipasi.34 Membangun kesempatan dalam

pembangunan yang dimaksud adalah bertujuan untuk melibatkan seluruh masyarakat

sebagai penerima manfaat pembangunan dalam mengambil keputusan sehingga

proses pembangunan tidak sepenuhnya hanya dikendalikan oleh stakeholders.

Cleaver mengatakan bahwa partisipasi adalah sebuah instrumen atau alat

untuk mencapai hasil dan dampak program/kebijakan yang lebih baik, sedangkan

dalam argumen demokratisasi dan pemberdayaan, partisipasi adalah sebuah proses

untuk meningkatkan kapasitas individu-individu, sehingga menghasilkan sebuah


35
perubahan yang positif bagi kehidupan mereka (dalam Eko Prasojo,2002). Dalam

perspektif instrumental, hubungan antara masyarakat sebagai sasaran program dan

pengambil kebijakan atau lembaga pemberi bantuan relatif tidak terjadi. Dengan kata

lain tidak ada interaksi antara kedua pihak, sehingga desain program dan kebijakan

pembangunan yang dibuat lebih banyak atau bahkan sepenuhnya berada di tangan

para elite (community leader).36 Sementara masyarakat penerima manfaat hanyalah

terlibat seputar implementasi program bahkan hanya sebagai tukang. Masyarakat

sasaran harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung, sehingga

mereka tahu apa yang diputuskan dan manfaat yang akan diambil pada saat program

diimplementasikan dan selesai dijalankan (Parfitt,dalam Erman 2010).

34
Ida Yustina. Membentuk Pola Perilaku Manusia pembangunan(Bogor:IPB Press)hal.9
35
Eko Prasojo. People and Society Empowermen.Pers[ektif:Perspektif Membangun Partisipasi Publik,
2002.
36
Hetifah Sj Sumarto,Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia),
hlm 20.

Universitas Sumatera Utara


Ada tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat

penting. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat, tanpa kehadirannya

program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, alasan kedua adalah bahwa

masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa

dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan

mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap

poyek tersebut. Alasan ketiga yang mendorong adanya partisipasi umum di banyak

negara karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila

masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. (Conyers,

dalam M.Noor 2013)

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebuah keniscayaan yang

tak terelakkan ketika sebuah proses pembangunan dilaksanakan. Masalah yang

kemudian sering muncul adalah bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan

seringkali berwujud mobilisasi masyarakat. Katanya partisipasi masyarakat, nyatanya

adalah mobilisasi masyarakat.37

Menurut Kimbal Young dan Raymond W.Mack mobilisasi adalah suatu

proses dalam struktur sosial yakni pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu

kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam

37
Syamsudin RS, Agus Ahmad Safei, Wardi Bachtiar, Sosiologi Pembangunan Gerbang Masyarakat
baru (Jakarta:UI Press, 2002), hlm 81

Universitas Sumatera Utara


kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. 38 Mobilisasi sosial

dalam konteks nasional dan regional merupakan proses membangkitkan keinginan

masyarakat, secara aktif meneguhkan konsensus dan komitmen sosial diantara

stakeholders (pembuat kebijakan) yang memungkinkan masyarakat melakukan

kegiatan secara kolektif.39 Sebagai sebuah proyek, tentu mempunyai batas waktu.

Seiring dengan berakhirnya masa berbagai proyek maka berakhir pula kegiatan

lainnya yang mengatasnamakan pembangunan untuk masyarakat. Dalam waktu

singkat, berbagai proyek yang ada terbengkalai. Masyarkat yang tak dilibatkan dalam

proses, meski proyek tersebut ditujukan untuk mereka, namun akibat tak ada rasa

memiliki, rakyat pun tak peduli. Adanya partisipasi masyarakat adalah sesuatu yang

tidak bisa ditolak, setidaknya karena sejumlah alaan berikut : pertama, berusaha

mengawinkan model pembangunan yang bersifat top-down dengan bottom up.

Kedua, memberikan dorongan kepada rakyat agar mereka memiliki rasa memiliki dan

bertanggung jawab (sense of responsibility) atau melu bandarbeni dalam terminologi

Jawa terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan yang sedang dijalankan.40

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif untuk

mengumpulkan data-data penelitian. Metode etnografi dianggap mampu menggali

informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas dalam penelitian

38
IL.Pasaribu & B.Simanjuntak, Sosiologi Pembangunan, (Tarsito:Jakarta, 2003), hlm72.
39
Ikayanakesmas.blogspot.com diakses tanggal 08 november 2015 pukul 15.00WIB
40
Loekman Soetrisno, Menuju Masyarakat Partisipatif (Kansius:Yogyakarta,2000)hal.207

Universitas Sumatera Utara


kualitatif. Etnografi menjadi sebuah metode penelitian yang unik karena

mengharuskan partisipasi peneliti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau

komunitas tertentu. Seperti yang diungkap Marzali (2005) etnografi merupakan ciri

khas antropologi, ini artinya etnografi merupakan metode penelitian lapangan yang

asli dari antropologi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti

untuk memperoleh data lapangan secara objektif yaitu:

