Anda di halaman 1dari 16

INDUKSI DALAM PERSALINAN

Pengertian
Induksi persalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan pada ibu hamil
yang belum inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi
persalinan terjadi antara 10 % sampai 20 % dari seluruh persalinan dengan
berbagai indikasi baik dari ibu maupun dari janinnya (Wing DA, 1999)
indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah KPD, kehamilan post
term, polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio
plasenta), riwayat persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD (Orge Rost, 1995).
Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelang aterm
dalam keadaan belum terdapat tanda-tanda persalinan (belum inpartu),
dengan kemungkinan janin dapat hidup diluar kandungan (umur diatas 28
minggu). Dengan induksi persalinan bayi sudah dapat hidup diluar
kandungan. Ini merupakan upaya untuk menyelamatkan janin dari pengaruh
buruk jika janin masih dalam kandungan (Manuaba,IBG,dkk,2007).
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses
persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi
menjadi ada dengan menimbulkan mulas atau his. Cara ini dilakukan sebagai
upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.
Indikasi induksi persalinan dapat ditinjau dari:
1. Indikasi dari ibu
a. Penyakit yang diderita
1) Penyakit ginjal
2) Penyakit jantung
3) Penyakit hipertensi
4) Diabetes mellitus
5) Keganasan payudara dan portio
b. Komplikasi kehamilan
1) Preeklamsia
2) Eklamsia
2. Indikasi janin:
a) Kehamilan lewat waktu
b) Kematian intrauteri
c) Kematian berulang dalam rahim
d) Kelainan kongenital
e) Ketuban pecah dini
f) Polihidramnion berat (Benson,Ralph C,2008)
Kontraindikasi pada induksi persalinan pervaginam terjadi jika tindakan
induksi yang akan dilakukan akan lebih merugikan dibandingkan tindakan
seksio cesarea langsung. Kontraindikasi tersebut adalah:
1. Terdapat distosia persalinan:
a. Panggul sempit atau disproporsi sefalopelvis
b. Kelainan posisi kepala janin
c. Terdapat kelainan letak janin dalam rahim
d. Kesempitan panggul absolut (CD < 5,5 cm)
e. Perkiraan bahwa berat janin > 4.000 gr
2. Terdapat kedudukan ganda
a. Tangan bersama kepala
b. Kaki bersama kepala
c. Tali pusat menumbung terkemuka
3. Terdapat overdistensi rahim
a. Kehamilan ganda
b. Kehamilan dengan hidramnion
4. Terdapat anamnesis: perdarahan antepartum
5. Terdapat bekas operasi pada otot rahim:
a. Bekas seksio sesarea
b. Bekas operasi mioma uteri
6. Pada grandemultipara atau kehamilan > 5 kali; dengan oksitoksin, uterus
dapat rupture.
Syarat induksi persalinan yang harus dipenuhi adalah:
a. Janin mendekati aterm
b. Tidak terdapat kesempitan panggul atau disproporsi pelvik
c. Memungkinkan untuk lahir pervaginam
d. Janin dalam presentasi belakang kepala
(Manuaba,IBG,dkk,2007)

Sistem Skor Bishop Untuk Menilai Induksibilitas


Sistem skoring serviks BISHOP yang digunakan untuk menilai drajat
kematangan serviks

Skor 0 1 2 3
Pembuka 0 1-2 3-4 5-6
an
(cm)
Pendatara 0 30 % 40-50 % 60-70 % 80 %
n serviks
Penuruna -3 -2 (-1) 0 (+1)
n kepala (+2)
Konsisten Keras sedang Lunak -
si serviks
Posisi Kebelaka Searah Kearah -
serviks ng sumbu depan
jalan
lahir
Dengan memperhitungkan nilai skor bishop, kemungkinan keberhasilan
induksi persalinan sudah dapat diperhitungkan sebagai berikut:
Skor bishop: 2-4 : kurang berhasil
5-6 : meragukan, tetapi dicoba
>6 : sebagian besar berhasil
(Manuaba,IBG,dkk,2007).
Bila Bishop Score > 8 dapat diberikan langsung oksitoksin.
Bila Bishop Score < 8 diberikan misoprostol tablet/50 mcg/vaginam/6jam.

