Anda di halaman 1dari 27

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Manifestasi Panas Bumi


Manifestasi panas bumi adalah gejala di permukaan yang merupakan ciri
terdapatnya potensi energi panas bumi. Manifestasi panasbumi bias berupa
sumber mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser ataupun
fumarole. Manifestasi panas bumi di permukaan diperkirakan terjadi karena
adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahan-
rekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke
permukaan.
Beberapa jenis manifestasi seperti geyser, sumber air panas dan fumarole
dapat digunakan sebagai sumber panas untuk pembangkit listrik. Namun,
kebanyakan sumber manifestasi panas bumi ini memiliki suhu di bawah 100 OC.
Sistem biner merupakan sistem yang dapat menghasilkan listrik dari sumber panas
dengan temperature rendah. Selain itu, pada sistem pembangkit biner, silus
berlangsung dengan tertutup sehingga fluida panas tidak langsung kontak dengan
sistem pembangkit. Dengan begitu, dampak kandungan beracun atau korosif pada
fludia sumber panas dapat dihindarkan dari sistem pembangkitan.

2.1.1 Manifestasi di Pulau Pantar, Nusa Tenggara Timur

1
Universitas Indonesia
Menurut PSDG terdapat manifestasi panas bumi di beberapa daerah di
pulau Pantar. Salah satunya yaitu air panas Beang Mata air panas yang berlokasi
di pinggir laut, pada lava basal, teluk Alitaki, sebelah tenggara daerah
penyelidikan, Desa Aramaba, Temperatur air panas 81,05 oC pada temperatur
udara 32,48 oC, debit 2 liter/detik, pH 6,03 dan daya hantar listrik 16500 S/cm.
Mata air panas muncul pada batuan lava basal, yang disekitarnya terdapat sinter
silika, air panas mengalir ke laut, setiap air laut pasang akan menutupi
pemunculan Air panasnya, air panas jernih, tidak berbau H2S, dan berasa sangat
asin.

2.2 Effisiensi
Hukum pertama termodinamika menyatan bahwa energy tidak dapat
diciptakan atau dihancurkan, tetapi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk
lainnya. Effisiensi pada hukum satu menyatakan effisiensi dalam bentuk termal.
Efisiensi hukum satu menyatakan efisiensi sebagai nilai kerja bersih yang
dihasilkan oleh sistem dibandingkan dengan kalor yang masuk ke sistem. Dengan
kata lain effisiensi merupakan rasio dari kuantitas energi. \
Hukum kedua efisiensi berbeda satu sama lain. Efisiensi hukum satu
berdasarkan pada prinsip kekekalan. Pada hukum kedua, terdapat adanya entropi
dan availability yang sifatnya tidak kekal. Dengan adanya irreversibility, entropi
dihasilkan dan availability dimusnahkan. Efek pembentukan diukur dengan
bertambahnya entropi , dan efek akhir diukur dengan irreversibility I. Oleh
karena itu, hukum kedua effisiensi mengukur adanya kerugian atau losses selama
proses berlangsung. Definisi dari effisiensi hukum kedua secara umum adalah:

Hukum kedua menekankan pada fakta bahwa bentuk dari kuantitas energi
yang sama bias saja memiliki nilai usefulness yang berbeda. Tidak seperti pada
hukum pertama efisiensi, effisiensi hukum kedua mengukur kerugian dalam kerja
selama proses berlangsung. Hukum kedua memerhatikan apa yang menjadi input
dana pa yang dihitung sebagai kehilangan. Sebagai contoh adalah analisis hukum-

2
Universitas Indonesia
kedua pada sebuah mesin kalor yang beroperasi di antara dua reservoir termal
pada TH dan TL. Untuk keadaan siklus aktual (reversibel) Wact =th,act.QH . jika
siklusnya adalah reversibel, maka:

[ ]
W rev =carnot .Q H = 1
TL
Q
TH H

Karena nilai kerja berguna dikaitkan dengan kerja shaft, dapat didefinisikan
effisiensi hukum kedua dari siklus adalah Wact/Wrev. Dengan begitu:

W act th ,act
II = = = th, act
W rev carnot
[ ]
1 L
T
TH

2.3 Eksergi
Eksergi merupakan energi yang dapat dimanfaatkan (available energy)
atau ukuran ketersediaan energi untuk melakukan kerja. Eksergi suatu sumber
daya memberikan indikasi seberapa besar kerja yang dapat dilakukan oleh sumber
daya tersebut pada suatu lingkungan tertentu. Konsep eksergi secara eksplisit
mermperlihatkan kegunaan (kualitas) suatu energi dan zat sebagai tambahan
selain apa yang dikonsumsi dalam tahapan-tahapan pengkonversiana tau transfer
energi. Salah satu kegunaan utama dair konsep eksegi adalah keseimbangan
eksergi dalam analisis sistem termal. Keseimbangan eksergi (analisis eksergi)
dapat dipandang sebagai pernyataan hukum energi degradasi. Analisis eksergi
adalah alat untuk identifikasi jenis, lokasi dan besarnya kerugian termal.
Identifikasi dan kualifikasi kerugian ini memungkinkan untuk evaluasi dan
perbaikan desain sistem termal.
Metode analisis eksergi dapat menunjukkan kualitas dan kuantitas
kerugian panas dan lokasi degradasi energi (mengukur dan mengidentifikasi
penyebab degradasi energi). Sebagian besar kasus ketidaksempurnaan
termodinamika tidak dapat dideteksi dengan analisis energi. Persamaan kerja
aktual dan kerja reversible sering diformulasikan dalam persamaan fungsi eksergi
untuk sebuah sistem terbuka dan sistem tertutup yang sampai saat ini dianggap
penting untuk menentukan kerja potensial dari sebuah sistem pada keadaan

3
Universitas Indonesia
tertentu menuju kesetimbangan dengan lingkungan sementara sejumlah kalor
yang dipindahkan merupakan satu-satunya interaksi dengan lingkungan.

2.4 Sistem Produksi Listrik dari Panas


Untuk sumber panas dengan suhu di bawah 150OC, jenis pembangkit yang
digunakan untuk menghasilkan listrik adalah jenis pembangkit biner. Pembangkit
jenis ini menggunakan fluida kerja dengan titik didih yang rendah dari sumber
panas yang bertemperatur rendah. Contohnya sistem pembangkit biner adalah
sistem Organic Rankine Cycle (ORC) dan Kalina Cycle. Sistem ORC
menggunakan fluida organic sebagai fluida kerjanya sedangkan siklus Kalina
menggunakan campuran ammonia dan air sebagai fluida kerjanya (DiPippo,
2008). Gambar di bawah adalah skema sederhana pembangkit listrik tenaga panas
bumi sistem biner

Gambar 2.2. Skema Sederhana dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Sistem Biner
(Sumber: Yari, 2009)

Pada diagram di atas dapat dilihat proses fluida panas dialirkan ke alat penukar
kalor untuk mengalirkan kalor untuk dapat menguapkan fluida kerja atau pada hal
ini disebut proses evaporasi. Setelah keluar dari alat penukar kalor, fluida panas
akan dialirkan kembali ke dalam bumi. Fluida kerja yang keluar dari alat penukar
kalor akan berubah fasa menjadi fasa uap jenuh yang kemudian dialirkan ke turbin
untuk menghasilkan energi. Fluida kerja mengalami ekspansi di turbin sehingga
energinya terkonversi menjadi energy kinetik yang digunakan untuk memutar

4
Universitas Indonesia
turbin. Perputaran turbin ini akan dikoneksikan menggunakan shaft yang
digunakan untuk memutar generator untuk menghasilkan energy listrik. Fluida
yang keluar dari turbin akan dikondensasikan dan dipompakan kembali ke dalam
evaporator. Proses termodinamis yang dialami oleh fluida kerja ditampilkan
dalam diagram Tekanan-Entalpi (diagram P-h) di bawah.