1.6.1. Observasi Partisipasi

Observasi partisipasi adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh

peneliti dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan suatu komunitas masyarakat

yang akan diteliti. Tujuan utama dari observasi adalah untuk memperhatikan perilaku

manusia. Sebelum melakukan observasi lebih luas, peneliti terlebih dahulu

membangun rapport dengan informan. Membangun rapport adalah salah satu cara

membangun hubungan kedekatan yang harmonis antara peneliti dengan informan

agar tidak menimbulkan jarak antara keduanya sehingga lebih memperlancar kegiatan

penelitian. Pada saat observasi, peneliti membiasakan diri mengikuti aktivitas yang

biasa dilakukan masyarakat dan tinggal bersama agar dapat mengamati perilaku

kesehariaan masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia terutama dalam hal cara BAB.

Dengan keterlibatan tersebut, maka pengamatan dan pemahaman yang akan muncul

adalah berdasarkan pandangan orang yang diteliti (emic view).

Dalam hal ini, peneliti live in di salah satu rumah responden untuk melihat

Universitas Sumatera Utara


interaksi sosial masyarakat antar-tetangga, kebiasaan masyarakat, dll. Kemudian

hasil dari pengamatan ini dianalisa untuk mendukung data lapangan.

1.6.2. Wawancara

Teknik wawancara mendalam yang digunakan adalah wawancara mendalam

(depth interview). Burhan Bungin (2007) metode wawancara mendalam adalah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil

bertatap muka antara pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial

yang relatif lama. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan kelengkapan

data atas tanggapan mereka mengenai kegunaan jamban sehat yang dibangun di

Kelurahan Belawan Bahagia sehingga peneliti juga mampu mengetahui dampak

perubahan yang dirasakan informan sebelum dan setelah menggunakan

WC/septictank yang dibangun.

Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang disusun sebelum melakukan

penelitian, selanjutnya akan ada pertanyaan berkembang berdasarkan jawaban atau

tanggapan dari responden. Keseluruhan data yang diperoleh direkam dengan

menggunakan alat perekam (recorder), kemudian dicatat dalam bentuk field note

sebelum disempurnakan dalam bentuk laporan. Field note adalah catatan hasil

wawancara maupun pengamatan yang ditemukan di lapangan sebagai acuan/pedoman

dalam menulis laporan. Hal ini sangat penting bagi si peneliti dalam penelitian

Universitas Sumatera Utara


kualitatif dengan melihat informasi yang telah diperoleh sebelumnya untuk

melakukan analisa data dalam menyusun laporan.

1.6.3. Informan Penelitian

Selama melakukan penelitian di Kelurahan Belawan Bahagia saya sangat

terbantu dengan adanya informan yang menguasai kondisi lingkungan setempat dan

memahami data objek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti akan memperoleh

informasi dari informan kunci. Lebih lanjut Bungin, mengemukakan untuk

memperoleh informan penelitian melalui informan kunci digunakan apabila peneliti

sudah memahami informasi awal tentang objek penelitian maupun informan

penelitian, sehingga ia membutuhkan informan kunci untuk memulai melakukan

wawancara atau observasi. Adapun informan kunci dalam penelitian ini, yaitu :

Fasilitator pemicuan program pembangunan sarana sanitasi di Belawan: sebut

saja Bang Roy (nama disamarkan)

Koordinator lapangan dalam program pembangunan sarana sanitasi gratis:

Bapak Junaidi.

Informan utama yang juga mendukung penelitian ini adalah masyarakat

Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan.

1.6.4. Pengalaman Penelitian

Sebelumnya, peneliti tidak mengetahui banyak hal mengenai sanitasi ataupun

merencanakan meneliti studi kasus program sanitasi di kawasan yang kumuh seperti

Universitas Sumatera Utara


di Belawan. Kejelasan informasi mengenai sanitasi yang diperoleh peneliti dari

tempat magang saya di IUWASH-Medan. Saya mepelajari banyak hal mengenai

program mereka yang berjalan di Sumatera Utara selama 2 bulan saya magang

disana. Berawal dari program magang yang diwajibkan untuk mahasiswa antropologi

melakukan praktek kerja di suatu perusahaan, LSM, lembaga/instansi swasta atau

negeri sesuai dengan minat mahasiswa yang bertujuan untuk mengembangkan

potensi mahasiswa dalam mengaplikasikan kemampuannya tidak hanya di lapangan

penelitian saja, tetapi pada kesempatan program magang ini mahasiswa harus mampu

membuktikan bahwa ilmu antropologi yang masih kedengaran awam bagi

kebanyakan orang juga dapat berkontribusi di perusahaan ataupun instansi negeri.

Jadi, menurut saya program magang yang dilaksanakan oleh departemen antropologi

membuka peluang dan membantu mahasiswanya untuk mengenal dunia kerja.

Berdasarkan pengalaman magang sebelumnya, peneliti dapat mengeksplor banyak hal

dengan menggunakan ilmu antropologi seperti mengetahui budaya

organisasi/perusahan, mendapatkan kesempatan menjadi fasilitator, memberikan

solusi terhadap program yang sedang berjalan, dan lainnya.

Pada waktu itu saya mendapatkan kesempatan magang di sebuah NGO

Internasional yaitu IUWASH (Indonesia Urban Water Sanitation Hygiene)-Medan.

IUWASH merupakan sebuah program pemberdayaan masayarakat dalam mengatasi

permasalahan sanitasi di perkotaan dan daerah perkampungan yang didanai oleh

USAID. Khusus di perkotaan, IUWASH lebih fokus pada instalansi penyambungan

air limbah. Sementara itu di kawasan perkampungan yang jauh dari kota, program ini

Universitas Sumatera Utara


lebih banyak menangani keterbatasan air bersih dan penyediaan sarana WC untuk

menghentikan kebiasaan masyarakat membuang air besar sembarangan.

Awal mula saya mengetahui adanya program IUWASH regional Medan

berkat bantuan dari dosen saya bernama bang farid. Sebelumnya, saya berkonsultasi

dengan beliau perihal tempat magang yang tepat selama 2 bulan. Pada saat itu juga

bang farid langsung memberikan kartu nama salah seorang karyawan IUWASH yang

ia dapat dari sebuah pertemuan kegiatan bersama pihak IUWASH-Medan. Setelah

itu, keesokan harinya saya dan kawan sekelompok bergegas mendatangi alamat

kantor yang tertera dalam kartu nama tersebut. Lokasi kantornya cukup sulit

ditemukan karena bangunannya tidak memilki plank nama kantor dan kami harus

berkeliling disekitar bertanya kepada satpam yang saat itu sedang berdiri dipos.

Saat tiba di kantor, saya dan kawan-kawan menjumpai seorang karayawan

yang namanya tertera dalam kartu nama tersebut. Sebut saja namanya Hana. Pada

waktu itu mbak hana sangat terkejut dengan kedatangan kami. Tiga orang mahasiswa

yang tiba-tiba ingin menjumpai beliau tanpa membuat janji pertemuan terlebih

dahulu. Tanpa banyak basa-basi, saat itu juga saya dan kawan-kawan menjelaskan

maksud dan tujuan kedatangan kami ke kantor IUWASH. Dengan pertimbangan yang

cukup berat, mbak hana belum bisa memastikan izin magang kepada kami pada hari

itu juga. Sebelumnya belum pernah ada anak mahasiswa yang melamar magang di

kantor kami. Baru kalian yang pertama kali kesini dan kita tidak bisa menerima anak

Universitas Sumatera Utara


magang sembarangan kata mbak Hana. Kami pun bingung

menjawab pernyataan mbak Hana dan memikirkan cara agar dapat diterima magang

di tempat tersebut. Namun, saya mencoba meyakinkan beliau dengan menjawab

sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada kami Apa yang bisa kalian lakukan kalau

saya menerima kalian? Ilmu antropologi yang kalian pelajari apakah cocok dengan

program kami? Sebelum mbak Hana mengajukan pertanyaan tersebut, ia sudah

mempersentasekan bagaimana program sanitasi yang sudah berjalan 4 tahun di

regional Sumatera Utara. Setelah itu satu persatu dari kami mencoba menjawab

pertanyaan yang diajukan tadi. Kami meyakinkan beliau bahwa selama masa

perkuliahan kami mempelajari tentang manusia, pemberdayaan masyarakat, dan

antroplogi pembangunan. Bahkan juga sudah melakukan training of fasilitator dalam

melakukan pemberdayaan masyarakat di lapangan saat semester V. Jawaban-jawaban

yang kami ajukan tersebut mencoba meyakinkannya untuk menjawab kebutuhan

program yang sedang berjalan pada saat itu. Pada akhirnya ada sedikit harapan dari

mbak Hana saat ia menanggapi jawaban kami Jadi seperti itu ilmu antropologi. Saya

tertarik kalau kalian bisa membantu kami memfasilitasi masyarakat di lapangan.

Karena kita juga sering mengadakan kegiatan-kegiatan sosial bersama masyarakat.

Coba besok kalian kirim CV beserta surat permohonan magang, selanjutnya akan

saya pertimbangkan dengan kantor pusat. Hati kami pun sedikit lega mendengar

jawaban beliau. Setidaknya ada sedikit harapan untuk dapat magang disana. Sepulang

dari kantor, saya dan kawan-kawan langsung mempersiapkan CV sebagai bahan

pertimbangan apakah kami layak untuk diterima magang selama 2 bulan di kantor

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Selang waktu seminggu, kami juga belum mendapatkan kabar kepastian izin

magang dari mbak Hana. Akhirnya saya memutuskan untuk menghubungi beliau.

Melalui percakapan via telefon ia menyuruh kami untuk datang ke kantor bersama

dosen pembimbing untuk mendiskusikan kegiatan apa saja yang seharusnya

dilakukan selama magang 2 bulan di kantor IUWASH. Agar tugas-tugas yang

diberikan selama magang sesuai dengan ilmu yang dipelajari. Saat itu dosen

pembimbing diwakilkan oleh Bang Farid. Singkat cerita, kesimpulan dari pertemuan

waktu itu bahwa kami akan lebih banyak melakukan tugas dilapangan daripada

dikantor. Saya dan kawan-kawan lainnya juga ditempatkan di kota yang berbeda-

beda. Kebetulan waktu itu saya memilih kota Tebing Tinggi untuk membantu

koordinator kota yang bertanggung jawab atas berjalannya program IUWASH disana.

Kabar yang sangat menggembirakan bagi saya dan kawan-kawan sekelompok saat

mengetahui bahwa kami dapat diterima magang di IUWASH selama 2 bulan.

Selama saya mendapatkan kesempatan magang di IUWASH dan ditempatkan

di Tebing Tinggi, banyak pelajaran berharga yang sebelumnya saya tidak mengenali

suatu budaya kerja sebuah NGO. Mulai dari membuat rencana kerja hingga proses

eksekusi di lapangan. Tentunya ada beberapa tantangan yang saya hadapi selama

melakukan tugas-tugas yang diberikan. Ketika saya mendapati tugas untuk

melakukan interview calon UKM Bisnis Sanitasi di 5 kelurahan tebing tinggi dalam

waktu 3 hari. Interview dengan calon UKM dan hasil analisa interview harus

diselesaikan dalam waktu singkat. Suatu tatangan bagi saya harus mendatangi calon

ukm terpilih dan bekerjasama dengan PNPM di 5 kelurahan berbeda. Pekerjaan saya

Universitas Sumatera Utara


sedikit terbantu karena seorang pekerja dari PNPM membantu saya untuk

menemukan alamat dari masing-masing calon UKM tersebut. Selama 3 hari berturut-

turut saya berkejaran dengan waktu agar pekerjaan tersebut dapat selesai tepat waktu.

Terlebih lagi saya harus menyesuaikan jadwal interview dengan calon UKM,

mengingat kesediaan waktu mereka belum tentu pasti bersedia di waktu yang saya

tentukan. Dengan mencoba cara melobi dan akhirnya dihari pertama dan kedua saya

dapat menyesaikan tugas interview dengan 5 calon UKM Bisnis Sanitasi di 5

kelurahan berbeda dan saat hari ketiga saya dapat menyelesaikan hasil analisa

interview tersebut. Beruntung, hasil pekerjaan saya mendapatkan respon positif dari

mbak Hana. Selama berada di Tebing Tinggi, saya lebih banyak fokus mengenai

sanitasi perkotaan yang menangani permasalahan air. Pada saat itu program yang

sedang berjalan adalah penyediaan air bersih. Beberapa kelurahan di Tebing Tinggi

masih ada yang mengalami keterbatasan air bersih, sehingga IUWASH bekerjasama

dengan PDAM untuk menangani masalah ini dengan membangun pipa

penyambungan saluran air kerumah tangga.

Setiap regional yang ditangani oleh program IUWASH

memiliki permasalahan yang berbeda-beda dalam mengatasi permasalahan sanitasi.

Belawan menjadi lokasi penelitian pilihan saya untuk meneliti permasalahan sanitasi

pasca pembangunan sarana sanitasi gratis. Setelah menyelesaikan masa magang

selama 2 bulan di IUWASH, beruntung saya dipercaya untuk diikutsertakan

membantu mereka mengerjakan beberapa project atau event yang diselenggarakan

oleh pihak IUWASH. Sesekali saya diminta mereka untuk membantu project di

Universitas Sumatera Utara


Medan atau Belawan. Hal ini tentu saya manfaatkan dengan baik untuk menjaga

relasi hubungan kerja dengan mereka. Project pertama

yang saya lakukan setelah selesai magang selama 2 bulan yaitu menjadi co-fasilitator

FGD (Focus Group Discussion) Pretesting Video Sanitasi di Kecamatan Belawan

Kelurahan Belawan Bahari dan Kelurahan Belawan Bahagia. Kegiatan ini bertujuan

untuk mengetahui opini masyarakat menilai visualisasi dan pesan/isi video sebelum

ditayangkan menjadi iklan nasional di televisi, sekaligus juga mengetahui

pemahaman masyarakat tentang sanitasi melalui video yang ditampilkan. Pada

kegiatan ini saya bertugas untuk membangun suatu diskusi yang menarik dengan 10

responden yang hadir pada waktu itu agar saya dapat mengetahui persepsi mereka

tentang sanitasi. Kesimpulan yang saya dapatkan pada saat itu adalah mereka

memahami bahwa stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan) merupakan bentuk

dari perubahan perilaku untuk mendukung program sanitasi. Tetapi masyarakat

belum menganggap sarana sanitasi sebagai kebutuhan yang sangat penting, hanya

sebagai alat pelengkap untuk rumah panggung mereka. Menurut saya hal lain yang

harus diperhatikan daripada sekedar membangun sarana ialah bagaimana membangun

rasa kebutuhan terhadap wc yang dibangun dan menumbuhkan rasa benar-benar

memiliki agar wc yang dibangun tetap terawat sehingga dapat dipakai dalam jangka

waktu yang lama. Setelah selesai melaksanakan kegiatan tersebut, saya dan fasilitator

yang saya dampingi melakukan FGD sebut saja namanya Bang Roy berkeliling di

sekitar Kelurahan Belawan Bahari dan Belawan Bahagia. Saya meminta Bang Roy

untuk membawa saya berjalan menuju lingkungan yang menjadi sasaran

Universitas Sumatera Utara


pembangunan sarana sanitasi gratis. Ini merupakan kali pertamanya saya

mengelililngi lingkungan kumuh di Belawan. Sebelumnya, saya hanya berkunjung ke

tempat-tempat wisata yang ada di Belawan saja. Sangat berbau dan sungainya

dipenuhi kotoran sampah. Bahkan sesekali saya ingin muntah ditempat karena belum

terbiasa dengan baunya yang menyengat. Sempat saya juga melihat seorang anak

kecil tanpa rasa malu membuang air besar di selokan. Sepertinya di lingkungan ini

belum terbiasa membiasakan budaya hidup bersih dan sehat. Setelah berjalan

mengelilingi kelurahan yang dituju selama 1 jam lebih, saya tertarik untuk meneliti

dan live in bersama masyarakat disana dengan tantangan kondisi lingkungan dan

sosial yang sangat berbeda dengan lingkungan tempat tinggal saya dan Kota Tebing

Tinggi yang sebelumnya menjadi penempatan tugas selama magang.

Tiga minggu kemudian saya kembali dipanggil lagi oleh pihak IUWASH

untuk ikut serta sebagai enumerator monitoring dan evaluasi (MONEV)

pembangunan sarana sanitasi di Kecamatan Belawan. Kesempatan kali ini saya

manfaatkan untuk mengobservasi lapangan penelitian. Saya bersama ketiga kawan

lainnya yang saat itu bertugas menjadi enumerator dibagi menjadi dua kelompok.

Kebetulan saya bersam teman saya wisnu bertugas mengumpulkan data di Kelurahan

Belawan Bahagia. Kegiatan Monev ini bertujuan untuk mengevaluasi pembangunan

sarana sanitasi gratis pasca pembangunan. Kami mendata para penerima manfaat

sarana sanitasi gratis di 10 lingkungan Kelurahan Belawan Bahagia. Setibanya di

lokasi penelitian saya dan wisnu menjumpai dengan Pak Junaidi untuk membantu

kami mencari alamat 100 responden terpilih untuk diwawancarai. Sambil berjalan

Universitas Sumatera Utara


menelusuri setiap gang yang kami lewati selalu diperhatikan oleh penduduk setempat.

Mereka mengira bahwa kami akan membagi-bagikan bantuan sembako untuk warga

miskin. Setelah saya menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan saat itu, mereka

antusias untuk diwawancarai. Walaupun nama mereka tidak muncul secara acak pada

data responden yang diwawancarai tetapi saya tetap mendekati mereka. Sambil juga

saya membangun rapport dengan beberapa masyarakat agar bisa lebih akrab dan tidak

canggung saat melakukan penelitian. Bermacam-macam tangaapan mereka dengan

kedatangan kami di Kelurahan Belawan Bahagia membuat saya semakin komunikatif

antara saya dengan penduduk setempat. Saya ingat sekali, pada waktu itu ada seorang

bapak yang mengatakan Buat apa ini dek proyek wc, gak ngerti kami. Wc aku pun

udah rusak dirumah seolah-olah ia telah menerima bantuan pembangunan wc tapi

tidak tahu apa-apa tentang proyek ini. Hal semacam itu sering saya temukan di

lapangan ketika menjadi enumerator dan saya menjadi sangat penasaran apa yang

sebenarnya dialami dan dirasakan masyarakat pasca pembangunan. Ketika menjadi

enumerator pun saya melihat langsung kondisi MCK yang dibangun apakah benar-

benar terpakai atau tidak pasca pembangunan. Bukan hanya itu saja, sesekali saat jam

istirahat saya suka berbincang-bincang dengan ibu-ibu yang sedang berkumpul di

warung atau di rumah tetangganya.

Obrolan saya dengan mereka pada waktu itu lebih bersifat santai agar tidak

terlalu kaku menerima saya sebagai orang asing yang datang ke kampung mereka.

Sambil membeli jajanan di warung saya dan ibu-ibu bercerita tentang pengalaman

mereka selam tinggal di Kelurahan Bahagia. Ada dari mereka yang tsudah tinggal

Universitas Sumatera Utara


selama hampir 20 tahun, ada juga yang baru 5 tahun, 10 tahun, dan lainnya. Kata

mereka tinggal di kampung ini ada suka dukanya Sukanya kami disini udah kayak

saudara. Kalau di kota pasti jarang ada yang kayak kami gini ibu-ibunya siang hari

mau cakap-cakap di warung, gosip-gosip sama tetangga. Hidup bertetangganya lebih

terasa disini dek. Ibu lainnya pun bergantian menyambut obrolan saya Kalau

dukanya yaa cuma susah dapat duit aja (sambil bercanda). Berharap bantuan dari

pemerintahan ajalah ini kami semua. Begitulah sekilas obrolan saya di warung

bersama ibu-ibu yang dengan senang hati menerima kehadiran saya. Mereka sangat

ramah dengan orang baru. Begitu juga dengan usaha saya membangun kedekatan

dengan Pak Junaidi. Selama 2 hari melakukan enumerator di Kelurahan Belawan

Bahagia sering kali saya menanyakan bagaiamana cara bertahan hidup masyarakat

disini yang jauh dari kota dan memiliki keterbatasan ekonomi. Ternyata Pak Junaidi

sudah tinggal di kampung ini hamapir 40 tahun. Saya dari sejak kecil sudah disini.

Dibesarkan dikampung ini. Alhamdulillah ibu saya masih hidup dan masih tinggal

disini. katanya. Lanjut saya bertanya Apa bapak tidak ingin tinggal di luar

Belawan? Di Medan gitu pak beliau menjawab Sudah nyaman disini. Kalau mau

tinggal di kota kan perlu duit banyak. Belum sangguplah saya beli tanah atau rumah

disana. Saat mencari rumah salah satu responden yang ingin saya jumpai, kami

melewati rumah pangung Pak Junaidi yang sangat kecil tepatnya di pinggir sungai.

Saya berkenalan dengan istrinya dan tidak berlama-lama kami melanjutkan

perjalanan menuju rumah responden yang akan diwawancarai untuk mengisi data

kuisoner.

Universitas Sumatera Utara


Pengalaman saya menjadi enumerator dan beberapa kali ikut terlibat dalam

kegiatan lapangan bersama tim IUWASH-Medan di Belawan membuat saya semakin

bersemangat untuk mekakukan penelitian di Belawan. Kesimpulan yang dapat saya

ambil setelah melakukan enumerator, ternyata dari hasil survey banyak dari mereka

tidak menggunakan wc yang dibangun pasca pembangunan. Hal tersebut yang

membuat saya tertarik dan semakin penasaran untuk meneliti dan mencari

penyebabnya. Apakah proyek yang dibangun asal jadi, salah dari masyarakat yang

terlalu apatis dengan pembangunan, faktor budaya masyarakat di Belawan atau ada

hal penyebab lainnya. Pikiran saya masih menduga-duga saat itu. Hingga emosi saya

ikut merasakan bingung bercampur kasihan dengan mereka yang tinggal disana.

Bingung karena pikiran saya pada saat itu sepertinya sedang kepikiran mengapa

proyek yang sudah mengeluarkan dana cukup besar belum juga dapat memuaskan

masyarakat dengan bangunan wc yang sudah dibangun, padahal benda ini gratis

untuk mereka. Perasaan kasihan dengan mereka yang tinggal disana karena setiap kali

wawancara saya harus mengisi form pendapatan masyarakat yang sangat kecil,

bahkan kadang mereka juga harus menahan lapar. Rata-rata pekerjaan kepala rumah

tangga sebagai nelayan, kuli/tukang, pedagang kaki lima, tukang becak, dan

pekerjaan serabutan lainnya yang pendapatannya juga tidak menentu. Paling kecil

Rp.50.000,-/per hari. Belum lagi melihat tempat tinggal mereka yang seadanya

tinggal di rumah panggung.

Mendekati minggu terakhir bulan Mei saya mulai melakukan penelitian untuk

menyelesaikan skripsi ini. Tiga hari sebelum berangkat ke Kelurahan Belawan

Universitas Sumatera Utara


Bahagia, saya terlebih dahulu menghubungi bang roy (surveyor yang ikut

bekerjasama saat enumerator) meminta kontak Pak Junaidi untuk janjian bertemu

dengan beliau pada hari sabtu. Sedari pertama bertemu dengan Pak Junaidi, saya

sudah berencana untuk menumpang tinggal di rumah beliau. Setelah mendapatkan

kontaknya, saya segera menghubungi Pak Junaidi untuk meminta izin diperbolehkan

menginap dirumahnya. Beruntung ia mengizinkan saya tinggal dirumahnya dan

bersedia meluangkan waktu untuk bertemu saya pada hari sabtu. Sabtu

siang saya tiba di rumah Pak Junaidi, namun beliau masih bekerja diluar sebagai

tukang becak kata istrinya. Selang 15 menit kemudian akhirnya ia sampai juga

dirumah. Wajahnya terlihat sangat lelah sepulang mencari sewa becak disaat siang

hari yang panas terik waktu itu. Kami pun sedikit berbincang sambil meminum teh

yang disajikan isrtrinya sambil duduk di teras rumah yang langsung berhadapan

dengan sungai yang keruh. Sambil mengobrol, sesekali pandangan saya melihat ikan

dan udang-udang kecil disungai yang ramai ditangkap anak-anak. Sebelum berangkat

ke Belawan, dari rumah saya sudah harus berjanji untuk tidak mengeluh dengan

kondisi lingkungan kumuh dan bau selama penelitian. Lingkungan tempat tinggal

saya selama penelitian jauh berbeda dengan dengan tempat tinggal di kota. Betah-

betahin lah disini. Jangan-jangan kamu pun juga gak betah nanti lama-lama tinggal

disini. Gak ada mall pulak kan begitulah candaan Pak Junaidi yang menyiyir saya

sebagai anak kota yang masuk kampung.

