1. Definisi
Myasthenia gravis adalah penyakit neuromuskular junction yang disebabkan
oleh penyakit autoimun yang didapat dan dikarekteristik dengan fluktuasi kelemahan
patologis dengan remisi dan eksaserbasi berkait dengan satu atau beberap kelompok
otot, terutamnya disebabkan oleh antibodi terhdapa reseptor asetilkolin (AChR) pada
post sinaps neuromuscular junction.
2. Epidemiologi
3. Etiologi
Reaksi silang antibodi dengan bakteri dan virus herpes simplex dapat
menginduksi penyakit MG. Pada kasus MG yang diassosiasi dengan timoma,
terdapat neurofilament yang bersaiz sederhana NF-M yang mempunyai AChR-like
epitope yang disangka merupakan etiologi terjadinya MG. Terdapat peningkatan
jumlah reseptor NF-M pada sel T di pasien MG dengan timoma.
4. Patogenesis
Titin merupakan protein yang sangat besar (3000kDa) dan merupakan protein
paling banyak di otot skeletal dan sacromere jantung. Region immunogenik yang
utama pada MG adalah myasthenia gravis titin-30 (MGT-30) dan protein ini terletak
dekat A/I band junction. Manakala, RyR adalah kanal yang membebaskan kalsium
yang dilokasi di sarcoplasmic reticulum. Terdapat dua jenis RyR, skeletal (RyR1)
dan jantung (RyR2). Antibodi RyR dari pasien MG bereaksi terhadap kedua-dua
jenis protein RyR ini. Antibodi Titin dan RyR lebih sering pada MG berat dan dapat
mengaktivasi komplemen in vitro. Antibodi kinase spesifik otot diekspresi pada
neuromuscular junction. Kira-kira 41% antibodi AChR negatif pada MG generalisata
mempunyai antibodi serum terhadap kinase spesifik otot dan dan adanya antibodi
kinase spesifik otot dapat berkolerasi terhadap tingkat keparahan MG.
Antibodi AChR bereaksi dengan determinant yang multiple, dan antibodi yang
cukup banyak bersirkulasi sehingga mencapai saturasi hingga 80 % dari semua
AChR pada otot. Persentase yang kecil molekul anti AChR mengganggu ikatan
dengan Ach secara direk, namun kerusakkan yang mayor pada end plates
menyebabkan reseptor berkurang pada neuromuscular junction di otot. Lisis
komplemen mediasi membrane dan proses degradasi yang cepat (internalisasi,
endositosis, hidrolisis lisosom) dengan penggantiaan sintesa baru yang tidak adekuat.
Akibat pengurangan AChR dan erosin serta potensial simplication end plate, pasien
biasanya menjadi tidak sensitif lagi terhadap curare antagonist yang kompetitif.
Selain itu, terjadi juga penurunan respon stimulasi berulang-ulang saraf motorik
karena kegagalan potensial end plate untuk mencapai threshold sehingga secara
progressif lebih sedikit serat otot yang respon terhadap impuls saraf.
Subgroup MG onset awal termasuk antibodi AChR positif, dan subgroup tidak
ada timoma serta MG generalisata dengan onset MG sebelum umur 50 tahun.
Hiperplasia timus sering pada subgroup ini dan merupakan subgroup terbesar terdiri
dari 65% semua pasien MG. Subgroup ini pasien lebih banyak wanita dengan rasio
wanita ke pria 1:4 dan biasanya usia 20 tahun hingga 30 tahun. Konsentrasi serum
antibodi AChR biasanya tinggi.
Subgroup MG dengan onset lambat termasuk antibodi AChR positif, juga tidak
ada timoma serta pada subgroup ini adalah generalisata MG dengan onset pada umur
50 tahun atau lebih. Atrofi timus lebih sering pada subgroup ini. Kejadian MG onset
lambat adalah sama di wanita dan pria dan biasanya di usia 70 tahun hingga 80
tahun. Konsentrasi antibodi AChR biasanya rendah pada subgroup ini. Satu setengah
pasien MG subgroup mempunyai antibodi titin dan RyR.
5. Gambaran klinis
Kelemahan pada myasthenia yang berfluktuasi adalah khas karena penyakit lain
tidak mempunyai kelemahan berfluktuasi. Kelemahan ini bervariasi dalam seharian,
terkadang kelemahan terjadi dalam beberapa menit dan bervariasi dari hari ke hari
atau period yang lebih panjang. Variasi yang berpanjangan dikenali sebagai remisi
atau eksaserbasi; eksaserbasi melibatkan otot pernafasan sehingga menyebabkan
ventilasi yang tidak adekuat yang merupakan krisis. Variasi terkadang dikaitkan
dengan olahraga, kelainan fisiologi ini disebutkan sebagai kelelahan yang berlebihan,
excessive fatigability. Simptom MG adalah kelemahan namun tidak menyebabkan
kelelahan yang sangat cepat.
Tanda vital dan pemeriksaan fisik biasanya dalam kondisi normal, kecuali
pasien adalah dalam kondisi krisis. Pada pemeriksaan neurologis tergantung pada
distribusi kelemahan yang disebabkan oleh MG. Kelemahan pada otot facial dan otot
levator palpebrae menyebabkan muka tanpa mimik dan palpebra yang jatuh.
Kelemahan pada otot okular dapat menyebabkan paralisis atau kelemahan otot yang
diisolasi, ophtalmoplegia pada satu atau dua mata menyerupai ophtalmoplegia
internuklear. Kelemahan orofaringeal atau otot tungkai dapat dideteksi dengan
beberapa tes. Kelemahan otot respiratori dapat dideteksi dengan pemeriksaan faal
paru yaitu kapaitas vital, tekanan inspirasi dan tekanan ekspirasi sehingga dapat
mendeteksi kelainan sebelum timbul gejala. Atrofi otot dijumpai pada 10% pasien
MG dengan malnutrisi akibat disfagia berat. Fasikulasi lidah tidak pernah terjadi
kecuali dosis obat kolinergik berlebihan. Sensasi dan refleks adalah normal pada
pasien MG walaupun dengan kondisi ototnya yang lemah. Terdapat klasifikasi baru
untuk tingkat keparahan dan respon terhadap terapi mengikut Medical Advisory
Board of Myasthenia Gravis Foundation.
6. Diagnosa banding
7. Diagnosa
Pada tes neostigmin, dosis obat adalah 1.5 mg hingga 2.0 mg dan atrofin sulfat
0.4 mg diberikan secara intramuskular. Perbaikan objektif pada tenaga otot telah
tercatat pada interval 20 menit hingga 2 jam setelah adminstrasi obat tersebut.
Adminstrasi edrophonium pada dosis 1 mg hingga 10 mg. Dosis insial adalah 2 mg
diikuti dengan 2 mg setelah 30saat jika perlu dan tambahan dosis 5 mg dalam 15
hingga 30 saat hingga dosis maksimum 10 mg. Perbaikan diperhatikan dalam 30
saat dan bertahan untuk beberapa menit. Kebanyakkan respon diperhatikan pada
dosis kurang dari 5.0 mg. Respon yang sangat cepat dan dramatik, edrophonium
adalah lebih disukai untuk evaluasi kelemahan otot okular dan otot kranial.
Neostigmin umumnya digunakan untuk evaluasi untuk otot tungkai atau otot
pernafasan, yang membutuhkan lebih banyak waktu.
Ice pack test adalah salah satu pemeriksaan mudah yang dapat dilakukan
karena dengan mendinginkan otot terutama otot okular dapat memperbaiki transmisi
neuromuskular. Es batu dimasukkan ke dalam sarung tangan bedah atau dibungkus
dalam kain dan diletakkan di atas kelopak mata untuk 2 menit. Tes ini positif apabila
terjadi perbaikan dari ptosis namun tes adalah kurang sensitif dan jarang dilakukan.
8. Terapi
Terapi IVIG biasanya diberikan dosis 5 kali dengan jumlah 2g/kg BB. Efek
sampingnya termasuk nyeri kepala, meningitis aseptic. Terapi IVIG dan
plasmapheresis dapat digunakan untuk pasien MG dengan eksaserbasi. Jika pasien
pasca timektomi masih mengalami disablitas, prednisone 60 hingga 100 mg
diberikan setiap hari untuk mencapai respon dalam beberapa hari atau minggu.
Setelah sudah ada perbaikan, dosis harus diturunkan 20 hingga 35 mg setiap hari.
Jika pasien tidak sembuh dalam waktu 6 bulan, azathioprine atau siklofosfamid
diberikan dengan dosis 2.5 mg/kgBB setiap hari untuk orang dewasa. Dosis harus
dinaikkan secara gradual dan harus diminum setelah makan untuk mencegah terasa
mual. Prednison 20 hingga 35 mg dapat diberikan selang hari myasthenia okular.
Pasien dengan timoma sering mempunyai MG lebih parah dan kurang bisa
didefinisikan sebagai kebutuhan ventilasi yang dibantu, dimana ia merupakan
kondisi yang terjadi pada kira-kira 10% pasien MG dengan disarthria, disfagia, dan
kelemahan otot pernafasan yang telah didokumentasi. Pengobatan kolinergik
diberhentikan setelah intubasi dilakukan. Prinsip terapi adalah memerlihara fungsi
vitaldan mengelakkan atau mengobatiinfeksi sehingga pasien pulih dari krisis
tersebut. Terapi kolinergik tidak perlu dimulai sehingga tanda infeksi telah hilang
dan tidak ada komplikasi paru yang yang lain, pasien dapat bernapas sendiri tanpa
bantuan.
DAFTAR PUSTAKA