hal 3.
The Economic Analysis of law, which lies in a direct line of descent fromutilitarism, substitutes the
2
more easily measurable criterion of economic efficienc -y for the felicific calculus criteria ofpleasure and pain,
lan Mc Leod,Palgrave "Legal Theory", (New York: Macmilan, 2005) hal. 164.
Frank H. Easterbrook, The Inevitability of Law and Economics, Legal Education Review Vol.1 No. 1
3
Michael J. Trebilock, "Law and Economics," the Dalhoysie Law journal Vol.16, No.2 (Fall 1993) hal.
6
361-363.
1
Pendekatan analisa ekonomi dalam hukum, menekankan kepada costbenefit ratio,
yang kadang-kadang oleh sebagian orang dianggap tidak mendatangkan keadilan.
Konsentrasi ahli ekonomi yang tertuju kepada efisiensi, tidak terlalu merasakan perlunya
unsur keadilan (justice). Hal ini tentu dibantah oleh penganut-penganut pendekatan analisis
ekonomi dalam hukum. Pertama dikatakan, bahwa tidak benar ekonom tidak memikirkan
keadilan. Dalam usaha menentukan klaim normative mengenai pmbagian pendapatan dan
kesejahteraan, seseorang mesti memiliki philosofi politik melebihi pertimbangan ekonomi
semata-mata. Kedua, ekonomi menyediakan kerangka didalam mana pembahasan mengenai
keadilan dapat dilakukan. Para ekonom telah memperlihatkan bahwa jika kondisi-kondisi
untuk adanya pasar yang kompetitif memuaskan, hasil yang diperoleh adalah efisiensi pareto.
Sama juga, tiap hasil dari effisiensi pareto dapat dikembangkan dari distribusi asset lebih dulu
yang menimbulkan kondisi kompetetif.7
Ketiga, norma-norma dalam masyarakat lahir secara bersamaan dari ketertiban yang
damai. Kontrol yang artifisial oleh hukum diatas ketertiban yang spontan adalah tidak tepat.
Mereka yang menganut paham ini tidak percaya bahwa insentif dapat mengontrol hukum dan
ekonomi.8
Apa yang diperbuat oleh hukum terhadap ilmu ekonomi? Sebagian besar Sarjana
Hukum mungkin akan menyatakan tidak ada. Namun kalau pertanyaan dirubah menjadi :
"Apa yang diperbuat hukum dalam bidang ekonomi?" Sebagian besar Sarjana Hukum akan
menjawab : "Sangat banyak".
Hukum tentang Hak Milik dan kontrak memungkinkan orang berdagang barang dan
jasa. Hukum Perlindungan Konsumen membatasi par. a pedagang menghasilkan produksinya.
Hukum Perburuhan mengatur pasar tenaga kerja. Hukum Persaingan Usaha menambah
persaingan dan melarang monopoli. Perbuatan Melawan Hukum memberikan perlindungan
kepada mereka dan hak milikya dari perbuatan semena-mena dan tidak sah, dan banyak lagi
contoh lain.
Economic Analysis of Law mencakup 1. Transactions Cost Economy yang
mengevaluasi efisiensi peraturan hukum yang sebagian besar berkenaan dengan hukum
privat. 2. Institusi Ekonomi Baru. Institusi dalam konteks ini tidak berarti organisasi seperti
perusahaan, pemerintah atau bank. Institusi berarti tindakan manusia, termasuk peraturan
hukum formal, kebiasaan informal, tradisi dan aturan sosial. 3. Teori "Public Choice", yang
berkaitan dengan proses pembuatan keputusan yang demokratis dengan menggunakan
metode micro economic dan perdagangannya. Teori "Public Choice" typically mempelajari
bagaimana koalisi pemilik mayoritas terbentuk dan suara diperdagangkan di dewan
legislative dan pemilikan, dan gejala of"rent seeking" .
2
aturan. Misalnya, usaha negara industri mengurangi emisi carbon dioxcida dalam masalah
pemanasan global. Ekonom mungkin memandang tenaga nuklir adalah efisient dalam
mengurangi emisi. Namun pemerintah mengenyampingkan pemakaian tenaga nuklir dengan
alasan moral atau alasan yang emosional, paling tidak akan diketahui biaya ekonomi dari
keputusan moral.
3
memberikan kompensasi kepada mereka yang menjalani keadaan buruk akibat perubahan
tersebut. Kaldor Hiks Efficiency tidak mensyaratkan semua orang yang mengalami
keburukan harus diberi kompensasi. Hanya perolehan yang dibuat pemenang harus cukup
memberi kompensasi kepada yang kalah.
Pada tahun 1997 Autralia mengharuskan monopoli Perusahaan Telekomunikasi yang
dikuasai negara. Banyak karyawan yang diberhentikan dan penerimaan negara berkurang.
Namun masyarakat konsumen diuntungkan dengan masuknya pemain baru di bidang
Telekomunikasi, manfaatnya lebih besar dari kerugian negara.
Posner menyatakan Hakim dalam sistem Common Law cenderung berpihak kepada
perbuatan peraturan yang efisien. Hakim Common Law dibatasi oleh lingkup dari kasus yang
dihadapinya. Tugas Hakim Common Law adalah memulihkan kedudukan para pihak agar
tidak melawan hukum. Dengan perkataan lain "a common law judge dispenses rectificatory
justice and not distributive justice. This means that the court can only grant compensatory
damages".
Bila A menabrak mobil B karena kesalahan A, maka Hakim akan memutuskan A
mengganti kerugian B dan ongkosnya. Hakim tidak akan memutus tambahan ganti rugi,
seperti akibat kelakuan pribadi A atau tingkat pendapatan A atau B. Common Law sebagai
aturan umum tidak mengizinkan Hakim memutuskan ganti rugi atas keuntungan yang tidak
diperoleh tabrakan mobil tersebut (punitive damages). "Punitive damages are sums awarded
to the plaintiff, in addition to the plaintiff actual loss, as a way of punishing the defendant or
deterring the defendant from future wrong doing".
di dalam ketentuan tersebut tersirat falsafah pajak di Indonesia. Pajak harus berdasarkan
undang-undang karena pajak akan menyentuh hak rakyat atau keadilan rakyat dan digunakan
untuk kepentingan penyelenggaraan negara serta kesejahteraan rakyat sendiri.
Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak harus dipikirkan dengan
menggunakan Economic Analysis of Law. Penggunaan Economic Analysis of Law adalah
menghitung mana yang lebih untung bagi negara melahirkan suatu undang-undang yang
bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi menimbulkan dampak adanya
inkonsistensi peraturan sebelumnya.
Agar RUU Pengampunan Pajak memenuhi landasan filosofis, yuridis, sosiologis dan
bisa dilaksanakan serta tidak ditinjau kembali oleh Mahkamah Konstitusi, ada beberapa
susbtansi yang perlu mendapat catatan, sebagai berikut:
1. Pada Naskah Akademik (NA) dinyatakan pengampunan pajak bukanlah sesuatu hal
yang baru di Indonesia sudah pernah dilakukan pada tahun 1964,1984 dan 2008.
Namun demikian dalam NA tersebut tidak disebutkan dasar hukum dan efektifitas
pelaksanaan pengampuan pajak.
4
2.RUU Pengampunan Pajak harus dapat memastikan akan menambah wajib pajak baru.
Fakta selama ini terjadi penghindaran kewajiban para wajib pajak terus-menerus,
upaya mengejar para wajib pajak oleh otoritas pajak Indonesia belum efektif.
3.Sinkronisasi dengan UU Perbankan, agar otoritas pajak dapat mengakses kerahasiaan
perbankan sehingga dapat menambah wajib pajak. UU Pengampuan Pajak agar
efektif membutuhkan regulasi yang mendukung, seperti . keterbukaan informasi di
dalam negeri dari sistem perbankan dan ketersediaan data dari otoritas pajak berbagai
negara di luar negeri terhadap keberadaan aset WNI. Jika otoritas pajak Indonesia
tidak bisa mendapatkan informasi keberadaan aset-aset WNI di luar negeri, otomatis
penerimaan pajak tidak akan bertambah, sehingga pembiayaan pembangunan akan
mengandalkan utang luar negeri yang akan terus semakin membesar.
4.Tax amnesty, tidak boleh mencederai rasa keadilan. Pengampunan pajak tidak boleh
hanya berlaku bagi orang kaya tapi para pengusaha UKM. Dengan ikut serta tax
amnesty, para pengusaha UKM yang kebanyakan berasal dari sektor informal bisa
masuk ke sistem ekonomi formal untuk kemudian bisa mengakses pembiayaan dari
perbankan.
5.Tax Amnesty harus bersifat jangka panjang. Pemerintah tidak boleh fokus pada
capaian-capaian, tetapi juga pada proses dan penguatan sistem perpajakan di
Indonesia.
6.Pada bab III tentang tarif dan tata cara menghitung uang tebusan ditentukan antara
lain sebesar 2%-6% dan 1%-3% untuk harta yang ada di luar negeri dan akan dibawa
ke Indonesia. Perlu diperjelas apa yang menjadi dasar menentukan besaran tersebut
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis, sosiologis dan yuridis.
7.Setelah ketentuan tentang tarif dan tata cara menghitung uang tebusan, tidak ada
ketentuan tentang tata cara pembayaran uang tebusan.
8.Pada bab V Pasal 12 tentang perlakuan atas harta yang dialihkan dari luar wilayah RI ke
dalam wilayah RI harus melalui Bank Persepsi. Bagaimana jika tidak mau
melakukan pengalihan melalui Bank Persepsi? Selanjutnya pada Pasal 13 ayat (4),
mengapa ada pembatasan bentuk investasi lain.
9.Pasal 15 menyebutkan bahwa data dan informasi yang terdapat dalam suatu
Permohonan Pengampunan Pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan,
penyidikan dan/atau penuntutan terhadap Wajib Pajak. Mengapa ada ketentuan yang
melakukan pembatasan tersebut.
10.Pasal 17 tentang balik nama ayat (2) menyebutkan tentang ...dua belah pihak
Perlu ada penjelasan lebih lanjut tentang yang dimaksud dua belah pihak.
11.Pada bab IV tentang Tata Cara Pemberian Pengampunan Pajak, pada ayat (3) huruf d
dan e, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya pengalihan harta dan kesanggupan
mengalihkan harta
12.Pada bab IX tentang Manajemen Data dan Informasi Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3)
ada frasa ..."pihak lain", harus diperjelas frase tersebut, siapa yang dimaksud pihak
lain.
13.Pasal 23 merupakan imunitas pegawai Kementerian Keuangan,karena tidak dapat
dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan atau dituntut secara perdata dan pidana
apabila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai undang-
undang. Permasalahannya, bagaimana mengukur adanya itikad baik. Ketentuan ini
bertentangan dengan persamaan di depan hukum bagi setiap warga negara.
14.Pasal 24 menyebutkan Menteri melakukan perencanaan, pelaksanaan, koordinasi dan
evaluasi pengampunan pajak. Bagaimana mekanisme pelaksanaan ketentuan tersebut.
5
15.Bab XII Pasal 25, sengketa terkait UU ini hanya dapat diselesaikan sengketa perdata
dan melalui badan peradilan pajak. Mengapa hanya melalui Badan Peradilan Pajak,
apakah itu sesuai dengan kompetensi absolut Badan Peradilan Pajak.
16.Bab XIII, Pasal 26 mengamanatkan ada 8 yang harus diatur dalam bentuk peraturan
pelaksana berupa peraturan menteri.Mengapa harus diatur dalam peraturan menteri,
apakah tidak bisa menjadi bagian dari undang-undang ini.
17.Dalam RUU Pengampunan Pajak ini tidak mengatur tentang sanksi, bagaimana
menjamin efektifitas pelaksanaannya jika tidak ada sanksi, sedangkan dalam
ketentuan RUU ini ada yang berupa kewajiban dan keharusan.
Akhirnya, agar RUU Pengampunan Pajak ini dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien serta dapat mewujudkan tujuan dibentuknya undang-undang ini maka perlu dilakukan
harmonisasi dan sinkronisasi dengan undang-undang yang lain. Dalam proses
pembahasannya harus mengkritisi baik yang tertuang dalam naskah akademik maupun batang
tubuh rancangan undang-undang. Pendekatan economyc analysis of law merupakan
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkritisi subtansi RUU ini.