Gambar 2.2. Diagram Tekanan-Enthalpy untuk Pembangkit Listrik Sistem Biner


(Sumber: DiPippo, 2008)
Untuk sistem panas bumi dengan suhu rendah, pembangkitan listrik hanya
menghasilkan efisiensi hukum satu sebesar 5%-12%; bahkan effisiensi hukum dua
hanya berkisar 25%-50% Beberapa studi yang dilakukan untuk meningkatkan
effisiensi pembangkit biner, berfokus pada jenis fluida kerja ataupun kombinasi
dari fluida kerja yang digunakan (Campos, 2013).

Siklus biner sederhana memiliki effisiensi termal yang rendah karena


rendahnya perbedaan suhu antara sumber panas dan suhu pada heat sink (bagian
siklus melepas energi). Hal ini karena siklus termodinamik ideal yang bekerja
dengan suhu sumber panas TH dan suhu heat sink TL merupakan sebuah siklus
Carnot yang terdiri dari proses penambahan panas isothermal pada TH diikut oleh
proses ekspansi isentropik, pelepasan panas isothermal pada TL dan kompresi
isentropik untuk mengembalikan fluida ke kondisi semula. Effisiensi Carnot

5
Universitas Indonesia
merupakan maksimum effisiensi yang dimungkinkan dari siklus yang bekerja
pada dua rentang suhu. (DiPippo, 2008) Effisiensi Carnot sendiri didefinisikan
dengan:

[ ]
carnot = 1
TL
TH

2.4.1 Jenis Pembangkit Listrik Biner

2.4.1.1 Organic Rankine Cycle


Pada siklus ini, tekanan dari fluida kerja saat keluar dari kondensor
mencapai tekanan evaporator dengan bantuan pompa. Setelah melewati pre-heater
fluida kerja memasuki evaporator dalam fasa saturated liquid dan keluar dari
evaporator dalam fasa saturated vapor. Fluida kerja mendapatkan panas dari
fluida panas bumi di evaporator. Setelah dari evaporator, fluida kerja mengalami
ekspansi pada turbin ke tekanan condenser dan akhirnya didinginkan dengan
menggunakan air pendingin. Skema dari Organic Rankine Cycle dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

6
Universitas Indonesia
2.4.1.2 Dual-pressure Binary Cycle

Pada siklus dual-pressure binary cycle, terdapat dua evaporator yaitu High
Pressure Evaporator dan Low Pressure Evaporator. Pada siklus ini, fluida
keluaran condenser dengan fasa saturated liquid pada tekanan terendah dalam
siklus melewati LPFP (Low Pressure Feed Pump) sehingga tekanannya meningkat
menjadi tekanan medium pada siklus. Setelah itu, fluida kerja melewati LPPH
(Low Pressure Pre-Heater) dan mendapatkan panas dari fluida panas bumi, fluida
kerja keluar dari LPPH dengan fasa saturated liquid dengan tekanan medium.
Fluida keluaran LPPH dibagi menjadi dua aliran yaitu satu aliran memasuki HPFP
(High Pressure Feed Pump) dan satu lagi memasuki LPE (Low Pressure
Evaporator) dan keluar dari LPE dengan fasa saturated vapour dan tekanan
medium. Bagian dari fluida kerja yang tekanannya telah mencapai tekanan tinggi
untuk siklus setelah melewati HPFP, memasuki HPPH (High Pressure Pre-
Heater) dan HPE (High Pressure Evaporator). Fluida kerja dalam fasa saturated
vapour setelah melewati HPE. Kemudian, fluida kerja dengan tekanan tinggi
memasuki HPT (High Pressure Turbine) dan mengalami ekspansi. Fluida kerja
yang melewati HPT, dengan tekanan medium, digabungkan fluida kerja dari LPE
untuk mengalami ekspansi pada LPT (Low Pressure Turbine) ke tekanan
condenser. Berikut ini adalah skema untuk dual-pressure binary cycle

7
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
2.4.1.3 Dual-fluid Binary Cycle