Kebetulan saat hari sabtu saya tiba di sana, pada hari itu juga kampung

mereka akan kedatangan kementerian dari Bangladesh bersama rekan-rekan tim

Universitas Sumatera Utara


IUWASH-Medan yang mendampingi. Saya diajak Pak Junaidi untuk ikut hadir pada

waktu itu. Acaranya dimulai pada jam 15.00 WIB. Ikut hadir saja tidak apa-apa.

kata Pak Junaidi. Saya pun merasa sedikit heran dengan informasi kedatangan para

meneteri itu. Apa keperluan mereka datang ke Belawan, saya menerka apa mungkin

akan ada kerjasama untuk membangun kampung ini. Tepat pukul 3 sore rombongan

dari kementerian Bangladesh bersama tim IUWASH-Medan tiba dilokasi. Tempat

perkumpulannya berada di musholla tidak jauh dari rumah Pak Junaidi. Tidak ada

tempat pilihan lain lagi yang bisa digunakan untuk pertemuan dengan para pejabat

dari Bangladesh waktu itu. Saya pun bertemu dengan bang roy yang sudah lama saya

kenal sejak mengikuti agenda dengan tim IUWASH-Medan. Saya langsung

menanyakan kepadanya Apa urusan mereka mau kemari bang? lalu bang roy

menjawab Gak ada yang terlalu penting. Bukan kerjasama. Mereka cuma mau

melihat kehidupan masyarakat miskin disini, keperluan studi banding katanya

mereka. Terjawablah rasa penasaran saya dengan kedatangan para pejabat-pejabat

itu. Kedatangan mereka disambut hangat oleh penduduk setempat. Lucunya,

masyarakat menyapa para pejabat-pejabat itu dengan bahasa inggris yang tidak

dimengerti oleh mereka. Berantakan dan bercampur-campur bahasa indonesia. Dalam

forum diskusi yang berjalan selama 1 jam, IUWASH mempersantasekan program

sanitasi yang sedang berjalan di Belawan dihadapan para menteri.

Setelah selesai memaparkan persentasenya, saya diminta untuk Bang Roy

bersama tim lainnya dari IUWASH mendampingi para menteri Bangladesh

berkeliling kampung. Saat saya mengajak mereka berkeliling di kampung sekitar,

Universitas Sumatera Utara


masyarakat yang waktu itu melihat kami meminta foto bersama si pejabat layaknya

seperti artis. Sambil berjalan-jalan saya yang saat itu menemani mereka berkeliling

berbincang-bincang tentang tujuan mereka datang ke Kelurahan Belawan Bahagia.

Jadi, kami ingin melihat bagaimana masyarakat miskin disini dapat bertahan hidup.

Kami ingin melihat mata pencaharian mereka dan potensi yang bisa dibangun.

Mungkin bisa menjadi contoh yang dapat diterapkan bagi masyarakat miskin di

negara kami begitulah kata pak menteri perekonomian dari Bangladesh kepada saya.

Sore itu cukup menyenangkan dan merupakan pengalaman baru bagi saya bisa

bertemu dan bisa menceritakan kondisi di Belawan dengan kementerian dari

Bangladesh.

Malam harinya saya diajak Pak Junaidi kerumah Ibu beliau yang tak jauh dari

rumah tempat tinggal Pak Junaidi. Disana tinggal seorang ibu dan kakak

perempuannya. Rumahnya bertembok dinding dan permanen, cukup bersih dan

nyaman untuk saya menginap. Pak Junaidi meminta saya untuk tinggal di rumah

ibunya saja karena lebih luas dan ada kamar kosong. Sementara itu di rumah Pak

Junaidi padat dan sangat sempit, tidak ada lagi tempat kosong di kamar tidur. Belum

lagi rumahnya ramai dengan 5 anak Pak Junaidi.

Kakak Pak Junaidi bernama Asnah. Bu Asnah sangat ramah dan menerima

saya dengan senang hati. Baru pertama kali bertemu, saya sudah dianggap seperti

saudara. Bahkan sepulang penelitian kami masih berhubungan melalui telfon. Kamu

panggil saja saya bude. Tidak apa-apa. Biar lebih akrab. Jangan pernah sungkan ya

tinggal disini. kata Bu Asnah. Hari demi hari selama saya tinggal disana mulai

Universitas Sumatera Utara


membuat saya bisa beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda di kota. Repotnya

pada saat pasang, saya dan Bu Asnah harus membersihkan halaman rumah yang

kotor. Terkadang saya harus menggulung celana seperti orang kebanjiran jika hendak

berpergian keluar rumah. Bude Asnah bekerja sebagai pelayan dirumah makan. Jika

hari libur, saya sering diajak bude berbelanja ke pasar dan membantunya masak.

Selama saya tinggal di Kelurahan Belawan Bahagia,

lingkungan disana tak pernah sepi hingga larut malam. Sekitar jam 11 malam masih

ramai anak-anak yang berkumpul dengan teman-temannya. Entah apa yang mereka

lakukan, mungkin hanya sekedar bercanda dengan teman-temannya. Banyak juga

bapak-bapak yang masih mengobrol di mushola, atau tetangga yang sekedar bersantai

malam diteras rumah. Pagi harinya saat saya berkeliling di kampung tersebut, saya

mulai banyak melihat aktivitas masyarakat yang sibuk dengan kegiatan paginya.

Terdengar mesin-mesin perahu nelayan yang siap menjaring ikan dan sekelompok

ibu-ibu yang mengupas udang tangkapan laut untuk dijual ke pasar.

Dalam mencari data lapangan, saya selalu dibantu dan ditemani oleh bude

Asnah mewawancarai orang-orang disana. Kebetulan Bude sudah lama tinggal

disana, jadi ia juga banyak mengenal penduduk disana. Sampai-sampai tukang becak

pun mengenali bude yang supel dengan siapapun. Setiap kali berjalan dengan bude,

saya dikenali oleh tetangganya sebagi keponakannya. Rasa senang dalam hati saya

ketika saya selalu disebut-sebut sebagai keponakannya, seperti mendapatkan keluarga

baru. Saya pun merasa diterima dengan baik oleh orang-orang disana. Saya

perhatikan orang-orang Belawan memang cukup keras gaya bicaranya. Tetapi ketika

Universitas Sumatera Utara


berbicara dengan orang baru seperti saya, mereka berubah jadi lebih lembut. Mungkin

hal tersebut menunjukkan sikap sopan mereka dengan orang baru. Selama tinggal

disana saya berpenampilan sesederhana mungkin agar tidak terlalu mencolok. Lebih

sering menggunakan kaos dan celana tidur, memakai sandal dan tidak pernah

menggunakan sepatu jika berpergian.

Awalnya saya sempat ragu untuk dapat terbiasa

tinggal di lingkungan pesisir dan beradaptasi dengan kondisi sosial di Kelurahan

Belawan Bahagia. Saat pertama kali tiba dirumah Pak Junaidi, tanpa sengaja saya

melihat tikus masuk melintasi ruang tengah. Itu juga tidak hanya sekali saja. Ketika

pasang, saya merasa risih dengan kutu busuk yang mulai bermunculan dari selokan di

depan rumah bude Asnah. Tak kalah lagi dengan serbuan nyamuk yang selalu

mengganggu tidur malam saya.

Bagi saya jika seseorang akan tinggal di lingkungan yang baru, maka ia harus

siap beradaptasi dengan kondisi lingkungan, sosial, dan budaya itu. Perilaku saya

yang tidak pernah membiasakan diri untuk menghemat air. Berbeda dengan kampung

ini, di Kelurahan Belawan Bahagia masih sering kesulitan air. Biasanya saya bisa

mandi 3x sehari dengan menggunakan air dirumah sesukanya. Mencuci baju, minum,

atau aktivitas apapun yang menggunakan air bisa saya lakukan dengan mudah karena

atidak pernah mengalami macet air. Berbanding terbalik ketika saya tinggal di rumah

bude Asnah. Kamar mandinya cukup bersih tetapi sangat sempit dan kecil. Kamar

mandinya tidak tertutupi dengan atap dan banyak dipenuhi ember-ember kecil. Rata-

Universitas Sumatera Utara


rata setiap rumah yang ada disana membuat kamar mandinya tidak tertutup atap agar

lebih mudah menampung air hujan ketika mereka kesulitan air. Jarang sekali saya

mendengar aliran kran air mengalir deras. Bak mandinya juga tidak selalu penuh

terisi air. Saya sadar diri harus menghemat air untuk keperluan Bude Asnah, Nek

Imah (ibu dari bude), dan juga saya. Mandi pun hanya sekali dalam sehari. Tetapi

kalau sedang ada persediaan air, cukup untuk 2 kali mandi. Begitu juga jika saya

ingin mencuci baju. Mengurangi pemakaian air cucian yang terlalu berlebihan dan

mencuci baju selama 2 hari sekali. Begitulah pengalaman saya selama melakukan

penelitian di Kelurahan Belawan Bahagia. Mulai dari membangun rapport, berbaur,

beradaptasi hingga dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Pelajaran yang saya

ambil dari kegiatan ini bukan hanya sekedar mendapatkan data lalu pulang. Tetapi

membuat saya belajar lebih peka dengan sekitar.

1.7. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan

Medan Belawan Kota Medan. Lokasi ini tepatnya di sebelah selatan Kelurahan

Belawan Bahari. Lokasi ini menjadi pilihan karena merupakan salah satu Kelurahan

sasaran pembangunan sarana sanitasi gratis.

1.8. Objek Penelitian

Sasaran kajian objek penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Belawan

Bahagia sebagai penerima manfaat pembangunan MCK/Jamban Individual. Peneliti

Universitas Sumatera Utara


mencoba melihat perubahan sebelum dan sesudah pembangunan yang menunjukkan

adanya pengaruh perubahan perilaku hidup bersih dan sehat oleh masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai