Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh


berbagai macam mikroorganisme (virus, jamur, bakteri, dan protozoa). Sebagian
besar kasus tidak dapat ditentukan penyebabnya. Penyebab tersering dan
terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis
dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas, akan tetapi hanya ensefalitis
herpes simpleks dan varicela yang dapat diobati (PPM, 2009)
Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan
adanya ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari
pemeriksaan patologi anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati
(Proper, 1998).
Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang
terkena, tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti
dari istilah diagnostik yang mencerminkan keadaan tersebut, seperti
meningoensefalitis (Proper, 1998).
Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat
dibandingkan meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal,
seperti kaku kuduk, maka penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.
Karena gejala sisanya pada 20-40% penderita yang hidup adalah kelainan atau
gangguan pada kecerdasan, motoris, penglihatan, pendengaran secara menetap
(George, 2010).
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari
seluruh penderita (PPM,2009). Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan
neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin
menderita retardasi mental dan masalah tingkah laku (George, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah


refreshing ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian ensefalitis?

1
2. Bagaimana epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, cara
mendiagnosis ensefalitis?
3. Apa saja diagnosis banding ensefalitis?
4. Bagaimana penatalaksanaan, prognosis, komplikasi, dan pencegahan
ensefalitis?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan refreshing ini antara lain :


1. Mengetahui pengertian ensefalitis
2. Mengetahui epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, cara
mendiagnosis ensefalitis
3. Mengetahui apa saja diagnosis banding ensefalitis
4. Mengetahui penatalaksanaan, prognosis, komplikasi, dan pencegahan
ensefalitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ensefalitis
Ensefalitis mengacu pada proses inflamasi yang terjadi pada parenkim
otak, berasal dari bahasa latin encephalon, yang artinya otak. Ensefalitis terjadi
relatif singkat hanya beberapa hari saja, sementara ensefalitis kronis dapat
terjadi mulai dari beberapa minggu hingga beberapa bulan. Secara patogenesis,
infeksi virus pada SSP dibagi menjadi dua jenis, yaitu infeksi primer dan post-
infeksi (Dian, 2010).
Ensefalitis primer terjadi akibat masuknya virus secara langsung ke dalam
SSP sehingga menghasilkan gejala klinis disfungsi kortikal atau batang otak.

2
Selanjutnya kerusakan otak terjadi akibat respons imun host terhadap invasi
virus ke dalam SSP (Dian, 2010).
Ensefalitis post-infeksi atau para-infeksi atau disebut juga dengan acute
disseminated encephalomyelitis (ADEM) merupakan penyakit autoimun
demielisasi susunan saraf pusat yang bersifat monofasik yang biasanya terjadi
setelah kejadian demam atau vaksinasi. Penyakit ini dominan pada anak-anak.
(Dian, 2010).
Ensefalitis yang mengakibatkan kerusakan otak, dapat menyebabkan
atau memperburuk gejala gangguan perkembangan atau penyakit mental.
Disebut ensefalitis lethargica, yang membentuk berbagai gejala penyakit
Parkinson seperti parkinsonianism postencephalitik. Dalam beberapa kasus
ensefalitis menyebabkan kematian. Pengobatan ensefalitis harus dimulai sedini
mungkin untuk menghindari dampak serius dan efek seumur hidup. Terapi
tergantung pada penyebab peradangan, mungkin termasuk antibiotik, obat anti-
virus, dan obat-obatan anti-inflamasi. Jika hasil kerusakan otak dari ensefalitis,
terapi (seperti terapi fisik atau terapi restorasi kognitif) dapat membantu pasien
setelah kehilangan fungsi (George 2010).

2.2 Epidemiologi

Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem


kekebalan tubuh manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat
keparahan penyakit. Di AS, terdapat 5 virus utama yang disebarkan nyamuk:
West Nile, Eastern Equine Encephalitis, Western Equine Encephalitis , La
Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999, terjadi wabah virus West Nile
(disebarkan oleh nyamuk Culex)di kota New York. Virus terus menyebar
hingga di seluruh AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral
ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000 penduduk (Markam S,
2000).
. Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia
(virus yang ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung
jawab untuk 50.000 kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar
dari Cina, Asia Tenggara, dan anak benua India (Markam,S, 2000)

Peradangan otak merupakan penyakit yang jarang. Angka kejadiannya


yaitu 0,5 per 100.000 individu. Yang paling banyak menyerang anak-anak, orang

3
tua dan pada orang-orang dengan sistem imun yang lemah, seperti pada
penderita HIV/ AIDS, kanker dan anak gizi buruk. Di Inggris insidensi ensefalitis
pertahun nya mencapai 4 orang per 100.000 penduduk (Kate, 2010).

Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan


kejadian tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan (Saharso, dkk, 2000)

2.3 Etiologi

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,


misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang
terpenting dan tersering ialah virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat
menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah Herpes simpleks, arbovirus, Eastern
and Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis. Penyebab yang jarang
adalah Enterovirus (Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies,
cytomegalovirus (CMV) (Arvin, 2000)
Beberapa klasifikasi menurut Jeffery, 2011 :
1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes
zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis
lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela,
pasca vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis,
tetapi baru Japanese B encephalitis yang ditemukan.
Klasifikasi berdasarkan penyebab :

1. Ensefalitis Supuratifa

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,


streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis :
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis Media
,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam

4
paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,trauma
yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.Reaksi dini jaringan otak
terhadap kuman yang bersarang adalah edema,kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel (Prober, 1996).
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis :
1. Demam
2. Kejang
3. Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang
kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun,
pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda deficit neurologist
tergantung pada lokasi dan luas abses (Sevigny, 2007).

2. Ensefalitis Virus

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

a. Virus RNA

Paramixo virus : virus parotitis, irus morbili


Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B,
virusdengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

b. Virus DNA

Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,


sitomegalivirus,virus Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS
Manifestasi klinis
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,
Kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk,hemiparesis
dan paralysis bulbaris (Prober, 1996).

3. Ensefalitis Karena Parasit


a. Malaria serebral

5
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.
Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel
darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu
sama Lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan.
Petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada
selaput otak dan jaringan otak (Markam, 2000).
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun
hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-
kerusakan (Markam, 2000).

b. Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak


menimbulkan gejala gejala kecuali dalam keadaan dengan daya
imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan
dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak (Prober, 1996).

c. Amebiasis

Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung


ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea,
muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun (Markam,
2000)

d. Sistiserkosis

Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva


menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke
seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista
di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh
didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi
dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang
timbul tergantung pada lokasi kerusakan ( Prober, 1996)

4. Ensefalitis karena Fungus


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida
albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus

6
dan Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada
sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang
memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun
(Prober, 1996).

5. Riketsiosis Serebri

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan


dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah
timbul noduli yangterdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat
pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh
darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri
kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran
dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar
(Markam, 2000).

2.4 Patofisiologi

Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya


virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah
masuk ke dalam tubuh virus akan menyebar dengan beberapa cara (Jeffrey,
2011):
1 Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu.
2 Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
3 Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama
kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
4 Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum ada
kelainan neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang
susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis (Jeffrey, 2011).
HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson
saraf (Soldatos, 2012).
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh (Jeffrey, 2011) :

7
1 Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang
sedang berkembang biak.
2 Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya
sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
3 Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.
Patogenesis dari encephalitis mirip dengan pathogenesis dari viral
meningitis, yaitu virus mencapai Central Nervous System melalui darah
(hematogen) dan melalui saraf (neuronal spread)2. Penyebaran hematogen
terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral.
Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri
meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba
di likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia
mater (Francisca, 2010).
Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui
neuron, misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada
dua penyakit tersebut, virus dapat masuk ke neuron sensoris yang
menginnervasi port dentry dan bergerak secara retrograd mengikuti axon-axon
menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi dapat
digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat
(Francisca, 2010).
Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus
dihancurkan. Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk
membuat protein yang menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid
virus berkontak langsung dengan sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini
sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah membuat nucleic acid yang sejenis
dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi (Francisca, 2010).
Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat
dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular.
Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbullah
manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disususl oleh manifestasli
lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan lemas-
letih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan
saraf pusat berupa gannguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan,
gangguan berbicara,gannguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak),

8
serta gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri
kepala, mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan (Francisca,
2010).
Sedangkan patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang
masih belum jelas dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya
transmisi neural secara langsung dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus
atau olfaktorius. Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan
ludah.Infeksi primer biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya
subklinis atau berupa somatitis, faringitis atau penyakit saluran nafas.Kelainan
neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi virus.Pada infeksi primer, virus
menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa tahun kemudian,rangsangan
non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya bermanifestasi sebagai
herpes labialis (Todd, 2012).
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi
lengket.Sel-sel darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-
kapiler dalam otak. Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala
neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria
serebral ini, dapat timbul konvulsi dan koma (Todd, 2012).
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan
tersebar dalam jaringan otak terutama dalam jaringan korteks. Sangatlah sukar
untuk menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali
pada kasus-kasus non viral seperti malaria falsifarum dan ensefalitis fungal,
dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik (Todd, 2012).

2.5 Manifestasi Klinis

Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun


(Jeffrey, 2011).
Manifestasi klinis tergantung kepada (Jeffrey, 2011) :
1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :
- Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri,
terutama lobus temporalis
- Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.
2. Patogenesis agen yang menyerang.
3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.

Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali


ditemukan hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar,

9
sebelum kesadaran menurun, sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering
ditemukan. Pada bayi, terdapat jeritan dan perasaan tak enak pada
perut.Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja.
Kejang dapat berlangsung berjam-jam. Gejala serebrum yang beraneka ragam
dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis,
afasia dan sebagainya (Todd, 2012).
Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial
dan perubahan pola pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila
peradangan mencapai meningen (Todd, 2012).
Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat
membantu diagnosis.Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf
pusat dapat meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah
bibir dan tangan, rigiditas pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan
dan nistagmus.Rabies memberi gejala pertama yaitu depresi dan gangguan tidur,
suhu meningkat, spastis, koma pada stadium paralisis (Todd, 2012).
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut
atau subakut. Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang
berlangsung 1-7 hari. Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala,
muntah, perubahan kepribadian dan gangguan daya ingat. Kemudian pasien
mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Kejang dapat berupa fokal atau
umum. Kesadaran menurun sampai koma dan letargi. Koma adalah faktor
prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma sering kali
meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Pemeriksaan neurologis
sering kali menunjukan hemiparesis. Beberapa kasus dapat menunjukan afasia,
ataksia, paresis saraf cranial, kaku kuduk dan papil edema (Todd, 2012).

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Beberapa anamnesis yang ditanyakan menurut PPM, 2009 antara lain :

Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia


Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh
nyeri kepala, ensefalopati, kejang, dan kesadaran menurun.
Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsivus.
Dapat ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam perjalanan
penyakitnya.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

10
Pemeriksaan fisik yang ditemukan menurut PPM, 2009 antara lain :

Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma


dan kejang. Kejang dapat berupa status konvulsivus.
Ditemukan gejala peningkatan tekanan intrakranial.
Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe
upper motor neuron (spastis, hiperrfleks, refleks patologis, dan klonus).

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
ensefalitis menurut PPM, 2009 antara lain :

Darah perifer lengkap. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit dilakukan


jika ada indikasi.
Pungsi lumbal : pemeriksaan cairan cerebrospinal (CSS) bisa normal
atau menunjukkan abnormalitas ringan sampai sedang :
a. Peningkatan jumlah sel 50-200/mm3
b. Hitung jenis didominasi limfosit
c. Protein meningkat taoi tidak melebihi 200mg/dl
d. Glukosa normal
Pencitraan (comuted tomography/CT-Scan atau magnetic resonance
imaging/MRI kepala) menunjukkan gambaran edema otak, baik umum
maupun fokal.
Pemeriksaan elektroensefalografi merupakan pemeriksaan penunjang
yang sangat penting pada pasien ensefalitis. Walaupun kadang
didapatkan gambaran normal pada beberapa pasien, umumnya
didapatkan gambaran perlambatan atau gelombang epileptiform baik
umum maupun fokal.

2.7 Diagnosis Banding

a. Abses Otak
Abses otak disebabkan terutama oleh penyebaran infeksi telinga
tengah atau mastoiditis. Bisa soliter atau multipel (NINDS, 2011).

b. Infark Serebri
Infark serebri disebabkan oleh oklusi pembuluh darah serebral,
hingga terbentuk nekrosis iskemik jaringan otak. Penyebabnya bisa oleh
karena trombosis ataupun emboli (NINDS, 2011).

11
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Medikamentosa
Tatalaksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tatalaksana
hiperpireksia, keseimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan
intrakranial, serta tatalaksana kejang. Pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat
intensif (PPM, 2009).
Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat
anti epilepsi, kadang diberikan kortikosteroid. Untuk mencegah kejang berulang
dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital sesuai standard terapi. Peningkatan
tekanan intrakranial dapat diatasi dengn pemberian diuretik osmotik manitol 0,5
1 gram/k/kali atau furosemid 1 mg/kg/kali (PPM, 2009).
Pada anak dengan neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi, dan acute
disseminated encephalomyelitis (ADEM) dapat diberikan kortikosteroid selama 2
minggu. Diberikan dosis tinggi metil-prednisolon 15 mg/kg/hari dibagi setiap 6
jam selama 3-5 hari dan dilanjutkan prednison oral 1-2 mg/kg/hari selama 7-10
hari (PPM, 2009).
Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke
Departemen Rehabilitasi Medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi spasitass,
serta mencegah kontraktur (PPM, 2009).

2.8.2 Pemantauan Pasca Rawat


Gejala sisa yang sering ditemukan adalah gangguan penglihatan, palsi
cerebral, epilepsi, retardasi mental, maupun gangguan perilaku. Pasca rawat
pasien memerlukan pemantauan tumbuh kembang, jika terdapat gejala sisa
dilakukan konsultasi ke departemen terkait (Rehabilitasi Medik, Mata, dll) sesuai
indikasi (PPM, 2009).

2.9 Prognosis
Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan
umur anak. Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim
maka prognosisnya jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual,
motorik, psikiatri, epileptik, penglihatan atau pendengaran. Sekuele berat juga
harus dipikirkan pada infeksi yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks
(Jeffrey, 2011).

2.10 Komplikasi

12
Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen dan komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah
berbicara, kehilangan memori, atau berkurangnya kontrol otot (Soldatos, 2012).

2.11 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain (Todd, 2012) :
Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi
Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika
serangga aktif menggigit.
Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi
bayi baru lahir
Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan
ensefalitis (mumps, measles/campak)
Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan
berpergian ke daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC
(Centers for Disease Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang
yang akan menghabiskan waktu satu bulan atau lebih di daerah penyebab
penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus Japanese Encephalitis dapat
menginfeksi janin dan menyebabkan kematian

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh


berbagai macam mikroorganisme (virus, jamur bakteri, dan protozoa). Penyebab
tersering dan terpenting adalah virus.
Secara patogenesis, infeksi virus pada SSP dibagi menjadi dua jenis,
yaitu infeksi primer dan post-infeksi. Ensefalitis primer terjadi akibat massuknya
virus secara langsung ke dalam SSP sehingga menghasilkan gejala klinis
disfungsi kortikal atau batang otak. Selanjutnya kerusakan otak terjadi akibat
respons imun host terhadap invasi virus ke dalam SSP. Ensefalitis post-infeksi

13
atau para-infeksi atau disebut juga dengan acute disseminated
encephalomyelitis (ADEM) merupakan penyakit autoimun demielisasi susunan
saraf pusat yang bersifat monofasik yang biasanya terjadi setelah kejadian
demam atau vaksinasi. Penyakit ini dominan pada anak-anak.
Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan
kejadian tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan.
Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.
Untuk mendiagnosis ensefalitis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang mengarah ke ensefalitis.
Tatalaksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tatalaksana
hiperpireksia, keseimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan
intrakranial, serta tatalaksana kejang. Pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat
intensif. Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke
Departemen Rehabilitasi Medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi spasitass,
serta mencegah kontraktur. Gejala sisa yang sering ditemukan adalah gangguan
penglihatan, palsi cerebral, epilepsi, retardasi mental, maupun gangguan
perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan tumbuh kembang, jika
terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait (Rehabilitasi
Medik, Mata, dll) sesuai indikasi.
Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan
umur anak. Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen dan komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah
berbicara, kehilangan memori, atau berkurangnya kontrol otot

3.2 Saran
Memberikan pengertian kepada orang tua untuk segera mengobati anaknya
yang mengalami demam tinggi atau infeksi.
Memberikan pengertian kepada para orang tua untuk segera membawa
berobat anak-anaknya yang mengalami demam, kejang, dan penurunan
kesadaran ke rumah sakit supaya segera mendapatkan pengobatan sedini
mungkin.
Diperlukan kerjasama dari semua pihak terkait untuk melakukan
penatalaksanaan yang benar dan menyeluruh terkait kasus ensefalitis pada
anak.
Menganjurkan kepada para orang tua untuk memberikan imunisasi
meningitis untuk anak-anaknya.

14
Mengharuskan orang tua untuk memberikan imunisasi lengkap untuk anak-
anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Arvin A.M Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Edtor:Wahab


SA.EGC Jakarta.2000;hal 1141-53
Dian, Sofiati. Ensefalitis dan Acute Demyelinating Encephalomyelitis (ADEM)
dalam Neurology in Daily Practice. Editor : Basuki, Andi. Cetakan I.
Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD/RS. Hasan
Sadikin. Bandung : 2010 : hal 58.
Fransisca SK. Ensefalitis. [ Online ] Februari 19, 2009 [ Cited April 5, 2010 ].
Available from : URL ;
http://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/ensefalitis2.pdf diakses
15 Februari 2015
George, J. Definition of encephalitis. Update on 26 March, 2010 Available from :
URL ; www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=3231 , diakses
15 Februari 2015
Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses.
Richard G, Bachur,MD. Updated on April 19 th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential. Diakses, 15
Februari 2014
Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G,
Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-workup. Diakses 15
Februari 2015

15
Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G, Bathur,MD.
Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview. Accessed
January 31,2012 Diakses 15 Februari 2015
Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html.
Diakses 15 Februari 2015
Markam,S. Ensefalitis dalam Kapita Selekta Neurologi Ed ke-2, Editor :
Harsono.,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.2000;hal 155-6
NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February 16,
2011 Available from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/detail_encepha
litis_meningitis. Diakses 15 Februari 2015
Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Ed.15 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1996 ; hal 880-2.
Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak. Editor : Soetomenggolo, Taslim S.
Ismael, Sofyan. Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2000;hal373-5.
Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust, John
C.M. In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International
Edition. New York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54
Soldatos, Ariane MD. Encephalitis. 2012. Available from
http://www.childrenshospital.org/az/Site832/mainpageS832P0.html.
Diakses 15 Februari 2015
Todd, Mundy.MD. Encephalitis causese. Michael D, Burg MD. 2012. Available
from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page2_em.htm.
Diakses 15 Februari 2015
Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012. Available
from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm.
Diakses 15 Februari 2015
Todd, Mundy.MD. Encephalitis. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/. Diakses 15 Februari 2015

16

Anda mungkin juga menyukai