Dual-fluid binary cycle, layaknya dual-pressure binary cycle, memiliki


dua pre-heater dan dua evaporator yang beroperasi pada tekanan tinggi dan
tekanan rendah. Siklus ini terdiri dari dua loop dan memiliki dua fluida kerja
dengan jenis yang berbeda. Fluida kerja yang biasa digunakan adalah isopentana
yang setelah melewati HPFP, memasuki HPPH dan HPE dengan fasa saturated
vapor pada siklus dengan tekanan lebih tinggi. Isopentana memasuki HPT untuk
mengalami ekspansi ke tekanan tertentu. Fluida keluaran HPT memasuki LPE dan
melepas panas ke fluida kerja kedua. Fluida kerja kedua yang umum digunakan
adalah isobutana. Isobutana memasuki LPE setelah melewati kondensor, LPFP
dan LPPH. Dengan begitu, isobutana memasuki LPT dengan fasa saturated vapor
dengan tekanan medium pada siklus dan mengalami ekspansi pada tekanan
kondensor. Gambar di bawah adalah skema untuk dual-fluid binary cycle:

9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
2.4.1.4 Kalina Binary Cycles

Pada siklus Kalina, campuran ammonia-air memasuki separator setelah


mendapatkan panas yg berasal dari fluida panas bumi di pre-heater dan
evaporator. Pada separator, campuran dengan fasa saturated vapor memasuki
turbin dan berekspansi menuju tekanan kondensor. Sementara itu, campuran
fluida dengan fasa saturated liquid, memasuki HTR (High Temperature
Recuperator) untuk melepaskan panas ke fluida keluaran LTR (Low Temperature
Recuperator). Setelah itu, campuran fluida yang telah melepas panas di HTR,
memasuki expansion valve dan bercampur dengan fluida keluaran turbin. Fluida
yang telah bercampur dimanfaatkan panasnya pada LTR untuk memanaskan
fluida keluaran kondensor. Berikut ini adalah skema dari siklus Kalina:

11
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
Untuk sumber panas dengan suhu di bawah 150OCSebelum perkembangannya di
abad ke-20, fluida geothermal hanya digunakan untuk penggunaan secara

13
Universitas Indonesia
langsung (direct use) seperti untuk mandi, mencuci dan memasak. Dewasa ini
pemanfaatan geothermal sangat beragam, baik untuk penggunaan secara tidak
langsung (indirect use) yakni pembangkitan listrik, dan keperluan lainnya di
sektor non-listrik seperti pemanasan ruangan, rumah kaca, tanah pertanian, dan
pengerngan hasil pertanian dan peternakan dan lainnya. (Nenny, 2011)
Pada awal mula perkembangannya, hanya fluida geothermal dengan suhu
tinggi (>225oC) yang digunakan untuk pembangkitan listrik, namun beberapa
dekade terakhir ini pemanfaatan fluida geothermal untuk membangkitakan listrik
dapat digunakan dengan fluida ber temperatur sedang (150-225oC) akibat
perkembangan teknologi. (Nenny, 2011)
Faktor-faktor yang ditinjau sebagai aspek kelayakan pembangkitan listrik
adalah sebagai berikut:
a) Memiliki sumberdaya kandungan panas atau cadangan yang besar
sehingga dapat memproduksi uap dalam jangka wktu yang lama, yakni
sekitar 25-30 tahun.
b) Fluida memiliki pH yang setidaknya mendekati netral agar fasilitas
produksi dapat berlangsung dengan baik tanpa terganggu akibat korosi.
Selain itu laju scaling akibat fluida geothermal relatif rendah.
c) Letak ke reservoir tidak terlalu dalam, tidak lebih dari 3 km.
d) Sumber daya panas bumi terdapat di daerah yang relatif tidak sulit dicapai.
e) Sumber daya panas bumi terletak pada daerah dengan kemungkinan terjadi
erupsi hidrotermal relatif rendah. Produksi fluida panas bumi dapat
memacu kemungkinan terjadinya erupsi hidrotermal.
Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) sama dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) hanya saja pada PLTU uap dibuat dengan
menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap dihasilkan langsung berasal dari
reservoir panas bumi. Fluida yang dapat dialirkan ke turbin ialah fluida dengan
fasa uap. Sedangkan apabila fluida yang keluar dari kepala sumur merupakan
fluida dua fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu harus dilakukan
proses pemisahan pada fluida yang biasa digunakan ialah separator, sehngga fasa
uap dapat masuk langsung ke turbin dan fasa cair akan diinjeksikan kembali ke
dalam reservoir melalui sumur reinjeksi.
Adapun jenis-jenis sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi
yang telah diterapkan sejauh ini ialah:
a) Direct dry steam
b) Single Flash Steam

14
Universitas Indonesia
c) Double Flash Steam
d) Binary Cycle

2.2.1 Siklus Uap Kering (Direct Dry Steam Cycle)


Siklus ini hanya dapat dilakukan jika fluida yang keluar dari kepala sumur
merupakan fluida satu fasa yakni fasa uap. Uap dapat dialirkan langsung ke turbin
seperti Gambar 2. Turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi
gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkanlah energi listrik. Skema
sederhana untuk proses dry-steam dapat dilihat pada gambar di bawah

Gambar 2. Skema sederhana untuk dry-steam plant (DiPippo, 2011)


Sistem konversi untuk fluida uap kering merupakan sistem konversi paling
sederhana dan paling murah. Uap dari turbin dapat dibuang ke atmosfir
(atmospheric exhaust turbine). Namun, idealnya uap akan dialirkan ke kondensor
dengan tekanan vakum. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan produksi energy
dari uap yang masuk ke turbin. Kondensor berguna untuk mengkondensasikan uap
yang keluar dari turbin. Kondesat ini nantinya akan digunakan untuk menjaga
sustainibility reservoir dengan cara menginjeksikannya kembali ke sumur
reinjeksi. Perbedaan siklus ini dari siklus lain yang paling mencolok ialah
hilangnya Particulate Remover dan Cyclone Separator. Skema kondisi
termodinamik yang terjadi pada proses siklus dry-steam dapat dilihat pada gambar
di bawah:

15
Universitas Indonesia
Gambar 3. Skema Termodinamik dalam Dry-Steam Plant. (DiPippo, 2011)

2.2.2 Single Flash System


Sistem ini merupakan system yang paling banyak digunakan dalam
industri pembangkitan energi menggunakan geothermal. Saat sumur geothermal
menghasilkan fluida dua fasa, single flash system merupakan system yang paling
sederhana untuk mengonversi geothermal menjadi energy listrik. Pada siklus ini,
fluida dipisahkan terlebih dahulu sebelum memasuki turbin melalui sebuah vessel
cyclone berbentuk silinder yang biasanya digunakan dengan posisi vertical. Dalam
vessel ini, fasa cair dan vasa uap dipisahkan berdasarkan perbedaan densitas
antara keduanya. Setelah dua fasa terpisah, fasa uap dialirkan ke turbin untuk
menghasilkan energy listrik. Gambar di bawah merupakan gambar skematik
sederhana dari suatu Single Flash System.

Gambar 3. Skema Sederhana Pembangkit Listrik Single Flash (DiPippo,2011)

16
Universitas Indonesia
Proses yang terjadi pada fluida geothermal paling baik dilihat dari kondisi
termodinamiknya yang digambarkan dengan diagram temperature sebagai ordinat
dan entrophy sebagai absisnya. Gambar di bawah adalah skema termodinamik
dalam diagram TS untuk kondisi-kondisi yang terjadi pada proses single flash.

Gambar 3. Skema Termodinamik dalam Proses Single Flash. (DiPippo, 2011)

2.2.3 Double Flash System


Sistem double-flash merupakan pengembangan dari proses single-flash
yang dapat menghasilkan 15-25% daya lebih besar dengan kondisi fluida
geothermal yang sama (DiPippo, 2011). Perbedaan sistem single flash dan double
flash terlektak pada penambahan proses flashing setelah proses flashing pertama.
Penambahan proses flashing pada sistem dapat bermacam-macam peletakannya.
Peletakan alat untuk flashing tambahan dilakukan dengan memertimbangkan
aspek termodinamik dan ekonomi, dengan tambahan pertimbangan kondisi fluida
seperti tekanan, suhu, kondisi kimia, lokasi produksi dan sumur reinjeksi,
topografi lapangan dan metode penanggulangan scaling.

17
Universitas Indonesia
Gambar 3. Skema Sederhana Pembangkit Listrik Double Flash (DiPippo,2011)
Berikut ini adalah skema termodinamik pada diagram TS dalam sistem double
flash.

Gambar 3. Skema Termodinamik dalam Proses Double Flash. (DiPippo, 2011)

2.2.4 Binary Cycle


Siklus Binary dalam pembangkit listrik tenaga panas bumi pada prinsip
termodinamikanya merupakan yang terdekat dengan pembangkit tenaga fosil
konvensional atau pembangkit nuklir karena fluida kerja bekerja pada siklus yang
tertutup. Fluida kerja yang dipilih berdasarkan sifat termodinamikanya, menerima
kalor dari dari fluida geothermal, berevaporasi, mengalami ekspansi melalui
prime-mover, terkondensasi dan kembali ke evaporator dengan sebuah feed pump.
Fluida kerja yang digunakan akan dipanaskan pada Heat Exchanger. Sehingga
fluida panas bumi tidak dimanfaatkan secara langsung, melainkan hanya panasnya

18
Universitas Indonesia
saja yang diekstraksi. Fluida yang telah diekstrak panasnya akan diinjeksikan
kembali ke reservoir agar tercapai sistem yang sustainable. Fluida kerja yang
telah berubah fasa menjadi uap kemudian digunakan untuk menggerakan turbin.
Lapangan Lahendong terdapat pembangkit dengan siklus ini yang berkapasitas 2.5
MW.
Siklus binary biasa digunakan pada fluida dengan temperatur sedang
untuk membangkitkan listrik. Siklus ini merupakan siklus alternative dari sistem
flash biasa ketika fluida geothermal yang digunakan mempunyai temperature di
bawah 150oC. Hal ini dilakukan karena pada range temperature ini, sistem
pembangkit flash biasa tidak dapat bekerja dengan effisien dan ekonomis. Sistem
siklus binary biasanya bentuknya beraneka ragam dan cukup rumit. Pada
prinsipnya, siklus binary memiliki skema seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3. Skema diagram pembangkit listrik untuk Sistem Binary Cycle


(DiPippo, 2011)

Ditinjau dari keadaan termodinamikanya, siklus binary biasa digambarkan dengan


diagram PH yaitu diagram tekanan vs enthalphy dibanding diagram TS yang biasa
digunakan untuk siklus lain. Berikut diagram PH untuk sistem binary dasar.

19
Universitas Indonesia
Gambar 3. Diagram pressure-entalphy untuk binary plant basic (DiPippo, 2011)

20
Universitas Indonesia
3.6. Kehilangan Tekanan di Lubang Sumur dan di Jalur Perpipaan
3.6.1. Aliran di Dalam Sumur dan Pipa Alir Permukaan
Aliran fluida di lapangan panas bumi meliputi beberapa aliran. Beberapa di antaranya
yaitu aliran fluida di dalam sumur, aliran fluida (dua-fasa) dari sumur hingga ke
separator, aliran uap dari separator hingga ke turbin dan aliran air panas (kondensat)
dari separator ke sumur injeksi ataupun aliran kondensat dari cooling tower ke sumur
injeksi.
Tekanan, suhu, entalpi, fraksi uap dan pola aliran yang terjadi di dalam sumur
sangat penting untuk diketahui, tetapi pengukuran kondisi di dalam sumur sulit
dilakukan karena sulit menjaga alat ukur pada posisi yang tetap saat laju alir flida
tinggi. Sehingga, biasanya pengukuran di sumur terbatas pada pengukuran-
pengukuran untuk mengetahui besarnya laju alir massa, entalphy, kandungan gas
pengotor dan kandungan ion. Oleh karena itu, perubahan tekanan alir di dlaam sumur
biasanya hanya dapat diestimasikan (tidak dapat diukur secara pasti).

Gambar xx. Penampang Sumur Panas Bumi

Estimasi tekanan alir, fraksi air dan pola aliran pada kedalaman sumur sangat berguna
untuk berbagai hal. Hal pertama adalah untuk memperkirakan terjadinya flashing
zone yaitu zona dimana fasa uap mulai terbentuk. Gelembung-gelembung kecil yang
terdistribusi pada fasa kontinu air mulai terbentuk bila tekanan telah mencapai

21
Universitas Indonesia
tekanan saturasinya. Kedalaman di mana gelembung-gelembung uap mulai terbentuk
perlu diketahui karena pada kedalaman tersebut air mengendapkan Calcium
Carbonate di sumur yang dapat menyebabkan penyumbatan.

Gambar xx. Ilustrasi Flash Zone dalam sumur

Selain untuk memperkirakan flash zone, estimasi juga berguna untuk


memperkirakan apakah pada saat sumur diproduksikan pada tekanan kepala sumur
terjadi slug flow di dalam sumur.

Gambar xx. Pola Aliran Dua Fasa Vertikal

Penurunan tekanan lebih lanjut di dalam sumur, setelah gelembung-gelembung kecil


terbentuk, akan menyebabkan gelembung-gelembung kecil yang terbentuk menjadi
semakin banyak dan bergabung membentuk gelembung yang lebih besar yang
menyerupai peluru (Taylor Bubble). Di antara dua gelembung yang terbentuk peluru
terdapat slug cairan, sehingga pola aliran fluida disebut slug flow.

22
Universitas Indonesia
Terjadinya slug flow baik di dalam sumur maupun di pipa alir tidak
dikehendaki karena akan menyebabkan aliran fluida dari sumur produksi menjadi
berubah-ubah secara tidak beraturan (intermittent).
Pola aliran berikutnya adalah transisi atau churn, disebut juga sebagai annular
mist yaitu merupakan kondisi transisi antara slug dan pola aliran mist. Pada pola
aliran churn ini terjadi penggabungan gelembung-gelembung besar membentuk pola
acak seperti riak. Pada pola aliran yang terakhir fraksi uap bertambah banyak, dan
fraksi cair terdistribusi sebagai butiran-butiran kecil pada fasa kontinu uap, dan
sebagian berupa lapisan tipis cairan yang berkumpul pada permukaan dinding pipa.
Ketiga, estimasi aliran sumur dapat berguna untuk memperkirakan
kemampuan produksi sumur pada berbagai tekanan kepala sumur, karena uji produksi
hanya dapat dilakukan dalam waktu singkat.

Gambar xx. Contoh Hasil Simulasi Sumur dari Data Uji Tegak atau Uji Lain yang
Dilakukan Dalam Waktu Singkat

Keempat, dapat memerkirakan pengaruh ukuran lubang sumur terhadap


kemampuan produksi sumur. Sumur berdiameter kecil (slim hole) sering digunakan
dalam pemboran eksplorasi. Data uji produksi dari sumur slim hole dapat digunakan
untuk meramalkan kemapuan sumur standard atau sumur berdiameter besar (big
hole). Kemampuan produksi sumur berdiameter besar (big hole) yang akan dibor di
suatu lapangan seringkali diperkirakan berdasarkan kemampuan sumur standard yang
ada di lapangan tersebut.

23
Universitas Indonesia
Gambar xx. Contoh Hasil Simulasi Sumur untuk Memerkirakan Kemapuan Produksi
Sumur Berdiameter Besar
Kelima, meramalkan penurunan kemapuan produksi sumur karena penurunan
tekanan reservoir.

Gambar xx. Contoh Hasil Simulasi Sumur untuk Memerkirakan Pengaruh Penurunan
Tekanan Reservoir Terhadap Kemampuan Produksi Sumur

Selain aliran pada sumur, aliran fluida pada pipa permukaan perlu juga
dilakukan dengan baik agar tidak terjadi kehilangan tekanan dan kehilangan panas
secara berlebihan. Dalam merencanakan pipa alir uap, misalnya, kehilangan tekanan
dan temperatur di sepanjang pipa alir, adanya kehilangan massa karena keluar melalui
steam trap atau condensate pots, adanya loops, kecepatan angin, curah hujan dan
berbagai faktor lain harus diperhitungkan. Hal ini karena kehilangan tekanan pada
pipa akan menentukan besarnya tekanan fluida geothermal pada titik masuk turbin.

24
Universitas Indonesia
Gambar xx. Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Merancangan Pipa Alir
Permukaan.
Selain perubahan tekanan, perubahan temperatur, fraksi uap dan pola aliran di
sepanjang pipa alir juga perlu diperkirakan. Terjadinya slug flow di pipa alir dua fasa
sedapat mungkin dihindarkan, dengan mengatur sistim pemipaan, khususnya di
tempat-tempat dengan perubahan elevasi yang cukup besar. Contohnya adalah seperti
yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini:

Gambar xx. Beberapa Contoh Pengaruh Kemiringan Pipa Terhadap Aliran Fluida di
Pipa Alir Permukaan
3.6.2. Perhitungan Pressure Drop

25
Universitas Indonesia
Sangat banyak sekali metode yang dapat digunakan untuk menghitung nilai
kehilangan tekanan pada aliran pipa permukaan maupun sumur. Pada bidang panas
bumi, umumnya metode yang digunakan adalah identik dengan metode yang
digunakan pada bidang perminyakan. Metode yang sangat sering digunakan dalam
perhitungan nilai kehilangan tekanan di dalam sumur di antaranya adalah metode
Hagedorn & Brown, Beggs & Brill, Orkiszeski dan Metode Duns and Ros. Pada
software Hysys digunakan unit operasi pipe segment untuk menghitung nilai pressure
drop pada aliran. Pada pipe segment, digunakan metode Beggs & Brill untuk
menghitung nilai kehilangan tekanan fluida. Persamaan dasar yang digunakan untuk
perhitungan kehilangan tekanan adalah:

dimana

adalah kehilangan tekanan yang diakibatkan adanya gesekan (friksi) antara


fluida dengan pipa maupun fluida dengan fluida. Nilai kehilangan tekanan akibat
gesekan ini biasanya mempunyai prosi sebesar 5-20% dari nilai kehilangan tekanan
total.

adalah kehilangan tekanan karena adanya elevasi (perbedaan ketinggian).


Nilai tekanan akibat elevasi ini biasanya mempunya porsi sebesar 80-95% dari nilai
kehilangan tekanan total.

adalah kehilangan tekanan karena adanya akselerasi (percepatan). Nilai


kehilangan tekanan ini sangat kecil, sehingga pada perhitungan biasanya sering kali
diabaikan.
Berikut adalah pola-pola aliran yang terjadi pada pipa horizontal:

26
Universitas Indonesia
Gambar xx. Pola Aliran di Pipa Horizontal
3.6.3. Kehilangan Tekanan di Fitting
Pada jalur pemipaan di permukan terdapat berbagai macam belokan, elevasi,
pembesaran ataupun pengecilan pipa. Adanya hal-hal ini menyebabkan terjadinya
pressure drop pada fluida yang mengalir. Pada software Hysys nilai-nilai fitting
tersebut diwakilkan dengan suatu panjang ekuivalen. Panjang ekuivalen
merepresentasikan panjang yang setara untuk nilai pressure drop yang sama pada
fitting dengan pipa lurus. Sehingga, seolah-olah pipa menjadi lebih panjang akibat
adanya fitting ini namun bentuk dari pipa diasumsikan tetap lurus. Pada aliran pipa
permukaan terdapat berbagai macam fitting yaitu elbow 90, elbow 45, expansion,
contraction, ataupun orifice plates.

27
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai