Anda di halaman 1dari 9

UAS MANAJEMEN RUMAH SAKIT ISSUES RUMAH SAKIT

PASCA SARJANA UNDIKNAS


NAMA : I G P N KESUMA PUTRA
NIM : 51611123
MM 44

Globalisasi dan Pengembangan Kompetensi Organisasi


dalam Pelayanan Kesehatan

A. Globalisasi
Pasar bebas adalah sesuatu yang tidak biasa dihindari. Dunia semakin

cepat berubah dan Indonesia sudah seharusnya bersiap untuk itu. Era

globalisasi telah menciptakan tantangan bagi semua jenis industri untuk

berkompetisi, termasuk industri di bidang layanan kesehatan. Indonesia

sebagai negara berkembang dan merupakan negara yang cukup diminati oleh

negara asing. Pertama, karena memiliki potensi pasar yang besar terkait

dengan jumlah penduduk yang besarnya itu lebih dari 200 juta penduduk.

Kedua, kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup menjanjikan. Dengan

potensi pasar yang besar tidak mengherankan jika kelak semakin banyak

fasilitas kesehatan asing berupa rumah sakit maupun klinik yang membuka

cabang di Indonesia, di sisi lain rumah sakit dan klinik di luar negeri juga

semakin gencar mempromosikan layanan kesehatan sehingga masyarakat

Indonesia semakin banyak yang berobat keluar negeri.


Layanan kesehatan sudah menjadi industri yang menguntungkan dan

menarik investor untuk menanamkan modalnya. Pertumbuhan rumah sakit ini

menimbulkan kompetisi yang semakin ketat, pelanggan semakin selektif dan

mempunyai pilihan yang luas. Ini merupakan tantangan yang akan


mempengaruhi keberlanjutan rumah sakit. Tantangan seperti ini

menghadapkan para pelaku pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit baik

pihak pemerintah maupun swasta pada dua pilihan, yaitu masuk dalam arena

kompetisi dengan melakukan perubahan dan perbaikan atau keluar arena

kompetisi tanpa dibebani perubahan dan perbaikan. Oleh karena itu diperlukan

alternatif strategi bersaing yang tepat agar rumah sakit mampu bersaing

dengan kompetitor lainnya. Kondisi lingkungan usaha demikian

mengharuskan rumah sakit meningkatan kualitas dan mutu layanan agar tetap

sukses, baik ditingkat operasional, manajerial maupun strategi.


Dessler (2011) menjelaskan bahwa keberhasilan suatu institusi

ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu sumber daya manusia (SDM) atau

tenaga kerja dan sarana dan prasarana pendukung atau fasilitas kerja. Dari

kedua faktor utama tersebut sumber daya manusia lebih penting daripada

sarana dan prasarana pendukung. Secanggih dan selengkap apapun fasilitas

pendukung yang dimiliki oleh suatu organisasi, tanpa adanya sumber daya

yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya, maka organisasi tersebut

tidak dapat berhasil mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasinya.


B. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai

kespesifikan dalam hal SDM, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai.

Sering rumah sakit dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat

sumber daya manusia, padat teknologi dan ilmu pengetahuan serta padat

regulasi. Padat modal karena rumah sakit memerlukan investasi yang tinggi

untuk memenuhi persyaratan yang ada. Padat sumber daya manusia karena di

dalam rumah sakit pasti terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan yang
banyak. Padat teknologi dan ilmu pengetahuan karena di dalam rumah sakit

terdapat peralatan-peralatan canggih dan mahal serta kebutuhan berbagai

disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat. Padat regulasi karena banyak

regulasi/peraturan-peraturan yang mengikat berkenaan dengan syarat-syarat

pelaksanaan pelayanan di rumah sakit. Sebagai perusahaan pelayanan jasa,

rumah sakit menghasilkan produk yang bersifat tidak berwujud atau

intangible, maka SDM merupakan unsur yang sangat penting baik dalam

produksi maupun penyampaian jasa dalam pelayanan berkualitas di rumah

sakit.
C. Langkah langkah Rumah Sakit menghadapi Globalisasi

Tindakan yang dapat dilakukan oleh organisasi agar mampu menjawab

tantangan zaman yang selalu mengalami perubahan, baik perubahan internal

maupun perubahan eksternal, misalnya adalah penggunaan teknologi informasi,

Total Quality Management (TQM), re-disign proses bahkan secara ekstrem,

melakukan perubahan secara radikal, total, menyeluruh dan besar besaran.

Untuk melaksanakan perubahan tersebut secara baik dan aman, faktor organisasi

tidak bisa hanya sekedar meniru dan mencontoh cara cara kesuksesan organisasi

lainnya, namun organisasi juga harus mampu meningkatkan perhatian pada nilai

nilai tujuan organisasi mereka. Organisasi seharusnya memiliki keunggulan

berkompetitif yang hakiki yaitu organisasi memiliki ambisi, mentalitas dan ingin

menjadi yang terbaik dan menjadi pemenang diantara para pesaingnya. Mentalitas

tersebut akan eksis dalam sebuah organisasi, apabila individu yang ada dalam

organisasi tersebut memilikinya. Oleh karenanya kompetensi inti organisasi harus

dikembangkan oleh seluruh unsur dan anggota organisasi itu sendiri sepanjang
waktu dan secara terus menerus berkelanjutan dan berkesinambungan sehingga

organisasi akan lebih cerah dan berprospek di masa depan

D. Pengembangan Kompetensi Organisasi

Core competence organisasi merupakan hasil dari gabungan proses

pembelajaran dalam organisasi dan dibentuk oleh kompetensi individual

karyawan, kebijakan strategis organisasi dan struktur pasar atau lingkungan.

Sinergi dari ketiga anteseden tersebut menyebabkan core competence mampu

menghasilkan produk barang / jasa yang unggul di pasar karena konsep ini

melibatkan semua bagian yang ada dalam organisasi. (Moeheriono, 2010)

1. Pembelajaran organisasi

Organisasi yang bersedia untuk melakukan eksperimen dan mampu

belajar dari pengalaman-pengalamannya akan lebih sukses dibandingkan

dengan organisasi yang tidak melakukannya (Wheelen dan Hunger, 2002).

Agar dapat mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaing dalam

lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat, organisasi harus dapat

meningkatkan kapasitas pembelajarannya (Marquardt, 1996).

Menurut Prahalad dan Hamel (1990) agar perusahaan sukses pada

kondisi lingkungan yang terus berubah, perusahaan harus menjalankan

hal-hal berikut. Pertama, dalam jangka panjang, perusahaan harus mampu

belajar pada tingkat yang setidaknya sama dengan perubahan lingkungan

jika membangun dan mempertahankan kompetensi inti yang memiliki nilai

di pasar. Kedua, tingkat pembelajaran dalam organisasi harus setidaknya

sama dengan para pesaing jika menginginkan perubahan kinerja. Ketiga,


proses aktivitas pembelajaran haruslah ditujukan oleh pengukuran kinerja,

yang berarti bahwa aktivitas pembelajaran memiliki dampak atau pengaruh

terhadap kinerja bisnis.

Kline dan Saunders (1995) menyatakan bahwa untuk mencapai

keberhasilan pembelajaran organisasi, diperlukan 10 langkah strategis,

yaitu:

a. Organisasi harus memiliki budaya pembelajaran untuk mengetahui

posisi saat ini dan melalui pembelajaran dapat diidentifikasi kekuatan

dan rintangan untuk mengeliminasi ancaman dan untuk

mengembangkan elemen baru

b. Mengembangkan hal-hal positif dimana seluruh anggota organisasi

memiliki kebiasaan mengembangkan diri serta mendorong anggota

lain untuk melakukan hal yang sama

c. Organisasi harus dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dan

memberikan perlindungan terhadap anggota organisasi untuk

melahirkan ide-ide baru

d. Memberi penghargaan kepada anggota organisasi yang mampu

mengelola risiko yang mereka hadapi

e. Membantu anggota organisasi lain untuk bersinergi dalam

memecahkan masalah yang dihadapi oleh anggota organisasi tersebut

f. Membuat komitmen agar anggota organisasi mampu melahirkan

inovasi baru
g. Menjelaskan visi kepada anggota organisasi dan memberi peluang

kepada anggota organisasi untuk memberikan kontribusinya

h. Menerjemahkan visi ke dalam bentuk tujuan dan program

i. Membangun suatu sistem yang sistematis untuk menghubungkan

seluruh anggota organisasi dan tim sehingga setiap anggota dan tim

dapat memberikan kontribusinya

j. Menjalankan program pembelajaran

2. Strategi

Organisasi dalam usaha mencapai tujuannya memerlukan alat yang

berperan sebagai akselerator dan dinamisator sehingga tujuan dapat

tercapai secara efektif dan efisien. Strategi adalah pola tindakan utama

yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi, melalui misi. Strategi

membentuk pola pengambilan keputusan dalam mewujudkan visi

organisasi. Dengan tindakan berpola, perusahaan dapat mengerahkan dan

mengarahkan seluruh sumber daya organisasi secara efektif keperwujudan

visi organisasi. Tanpa strategi yang tepat, sumber daya organisasi akan

terhambur konsumsinya, sehingga akan berakibat pada kegagalan

organisasi dalam mewujudkan visinya.

Hill dan Jones (1998) meninjau strategi dari dua sisi yaitu:

a. Sisi yang pertama A strategy is a specific pattern of decisions and

action thats managers take to achieve an organizations goals.

Strategi dipandang sebagai pola khusus dari keputusan dan tindakan

yang diambil manajer untuk mencapai tujuan organisasi.


b. Sisi kedua yang juga dikemukakan oleh Mintzberg (1985) bahwa

strategi merupakan pola di dalam arus keputusan atau tindakan. Lebih

jauh Mintzberg menekankan bahwa strategi melibatkan lebih dari

sekedar perencanaan seperangkat tindakan. Strategi juga ternyata

melibatkan kesadaran bahwa strategi yang berhasil justru muncul dari

dalam organisasi. Dalam praktiknya, strategi pada kebanyakan

organisasi merupakan kombinasi dari apa yang direncanakan dan apa

yang terjadi. Oleh karena itu tidak semua rencana strategi dapat

dimplementasikan, karena adakalanya strategi yang dikehendaki

(intended strategy) tidak dapat dijalankan sepenuhnya (unrealized

strategy). Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala yang tidak atau

belum diantisipasi pada saat menyusun rencana strategi, misalnya:

gejolak politik, krisis ekonomi, globalisasi, dan lain sebagainya. Hal

ini dapat dideteksi pada saat evaluasi dan pengawasan strategi.

Barney (1991), membagi empat indikator kompetensi yang dimiliki

perusahaan yang dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang

berkesinambungan, yaitu bernilai (valuable), langka (rare), tidak mudah ditiru

(inimitability), dan tidak mudah digantikan (nonsubstitutability).

a. Bernilai (valuable)
Merupakan kompetensi yang menciptakan nilai bagi perusahaan dengan

mengeksploitasi peluang atau menetralisir ancaman ancaman dalam

lingkungan eksternal. Dikatakan bernilai ketika kompetensi tersebut

menyebabkan perusahaan mampu menyusun dan mengimplementasikan

strategi strategi yang dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan khususnya


b. Langka (rareness)
Kompetensi langka adalah kompetensi yang dimiliki oleh sedikit pesaing saat

ini atau potensial. Kompetensi perusahaan yang bernilai namun dimiliki

sebagian besar pesaing tidak dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang

berkesinambungan. Keunggulan bersaing dihasilkan ketika perusahaan

mengembangkan dan mengeksploitasi kompetensi yang berbeda dari

pesaingnya.
c. Sulit ditiru (inimitability)
Kompetensi yang bernilai dan langka tersebut hanya dapat menjadi

keunggulan bersaing yang berkesinambungan jika perusahaan lain yang tidak

memilikinya, tidak dapat memperoleh kompetensi tersebut. Kompetensi dapat

dikatakan sulit ditiru karena satu atau kombinasi dari tiga alasan berikut :
1) Kemampuan perusahaan untuk memperoleh kompetensi tergantung pada

kondisi historis yang unik. Ketika perusahaan berevolusi, mereka

mengambil keahlian, kemampuan dan sumber daya yang unik bagi

mereka, mencerminkan jalan setapak yang dilalui dalam sejarah. Dengan

kata lain bahwa kadang kadang perusahaan mampu mengembangkan

kompetensi karena berada pada tempat yang tepat dan saat yang tepat.
2) Hubungan antara kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan dengan

keunggulan bersaing yang berkesinambungan bersifat ambigu. Para

pesaing tidak mampu memahami dengan jelas bagaimana suatu

perusahaan menggunakan kompetensi intinya sebagai dasar dari

keunggulan bersaingnya. Akibatnya para pesaing tidak pasti tentang

kompetensi yang harus mereka kembangkan untuk meniru manfaat dari

strategi penciptaan nilai perusahaan yang disainginya itu.


3) Kompetensi yang menghasilkan keunggulan tersebut bersifat kompleksitas

sosial. Artinya seringkali kompetensi perusahaan merupakan produk dari

fenomena sosial yang kompleks, contohnya relasi antar pribadi,

kepercayaan dan persahabatan diantara manajer dan antar manajer dengan

pegawai serta reputasi perusahaan dengan pemasok dan pelanggan.


d. Tidak mudah digantikan (nonsubstitutability).
Kompetensi yang sulit digantikan adalah kompetensi yang tidak memiliki

ekuivalen strategis. Dikatakan ekuivalen strategis bila setiap sumberdaya

dapat diekploitasi secara terpisah untuk mengimplementasikan strategi yang

sama. Semakin tidak terlihat suatu kompetensi, semakin sulit perusahaan

untuk mencari penggantinya dan semakin besar tantangan bagi para pesaing

untuk meniru nilai perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai