Anda di halaman 1dari 6

PENDEKATAN ECONOMIC ANAL YSIS OF LA W DALAM

RUU PENGAMPUNAN PAJAK*


Oleh : Suparji Achmad **
Pendahuluan
Economics Analysis of Law adalah penerapan prinsip-prinsip. ekonomi sebagai pilihan-
pilihan rasional untuk menganalisa persoalan hukum. 1 Teori tefsebut berasal dari aliran
utilitarianisrn yang mengutamakan asas manfaat2, yang dikembangkan oleh filosof Jeremy
Benthem (1748-1832) dan filosofJohn Stuart Mill (1806-1873).
Seperti ekonomi, sistim hukum juga adalah mengenai tingkah laku yang rasional.
Hukum ingin mempengaruhi perilaku melalui sanksi, seperti hukuman penjara atau ganti
rugi. Aspek yang memaksa dari hukum mengansumsikan bahwa orang tahu mengenai
konsekuensinya.3
Selanjutnya bagaimana konsep-konsep mikro ekonomi tersebut diterapkan terhadap
masalah-masalah hukum, termasuk dalam peracangan peraturan perundang-undangan.
Pendekatan analisa ekonomi dalam hukum ini lahir di Amerika serikat yang menganut
system Common Law dimana hakim memegang peranan penting dalam menetapkan apa yang
merupakan hukum.4
Analisis Ekonomi adalah menentukan pilihan dalam kondisi kelangkaan (scarcity).
Dalam kelangkaan ekonomi diasumsikan bahwa individu atau masyarakat akan atau harus
berusaha untuk memaksimalkan apa yang mereka ingin capai dengan melakukan sesuatu
sebaik mungkin dalam keterbatasan sumber. Dalam hubungannya dengan positive analysis
dari hukum, analis akan bertanya bila kebijaksanaan (hukum) tersebut dilaksanakan, prediksi
apa yang dapat kita buat yang mempunyai akibat ekonomi. Orang akan memberikan reaksi
terhadap insentif atau disinsentif dari kebijaksanaan (hukum) tersebut. Normative analysis
yang secara konvensional diartikan sebagai welfare economics cenderung akan bertanya
apakah kebijaksanaan (hukum) yang diusulkan atau perubahan hukum yang dilakukan akan
berpengaruh terhadap cara orang untuk mencapai apa yang dinginkannya? Dalam hubungan
ini dua konsep efisiensi menjadi penting : Pareto Efficiency (nama seorang ahli ekonomi
Italia abad yang lalu) dan "Kaldor Hicks efficiency" (nama dua ahli ekonomi Inggris). Pareto
efficiency akan bertanya apakah kebijaksanaan atau perubahan hukum tersebut membuat
seseorang lebih baik dengan tidak mengakibatkan seseorang lainnya bertambah buruk?. 5
Sebaliknya Kaldor-Hicks efficiency akan mengajukan pertanyaan apakah kebijaksanaan atau
perubahan hukum tersebut akan menghasilkan keuntungan yang cukup bagi mereka yang
mengalami perubahan itu, sehingga ia secara hipotetis dapat memberikan kompensasi kepada
mereka yang dirugikan akibat kebijaksanaan atau perubahan hukum tersebut. Pendekatan
yang terakhir ini adalah costbenefit analysis.6
* Disampaikan dalam Seminar "RUU Pengampunan Pajak", Fraksi PAN DPR-RI, Jakarta, 20 April
2016.
** SH Universitas Diponegoro (1995). Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia (2002). Doktor
Hukum Eknomi, Universitas Indonesia (2008).
Richard Posner, Economics Analysis of Lcrw (Boston,Toronto, London : Little, Brown and Company),
I

hal 3.
The Economic Analysis of law, which lies in a direct line of descent fromutilitarism, substitutes the
2

more easily measurable criterion of economic efficienc -y for the felicific calculus criteria ofpleasure and pain,
lan Mc Leod,Palgrave "Legal Theory", (New York: Macmilan, 2005) hal. 164.
Frank H. Easterbrook, The Inevitability of Law and Economics, Legal Education Review Vol.1 No. 1
3

(1989) hal. 3-4.


Gregory S. Crespi, Teaching the New Law and Economics, University of Toledo Law review Vol.25
4

No.3. hal. 715-717.


Richard Posner, Op. Cit. hal 13.
5

Michael J. Trebilock, "Law and Economics," the Dalhoysie Law journal Vol.16, No.2 (Fall 1993) hal.
6

361-363.

1
Pendekatan analisa ekonomi dalam hukum, menekankan kepada costbenefit ratio,
yang kadang-kadang oleh sebagian orang dianggap tidak mendatangkan keadilan.
Konsentrasi ahli ekonomi yang tertuju kepada efisiensi, tidak terlalu merasakan perlunya
unsur keadilan (justice). Hal ini tentu dibantah oleh penganut-penganut pendekatan analisis
ekonomi dalam hukum. Pertama dikatakan, bahwa tidak benar ekonom tidak memikirkan
keadilan. Dalam usaha menentukan klaim normative mengenai pmbagian pendapatan dan
kesejahteraan, seseorang mesti memiliki philosofi politik melebihi pertimbangan ekonomi
semata-mata. Kedua, ekonomi menyediakan kerangka didalam mana pembahasan mengenai
keadilan dapat dilakukan. Para ekonom telah memperlihatkan bahwa jika kondisi-kondisi
untuk adanya pasar yang kompetitif memuaskan, hasil yang diperoleh adalah efisiensi pareto.
Sama juga, tiap hasil dari effisiensi pareto dapat dikembangkan dari distribusi asset lebih dulu
yang menimbulkan kondisi kompetetif.7
Ketiga, norma-norma dalam masyarakat lahir secara bersamaan dari ketertiban yang
damai. Kontrol yang artifisial oleh hukum diatas ketertiban yang spontan adalah tidak tepat.
Mereka yang menganut paham ini tidak percaya bahwa insentif dapat mengontrol hukum dan
ekonomi.8
Apa yang diperbuat oleh hukum terhadap ilmu ekonomi? Sebagian besar Sarjana
Hukum mungkin akan menyatakan tidak ada. Namun kalau pertanyaan dirubah menjadi :
"Apa yang diperbuat hukum dalam bidang ekonomi?" Sebagian besar Sarjana Hukum akan
menjawab : "Sangat banyak".
Hukum tentang Hak Milik dan kontrak memungkinkan orang berdagang barang dan
jasa. Hukum Perlindungan Konsumen membatasi par. a pedagang menghasilkan produksinya.
Hukum Perburuhan mengatur pasar tenaga kerja. Hukum Persaingan Usaha menambah
persaingan dan melarang monopoli. Perbuatan Melawan Hukum memberikan perlindungan
kepada mereka dan hak milikya dari perbuatan semena-mena dan tidak sah, dan banyak lagi
contoh lain.
Economic Analysis of Law mencakup 1. Transactions Cost Economy yang
mengevaluasi efisiensi peraturan hukum yang sebagian besar berkenaan dengan hukum
privat. 2. Institusi Ekonomi Baru. Institusi dalam konteks ini tidak berarti organisasi seperti
perusahaan, pemerintah atau bank. Institusi berarti tindakan manusia, termasuk peraturan
hukum formal, kebiasaan informal, tradisi dan aturan sosial. 3. Teori "Public Choice", yang
berkaitan dengan proses pembuatan keputusan yang demokratis dengan menggunakan
metode micro economic dan perdagangannya. Teori "Public Choice" typically mempelajari
bagaimana koalisi pemilik mayoritas terbentuk dan suara diperdagangkan di dewan
legislative dan pemilikan, dan gejala of"rent seeking" .

Latar Belakang Dan Konsep Dasar


Economic Analysis of Law bermula sekali pada umumnya dikenal sebagai hukum dan
ekonomi (dalam pengertian di luar economics), hasil kerja ekonom juga sarjana hukum
Amerika Ronald Coare, Guida Calabrasi dan Henry Manne tentang efficiency Common Law
berkaitan dengan Hak Milik dan nuisance. Studi berkembang dari AS ke Eropa dengan nama-
nama Richard Posner, hakim pada Court of Appeals for Seventh Circuit.
Hukum dan Ilmu Ekonomi adalah kenyataan daripada apa yang seharusnya, ia
merupakan biaya ekonomi (atau biaya sosial) dari aturan yang berbeda, dan tidak mengenai
moralitas atau aturan yang adil. Ia tidak akan menceritakan kepada hakim atau legislator apa
aturan yang akan dibuat, tetapi mencoba memberikan informasi biaya alternative dari pilihan
7
Susan Rose-Ackerman, "Economics, Public Policy, and Law", Valvaraiso University Law Review 26
(1996) hal. 3.
8
Shozo Ota, "Law and Economics in Japan: Hatching Stage, " International review of Law and
Economics"11 (1991) hal. 306-307.

2
aturan. Misalnya, usaha negara industri mengurangi emisi carbon dioxcida dalam masalah
pemanasan global. Ekonom mungkin memandang tenaga nuklir adalah efisient dalam
mengurangi emisi. Namun pemerintah mengenyampingkan pemakaian tenaga nuklir dengan
alasan moral atau alasan yang emosional, paling tidak akan diketahui biaya ekonomi dari
keputusan moral.

Biaya, Harga, Nilai, Utility (Kepuasan, Kemewahan)


Adalah penting untuk empat konsep tersebut. Bayangkan dalam kasus berikut ini. A
adalah seorang tukang kayu. Ia membeli papan dibuatnya meja dengan perkakas yang ia beli
pula. Sang tukang kayu menghabiskan waktu tiga hari untuk membuat meja tersebut. Dalam
showroom meja itu dihargai Rp. 100.000,- Banyak orang melihat saja, tidak membeli. Namun
A konsumen yang kaya menawar kursi tersebut seharga Rp. 80.000,- B seorang mahasiswa
yang pendapatannya sederhana ingin membelinya dengan harga Rp. 110.000,- Tetapi karena
uangnya tidak ada, ia menawar Rp. 50.000,- saja. Tukang kayu menjual itu kepada A. Semua
pengeluaran tukang kayu membuat meja tersebut dan waktu yang digunakannya disebut
ongkosnya atau biaya (cost).
Angka 100.000,- yang ditawarkan disebut harga Rp. 80.000,- yang ingin dibayar oleh A
disebut nilai (value) dari meja tersebut untuk A. Harga Rp. 110.000,- yang dibayar oleh B,
walaupun uangnya tidak cukup disebut kepuasan (utility). Harga dan kepuasan dalam
ekonomi mempunyai makna yang berbeda. Harga adalah yang ingin dibayar oleh seseorang
untuk barang atau jasa. Utility itu bersifat subjektif. Jeremy Bentham menyebut utility sebagai
kesenangan. Nilai (value) itu semata-mata adalah fakta. Biaya (cost) dan harga (price) adalah
berbeda. Bila ia menjual barang atau jasanya dibawah biaya (cost), ia akan menutup
bisnisnya. Biaya (cost) untuk A adalah harga meja tersebut, biaya tawar menawar, dan biaya
membawa meja itu ke rumahnya.
Efisiensi tercapai bila lebih banyak hasil (out put) yang diperoleh dari sumber yang
sama. Motor yang bisa menempuh 15 km dengan bensin 1 liter lebih efisiensi dari motor
yang menempuh 10 km seliter. Apel bila dihargakan mahal, kita beli buah lain yang lebih
murah. Kita berusaha semurah mungkin dan sebaik mungkin.
Banyak idea mengenai efisiensi ekonomi. Economic Analysis of Law hampir selalu
menggunakan "Kaldor Hicks Efficiency". Efisiensi Nicholas Kaldor Hicks adalah terusan
atau penyempurnan dari "Pareto Efficiency", nama seorang ekonom Italia Vilfredo Pareto.
Menurut efisiensi Pareto, suatu hasil lebih efisien bila seorang membuat lebih baik,
sedangkan tidak ada orang yang membuat buruk. A ingin menjual lukisannya $ 1,000. B suka
sekali akan lukisan itu dan membayar seharga $ 2,000. Namun ditawarnya $ 1,500 dan A
menerimanya. Kedua pihak berbuat baik dan tak seorang pun buruk. Transaksi itu adalah
"Pareto Efficiency". Bila undang-undang mengurangi pajak bensin, dan kurangnya
penerimaan tidak mempunyai pengaruh kepada pelayanan negara, undang-undang itu disebut
"Pareto Efficiency". Pareto optimalitas (tingkat dari efisiensi terbaik) tanpa mengakibatkan
seorang pun menjadi buruk.
Persoalan dalam dunia nyata adalah tindakan yang membawa pengaruh kepada banyak
orang akan hardly ever be Pareto Efficiency. Pengurangan pajak pendapatan akan
menguntungkan banyak pembayar pajak, tetapi akan mengurangi bantuan atau pelayanan
sosial oleh negara. Pengurangan bea masuk import akan menyenangkan konsumen, tetapi
bisa mengakibatkan kerugian kepada produsen lokal. Pabrik textil yang bersuara ribut
menampung banyak tenaga kerja, namun menjadi gangguan pada penduduk yang tinggal
dekat pabrik.
Perubahan apapun untuk kebaikan akan juga membawa keburukan kepada pihak lain.
Kaldor dan Hiks memberikan pengertian baru kepada efisiensi, berdasarkan realitas.
Ukurannya dalam teori Kaldor Hiks, mereka yang membuat keadaan lebih bagus dapat

3
memberikan kompensasi kepada mereka yang menjalani keadaan buruk akibat perubahan
tersebut. Kaldor Hiks Efficiency tidak mensyaratkan semua orang yang mengalami
keburukan harus diberi kompensasi. Hanya perolehan yang dibuat pemenang harus cukup
memberi kompensasi kepada yang kalah.
Pada tahun 1997 Autralia mengharuskan monopoli Perusahaan Telekomunikasi yang
dikuasai negara. Banyak karyawan yang diberhentikan dan penerimaan negara berkurang.
Namun masyarakat konsumen diuntungkan dengan masuknya pemain baru di bidang
Telekomunikasi, manfaatnya lebih besar dari kerugian negara.
Posner menyatakan Hakim dalam sistem Common Law cenderung berpihak kepada
perbuatan peraturan yang efisien. Hakim Common Law dibatasi oleh lingkup dari kasus yang
dihadapinya. Tugas Hakim Common Law adalah memulihkan kedudukan para pihak agar
tidak melawan hukum. Dengan perkataan lain "a common law judge dispenses rectificatory
justice and not distributive justice. This means that the court can only grant compensatory
damages".
Bila A menabrak mobil B karena kesalahan A, maka Hakim akan memutuskan A
mengganti kerugian B dan ongkosnya. Hakim tidak akan memutus tambahan ganti rugi,
seperti akibat kelakuan pribadi A atau tingkat pendapatan A atau B. Common Law sebagai
aturan umum tidak mengizinkan Hakim memutuskan ganti rugi atas keuntungan yang tidak
diperoleh tabrakan mobil tersebut (punitive damages). "Punitive damages are sums awarded
to the plaintiff, in addition to the plaintiff actual loss, as a way of punishing the defendant or
deterring the defendant from future wrong doing".

Penerapan Economic Analysis of Law Dalam RUU Pengampunan Pajak


Saat ini peran pajak dalam komposisi APBN dari tahun ke tahun meningkat.
Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pajak adalah
sarana mensejahterakan rakyat. Apabila pajak semata-mata ditujukan untuk memenuhi APBN
maka akan kontraproduktif.
Fungsi pajak di samping sebagai budgetair, yaitu untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya ke dalam kas negara, juga sebagai pengaturan (regulerend). Keduanya harus
seimbang sesuai kebutuhan.
Sesuai dengan Pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi, pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang undang. Pada hakikatnya
-

di dalam ketentuan tersebut tersirat falsafah pajak di Indonesia. Pajak harus berdasarkan
undang-undang karena pajak akan menyentuh hak rakyat atau keadilan rakyat dan digunakan
untuk kepentingan penyelenggaraan negara serta kesejahteraan rakyat sendiri.
Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak harus dipikirkan dengan
menggunakan Economic Analysis of Law. Penggunaan Economic Analysis of Law adalah
menghitung mana yang lebih untung bagi negara melahirkan suatu undang-undang yang
bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi menimbulkan dampak adanya
inkonsistensi peraturan sebelumnya.
Agar RUU Pengampunan Pajak memenuhi landasan filosofis, yuridis, sosiologis dan
bisa dilaksanakan serta tidak ditinjau kembali oleh Mahkamah Konstitusi, ada beberapa
susbtansi yang perlu mendapat catatan, sebagai berikut:
1. Pada Naskah Akademik (NA) dinyatakan pengampunan pajak bukanlah sesuatu hal
yang baru di Indonesia sudah pernah dilakukan pada tahun 1964,1984 dan 2008.
Namun demikian dalam NA tersebut tidak disebutkan dasar hukum dan efektifitas
pelaksanaan pengampuan pajak.

4
2.RUU Pengampunan Pajak harus dapat memastikan akan menambah wajib pajak baru.
Fakta selama ini terjadi penghindaran kewajiban para wajib pajak terus-menerus,
upaya mengejar para wajib pajak oleh otoritas pajak Indonesia belum efektif.
3.Sinkronisasi dengan UU Perbankan, agar otoritas pajak dapat mengakses kerahasiaan
perbankan sehingga dapat menambah wajib pajak. UU Pengampuan Pajak agar
efektif membutuhkan regulasi yang mendukung, seperti . keterbukaan informasi di
dalam negeri dari sistem perbankan dan ketersediaan data dari otoritas pajak berbagai
negara di luar negeri terhadap keberadaan aset WNI. Jika otoritas pajak Indonesia
tidak bisa mendapatkan informasi keberadaan aset-aset WNI di luar negeri, otomatis
penerimaan pajak tidak akan bertambah, sehingga pembiayaan pembangunan akan
mengandalkan utang luar negeri yang akan terus semakin membesar.
4.Tax amnesty, tidak boleh mencederai rasa keadilan. Pengampunan pajak tidak boleh
hanya berlaku bagi orang kaya tapi para pengusaha UKM. Dengan ikut serta tax
amnesty, para pengusaha UKM yang kebanyakan berasal dari sektor informal bisa
masuk ke sistem ekonomi formal untuk kemudian bisa mengakses pembiayaan dari
perbankan.
5.Tax Amnesty harus bersifat jangka panjang. Pemerintah tidak boleh fokus pada
capaian-capaian, tetapi juga pada proses dan penguatan sistem perpajakan di
Indonesia.
6.Pada bab III tentang tarif dan tata cara menghitung uang tebusan ditentukan antara
lain sebesar 2%-6% dan 1%-3% untuk harta yang ada di luar negeri dan akan dibawa
ke Indonesia. Perlu diperjelas apa yang menjadi dasar menentukan besaran tersebut
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis, sosiologis dan yuridis.
7.Setelah ketentuan tentang tarif dan tata cara menghitung uang tebusan, tidak ada
ketentuan tentang tata cara pembayaran uang tebusan.
8.Pada bab V Pasal 12 tentang perlakuan atas harta yang dialihkan dari luar wilayah RI ke
dalam wilayah RI harus melalui Bank Persepsi. Bagaimana jika tidak mau
melakukan pengalihan melalui Bank Persepsi? Selanjutnya pada Pasal 13 ayat (4),
mengapa ada pembatasan bentuk investasi lain.
9.Pasal 15 menyebutkan bahwa data dan informasi yang terdapat dalam suatu
Permohonan Pengampunan Pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan,
penyidikan dan/atau penuntutan terhadap Wajib Pajak. Mengapa ada ketentuan yang
melakukan pembatasan tersebut.
10.Pasal 17 tentang balik nama ayat (2) menyebutkan tentang ...dua belah pihak
Perlu ada penjelasan lebih lanjut tentang yang dimaksud dua belah pihak.
11.Pada bab IV tentang Tata Cara Pemberian Pengampunan Pajak, pada ayat (3) huruf d
dan e, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya pengalihan harta dan kesanggupan
mengalihkan harta
12.Pada bab IX tentang Manajemen Data dan Informasi Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3)
ada frasa ..."pihak lain", harus diperjelas frase tersebut, siapa yang dimaksud pihak
lain.
13.Pasal 23 merupakan imunitas pegawai Kementerian Keuangan,karena tidak dapat
dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan atau dituntut secara perdata dan pidana
apabila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai undang-
undang. Permasalahannya, bagaimana mengukur adanya itikad baik. Ketentuan ini
bertentangan dengan persamaan di depan hukum bagi setiap warga negara.
14.Pasal 24 menyebutkan Menteri melakukan perencanaan, pelaksanaan, koordinasi dan
evaluasi pengampunan pajak. Bagaimana mekanisme pelaksanaan ketentuan tersebut.

5
15.Bab XII Pasal 25, sengketa terkait UU ini hanya dapat diselesaikan sengketa perdata
dan melalui badan peradilan pajak. Mengapa hanya melalui Badan Peradilan Pajak,
apakah itu sesuai dengan kompetensi absolut Badan Peradilan Pajak.
16.Bab XIII, Pasal 26 mengamanatkan ada 8 yang harus diatur dalam bentuk peraturan
pelaksana berupa peraturan menteri.Mengapa harus diatur dalam peraturan menteri,
apakah tidak bisa menjadi bagian dari undang-undang ini.
17.Dalam RUU Pengampunan Pajak ini tidak mengatur tentang sanksi, bagaimana
menjamin efektifitas pelaksanaannya jika tidak ada sanksi, sedangkan dalam
ketentuan RUU ini ada yang berupa kewajiban dan keharusan.

Akhirnya, agar RUU Pengampunan Pajak ini dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien serta dapat mewujudkan tujuan dibentuknya undang-undang ini maka perlu dilakukan
harmonisasi dan sinkronisasi dengan undang-undang yang lain. Dalam proses
pembahasannya harus mengkritisi baik yang tertuang dalam naskah akademik maupun batang
tubuh rancangan undang-undang. Pendekatan economyc analysis of law merupakan
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkritisi subtansi RUU ini.

Anda mungkin juga menyukai