Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Bahasa Indonesia Dan Peristiwa

Pentingnya
By dudungPosted on 24/12/2014

Peristiwa Penting Dan Sejarah Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa nasional Indonesia. Bahasa
Indonesia diresmikan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari setelah,
bersama dengan berlakunya Undang-Undang Dasar. Di Timor Timur, status Indonesia sebagai
bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, Indonesia merupakan salah satu dari banyak varietas Melayu.
Dasar yang digunakan adalah bahasa Melayu Riau (Kepri sekarang) dari abad ke-19. Dalam
perkembangannya untuk diubah oleh penggunaannya sebagai bahasa kerja dalam pemerintahan
kolonial dan berbagai proses standarisasi sejak awal abad ke-20.

Sejarah Bahasa Indonesia

Penamaan Indonesia dimulai sejak deklarasi Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk
menghindari kesan imperialisme bahasa ketika nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses
ini menyebabkan berbagai varian Indonesia saat ini bahasa Melayu yang digunakan di Riau dan
Semenanjung Malaya. Sampai saat ini, Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus
menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan dan penyerapan bahasa daerah dan bahasa
asing.

Sejarah Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Melayu


Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, bahasa Austronesia bahasa Sunda cabang-
Sulawesi.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pantai tenggara pulau Sumatera,
menunjukkan bahwa penyebaran bahasa ini ke banyak tempat di kepulauan daerah, berkat
penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau
sebutan untuk wilayah sebagai Malaya berasal dari kerajaan Melayu yang terletak di Batang
Hari, Jambi, yang dikenal bahasa yang digunakan di Jambi Melayu dialek o sedangkan
pembangunan masa depan bahasa Melayu dialek dan secara luas dan menjadi beragam.

Istilah ini berasal dari Melayu atau Melayu kerajaan Melayu, sebuah kerajaan Hindu-Buddha di
abad ke-7 di Batang hulu, Jambi di pulau Sumatera, sehingga secara geografis awalnya hanya
mengacu pada wilayah kerajaan yang merupakan bagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam
perkembangan penggunaan istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari
wilayah kerajaan Melayu, termasuk tanah di pulau Sumatera, sehingga pulau ini juga disebut
Melayu Bumi sebagaimana dimaksud dalam Nagarakretagama.

http://www.dosenpendidikan.com Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman


karena serangan Sriwijaya dan keluar dari Bumi masyarakat diaspora Melayu, masyarakat
pendukungnya yang kemudian mundur ke pedalaman berasimilasi dengan masyarakat Melayu
Minangkabau menjadi marga (etnis Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu klan di
Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas ke Filipina untuk membawa Melayu penyebaran
luas, muncul di Prasasti Keping Tembaga Laguna.

Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu dialek o seperti Melayu Jambi,
Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaya di Nagarakretagama
disebut Hujung Medini Medini artinya Semenanjung.

Dalam perkembangan Melayu bermigrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini) dan


lebih dalam pengembangan masa depan kerajaan Islam yang tengah mandalanya adalah
Kesultanan Malaka, Melayu istilah bergeser ke Semenanjung Malaya (= Semenanjung Malaysia)
yang akhirnya disebut Tanah Melayu atau Semenanjung Malaya. Tetapi jelas bahwa istilah ini
berasal dari itui Melayu Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar Semenanjung
Melayu beraksen e.

Kesultanan Malaka hancur oleh Portugis pada 1512 sehingga populasi diaspora ke pulau-pulau
timur kepulauan. Bahasa kuno Melayu itu sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi
diduga pemakai bahasa Melayu bukan berasal dari Sumatera, tetapi dari pulau Kalimantan.
Dayak diduga memiliki hubungan dengan suku-suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak
Salako, Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban semua aksen a seperti Melayu Baku.

M. Muhar Omtatok, seorang seniman, artis dan sejarawan menjelaskan sebagai berikut:
keluarga Melayu (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor silsilah seperti kebanyakan kelompok
etnis lain di Malaysia, Melayu masih mengaku berpuak meskipun nenek moyang mereka
berpuak Jawa, Mandailing. ., Bugis, Keling dan lain-lain beberapa tempat di Sumatera Utara, ada
beberapa keturunan Komunitas Batak yang mengaku orang Kampong suku Melayu

Sriwijaya Kerajaan dari AD abad ke-7 dikenal untuk menggunakan bahasa Melayu (sebagai
bahasa Melayu Kuno) sebagai bahasa negara. Lima prasasti kuno yang ditemukan di selatan
Sumatera pusaka kerajaan yang menggunakan kata-kata pinjaman tersebar Melayu dari bahasa
Sansekerta, bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran.

Mencapai penggunaan yang dikenal bahasa ini cukup luas, seperti yang juga ditemukan bahwa
dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti lautan, istri,
raja, putra, kepala, menikah, dan pintu masuk kaca di periode sampai abad ke-15.

Dalam bentuk abad ke-15 berkembang dianggap sebagai Melayu Klasik (klasik atau abad
pertengahan Bahasa Melayu). Formulir ini digunakan oleh Melaka Kesultanan, yang
perkembangannya kemudian disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas
pada keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Melayu.

Portugis, misalnya dengan Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua
pedagang di Sumatera dan Jawa. Magellang dilaporkan telah menjadi budak dari Nusantara yang
interpreter di wilayah tersebut.

Karakteristik yang paling menonjol dalam sejarah varietas ini adalah masuknya awal kata-kata
pinjaman dari bahasa Arab dan Persia, sebagai akibat dari penyebaran Islam yang masuk sejak
abad ke-12. Kata-kata Arab seperti masjid, jantung, buku, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-
kata Persia seperti anggur, cambuk, dewan, pedagang, jalan-jalan, dan tembakau masuk pada
periode ini. Proses penyerapan Arab terus sampai sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan
informasi dan mengubah kebiasaan pengguna komunitas Melayu. Portugis bahasa banyak kata
untuk memperkaya kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun,
meja, bola, kue, dan jendela. Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang
administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan militer), dan teknologi hingga awal
abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari
bahasa ini.

Imigran bahasa lisan dari Cina juga secara bertahap digunakan oleh penutur bahasa Melayu,
akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah kekuasaan Belanda. Apakah yang
diharapkan, kata-kata Cina yang enter biasanya terkait dengan kebutuhan komersial dan sehari-
hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, majikan, dan baron.

Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19
menyatakan bahwa bahasa Melayu / Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di
dunia timur.

Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa
perdagangan yang digunakan Malay Archipelago di berbagai pelabuhan dicampur dengan bahasa
Portugis, bahasa Cina, serta bahasa lokal. Proses Pidginisasi terjadi di beberapa kota pelabuhan
di kepulauan timur, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang.

Orang-orang Cina di Semarang dan Surabaya juga menggunakan pidgin varian bahasa Melayu.
Ada juga seorang Cina Melayu di Batavia. Varian yang terakhir ini malah digunakan sebagai
bahasa pengantar untuk beberapa surat kabar berbahasa Melayu pertama (sejak akhir abad ke-
19). Varian lokal umumnya disebut Melayu bahasa Pasar oleh para peneliti.

Terobosan penting terjadi ketika di istana abad pertengahan ke-19 Raja Ali Haji Riau-Johor
(pecahan Malaka kesultanan) menulis kamus monolingual Melayu. Sejak itu dapat dikatakan
bahwa bahasa ini adalah bahasa penuh, sejajar dengan bahasa internasional saat itu, karena
memiliki aturan dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan baik.

Pada akhir abad ke-19 dapat dikatakan setidaknya ada dua kelompok yang dikenal masyarakat
Malay Archipelago: Melayu Pasar kolokial dan bahasa Melayu non-standar dan tinggi namun
memiliki keterbatasan penggunaan standar. Bahasa ini dapat dianggap sebagai lingua franca,
namun sebagian besar berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. kata pinjaman

Bahasa Indonesia

Hindia Belanda pemerintah kolonial menyadari bahwa bahasa Melayu dapat digunakan untuk
membantu dalam administrasi karyawan pribumi karena penguasaan karyawan asli bahasa
Belanda lemah. Dengan mengandalkan Melayu Tinggi (karena memiliki buku referensi)
sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa.

Promosi Melayu dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung oleh publikasi sastra dalam bahasa
Melayu. Sebagai hasil dari pilihan ini terbentuk embrio Indonesia yang perlahan mulai terpisah
dari bentuk asli dari bahasa Melayu Riau-Johor.

Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan Melayu mulai muncul. Pada tahun
1901, Indonesia (sebagai Hindia Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904
Persekutuan Tanah Melayu (kemudian menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris
mengadopsi ejaan Wilkinson.

Ejaan Van Ophuysen awal penyusunan Kitab Logat Melayu (mulai 1896) van Ophuijsen, dibantu
oleh Nawawi Soetan Mamoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Intervensi pemerintah semakin kuat dengan pembentukan Commissie voor de Volkslectuur


(Komisi Bacaan Rakyat KBR) pada tahun 1908. Kemudian, lembaga ini menjadi Poestaka
Hall.

Pada tahun 1910 komite ini, di bawah kepemimpinan DA Rinkes, Taman Poestaka program yang
dicanangkan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi
milik pemerintah. Pengembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk
sekitar 700 perpustakaan.

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa persatuan nasional pada saat Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional saran
Muhammad Yamin, seorang politikus, penulis, dan sejarawan. Dalam pidato di Kongres Nasional
di Jakarta, Yamin mengatakan,
Jika mengacu pada masa depan bahasa yang ada di Indonesia dan sastra, hanya ada dua
bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa nasional adalah bahasa Jawa dan Melayu. Tapi
dari dua bahasa, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi lingua yang franca atau
bahasa persatuan.

Peristiwa-Peristiwa Penting Bahasa Indonesia


Pada tahun 1908, pemerintah kolonial mendirikan buku penerbit bernama Commissie
voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah
menjadi Perpustakaan Pusat. Badan penerbit menerbitkan novel, seperti Siti Nurbaya dan
Salah satu Perawatan, buku panduan penanaman, pemeliharaan buku kesehatan, yang
tidak sedikit untuk membantu penyebaran Melayu di masyarakat luas.

Tanggal 16 Juni 1927 John Datuk Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya. Hal ini untuk pertama kalinya di sesi Volksraad, seseorang berpidato dalam
bahasa Indonesia.

28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu
menjadi bahasa nasional Indonesia.

1933 mendirikan generasi penulis muda yang menamakan diri Pujangga Baru yang
dipimpin oleh Sutan Alisyahbana.

1936 Sutan Alisyahbana mempersiapkan Indonesia Grammar Baru.

Diadakan 25-28 Juni 1938 Indonesia pertama Kongres di Solo. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa pelatihan bisnis kongres dan pengembangan Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.

18 Agustus 1945 menandatangani Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan salah


satu artikel (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik bukannya ejaan Van
Ophuijsen sebelumnya berlaku.

28 Oktober sampai 2 November 1954 Kongres II Indonesia di Medan. Kongres ini


merupakan perwujudan dari tekad Indonesia untuk terus meningkatkan Indonesia yang
diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

Tanggal 16 Agustus 1972 Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan Indonesia


Peningkatan Ejaan (EYD) melalui pidato kenegaraan sebelum sesi Parlemen didorong
juga dengan Keputusan Presiden Nomor 57 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan Pedoman Umum Pembentukan dan
istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Nusantara).

28 Oktober sampai 2 November 1978 Indonesia Kongres III yang diselenggarakan di


Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda ke-50 di
samping menunjukkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan Indonesia sejak tahun
1928, juga berusaha untuk memperkuat posisi dan fungsi bahasa Indonesia.

Tanggal 21-26 November 1983 Indonesia Kongres IV yang diselenggarakan di Jakarta.


Kongres ini digelar dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda ke-55. Dalam
putusannya menyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
ditingkatkan sehingga amanat yang terkandung dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara,
yang mengharuskan semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik, bisa mencapai sedekat mungkin.

28 Oktober hingga 3 November 1988 Indonesia Kongres V yang diadakan di Jakarta.


Kongres ini dihadiri oleh sekitar tujuh ratus pakar dari seluruh Indonesia peserta
Indonesia dan tamu dari negara-negara tetangga seperti Brunei, Malaysia, Singapura,
Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ditandatangani oleh pekerjaan besar yang
disajikan Pembangunan dan Pengembangan Bahasa Pusat pecinta bahasa di Nusantara,
Kamus Indonesia dan Tata Bahasa Baku Indonesia.

28 Oktober sampai 2 November 1993 Indonesia Kongres VI yang diadakan di Jakarta.


Sebanyak 770 peserta dari para ahli bahasa Indonesia dan 53 tamu dari peserta asing
termasuk Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres menyarankan bahwa
Pembangunan dan Pengembangan Bahasa Pusat upgrade ke Institute Indonesia, serta
mengusulkan perumusan hukum Indonesia.

Diadakan pada 26-30 Oktober 1998 di Kongres VII Indonesia Hotel Indonesia, Jakarta.
Kongres yang mengusulkan pembentukan Dewan Penasehat Bahasa.

Penyempurnaan Ejaan
Ejaan Melayu / Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut :

A. Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen dibantu oleh Nawawi
Soetan Mamoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menulis ejaan baru ini pada tahun 1896.
Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan secara resmi diakui pemerintah
kolonial van Ophuijsen pada tahun 1901. Karakteristik ejaan ini ya itu :
Huruf untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran, dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti awal dengan ramai. Juga digunakan untuk
menulis surat y seperti di Soerabaia.

Huruf J untuk menulis kata-kata Jang, pajah, dan sajang, dll

Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb

Tanda diakritik, seperti koma ain dan menandatangani Trema, untuk menulis kata-kata
mamoer, akal, ta, pa , dll

B. Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan juga dikenal
dengan nama Soewandy ejaan. Karakteristik ejaan ini adalah:

Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, yang, usia, dan lain-lain

Bunyi Hamzah dan bunyi sentak yang di ganti oleh k pada kata-kata tidak, Pak, dan
sebagainya.

Kata-kata dapat ditulis ulang dengan angka 2 sebagai kanak2, berjalan-jalan2, semua
barat2 itu.

Awalan di dan kata depan di keduanya ditulis dengan kata-kata yang menyertainya.

C. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-
tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

D. Peningkatan Ejaan Bahasa Indonesia (EYD)

Ejaan ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik
Indonesia. Peresmian ini didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972. Dengan
EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Indonesia dan Malaysia, semakin standar.

E. Kedudukan Resmi Bahasa Indonesia

Indonesia memiliki posisi yang sangat penting seperti yang tercantum dalam :

1. 1928 Sumpah Pemuda yang berbunyi, Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan). Pasal 36 menyatakan bahwa bahasa negara
adalah Bahasa Indonesia.

Dari kedua itu, maka posisi Indonesia sebagai :

1. Bahasa nasional, posisinya berada di atas bahasa daerah.

2. Bahasa negara (bahasa resmi Republik Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai