1. Pendahuluan
Makalah ini membahas analisis perkembangan aspek kognitif menurut ahli ilmu jiwa.
Sebagai pengantar kognitif menurut para ahli jiwa aliran kognitivis adalah tingkah
laku seseorang/anak itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci mengenai perkembangan kognitif sesuai
dengan pendapat para tokoh psikolog yang telah melakukan penelitian-penelitian
berharga. Tentu dalam penulisan ini banyak kekurangan di sana sininya, maka dari
itu kami sangat terbuka untuk menerima masukan dari rekan-rekan terutama tutor
pembimbing. Akhirnya kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kejanggalan.
Contoh : Gerakan refleks menghisap pada bayi, ada gerakan otot pada pipi dan bibir
yang menimbulkan gerakan menghisap.
a) Asimilasi
Integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah
lengkap pada organism. Asimilasi terjadi ketika individu menggunakan informasi
baru ke dalam pengetahuan mendalam yang sudah ada.
Contoh : Seorang bayi yang menghisap puting susu ibunya atau dot botol susu, akan
melakukan tindakan yang sama (menghisap) terhadap semua objek baru.
b) Akomodasi
c) Equilibrasi
Untuk mencontoh lebih lanjut ketiga proses ini maka kita katakanlah seorang siswa
yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan. Jika gurunya memperkenalkan prinsip-
prinsip perkalian maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan yang
sudah ada di benak siswa dengan prinsip perkalian sebagai informasi baru, inilah
yang disebut asimilasi. Jika siswa ini diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini
disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian prinsip perkalian tersebut
dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar siswa tersebut dapat terus
mengembangkan dan menambah ilmu tapi sekaligus menjaga stabilitas mental
dalam dirinya, diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang disebut
equilibrasi, proses penyeimbangan antara dunia luar dan dunia dalam.[6]
Untuk lebih detailnya di bawah ini akan dijelaskan satu persatu dari tahap-tahap
perkebangan kognitif tersebut, yaitu:[7]
Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah
mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational thought), yakni
suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 sampai 12
tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Pada
tahap ini anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotesis. Pada masa ini,
anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi sesuatu
yang abstrak.
Di samping itu, pada tahap ini remaja juga sudah mampu berpikir secara sistematis,
mampu memikirkan semua kemungkinan secara sistematis untuk memecahkan
suatu permasalahan. Sebuah mobil yang tiba-tiba mogok misalnya, bagi anak yang
berada pada tahap kongkrit operasional segera diambil kesimpulan bahwa bensinnya
habis. Ia hanya menghubungkan sebab-akibat dalam satu rangkaian saja. Lain
halnya dengan remaja, ia bisa mimikirkan beberapa kemungkinan yang
menyebabkan mobil itu mogok, seperti mungkin businya mati, mungkin platinanya
atau kemungkinan-kemungkinan lain yang memberikan dasar bagi pemikirannya.
Dalam suatu percobaan, Piaget memperlihatkan kepada anak dua gelas berisi cairan
yang sama tingginya. Kepada anak ditanyakan, apakan kedua gelas itu berisi jumlah
cairan yang sama? Anak menjawab sama. Kemudian, kepada anak diminta untuk
membuang sendiri salah satu isi dari kedua gelas itu ke gelas lain yang lebih pendek
dan lebih besar. Mana yang lebih baik banyak isi gelasnya, gelas yang pertama atau
gelas yang kedua? Anak menjawab bahwa cairan pada gelas semula lebih tinggi. Di
sisi terlihat bahwa kemampuan anak kurang dari usia 7 tahun yang terpusat hanya
pada satu dimensi persepsi saja.
Berfikir operasional konkret dapat dibalik, inversi dan reciprocity, yang digunakan
secara bebas. Dua macam berpikir terbalik menjadi terkoordinasikan dalam berpikir
formal. Beberapa struktur penting yang melndasi selama konstruksi opersi formal
antara lain berpikir hipotesisdeduktif, yaitu kemampuan berpikir tentang hipotesis
seperti kondisi yang sebenarnya dan kemampuan untuk menyimpulkan berdasarkan
premis-premis hipotesis. Dua isi kognitif pertama yang berkembang selma tahap
operasi kombinasi, dan skema opersi formal adalh proporsional atau opersi
komnbinasi, dan skema opersi formal, seperti proporsi dan propability,lebih cepat
ditutup seperti berpikir keilmuan. Operasi formal tudaj begitu abstrak bila
dibandingkan dengan berfikir proporsional . Menurut Kohnstan, inteligensi itu dapat
dikembangka, namun sebatas kualitasnya, yaitu pengembangan itu hnya sampai
pada batas kemampuan saja, terbatas pada segi peningkatan mutu inteligensi[10],
dan cara-cara berfikir secara metodis.
1. Memilih materi yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan
tingkat perkembangan dan pengetahuan di masa lalu.
2. Kemudian memberikan situasi pembelajaran yang bermakna.
Oleh sebab itulah untuk menghasilkan belajar bermakna para guru hendaknya
merancang pembelajaran dan pengembangan program pembelajaran dan menggali
terus menerus konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik dan membantu
memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
[14]
Dalam aplikasinya dalam proses pembelajaran Ausubel sebagaimana dikutip Suciati
dan Irawan menuntut siswa belajar secara deduktif (dari umum ke khusus). Secara
umum, teori ini dapat direalisasikan pada proses belajar melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efesien dan efektif
jika anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan
lingkungan yang mendukung, dalam bidang seseorang yang lebih mampu, guru atau
orang dewasa.
1. Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah: (1) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (2)
mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media,
evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3)
menentukan fokus observasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen)
observasi, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
2. Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses
pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal
yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5)
menentukan teknik pelaksanaan observasi.
3. Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas kembali
tujuan pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati
bersama, (4) mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat
menyalahkan, (6) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (7)
penyimpulan, (8) hindari saran secara langsung, dan (9) merumuskan kembali
kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.[25]
Maka dari itu sudah barang tentu pengetahuan dan keterampilan untuk
mengeksplorasi kebutuhan-kebutuhan peserta didik sangat membantu tercapainya
tujuan proses pembelajaran. Belajar efektif adalah dambaan setiap guru, tapi setiap
guru belum tentu mampu secara optimal dalam penggunaan pendekatan kepada
peserta didik sesuai dengan teori yang ada. Ada kalaanya seorang guru masih
nyaman dan bertahan terhadap model pembelajaran konservatif, sementara
kebutuhan untuk terampil dalam menciptakan belajar yang variatif sudah menjadi
keharusan. Dengan demikian salah satu hal yang paling penting dari layanan klinis
ini adalah kemampuan menganalisis aspek perkembangan kognitif para peserta
didik.
Dengan mengetahui inti dari teori kognitif yang dikembangkan oleh para tokoh
kognitif, misalnya Piaget, Ausubel, Bruner, Vygotsky sangat menunjang para guru
dalam merumuskan, merencanakan, membelajarkan dan mengevaluasi para peserta
didik, sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan bermakna. Maka dari itu
supervisi klinis sangat penting dilakukan untuk mengembangkan potensi para guru.
H. Studi Kasus
Kasus tentang perkembangan kognitif ini terjadi pada siswa kelas IX SMP N.1
Lima Puluh kabupaten Batu Bara yang berjumlah 32 siswa. Selama melakukan
kegiatan pembelajaran diketahui 7 siswa (22 %) memiliki perkembangan kognitif
yang tinggi, 15 siswa (47 %) memiliki perkembangan kognitif sedang dan 10 siswa
(31 %) yang lain memiliki tingkat perkembangan kognitif yang rendah.
Sebagai klinis dari kasus di atas saya sebagai guru PAI di kelas tersebut dalam
melakukanKBM dengan menggunakan metode diskusi dalam model jigsaw. Dimana
siswa yang berbeda tingkat perkembangan kognitifnya dibagi dalam beberapa
kelompok sehingga masing-masing kelompok memiliki perkembangan kognitif yang
berbeda-beda. Dengan dilakukan metode seperti ini siswa yang tingkat
perkembangan kognitifnya lebih tinggi dapat menjadi tutor sebaya /membimbing
dikelompoknya masing-masing.
Setelah dilakukan klinis di atas ternyata dapat disimpulkan bahwa siswa lebih
termotivasi untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya hasil belajar siswa sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya.
I. Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang
cukup penting bagi pendidik maupun orangtua. Perkembangan kognitif pada anak
merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya.
Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat
dipahami semua pihak melalui oleh para tokoh-tokoh Bruner, Ausubel dan Vygotsky.
Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta didik, pendidik dapat
mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan
usia mereka masing-masing, sehingga pendidik dapat menerapkan ilmu yang sesuai
dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik.
Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya
kita sebagai para pendidik harus memahami tentang perkembangan kognitif agar
cara pengajaran kita sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak.
Silk Orchid
Pengetahuan Itu Perlu
Gaelik Skotlandia
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika pengatur kemajuan (belajar)
atau advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.
Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua
isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli
psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah pengatur lanjut (advance
organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna.
Selanjutnya dikatakan bahwa pengatur lanjut itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi
merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci
keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh
siswa.
Dalam proses pembelajaran bermakna ini pun ada tiga faktor yang memiliki pengaruh,
yaitu struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-
arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses
interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang jelas
akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil,
meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya
dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan
pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh
siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis
disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
Untuk menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip-prinsip dan
konsep-konsep yang perlu kita perhatikan, yaitu :
1. Pengatur awal
Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari dan menolong mereka
untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan untuk membantu
menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat dianggap sebagai pertolongan mental
dan disajikan sebelum materi baru.
2. Diferensiasi progresif
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi konsep.
Pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum diperkenalkan
terlebih dulu, baru kemudian hal-hal yang lebih khusus dan detail dari konsep tersebut.
Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai
unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan lebih inklusif.
4. Penyesuaian integratif
Dalam mengajar, bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan
juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep
superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dihubungkan dan
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang
tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah
terjadi lupa.
Jean Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang mempunyai kontribusi besar
dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual anak. Dalam rangka memahami proses dan
tingkat perkembangan intelektual anak ini Piaget telah melakukan observasi bertahun-tahun sejak
tahun 1920-an terhadap perkembangan intelektual yang terjadi pada anak-anak. Ia mulai melakukan
observasi dan interview pada tiga orang anaknya, kemudian anak-anak lain dan para remaja melalui
berbagai pemberian tugas intelektual, kemudian mencatat jawaban-jawaban yang diperolehnya.
Melalui penelitian yang ekstensif akhirnya secara detail Piaget dapat menggambarkan teori proses
perkembangan intelektual yang terjadi pada anak mulai dari bayi sampai remaja.
2. Perkembangan genetika dalam organisme tertentu tidak seluruhnya dipengaruhi oleh sifat-sifat
keturunan dan tidak terjadi karena perubahan lingkungan, tetapi sangat dipengaruhi oleh proses
interaksi antara organisme dengan lingkungan.
3. Kecerdasan adalah proses adaptasi dengan lingkungan dan membentuk struktur kognitif yang
diperlukan dalam mengadakan penyesuaian dengan lingkungan.
5. Fungsi perkembangan intelektual adalah menghasilkan stuktur kognitif yang kuat yang
memungkinkan individu bertindak atas lingkungannya dengan luwes dan dengan berbagai macam
cara.
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah
ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika
gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan
(yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang
disebut asimilasi.
b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi
soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru
dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
Menurut Piaget perkembangan kognitif anak dibagi menjadi empat tahap, yaitu Tahap
sensori motorik, praoperasional, operasional konkret, dan opersional formal.
Pada tahap ini anak mengatur sensorinya (inderanya) dan tindakan-tindakannya. Pada awal periode
ini anak tidak mempunyai konsepsi tentang benda-benda secara permanen. Artinya anak belum
dapat mengenal dan menemukan objek, benda apapun yang tidak dilihat, tidak disentuh atau tidak
didengar. Benda-benda tersebut dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya ada di tempat lain.
Anak sudah dapat memahami objek-objek secara sempurna, sudah dapat mencari benda yang
dibutuhkannya walaupun ia tidak melihatnya. Sudah memiliki kemampuan berbahasa (dengan kata-
kata pendek).
Anak sudah mulai melakukan operasi dan berpikir rasional, mampu mengambil keputusan secara
logis yang bersifat konkret, mampu mepertimbangkan dua aspek misalnya bentuk dan ukuran.
Adanya keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat
dan penalarannya logis dan bersifat tidak abstrak (tidak membayangkan persamaan aljabar).
Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Mereka dapat
membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotetis, atau dalil-dalil dan
penalaran yang benar-benar abstrak. Tiga sifat pemikiran remaja pada tahap operasional formal:
a. Remaja berfikir lebih abstrak daripada anak-anak. Para pemikir operasional formal, misalnya dapat
memecahkan persamaan-persamaan aljabar yang abstrak.
b. Remaja sering berfikir tentang yang mungkin. Mereka berfikir tentang ciri-ciri ideal diri mereka sendiri,
orang lain, dan dunia.
c. Remaja mulai berfikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rancana untuk memecahkan
masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan masalah ini diberi
nama deduksi hipotetis.
Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi
Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943. Teori Gestalt ini memandang belajar adalah
proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku
seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana
tingkah laku tersebut terjadi. Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling
penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut. Oleh
karena itu, teori belajar Gestalt ini disebut teori insight.
Proses belajar yang menggunakan insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Suryabrata, 1990) :
Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan
berlaku secara berlangsung.
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat
belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang
dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-
program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada
setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari
tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur
atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini
Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
1. tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
2. tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
3. evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .
Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu:
4. motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan guru untuk memotivasinya.
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup
dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
2. Pemahaman (menginterpretasikan),
Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu
faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif
yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai
pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar
secara kelompok.
Teori belajar cognitive field menitikberatkan perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial,
karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang
bersifat psikologis, yang disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana
individu bereaksi, misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material
yang dihadapi.
Jadi, tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari dalam diri
individu, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun yang berasal dari luar individu, seperti
tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Menurut teori ini, belajar itu berlangsung sebagai akibat
dari perubahan dalam struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil pertemuan dari dua kekuatan, yaitu yang berasal
dari struktur medan kognitif itu sendiri dan yang lainnya berasal dari kebutuhan dan motivasi internal
individu. Dengan demikian, peranan motivasi jauh lebih penting daripada reward atau hadiah.
a. Pengetahuan ( Knowledge ) ialah kemapuan untuk menghafal, mengingat atau mengulangi informasi
yang pernah diberikan. Contoh, Sebutkan lima bagian utama kamera 35 mm.
c. Aplikasi ( Application ) ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada situasi
baru. Contoh, pilih ekspose 3 kamera untuk pengambilan gambar yang berbeda.
d. Analisis ( Analysis ) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai bagian-
bagian serta hubungannya. Contoh, Bandingkan cara kerja dua kamera 35 mm yang memiliki model
yang berbeda.
e. Sintesis ( Synthesis ) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk
satu pola pemikiran yang baru. Contoh, Susunlah urutan fotografi untuk 6 objek.
f. Evaluasi ( evaluation ) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan. Contoh, buatlah penilaian terhadap kualitas slide yang dihasilkan dalam lomba, dengan 4
urutan penilaian.
Teori Vygotsky merupakan teori yang lebih mengacu pada kontruktivisme. Karena ia lebih
menekan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Konsep teori perkembangan kognitif vygotsky
terdapat pada tiga hal:
c) mediasi
John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri
dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan
satu sama lain.
Penjelasan :
John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa
sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak
mempunyai kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108). Apabila belajar siswa tergantung
pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar siswa akan menjadi lebih menyenangkan
dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di
samping itu kurikulum yang diajarkan harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan
dengan baik dan memiliki hasil maksimal.
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950: 89-90, dalam Dwi Siswoyo
dkk, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna
pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.
Seperti telah diuraikan di muka bahwa dalam teori konstruktivisme disebutkan bahwa permasalahan
muncul dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa sendiri, hal ini dapat dikatakan bahwa
dalam pendidikan ada keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi dan siswa
tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang dimiliki. Selain itu dari teori kognitif yang
menegaskan pengalaman sebagai landasan pembelajaran juga sangat relevan.
John Dewey tidak hanya mengembangkan teori konstruktivistik yang terangkum dalam teori
kognitif tetapi juga mengembangkan teori perkembangan moral peserta didik. John Dewey membagi
perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan, yaitu tahap premoral atau preconventional, tahap
conventional, dan tahap autonomous (Dwi Siswoyo dkk, 2011). Selanjutnya John Dewey (Dwi
Siswoyo dkk, 2011) menjelaskan beberapa tahapan yang dikemukakan, yaitu:
a. Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima nilai dengan sedikit kritis berdasarkan kepada
kriteria kelompoknya.
c. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal
pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya
dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar adalah
serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.