Anda di halaman 1dari 20

About

ANALISIS ASPEK PERKEMBANGAN


KOGNITIF DAN KAITANNYA DENGAN
KLINIS PEMBELAJARAN
Posted on April 25, 2014 by khairaniauliya Tinggalkan komentar

ANALISIS ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KAITANNYA


DENGAN KLINIS PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan
Makalah ini membahas analisis perkembangan aspek kognitif menurut ahli ilmu jiwa.
Sebagai pengantar kognitif menurut para ahli jiwa aliran kognitivis adalah tingkah
laku seseorang/anak itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer


sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup
semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan
dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan,
pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk
kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan
afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.

Selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci mengenai perkembangan kognitif sesuai
dengan pendapat para tokoh psikolog yang telah melakukan penelitian-penelitian
berharga. Tentu dalam penulisan ini banyak kekurangan di sana sininya, maka dari
itu kami sangat terbuka untuk menerima masukan dari rekan-rekan terutama tutor
pembimbing. Akhirnya kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kejanggalan.

1. Karakteristik Aspek Perkembagan Kognitif


Kognitif adalah kemampuan berpikir pada manusia. Menurut Terman kemampuan
kognitif adalah kemampuan berpikir abstrak. Sedangkan Colvin menyatakan
kemampuan kognitif adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Sementara Hunt menyatakan kemampuan kognitif merupakan kemampuan
memproses informasi yang diperoleh melalui indera. Sedangkan Gardner
menyatakan kemampuan kognitif adalah kemampuan menciptakan karya.
Selain dari pada itu para ahli psikologi juga berpendapat bahwa perkembangan
kemampuan berpikir manusia tumbuh bersama dengan pertambahan usia manusia.
Sebagai ahli psikologi lainnya berpandangan bahwa perkembangan berpikir manusia
dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana manusia hidup. Kemampuan berpikir
manusia juga turut mempengaruhi kemampuan bahasa manusia sebab bahasa
merupakan alat berpikir manusia.

Teori perkembangan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif


merupakan sesuatu yang fundamental dalam membimbing tingkah laku anak.
Kemampuan kognitif menjadikan anak sebagai individu yang secara aktif
membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.

Perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kemampuan mental dan fisik


untuk mengetahui objek tertentu, memasukkan informasi ke dalam pikiran,
mengubah pengetahuan yang telah ada dengan informasi yang baru diperoleh, dan
perubahan tahapan-tahapan berpikir. Di antara ahli psikologi yang banyak
membicarakan perkembangan kognitif adalah Piaget, Ausubel, Brunner, dan
Vigotsky. Di bawah ini akan dibicarakan secara singkat satu persatu dari pendapat
tokoh ini.[1]

1. Pandangan Piaget tentang perkembangan Kognitif


Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1986 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah seorang
ahli sejarah yang mengkhususkan diri di bidang sejarah literatur abad pertengahan.
Piaget pada awalnya tertarik pada biologi, dan ketika ia berusia 11 tahun, dia
memublikasikan artikel satu halaman tentang burung pipit albino yang dilihatnya di
taman. Antara usia lima belas dan delapan belas tahun, dia memublikasikan
sejumlah artikel tentang kerang. Piaget mencatat bahwa karena publikasinya banyaj,
di ditawari posisi kurator koleksi kerang di Museum Genewa saat di masih duduk di
bangku sekolah menengah. Hal ini menunjukkan Pieget adalah orang yang cukup
diperhitungkan sebagai calon ilmuan masa depan. Adapun nalurinya terhadap biologi
sebetulnya tetap hidup sampai hayatnya dan tampak jelas bahwa dalam setiap
tulisannya banyak membicarakan biologi. Sementara Piaget mendapat Ph.D di
bidang biologi saat masih berumur 21 tahun, dan sampai usia 30 tahun dia telah
mempublikasikan lebih dari 20 paper, terutama tentang kerang-kerang dan beberap
topik lainnya.[2]
Pieget tertarik dan berbicara tentang inteligensi anak di awali ketika dapat tawaran
di Binet Testing Laboratory di Paris, di mana dia ikut membantu menyusun standar
tes kecerdasan. Pada akhirnya setelah beberapa tahun bekerja di Laboratorium ini
dia menyadari bahwa inteligensi (kecerdasan) tidak dapat disamakan denegan
sejumlah soal tes yang di jawab dengan benar. Menurut Piaget, pertanyaan
mendasarnya adalah mengapa beberapa anak mampu menjawab beberapa
pertanyaan secara benar dan lainnya tidak, atau mengapa seorang anak dapat
menjawab sebagian soal dengan benar dan salah untuk sebagian soal lainnya.
Sehingga Pieget mulai mencari-cari variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja tes
anak. Pencariannya menghasilkan pendapat tentang inteligensi yang tidak kalah
pentingnya dengan pandangan Freud.

Adapun puncak pemikirannya di mulai semenjak meninggalkan laboratorium Binet


dan menjadi direktur riset di Jean-Jacquess Tousseau Institute di Genewa Swiss, di
mana dia bisa melakukan penelitian tersendiri dengan menggunakan metode sendiri.
Jika dilihat dari latar belakang pendidikan formalnya dia bukanlah seorang psikolog
tetapi pemikiran dan karyanya dalam psikologi anak sangat penting. Hal ini yang di
ulas lebih lanjut, bagaimana pendapat Pieget tentang perkembangan kognitif.[3]
Konsep Piaget Tentang Teori Kognitif
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-
kejadian disekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-
objek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek social seperti diri,
orang tua dan teman.[4] Pada pandangan Piaget, kemampuan atau perkembangan
kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan system nervous dan
pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan
lingkungannya.
Piaget berpendapat, karena manusia secara genetik sama dan mempunyai
pengalaman yang hampir sama, mereka dapat diharapkan untuk sungguh-sungguh
memperlihatkan keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka. Oleh karena
itu, dia mengembangkan empat tahap tingkatan perkembangan kognitif yang akan
terjadi selama masa kanak-kanak sampai remaja, yaitu sensori motor (0-2 tahun)
dan praoperasional (2-7 tahun). Yang akan kita bicarakan untuk masa kanak-kanak
adalah dua tahap ini lebih dahulu, sedangkan dua tahap yang lain, yaitu operasional
konkret (7-11 tahun) dan operasional formal (11-dewasa), akan kita bicarakan pada
masa awal pubertas dan masa remaja.

Struktur yang Mendasari Pola-pola Tingkah Laku yang Terorganisir[5]


1. Skema (struktur kognitif)
Adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai pengalaman. Atau
suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan
masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai
tantangan dan jenis situasi.

Contoh : Gerakan refleks menghisap pada bayi, ada gerakan otot pada pipi dan bibir
yang menimbulkan gerakan menghisap.

2. Adaptasi (struktur fungsional)


Piaget menggunakan istilah ini untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan
individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Piaget yakin
bahwa bayi manusia ketika dilahirkan telah dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan
dan juga kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Menurut Piaget, ada tiga proses adaptasi yaitu:

a) Asimilasi

Integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah
lengkap pada organism. Asimilasi terjadi ketika individu menggunakan informasi
baru ke dalam pengetahuan mendalam yang sudah ada.

Contoh : Seorang bayi yang menghisap puting susu ibunya atau dot botol susu, akan
melakukan tindakan yang sama (menghisap) terhadap semua objek baru.

b) Akomodasi

Menciptakan langkah baru atau memperbarui atau menggabung-gabungkan istilah


lama untuk menghadapi tantangan baru. Akomodasi kognitif berarti mengubah
struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan objek
stimulus eksternal.
Contoh : bayi melakukan tindakan yang sama terhadap ibu jarinya, yaitu menghisap.
Ini berarti bahwa bayi telah mengubah puting susu ibu menjadi ibu jari.

c) Equilibrasi

Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Untuk mencontoh lebih lanjut ketiga proses ini maka kita katakanlah seorang siswa
yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan. Jika gurunya memperkenalkan prinsip-
prinsip perkalian maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan yang
sudah ada di benak siswa dengan prinsip perkalian sebagai informasi baru, inilah
yang disebut asimilasi. Jika siswa ini diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini
disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian prinsip perkalian tersebut
dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar siswa tersebut dapat terus
mengembangkan dan menambah ilmu tapi sekaligus menjaga stabilitas mental
dalam dirinya, diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang disebut
equilibrasi, proses penyeimbangan antara dunia luar dan dunia dalam.[6]

Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif


Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau
periode-periode yang terus bertambah kompleks. Piaget juga menyakini bahwa
pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari
masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut
bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
(melalui asimilasi dan akomodasi dan equilibrasi) seperi yang telah dijelaskan
terlebih dahulu. Tahap-tahap pemikiran ini secara kualitatif berbeda pada setiap
individu. Demikian juga, corak pemikiran seorang anak pada satu tahap berbeda dari
corak pemikirannya pada tahap lain. Tahap-tahap perkembangan pemikiran ini
dibedakan Piaget atas empat tahap, yaitu:

Tahap sensoris-motorik berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira 2 tahun. Selama


tahap ini, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan pesat dalam
kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui
gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Dalam hal ini, bayi yang baru lahir
bukan saja menerima secara pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat-alat
indranya, melainkan juga aktif memberikan respons terhadap rangsangan tersebut,
yakini melalui gerak-gerak reflek.

Dengan berfungsinya alat-alat indra serta kemampuan melakukan gerakan-gerakan


motorik dalam bentuk refleks-refleks, bayi berada dalam keadaan siap untuk
mengadakan hubungsn dengan dunia sekitarnya. Jadi, pada permulaan tahap
sensoris-motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar refleks yang digunakan untuk
mengkoordinasikan pikirikan dengan tindakan. Pada akhir tahap ini, ketika anak
berusia sekitar 2 tahun, pola-pola sensoris-motoriknya semakin kompleks dan mulai
mengadopsi sesuai sistem simbol yang primitif. Misalnya, anak usia 2 tahun dapat
membayangkan sebuah mainan dan memanipulasinya dengan tangannya sebelum
mainan tersebut benar benar ada. Anak juga dapat menggunakan kata-kata
sederhana, seperti mamah melompat untuk menun jukan telah terjadinya
peristiwa sensoris-motorik ( Santrock, 1998 ). Tahap-tahap perkembangan menurut
Piaget ini diringkas dalam tabel berikut
Usia/Tahu
Tahap n Gambaran

Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif


pada saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman
tentang dunia melalui pengkoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan
Sensorimotor 02 tindakan fisik

Anak mulai mempresentasikan dunia dengan


kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan
adanya peningkatan pemikiran simbolis dan
melampaui hubungan informasi sensor dan
Preoperational 27 tindak fisik.

Pada saat ini anak dapat berfikir secara logis


mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan
Concrete mengklasifikasikan benda-benda kedalam
operational 7 11 bentuk-bentuk yang berbeda.

Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih


Formal operational 11 15 abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.

Untuk lebih detailnya di bawah ini akan dijelaskan satu persatu dari tahap-tahap
perkebangan kognitif tersebut, yaitu:[7]

Perkembangan Kognitif ( 0-2 tahun)


Selama tahap sensorik-motorik (0-2 tahun), bayi mulai menampilkan perilaku
reflektif, dengan melibatkan perilaku yang intelligan. Dengan demikian, kematangan
seseorang terjadi dari interaksi sosial dengan lingkungan (asimilasi dan akomodasi).
Perilaku sensorik-motorik menjadi tambah berbeda, sehingga konstruksi dan perilaku
progresif termasuk dalam kategori perilaku intensional. Bayi berkembang means-
end, perilaku pemecahan masalah.
Pada usia 2 tahun, anak secara mental telah dapat mengenali objek dan kegiatan,
dan dapat menerima solusi masalah sensorik-motorik. Berdasarkan skemata, pada
usia 2 tahun secara kualitatif dan kuantitatif telah dianggap superior untuk
berkembang menjadi anak muda. Pada usia 2 tahun perkembangan afektif sudah
mulai dapat dilihat, anak sudah mulai dapat dilihat,anak sudah mulai dapat
membedakan suka dan tidak suka. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap diri
anak

Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah
mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational thought), yakni
suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 sampai 12
tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Pada
tahap ini anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotesis. Pada masa ini,
anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi sesuatu
yang abstrak.

Di samping itu, pada tahap ini remaja juga sudah mampu berpikir secara sistematis,
mampu memikirkan semua kemungkinan secara sistematis untuk memecahkan
suatu permasalahan. Sebuah mobil yang tiba-tiba mogok misalnya, bagi anak yang
berada pada tahap kongkrit operasional segera diambil kesimpulan bahwa bensinnya
habis. Ia hanya menghubungkan sebab-akibat dalam satu rangkaian saja. Lain
halnya dengan remaja, ia bisa mimikirkan beberapa kemungkinan yang
menyebabkan mobil itu mogok, seperti mungkin businya mati, mungkin platinanya
atau kemungkinan-kemungkinan lain yang memberikan dasar bagi pemikirannya.

Subtahap Prakonseptual (27 tahun)


Selama tahap praoperasional (2-7 tahun),perilaku intelektual bergeak dari tigkat
sensorik motorik menuju ketingkat konseptual. Pada tahap ini terjadi perkembangan
yang cepat dari keterampilan representasional termasuk di dalamnya kemampuan
berbahasa, yang menyertai perkembangan konseptual secara cepat dari proses ini.
Perkembangan bahasa lisan tidak berguna untuk mengembangkan proses berpikir.
Pikiran yang dimiliki anak masih egosentris, dan belum mampumengembangkan
untuk hal lain. Mereka yakin bahwa apa yang mereka pikirkan adalah benar

Dalam masalah konservasi mereka tidak menyadari bahwa transformasi mengarah


ke pusat aspek perseptual dari setiap masalah. Pada usia 7 tahun, mereka sudah
mulai dapat berpikir pra logis atau semi logis. Konflik yang terjadi antara persepsi
dan pemikiran secara umum dipecahkan kembali kedalm persepsi. Perkembangan
bahasa dan representasi akan menunjang perkembangan berikutnya dari perilaku
sosial. Perasaan moral dan pemikiran moral akan tampak (muncul). Anak anak mulai
berpikir tentang peraturan dan hukum, tetapi mereka belum mengembangkan
konsep tersebut secara intensional. Secara kualitatif, pemikiran dari anak
praoperasional memiliki keuntungan dari pemikiran anak sensorik- motorik.[8]
Kemunculan pemikiran simbolis pada subtahap praoperasional ini dianggap sebagai
pencapaian kognitif yang paling penting. Melalui pemikiran simbolis, anak-anak
prasekolah dapat mengorganisir dan memproses apa yang mereka ketahui. Anak
akan dapat dengan mudah mengingat kembali dan membandingkan objek-objek dan
pengalaman-pengalaman yang telah diperolehnya jika objek dan pengalaman
tersebut mempunyai nama dan konsep yang dapat menggambarkan
karakteristiknya. Simbol-simbol juga membantu anak-anak mengkomunikasikan
kepada orang lain tentang apa yang mereka ketahui, sekalipun dalam situasi yang
jauh berbeda dengan pengalamannya sendiri.

Komunikasi yang didasarkan atas pengalaman pribadi akan membatu perkembangan


hubungan sosial di antara anak-anak. Di samping itu, komunikasi juga membantu
perkembangan konitif apabila seorang anak dibiarkan belajar dari pengalaman orang
lain. Singkatnya, komunikasi memungkinkan individu untuk belajar dari simbol-
simbol yang diperoleh melalui pengalaman orang lain.

Dengan demikian, subtahap prakonseptual, kemunculan fungsi simbolis ditunjukkan


dengan perkembangan bahasa yang cepat, permainan imajinatif dan peningkatan
dalam peniruan. Percepatan perkembangan bahasa dalam fase prakonseptual
dianggap sebagai hasil perkembangan simbolisasi. Ketika penggunaan simbol
dimulai, maka terjadi peningkatan dalam kemampuan memecahkan masalah dan
belajar kata-kata lain.

Subtahap Intuitif (7-11 tahun)


Tahap opersional konkret anak (7-11 tahun) berkembang dengan menggunakan
berpikir logis. Ank-anak dapat memecahkan masalah konversi dan masalah yang
konkret. Dua reversibilitas, inversi dan reciprocity, digunakan
secara independent dalam berpikir. Selama tahun tersebut, operasi secara logis dan
klasifikasi berkembang. Anak-anak dapat berpikir secara logis, tetapi belum mampu
menerapkan secara logis masalh hipotetik dan abstrak. Perkembangan efektif utama
seama tahap opersional konkret adalah konversi persaan. Perkembangan tersebut
merupakan instrumental dalam meningkatkan regulasi dan stabilitas berpikir efektif.
Dengan kata lain dapat dinyatakan konstruksi konsep muncul dari intensional dan
mengizinkan anak-anak untuk meyakini bahwa motif akan mampu membuat
keputusan moral.[9]
Karakteristik lain dari pemikiran praoperasional adalah pemusatan perhatian pada
satu dimensi dan mengesampingkan dimensi yang lain. Karakteristik ini diistilahkan
Piaget dangan centration (pemusatan). Pemusatan terlihat jelas pada anak yang
kekurangan konservasi (conservation), yaitu kemampuan untuk memahami sifat-sifat
atau aspek-aspek tertentu dari suatu objek atau stimulus tetap tidak berubah ketika
aspek-aspek lain mengalami perubahan.

Dalam suatu percobaan, Piaget memperlihatkan kepada anak dua gelas berisi cairan
yang sama tingginya. Kepada anak ditanyakan, apakan kedua gelas itu berisi jumlah
cairan yang sama? Anak menjawab sama. Kemudian, kepada anak diminta untuk
membuang sendiri salah satu isi dari kedua gelas itu ke gelas lain yang lebih pendek
dan lebih besar. Mana yang lebih baik banyak isi gelasnya, gelas yang pertama atau
gelas yang kedua? Anak menjawab bahwa cairan pada gelas semula lebih tinggi. Di
sisi terlihat bahwa kemampuan anak kurang dari usia 7 tahun yang terpusat hanya
pada satu dimensi persepsi saja.

Perkembangan kognitif dari anak-anak praoperasional juga ditunjukan dengan


serangkaian pertanyaan yang diajukan nya, yang tidak jarang orang dewasa merasa
kebingungan untuk menjawabnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut memberi
petunjuk akan perkembangan mental mereka dan cerminkan rasa keingintahuan
intelektual, serta menandai munculnya minat anak-anak akan penalaran.

Perkembangan Kognitif (11-15 tahun)


Selama tahap op[erasional formal (11-15 tahun), struktur kognitif menjadi matang
secara kualitas, anak mulai dapat menerapkan operasi secara konkret untuk semua
masalah yang dihadapi didalam kelas. Anak dapat menerapkan berfikir logis dalam
masalah hipotesis yang berkaitan dengan masa yang akan datang. Anak-anak
dengan operasi formal dapat beroperasi dengan logika dari kebebsan argumen dari
isinya. Seara logis benar-benar isediakan kepada anak sebagai alat berfikir. Selama
puber, berfikir formal secara esensial ditandai oleh egosentris. Pada masa puber,
individu mencoba mengembalikan semua perilaku pemikiran adalah logis dan dia
mengalami kesulitan koordinasidengan dunia yang dihadapi.Emergensi perasaan
idealistik formasi personal berlanjut sebagai permulaan masa puber untuk
beradaptasi terhadap dirinya untuk dunia dewasa.

Berfikir operasional konkret dapat dibalik, inversi dan reciprocity, yang digunakan
secara bebas. Dua macam berpikir terbalik menjadi terkoordinasikan dalam berpikir
formal. Beberapa struktur penting yang melndasi selama konstruksi opersi formal
antara lain berpikir hipotesisdeduktif, yaitu kemampuan berpikir tentang hipotesis
seperti kondisi yang sebenarnya dan kemampuan untuk menyimpulkan berdasarkan
premis-premis hipotesis. Dua isi kognitif pertama yang berkembang selma tahap
operasi kombinasi, dan skema opersi formal adalh proporsional atau opersi
komnbinasi, dan skema opersi formal, seperti proporsi dan propability,lebih cepat
ditutup seperti berpikir keilmuan. Operasi formal tudaj begitu abstrak bila
dibandingkan dengan berfikir proporsional . Menurut Kohnstan, inteligensi itu dapat
dikembangka, namun sebatas kualitasnya, yaitu pengembangan itu hnya sampai
pada batas kemampuan saja, terbatas pada segi peningkatan mutu inteligensi[10],
dan cara-cara berfikir secara metodis.

1. Pandangan Ausubel tentang perkembangan Kognitif


David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Inilah yang membedakan
Ausubel dari teoriwan-teoriwan lainnya yang hanya berlatar belakang psikologi,
tetapi teori-teori mereka diterjemahkan dari dunia psikologi ke dalam penerapan
pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada belajar bermakna.[11]
Inti dari teori Ausubel tentang belajar aadalah belajar bermakna, berbagai materi
yang dipelajari diasimilasikan secara tidak sewenang-wenang dan harus
berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya.
Belajar bermakna ini merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.[12] Faktor
yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui
siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian. Pertanyaan inilah yang menjadi inti dari
teori belajar Ausubel. Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru
atau informasi baru harus dikaiktan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam
sturuktur kongitif.[13]
Dari teori Ausubel ini, setidaknya ada dua cara yang merupakan persyaratan untuk
membuat pelajaran jadi bermakna, yaitu:

1. Memilih materi yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan
tingkat perkembangan dan pengetahuan di masa lalu.
2. Kemudian memberikan situasi pembelajaran yang bermakna.
Oleh sebab itulah untuk menghasilkan belajar bermakna para guru hendaknya
merancang pembelajaran dan pengembangan program pembelajaran dan menggali
terus menerus konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik dan membantu
memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
[14]
Dalam aplikasinya dalam proses pembelajaran Ausubel sebagaimana dikutip Suciati
dan Irawan menuntut siswa belajar secara deduktif (dari umum ke khusus). Secara
umum, teori ini dapat direalisasikan pada proses belajar melalui langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan instruksional.


2. Mengukur persiapan peserta didik seperti minat, kemampuan, dan struktur
kognitifnya melalui tes awal, interview, review, pertanyaan-pertanyaan dan
teknik-teknik yang lain.
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam sebuah bentuk penyajian
konsep-konsep kunci.
4. Mengindentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi.
5. Menyajikan padangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari.
6. Membuat serta menerapkan advance organizers, dengan cara membuat
rangkuman terhadap materi yang baru diberikan dan dilengkapi dengan
uraian singkat untuk mengaitkan relevansi materi yang sudah diberikan
dengan materi yang akan diberikan.
7. Membelajarkan para siswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip
yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan yang terjalin antara
konsep-konsep yang ada.
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.[15]
Sementara prasyarat-prasyarat menurut Ausubel dalam belajar bermakna
sebagaimana disebutkan Wilis, adalah sebagai berikut:

1. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial.


2. Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan
belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna.[16]

1. Pandangan Brunner tentang perkembangan Kognitif


Dalam penelitian-penelitian Brunner, ia berpendapat bahwa ada 6 pokok penting
yang harus dipahami dalam perkembangan kognitif, yaitu:

1. Perkembangan intelektual ditandai dengan meningkatnya variasi respon


terhadap stimulus.
2. Pertumbuhan tergantung kepada perkembangan intelektual dan sistem
pengolahan informasi yang dapat digambarkan.
3. Perkembangan intelektual memerlukan peningkatan kecakapan untuk
mengatakan pada dirinya sendiri dan orang lain melalui kata-kata atau
simbol.
4. Interaksi guru dan siswa sangat penting dalam perkembangan kognitif.
5. Bahasa jadi kunci perkembangan kognitif.
6. Pertumbuhan kognitif ditandai oleh semakin meningkatnya kemampuan
menyelesaikan berbagai alternatif secara simultan.[17]
Nah, Burnner merekomendasikan teorinya dengan istilah free discovery learning.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika para guru
memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan suatu aturan, termasuk konsep,
teori, definisi, dan sebagainya. Hal mungkin dilakukan dengan memberi contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.[18] Artinya siswa diberi kesempatan
sesuai tahapan-tahapan atau sesuai dengan tingkah lakunya. Adapun tahapan
tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Tahapan Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Pengetahuan diperoleh melalui respon-respon motorik. Dalam


tahap ini anak mulai memahami lingkungannya melalui
gerakan aksi. Bisa saja anak membolak-balik buku seakan-
akan membacanya, mulai memahami gambar atau bentuk-
Tahap bentuk disekitarnya. Mereka juga mulai memahami perilaku
enactive yang disukai atau tidak disukai.

Tahap ini pengetahuan mulai lebih banyak atau didominasi


melalui gambaran imajinatif, dengan kata lain anak akan
membawa informasi melalui alam imajinasinya. Seumpama,
anak melihat gambar manusia, berdasarkan pengamatannya
manusia memiliki bagian-bagian tubuh. Nah informasi ini akan
di bawa ke dalam alam imajinasinya, sehingga ia mendapat
gambaran visual yang jelas tentang manusia tersebut. Maka
dari itu Brunner menekankan tahap ini hendaknya anak
Tahap iconic dibelajarkan dengan bantuan gambar.

Adapun tahap ini pengetahuan lebih banyak berasal dari kata-


kata yang berubah-ubah, simbol matematika, dan simbol
sistem. Artinya tahap ini anak sudah memahami simbol,
sehing dapat juga memaknai secara tepat makna dari simbol
tersebut. Jadi Brunner mengatakan para anak akan belajar
Tahap dengan baik jika pembelajaran yang dilakukan bermakna dan
syimbolic relevan dengan hidup anak.
Dengan demikian Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui
partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka
dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksprimen-eksprimen
yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu.[19]

1. Pandangan Vigotsky tentang perkembangan Kognitif


Vygotsky adalah sarjana Hukum alumni dari Universitas Moskow pada tahun 1917,
kemudia dia melanjutkan studi tentang bidang filsafat, psikologi di Universitas yang
sama pada tahun 1925 dengan judul penelitian The Psychology of Art. Vygotsky
meninggal pada tahun 1934.[20]
Tentang perkembangan kognitif Vygotsky sangat menekankan pentingnya manfaat
lingkungan terutama dalam pembelajarannya. Lingkungan peserta didik siswa
meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dari lingkungan tersebut.
Orang lain merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan.
Pemerolehan pengetahuan peserta didik bermula dari lingkup sosial, antara orang,
dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi. Vygotsky
menekankan pada pentingnya hubungan antara indinvidu dan lingkungan sosial
yaitu interaksi merupakan faktor penting yang dapat memicu perkembangan kognitif
seseorang.

Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efesien dan efektif
jika anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan
lingkungan yang mendukung, dalam bidang seseorang yang lebih mampu, guru atau
orang dewasa.

Berkaitan dengan perkembangan kognitif, Vygotsky mengemukakan dua ide yang


cukup menarik. Pertama, bahwa perkembangan kognitif dapat dipahami hanya
dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman anak. Kedua, Vygotsky mempercayai
bahwa perkembangan kognitif bergantung pada sistem tanda (sign system) setiap
individu selalu berkembang. Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya
diciptakan untuk membuat seseorang berpikir, berkomunikasi, dan sistem
perhitungan.[21]
Ada tiga pokok yang perlu diketahui dalam perkembangan kognitif oleh Vygotsky,
yaitu:

1. Keahlian kognitif anak dapat dipahami jika dianalisis atau diintepretasikan


secara developmental(dengan cara memeriksa asal usul dan transformasinya
dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya).
2. Kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa dan bentuk diskursus
yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan
mentransformasikan aktivitas mental.
3. Kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar
belakang sosiokultural.[22]

1. Analisis Aspek Perkembangan Kognitif dan Kaitannya dengan Klinis


Pembelajaran
Klinis pembelajaran adalah bantuan professional kesejawatan kepada guru yang
mengalami masalah dalam pembelajaran agar yang bersangkutan dapat mengatasi
masalahnya dengan menempuh langkah yang sistematis, dimulai dari tahap
perencanaan, pengamatan guru mangajar, analisis perilaku, dan tindak lanjut. Klinis
pembelajaran adalah proses bantuan atau terapi professional yang berfokus pada
upaya perbaikan pembelajaran melalui proses siklikal yang sistematis dimulai dari
perencanaan, pengamatan dan analisis yang intensif terhadap penampilan guru
dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.[23]
Istilah klinis (clinical) mengandung maksud bahwa dalam pelaksanaan supervisi
hubungan berlangsung secara tatap muka (face to face) antara guru dengan
supervisor dan difokuskan pada perilaku aktual guru di depan kelas. Kata klinis juga
mengandung arti berkenaan dengan penyakit, seorang supervisor dalam
melaksanakan layanan supervisi klinis, ibarat seorang dokter yang sedang
mengobati pasiennya. Didahului dengan datangnya pasien, kemudian dokter
menanyakan keluhan apa saja yang dirasakan untuk mengetahui sebab-sebab dan
jenis penyakit yang diderita, kemudian setelah mendapatkan kepastian dari proses
diagnosis baru dokter memberikan obatnya. Hal yang terpenting dari analogi dengan
pengobatan penyakit adalah bahwa supervisi klinis menghendaki inisiatif datang dari
guru, untuk penyembuhan suatu aspek tertentu yang jelas, dan memang sangat
dibutuhkan oleh guru itu sendiri.
Menurut Sahertian, ada beberapa faktor yang mendorong dikembangkannya
supervise klinis antara lain:

1. Supervisi pada realitanya dilaksanakan seperti evaluasi semata, sehingga


pihak yang disupervisi merasa diadili dan dicari kesalahannya. Hal ini
menyebabkan supervisi tidak disukai bahkan ditolak.
2. Supervisi dilaksanakan atas dasar kebutuhan atau keinginan supervisor tampa
memperhatikan kebutuhan pihak yang disupervisi. Dengan demikian guru
atau pihak yang disupervisi seakan-akan sebagai manusia tampa potensi
yang harus dibentuk secara paksa sesuai dengan pola-pola yang diinginkan
supervisor.
3. Aspek-aspek yang dinilai terlalu umum, sukar sekali untuk mendiskripsikan
tingkah laku guru yang paling mendasar seperti mereka rasakan karena
diagnosisnya tidak mendalam dan sangat bersifat umum dan abstrak.
4. Umpan balik yang diperoleh dari hasil pendekatan bersifat member arahan,
petunjuk, instruksi, tidak menyentuh masalah manusia yang terdalam yang
dirasakan guru-guru hanya bersifat di permukaan.
5. Tidak diciptakannya hubungan identifikasi dan analisis diri sehingga guru
dapat melihat konsep dirinya.
6. Melalui diagnosis dan analisis diri sendiri guru dapat menemukan diri.
Ia sadar akan kemampuan dirinya dan selanjutnya dengan kesadaran itu,
akan timbul motivasi untuk memperbaiki diri. Praktek-praktek supervise yang
tidak manusiawi itu menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaa supervise.
Itulah sebabnya perlunya dilaksanakan supervise klinis.[24]
Sementara tujuan dari klinis pembelajaran ini atau sering disebut dengan supervisi
klinis adala sebagai berikut:

1. Memberikan bantuan dalam mengembangkan potensi diri guru dan karyawan


agar dapat berkembang secara optimal demi tercapainya tujuan kegiatan
belajar mengajar.
2. Memberikan bantuan bagi guru dalam melakukan pengelolaan kelas agar
tercapai tujuan pembelajaran dan pelaksanaan ulangan harian yang dilakukan
guru.
3. Memberikan bantuan bagi guru pengelola kegiatan ekstrakurikuler dalam
mengembangkan potensi dirinya agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
4. Memberikan bantuan bagi staf dan karyawan pengelola administrasi dan
sarana prasarana pendidikan dalam mengembangkan potensi dirinya agar
tercapai tujuan pendidikan.
5. Memberikan bantuan bagi wali kelas dalam mengorganisasi pembinaan kelas
dan administrasi kelas, agar pelayanan kepada siswa dapat optimal.
Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga
tahap berikut :

1. Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah: (1) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (2)
mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media,
evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3)
menentukan fokus observasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen)
observasi, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
2. Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses
pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal
yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5)
menentukan teknik pelaksanaan observasi.
3. Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas kembali
tujuan pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati
bersama, (4) mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat
menyalahkan, (6) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (7)
penyimpulan, (8) hindari saran secara langsung, dan (9) merumuskan kembali
kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.[25]
Maka dari itu sudah barang tentu pengetahuan dan keterampilan untuk
mengeksplorasi kebutuhan-kebutuhan peserta didik sangat membantu tercapainya
tujuan proses pembelajaran. Belajar efektif adalah dambaan setiap guru, tapi setiap
guru belum tentu mampu secara optimal dalam penggunaan pendekatan kepada
peserta didik sesuai dengan teori yang ada. Ada kalaanya seorang guru masih
nyaman dan bertahan terhadap model pembelajaran konservatif, sementara
kebutuhan untuk terampil dalam menciptakan belajar yang variatif sudah menjadi
keharusan. Dengan demikian salah satu hal yang paling penting dari layanan klinis
ini adalah kemampuan menganalisis aspek perkembangan kognitif para peserta
didik.

Dengan mengetahui inti dari teori kognitif yang dikembangkan oleh para tokoh
kognitif, misalnya Piaget, Ausubel, Bruner, Vygotsky sangat menunjang para guru
dalam merumuskan, merencanakan, membelajarkan dan mengevaluasi para peserta
didik, sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan bermakna. Maka dari itu
supervisi klinis sangat penting dilakukan untuk mengembangkan potensi para guru.

Banyak guru yang mengalami masalah/kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran


pada mata pelajaran yang diampunya. Kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh
karakteristik mata pelajaran sehingga sulit dipahami guru atau kesulitan dalam
aspek-aspek teknis metodologis sehingga bahan ajar kurang dipahami peserta didik.
Supervisi klinis yang dilakukan pengawas sekolah kepada guru merupakan salah
satu upaya membantu guru untuk mengatasi masalah yang dialaminya dalam
rangka memperbaiki kualitas pembelajaran. Ada tiga tahap kegiatan yang dilakukan
dalam supervisi klinis yakni tahap pertemuan awal, tahap pengamatan guru
mengajar, serta tahap analisis hasil pengamatan dan tindak-lanjutnya.

Supervisi klinis dapat diartikan sebagai bantuan profesional kesejawatan yang


diberikan kepada guru yang mengalami masalah dalam pembelajaran agar guru
yang bersangkutan dapat mengatasi masalahnya dengan menempuh langkah yang
sistematis mencakup tahap perencanaan, tahap pengamatan perilaku guru
mengajar, serta tahap analisis perilaku dan tindak lanjut. Indikator keberhasilan
pelaksanaan supervisi klinis adalah: (a) meningkatnya kemampuan guru dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran, (b) kualitas
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru menjadi lebih baik sehingga diharapkan
akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajar yang dicapai siswa, dan (c)
terjalinnya hubungan kolegial antara pengawas sekolah dengan guru dalam
memecahkan masalah pembelajaran serta tugas-tugas profesinya.

H. Studi Kasus
Kasus tentang perkembangan kognitif ini terjadi pada siswa kelas IX SMP N.1
Lima Puluh kabupaten Batu Bara yang berjumlah 32 siswa. Selama melakukan
kegiatan pembelajaran diketahui 7 siswa (22 %) memiliki perkembangan kognitif
yang tinggi, 15 siswa (47 %) memiliki perkembangan kognitif sedang dan 10 siswa
(31 %) yang lain memiliki tingkat perkembangan kognitif yang rendah.
Sebagai klinis dari kasus di atas saya sebagai guru PAI di kelas tersebut dalam
melakukanKBM dengan menggunakan metode diskusi dalam model jigsaw. Dimana
siswa yang berbeda tingkat perkembangan kognitifnya dibagi dalam beberapa
kelompok sehingga masing-masing kelompok memiliki perkembangan kognitif yang
berbeda-beda. Dengan dilakukan metode seperti ini siswa yang tingkat
perkembangan kognitifnya lebih tinggi dapat menjadi tutor sebaya /membimbing
dikelompoknya masing-masing.

Setelah dilakukan klinis di atas ternyata dapat disimpulkan bahwa siswa lebih
termotivasi untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar. Hal ini terbukti dengan
meningkatnya hasil belajar siswa sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya.

I. Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang
cukup penting bagi pendidik maupun orangtua. Perkembangan kognitif pada anak
merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya.

Dalam memahami perkembangan kognitif, harus mengetahui proses perkembangan


kognitif tersebut. Perkembangan kognitif dapat dikaji dengan menggunakan dua cara
yaitu dengan pendekatan tentang tahapan-tahapan perkembangan kognitif yang
dijelaskan oleh Piaget dan dengan caran system pemprosesan informasi. Pada teori
pemprosesan informasi lebih menekankan bagaimana proses-proses terjadinya
perkembangan kognitif, tetapi pada teori Piaget membagi proses tersebut ke dalam
berbagai tahapan.

Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat
dipahami semua pihak melalui oleh para tokoh-tokoh Bruner, Ausubel dan Vygotsky.
Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta didik, pendidik dapat
mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan
usia mereka masing-masing, sehingga pendidik dapat menerapkan ilmu yang sesuai
dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik.

Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya
kita sebagai para pendidik harus memahami tentang perkembangan kognitif agar
cara pengajaran kita sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak.
Silk Orchid
Pengetahuan Itu Perlu
Gaelik Skotlandia

Diberdayakan oleh Terjemahan

Jumat, 06 Desember 2013

Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli

1. Teori Belajar Kognitif Menurut Ausubel


Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil
latihan atau pengalaman. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar
terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Pembelajaran adalah
sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat oleh siswa. Pembelajaran pada hakekatnya adalah
suatu proses interaksi antara anak dengan lingkungannnya baik antar anak dengan anak, anak
dengan sumber belajar, maupun anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi
bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi
anak. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam
melaksanakan kegiatan belajar, demi mencapai hasil belajar yang memuaskan. Pembelajaran akan
mempunyai arti apabila antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama memiliki
keterkaitan. Inilah teori David P. Ausubel, pembelajaran bermakna, seorang ahli psikologi pendidikan.
Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan
mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan
dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut
benar-benar terserap olehnya.

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika pengatur kemajuan (belajar)
atau advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.
Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua
isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli
psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah pengatur lanjut (advance
organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna.
Selanjutnya dikatakan bahwa pengatur lanjut itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi
merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci
keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh
siswa.

Dalam proses pembelajaran bermakna ini pun ada tiga faktor yang memiliki pengaruh,
yaitu struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-
arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses
interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang jelas
akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil,
meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.

Menurut Ausubel tipe belajar ada tiga, yaitu:

1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya
dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan
pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada.

2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh
siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.

3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis
disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.

Untuk menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, ada beberapa prinsip-prinsip dan
konsep-konsep yang perlu kita perhatikan, yaitu :

1. Pengatur awal

Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari dan menolong mereka
untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan untuk membantu
menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat dianggap sebagai pertolongan mental
dan disajikan sebelum materi baru.

2. Diferensiasi progresif

Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi konsep.
Pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum diperkenalkan
terlebih dulu, baru kemudian hal-hal yang lebih khusus dan detail dari konsep tersebut.

3. Belajar super ordinat

Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai
unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan lebih inklusif.

4. Penyesuaian integratif

Dalam mengajar, bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan
juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep
superordinat. Kita harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dihubungkan dan
dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang
tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.

Menurut Ausubel ada tiga kebaikan dari pembelajaran bermakna, yaitu:

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.

2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah
terjadi lupa.

2. Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget

Jean Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang mempunyai kontribusi besar
dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual anak. Dalam rangka memahami proses dan
tingkat perkembangan intelektual anak ini Piaget telah melakukan observasi bertahun-tahun sejak
tahun 1920-an terhadap perkembangan intelektual yang terjadi pada anak-anak. Ia mulai melakukan
observasi dan interview pada tiga orang anaknya, kemudian anak-anak lain dan para remaja melalui
berbagai pemberian tugas intelektual, kemudian mencatat jawaban-jawaban yang diperolehnya.
Melalui penelitian yang ekstensif akhirnya secara detail Piaget dapat menggambarkan teori proses
perkembangan intelektual yang terjadi pada anak mulai dari bayi sampai remaja.

Prinsip-prinsip teori perkembangan intelektual adalah sebagai berikut :

1. Teori perkembangan intelektual bertujuan untuk menjelaskan mekanisme proses perkembangan


individu mulai dari masa bayi, anak-anak sampai menjadi individu yang dewasa yang mampu
bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis.

2. Perkembangan genetika dalam organisme tertentu tidak seluruhnya dipengaruhi oleh sifat-sifat
keturunan dan tidak terjadi karena perubahan lingkungan, tetapi sangat dipengaruhi oleh proses
interaksi antara organisme dengan lingkungan.

3. Kecerdasan adalah proses adaptasi dengan lingkungan dan membentuk struktur kognitif yang
diperlukan dalam mengadakan penyesuaian dengan lingkungan.

4. Hasil perkembangan intelektual adalah kemampuan berpikir operasi formal.

5. Fungsi perkembangan intelektual adalah menghasilkan stuktur kognitif yang kuat yang
memungkinkan individu bertindak atas lingkungannya dengan luwes dan dengan berbagai macam
cara.

6. Faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual adalah lingkungan fisik, kematangan,


pengaruh sosial dan proses pengaturan diri (ekuilibrium).

Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah
ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika
gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan
(yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang
disebut asimilasi.

b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi
soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru
dan spesifik itu yang disebut akomodasi.

c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.


Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang
bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan
antara dunia dalam dan dunia luar.

Menurut Piaget perkembangan kognitif anak dibagi menjadi empat tahap, yaitu Tahap
sensori motorik, praoperasional, operasional konkret, dan opersional formal.

1. Tahap sensori motorik (0-2 tahun)

Pada tahap ini anak mengatur sensorinya (inderanya) dan tindakan-tindakannya. Pada awal periode
ini anak tidak mempunyai konsepsi tentang benda-benda secara permanen. Artinya anak belum
dapat mengenal dan menemukan objek, benda apapun yang tidak dilihat, tidak disentuh atau tidak
didengar. Benda-benda tersebut dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya ada di tempat lain.

2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Anak sudah dapat memahami objek-objek secara sempurna, sudah dapat mencari benda yang
dibutuhkannya walaupun ia tidak melihatnya. Sudah memiliki kemampuan berbahasa (dengan kata-
kata pendek).

3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Anak sudah mulai melakukan operasi dan berpikir rasional, mampu mengambil keputusan secara
logis yang bersifat konkret, mampu mepertimbangkan dua aspek misalnya bentuk dan ukuran.
Adanya keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat
dan penalarannya logis dan bersifat tidak abstrak (tidak membayangkan persamaan aljabar).

4. Tahap Operasional Formal (11-15 tahun)

Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Mereka dapat
membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotetis, atau dalil-dalil dan
penalaran yang benar-benar abstrak. Tiga sifat pemikiran remaja pada tahap operasional formal:

a. Remaja berfikir lebih abstrak daripada anak-anak. Para pemikir operasional formal, misalnya dapat
memecahkan persamaan-persamaan aljabar yang abstrak.

b. Remaja sering berfikir tentang yang mungkin. Mereka berfikir tentang ciri-ciri ideal diri mereka sendiri,
orang lain, dan dunia.

c. Remaja mulai berfikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rancana untuk memecahkan
masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan masalah ini diberi
nama deduksi hipotetis.

3. Teori Belajar Kognitif Menurut Mex Wertheimenr

Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi
Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943. Teori Gestalt ini memandang belajar adalah
proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku
seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana
tingkah laku tersebut terjadi. Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling
penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut. Oleh
karena itu, teori belajar Gestalt ini disebut teori insight.
Proses belajar yang menggunakan insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Suryabrata, 1990) :

d. Insight tergantung pada kemampuan dasar.

e. Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan.

f. Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi.

g. Insight didahului dengan periode mencari dan mecoba-coba.

Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan
berlaku secara berlangsung.

4. Teori Belajar Kognitif Menurut Brunner

Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat
belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang
dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-
program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada
setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari
tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur
atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik
dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini
Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:

1. tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,

2. tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan

3. evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .
Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu:

1. mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan,

2. kesiapan (readiness) siswa untuk belajar,

3. nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi,

4. motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan guru untuk memotivasinya.

Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup
dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :

1. Pengetahuan (mengingat, menghafal),

2. Pemahaman (menginterpretasikan),

3. Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),

4. Analisis (menjabarkan suatu konsep),

5. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),

6. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).

Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu
faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif
yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai
pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar
secara kelompok.

5. Teori Belajar Cognitive Field ( Kurt Lewin )

Teori belajar cognitive field menitikberatkan perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial,
karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang
bersifat psikologis, yang disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana
individu bereaksi, misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material
yang dihadapi.

Jadi, tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari dalam diri
individu, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun yang berasal dari luar individu, seperti
tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Menurut teori ini, belajar itu berlangsung sebagai akibat
dari perubahan dalam struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil pertemuan dari dua kekuatan, yaitu yang berasal
dari struktur medan kognitif itu sendiri dan yang lainnya berasal dari kebutuhan dan motivasi internal
individu. Dengan demikian, peranan motivasi jauh lebih penting daripada reward atau hadiah.

6. Teori Belajar Benyamin S. Bloom

Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain kognitif. Taksonomi


adalah metode untuk membuat urutan pemikiran dari tahap dasar ke arah yang lebih tinggi dari
kegiatan mental, dengan enam tahap sebagai berikut :

a. Pengetahuan ( Knowledge ) ialah kemapuan untuk menghafal, mengingat atau mengulangi informasi
yang pernah diberikan. Contoh, Sebutkan lima bagian utama kamera 35 mm.

b. Pemahaman ( comprehension ) ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi


dengan menggunakan bahasa sendiri. Contoh, Uraikan 6 tahapan dalam mengisi film untuk kamera
35 mm.

c. Aplikasi ( Application ) ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada situasi
baru. Contoh, pilih ekspose 3 kamera untuk pengambilan gambar yang berbeda.

d. Analisis ( Analysis ) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai bagian-
bagian serta hubungannya. Contoh, Bandingkan cara kerja dua kamera 35 mm yang memiliki model
yang berbeda.

e. Sintesis ( Synthesis ) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk
satu pola pemikiran yang baru. Contoh, Susunlah urutan fotografi untuk 6 objek.

f. Evaluasi ( evaluation ) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan. Contoh, buatlah penilaian terhadap kualitas slide yang dihasilkan dalam lomba, dengan 4
urutan penilaian.

7. Teori belajar menurut Vygotsky

Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seorang seturut


dengan teori sciogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya
bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat skunder. Artinya, pengetahuan dan
pengembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber social di luar dirinya. Hal ini tidak berarti
bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan
pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka teori Vygotsky
sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan konstruktivisme.

Teori Vygotsky merupakan teori yang lebih mengacu pada kontruktivisme. Karena ia lebih
menekan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Konsep teori perkembangan kognitif vygotsky
terdapat pada tiga hal:

a) hukum genetic tentang perkembangan (genetic law of development)

b) zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)

c) mediasi

Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan


permasalahan, yaitu:

(1) Siswa mencapai keberhasilan dengan baik,

(2) Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,

(3) Siswa gagal meraih keberhasilan.


8. Teori Belajar John Dewey

John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri
dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan
satu sama lain.

Penjelasan :

John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa
sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak
mempunyai kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108). Apabila belajar siswa tergantung
pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar siswa akan menjadi lebih menyenangkan
dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di
samping itu kurikulum yang diajarkan harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan
dengan baik dan memiliki hasil maksimal.

John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950: 89-90, dalam Dwi Siswoyo
dkk, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna
pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.
Seperti telah diuraikan di muka bahwa dalam teori konstruktivisme disebutkan bahwa permasalahan
muncul dibangun dari rekonstruksi yang dilakukan oleh siswa sendiri, hal ini dapat dikatakan bahwa
dalam pendidikan ada keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi dan siswa
tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang dimiliki. Selain itu dari teori kognitif yang
menegaskan pengalaman sebagai landasan pembelajaran juga sangat relevan.

John Dewey tidak hanya mengembangkan teori konstruktivistik yang terangkum dalam teori
kognitif tetapi juga mengembangkan teori perkembangan moral peserta didik. John Dewey membagi
perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan, yaitu tahap premoral atau preconventional, tahap
conventional, dan tahap autonomous (Dwi Siswoyo dkk, 2011). Selanjutnya John Dewey (Dwi
Siswoyo dkk, 2011) menjelaskan beberapa tahapan yang dikemukakan, yaitu:

a. Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.

b. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima nilai dengan sedikit kritis berdasarkan kepada
kriteria kelompoknya.

c. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal
pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.

9. Teori Belajar Kognitif Menurut Kohler

Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya
dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar adalah
serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.

Anda mungkin juga menyukai