Pematangan Serviks

1. Proses Pematangan Serviks


Pada kehamilan, serviks melalui 2 fungsi utama :
a. Mempertahankan integritas fisik saat kehamilan selama terjadi
pembesaran uterus, sehingga perkembangan fetus dapat terjaga
sampai waktu yang tepat untuk melahirkan.
b. Persiapan kelahiran, serviks akan melunak dan menjadi lebih elastis
peristiwa ini disebut pematanagn serviks.
2. Mekanisme proses pematangan serviks :
Komponen structural utama adalah kolagen, otot polos, dan jaringan ikat
atau substansi dasar.
Terjadi perubahan pada jaringan kolagen serviks, peningkatan
glikosaminoglikan dan oedem stroma serviks sehingga peningkatan
kandungan air dan berkurangnya konsentrasi kolagen. Peningkatan
aktivitas kolagenase berakibat kolagen total turun, dan terjadi
peningkatan pemecahan dan pelarutan sisa-sisa kolagen
peningkatan degradasi struktur kolagen melalui proses aktivitas
kolagenase, kenaikan kadar air dan pelarutan sisa-sisa kolagen sehingga
terjadi pelunakan.
Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan
tindakan induksi persalinan. Tingkat kematangan servik dapat ditentukan
secara kuantitatif dengan BISHOP SCORE. Nilai > 9 menunjukkan derajat
kematangan servik yang paling baik dengan angka keberhasilan induksi
persalinan yang tinggi. Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada
kasus dilatasi servik 2 cm, pendataran servik 80% , kondisi servik lunak
dengan posisi tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil dengan baik.
Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan
induksi persalinan memiliki servik yang tidak favourable ( Skoring Bishop
< 4 ) untuk dilakukannya induksi persalinan.
Pematangan serviks dan induksi persalinan adalah prosedur umum yang
digunakan pada praktek kebidanan secara luas diseluruh dunia.
Pematangan serviks normalnya adalah proses fisiologi dan biokimiawi
yang kompleks.
Tujuannya adalah tercapainya proses persalinan secara spontan dan
mengurangi SC (Seksio Cesarea).
Pematangan serviks adalah suatu metode yang digunakan baik dengan
metode farmakologi maupun metode lainnya untuk melunakan,
mendatarkan, dan atau medilatasi dari serviks, perubahan gambaran
konfigurasi serviks baik secara biokimia, fisik, histologi sehingga serviks
mengalami perubahan bentuk dan konsistensi, pematangan serviks
bukanlah bertujuan untuk menginisiasi persalinan tetapi untuk
meningkatkan kesuksesan dari induksi persalianan.
3. Metode Pematangan Serviks
a. Farmakologi : misoprostol, oksitoksin, PGE2 ( dinoprostol), mifepristone.
b. Non Farmakologi : aktivitas seksual dan masase mammae.
c. Mekanik : laminaria, balon kateter.
d. Surgical : amniotomi

1) Farmakologi :
Misoprostol
a) Misoprostol ( 15 - deoks i- 16 hidroksi 16 metil PGE1.,CYTOTEC)
Analog sintetik prostaglandin E1.
b) Misoprostol kalsium bebas intraseluller. Pada saat yang sama
terjadi gap junction myometrium yang memudahkan kontraksi pada
uterus.
c) Menstimulasi aktivitas matriks metalloprotease ( MMP)
d) Dijumpai dalam bentuk tablet dengan 2 sediaan 100 mcg dan 200
mcg
e) Dapat diberikan secara vaginal, oral, sublingual, bukal maupun
rektal
f) Efek samping : nausea, muntah-muntah, nyeri perut, menggigil,
demam, bronkospasme, infrak miokard.
Oksitoksin
Metode infus oksitoksin adalah metode yang paling lazim dilakukan.
Oleh karena itu, perlu diketahui dengan baik. Menurut See-Saw
Theory Prof I Scapo dari Universitas Washington menyatakan bahwa:
1. Prostaglandin banyak dijumpai dalam jaringan tubuh.
2. Progesterone mungkin menghalangi kerja prostaglandin sehingga
tidak terdapat kontraksi otot rahim.
3. Oksitoksin dianggap merangsang pengeluaran prostaglandin
sehingga terjadi
kontraksi otot rahim.
4. Pemberian prostaglandin secara langsung dapat meningkatkan
kontraksi otot rahim.
Prostaglandin merupakan obat yang cukup mahal, sedangkan induksi
persalinan
dengan oksitoksin murah dan efektif.
Metode drip oksitoksin yang dilakukan sebagai berikut:
a) Oksitoksin adalah hormone yang dikeluarkan neurohipofise
merangsang secara langsung jaringan myometrium.
b) Mekanisme pematangan serviks oleh oksitoksin terjadi secara
tidak langsung dimana oksitoksin merangsang desidua untuk
memproduksi prostaglandin E dan prostaglandin F.
c) Prostaglandin E meningkatkan degradasi kolagen, asam
hyaluronic hidrofilik, dilatasi pembuluh darah kecil diserviks.
d) Prostaglandin F meningkatkan glikosominoglikan sehingga
serviks menjadi lunak
e) Dijumpai dalam bentuk ampul 10 IU
f) Dapat diberikan secara drip ampul ( 5 IU ) dalam RL 500 cc.
tetesan dimulai dengan 4 tetes/permenit dinaikan 4 tetes/menit
setiap 15 menit sampai maksimal 40 tetes/menit.
PGE2
a) Diniprostol ( PGE2 ) dapat diberikan secara intravaginal maupun
intraservikal.
b) Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu
pematangan serviks melalui sejumlah mekanisme yang berbeda.
c) Meningkatkan substansi ekstraseluler pada serviks dan PGE2
mengakibatakan aktifitas kolagenase pada serviks.
d) Menyebabkan peningkatan kadar glikosaminoglikan dan asam
hialironat pada serviks. Relaksasi pada otot polos serviks
menyebabkan dilatasi.
e) Ada 2 bentuk sediaan dinoprostol yang beredar dipasaran
prepidil gel mengandung 0,5 mg dinoprostol, servidil
mengandung 10 mg dinoprostol.
f) Efek samping: mual, muntah, diare, dan demam.

Mifepriston
a) Misopriston adalah sintetik steroid anti progesterone oral yang
mengandung anti glukokortikoid.
b) Kerja mifepristone adalah meniadakan aktivitas progesterone.
c) Dilaporkan Cochrane, ada 7 percobaan yang melibatkan 594
wanita menggunakan mifepristone untuk pematangan serviks
hasilnya menunjukan bahwa wanita diterapi dengan
mifepristone cenderung memiliki serviks matang dalam 48 96
jam dibandingkan placebo.
d) Sediaan dari prepara ini adalah tablet yang mengandung 200 mg
zat aktif anti progesterone.
e) Hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai luaran janin dan
efek samping pada ibu, sehingga tidak cukup mendukung bukti
keamanan mifepriston dalam pematangan serviks.
2) Non Farmakologi
Aktifitas seksual
a) Aktifitas seksual secara umum digunakan untuk memulai suatu inisiasi
persalinan.
b) Aktifitas seksual ini biasanya mencakup stimulasi pada daerah mammae
yang dapat merangsang pengeluaran oksitoksin.
c) Dengan adanya penetrasi SDR terstimulasi yang menyebabkan pengeluaran
prostaglandin.
d) Orgasme pada wanita dapat menyebabkan kontraksi uterus dan semen pada
pria mengandung prosraglandin yang mempunyai peranan penting pada
pematangan serviks.

Masasse payudara
a) Pemijatan mammae serta stimulasi papilla mammae
pengeluaran oksitoksin dari hipofise posterior sehingga terjadi
kontraksi uterus.
b) Metode ini dilakukan dengan memasasse ringan pada salah satu
papilla mammae atau daerah areola mammae dengan ibu jari.
c) Lamanya tiap kali massase - 1 jam kemudian istirahat
beberapa jam dan dilakukan kembali. 1 hari maksimal dilakukan
3 jam.
d) Tidak dianjurkan untuk melakukan bersamaan kedua mammae
karena ditakutkan terjadinya perangsangan yang berlebihan.

3) Mekanik
Laminaria
a) Merupakan higroskopik dilator
b) Berfungsi untuk mengabsorbsi cairan pada endoserviks dan
jaringan disekitarnya.
c) Alat ini dapat menyebabkan dilatasi pada endoserviks.
d) Produk ini berupa dilator alami dari batang laminaria japonicum
ataupun yang sintetik.
Induksi persalian dengan memasang laminaria stif hampir
seluruhnya dilakukan pada janin yang telah meninggal. Pemasangan
laminaria stif untuk janin hidup tidak diindikasikan karena bahaya
infeksi.
1. Pemasangan laminaria dapat didahului atau bersamaan dengan
pemberian estrogen sehingga proses pematanga serviks
berlangsung.
2. Laminaria yang dipasang dapat berjumlah 2-3 buah yang
dimasukkan kekanalis servikalis dan ditinggal selama 24-48 jam,
kemudian dipasang tampon vaginal.
3. Diberikan profilaksis dengan antibiotika untuk menghindari
infeksi.
4. Setelah 24-48 jamdilanjutkan dengan induksi persalinan dengan
menggunakan oksitoksin.
Pemasangan laminaria atau pemberian estradiol dapat mulai
menimbulkan kontraksi otot rahim dan persaliann berlangsung.
(Manuaba,IBG,dkk,2007).

Balon kateter
a) Menurut barnes, pada pertengahan abad ke 19, merupakan
yang pertama kali menggambarkan penggunaan balon kateter
untuk pematangan serviks.
b) Pada saat ini yang paling banyak digunakan adalah kateter foley
dengan ukuran balon 25-50 ml.
c) Pada balon diisi cairan sebanyak 30 ml yang kemudian
dimasukkan kedalam serviks sampai balon dari Katter melewati
ostium uteri internum dari serviks selama 8-12 jam.
d) Tekanan mekanis balon kateter selaput ketuban dan segmen
bawah uterus (SBR) terlepas, akibatnya lisosom dalam sel-sel
desidua akan terlepas sehingga enzim litik akan dibebaskan
diantaranya fostfolipase A yang berpengaruh dalam
pembentukan asam arokidonat dari fosfokipid. Sehingga terjadi
peningkatan pembentukan prostaglandin serviks menjadi
lebih matang.
4) Surgikal
Pemecahan ketuban merupakan salah satu bentuk induksi
persalinan. Dengan keluarnya sebagian air ketuban, terjadi
pemendekan otot rahim sehingga otot rahim lebih efektif
berkontraksi.
Indikasi khusus pemecahan ketuban:
1. Perpanjangan fase laten
2. Perpanjangan fase aktif atau secondary arrest
3. Pada hidramnion
4. Pada pembukaan hampir lengkap

Syarat pemecahan ketuban:


1. Pembukaan minimal 3 cm
2. Tidak terdapat kedudukan ganda
3. Bagian terendah sudah masuk PAP
4. Proses pelunakan serviks sudah dimulai
5. Perkiraan lahir pervaginam dalam waktu 6 jam

Komplikasi dari pemecahan ketuban adalah:


1. Meningkatkan bahaya infeksi (pada persalinan yang berlangsung
dari 6 jam).
2. Perdarahan (karena pecahnya sinus marginalis atau vasa previa).
3. Terjadi kontrak dan retraksi yang sangat berat sehingga dapat
menimbulkan fetal distress:
a. Gangguan sirkulasi retroplasenta
b. Solusio plasenta
4. Pada kesempitan panggul dapat terjadi:
a. Edema serviks, kaput suksedaneum
b. Proses pembukaan dan penurunan kepala janin tidak
mengalami kemajuan.
5. Prolapsus bagian kecil janin (karena derasnya air ketuban yang
keluar).
Dengan demikian, tindakan pemecahan ketuban memerlukan
pertimbangan sehingga dapat mengurangi kemungkinan komplikasi.
(Manuaba,IBG,dkk,2007).

Teknik pemecahan ketuban:


Amniotomi
a) Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan
selaput ketuban baik dibagian depan ( fore water ) maupun
dibagian belakang (hind water) dengan suatu alat khusus
( drewesmith cateter Mc Donald Klem ).
b) Amniotomi telah terbukti dapat meningkatkan produksi
prostaglandin untuk induksi persalinan secara signifikan lebih
berhasil apabila digabungkan dengan pemberian oksitoksin.
Pemberian Pitocin Drip
Oksitosin drip : kemasan yang dipakai adalah pitosin dan sintosinon,
pemberiannya dapat secara suntikan intra muscular, intravena dan infus
tetes. Yang paling baik dan aman adalah pemberian infus tetes ( drip )
karena dapat diatur dan diawasi
Efek kerjanya :
Pada janin hidup
a. Kendung kemih dan rectum terlebih dahulu dikosongkan.
b. Pasien berbaring ditempat tidur dan tidur miring kiri.
c. Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut
jantung janin.
d. Catat semua hasil penilaian pada partograf seperti:
1) Kecepatan infus oksitoksin
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi
3) Denyut jantung janin. Apabila DJJ < 100 kali/menit, segera hentikan
infus dan tatalaksana gawat janin.
e. Berikan 5 unit oksitoksin dalam 500 cc RL
f. Lalu mulai infus dengan 4 tetes/menit setiap 15 menit dilakukan
penilaian, jika tidak terdapat his yang adekuat, jumlah tetesan
ditambahkan 4 tetes/menit hingga dosis optimal untuk his adekuat
tercapai. Dosis maksimal oksitoksin adalah 40 tetes/menit atau 0.02
unit oksitoksin/menit.
g. Tetesan maksimal dipertahankan dalam 2 kali pemberian 500 cc RL.
h. Apabila labu pertama sudah habis, dilanjutkan labu kedua dengan RL
+ oksitoksin 10 unit mulai 20 tetes/menit, maksimal 40 tetes/menit
i. Jika sebelum tetesan ke 40, sudah timbul kontraksi otot rahim yang
adekuat, tetesan terakhir dipertahankan, sampai persalinan
berlangsung
j. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik atau lebih
dari 4 kali kontraksi dalam 10 menit), hentikan infus dan kurangi
hiperstimulasi dengan:
1) Tertabulin 250 g IV perlahan selama 5 menit, atau
2) Salbutamol 10 mg dalam 1 L cairan (NaCl 0.9 % atau Ringer Laktat)
10 tetes/menit
k. Induksi dikatakan gagal bila sudah menghabiskan 2 labu tetapi belum
ada kontraksi.
l. Bila Bishop Score > 8 dapat diberikan segera oksitoksin, bila Bishop
Score < 8 berikan misoprostol tablet/50 mcg/vaginam/6 jam.

Pada janin mati


Teknik 1
a. Menggunakan 500 cc Ringer Laktat ( 1 botol)
b. Mula-mula dipakai 10 IU oksitoksin dalam 500 cc Ringer Laktat
c. Kecepatan tetesan 20 tetes/menit
d. Bila tidak timbul kontraksi yang adekuat, dosis dinaikkan 10 IU tiap 30
menit, tanpa mengubah kecepatan tetesan sampai timbul kontraksi
yang adekuat dan ini dipertahankan.
e. Dosis tertinggi yang dipakai adalah 140 IU
f. Bila dengan jumlah cairan tersebut (500 cc Ringer Laktat) tidak
berhasil maka induksi dianggap gagal.

Teknik 2
Botol 1
a. Mulai dengan dosis 10 IU oksitosin dalam 500 cc Ringer Laktat
b. Kecepatan tetesan 20 tetes/menit
c. Bila belum timbul kontraksi adekuat, maka dosis dinaikkan 10 IU
setiap habis 100 cc tanpa mengubah kecepatan tetesan sampai timbul
kontraksi adekuat dan ini dipertahankan.
d. Dosis tertinggi yang dipakai dalam botol 1 ialah 50 IU oksitoksin, bila
timbul kontraksi adekuat langsung dilanjutkan dengan botol 2

Botol 2
a. Mulai dengan dosis 50 IU oksitoksin dalam 500 cc Ringer Laktat
b. Kecepatan tetesan 20 tetes/menit
c. Bila belum timbul kontraksi adekuat, maka dosis dinaikkan 20 IU
setiap habis 100 cc tanpa mengubah kecepatan tetesan sampai timbul
kontraksi adekuat dan ini dipertahankan.
d. Dosis tertinggi yang dipakai dalam botol 2 ialah 130 IU oksitoksin, bila
setelah kedua botol tersebut kontraksi belum adekuat maka induksi
dianggap gagal.

Untuk meningkatkan keberhasilan maka dianjurkan:


Pemasangan laminaria sebelumnya ( untuk dilatasi serviks) , melakukan
amniotomi ( bila memungkinkan).
Bila gagal, penderita diistirahatkan dan induksi diulang lagi pada
keesokan harinya.
Pada janin mati dengan umur kehamilan diatas 28 minggu, maka
digunakan tetesan oksitoksin dosis rendah , yaitu :
Persiapan maupun cara pemberian sama dengan tetesan oksitoksin dosis
tinggi (teknik 1), hanya disini dimulai dengan dosis oksitoksin 5 IU dan
bila timbul kontraksi uteus yang adekuat, dosis dinaikkan 5 IUsetiap 30
menit, maksimal 70 IU.

Bila temukan water intoxication dengan gejala-gejala : kebingungan,


kejang dan koma maka tindakannya adalah :
1. Tetesan segera dihentikan
2. Mengusahakan diuresis secepat dan sebanyak mungkin
Sebelum melakukan pemberian tetesan oksitoksin terutama pada janin
mati, perlu dilakukan pemeriksaan tentang proses pembekuan darah.

Jangan berikan oksitoksin 10 unit dalam 500 ml Dextrose 5 % pada


pasien multigravida dan atau penderita bekas Section Caesar.

Indikasi
1. Antepartum
Oxytocin dapat meningkatkan kontraksi uterus, agar proses persalinan
dapat berjalan lebih cepat untuk kepentingan ibu dan atau fetus.
Dapat digunakan untuk :
a. Induksi persalinan
b. Stimulasi atau memperkuat kontraksi persalinan, seperti pada
inersia uteri.
c. Terapi tambahan pada abortus inkomlit ataupun abortus yang
terjadi pada trimester II.

2. Postpartum
Oxytosin dapat membantu menghasilkan kontraksi uterus pada kala III
persalinan, sehingga dapat mengontrol perdarahan postpartum.

Kontraindikasi
1. Disproporsi sefalopelvik
2. Kelainan letak yang diperkirakan tidak dapat lahir spontan
pervaginam,misalnya letak lintang.
3. Pada kasus-kasus gawat, dimana lebih baik melakukan tindakan
operasi section caesaria.
4. Gawat janin
5. Pemakaian terus menerus pada inersia uteriatau toksemia yang berat.
6. Kontraksi hipertonus
7. Hipersensitif
8. Induksi persalinan dimana persalinan secara spontan pervaginam
merupakan kontraindikasi, seperti rupture tali pusat, plasenta previa
totalis, vasa previa.

Efek samping
Pada ibu : reaksi anafilaktik, hemarogik postpartum,
aritmia,afbrinogenemia, mual, muntah, kontraksi ventikular
premature, hematoma pelvik, intoksikasi air,kontraksi
tetanik,rupture uteri.
Pada janin : bradikardi, kontraksi ventrikel premature dan bentuk aritmia
lainnya, kerusakan permanen susunan saraf pusat, kematian
fetus, perdaahan retina, rendahnya nilai Apgar pada menit ke-5,
ikterik neonatorum.

Pengawasan His
Kontraksi uterus harus dievaluasi secara terus-menerus dan oksitoksin
dihentikan apabila kontraksi tetap lebih dari 5 kali dalam periode 10
menit atau 7 kali dalam periode 15 menit ; apabila kontraksi berlangsung
lebih lama dari 60-90 detik ; atau apabila pola frekuensi denyut jantung
janin menjadi menghawatirkan. Pada hiperstimulasi, penghentian segera
oksitoksin hampir selalu menurunkan frekuensi kontraksi dengan cepat.
Apabila pemberiannya dihentikan, konsentrasi oksitoksin dalam plasma
dengan cepat turun karena rata-rata waktu paruhnya adalah sekitar 5
menit.

Kontraksi Rahim bisa berlebihan, oleh karenanya induksi benar-benar


harus berada dalam pengawasan sempurna dari dokter kandungan. Bila
ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, proses
induksi akan dihentikan. Kemudian, akan dilakukan operasi Caesar.

Pengawasan HIS dengan menggunakan partograf

Pada persalinan normal, makin lanjut persalinan berlangsung, his akan


makin lama, makin sering, dan makin sakit. Lakukan pengamatan his
setiap jam pada fase laten dan setiap setengah jam pada fase aktif. His
yang diamati adalah frekuensi (berapa sering dirasakannya dalam 10
menit) dan lama masing-masing his berlangsung (dalam detik)

Di bawah garis waktu ada lima kotak kosong melintang yang pada sisi
kirinya tertulis his/10 menit. Satu kotak menggambarkan 1 his. Bila ada
dua his dalam 10 menit, diarsir 2 kotak. Lamanya his digambarkan
dengan arsiran yang berbeda dalam kotak. Lama his < 20 detik berupa
titi-titik pada kotak, 20-40 detik berupa garis miring atau arsiran, dan >
40 detik diarsir hitam sepenuhnya.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dan Diawasi Selama Pemberian


Pitocin Drip
1. Keadaan Uterus
Selama pemberian berlangsung, keadaan uterus harus diawasi
dengan cermat kadang-kadang dapat terjadi kontraksi yang menetap
dan akan mengganggu sirkulasi plasenta, untuk mengatasi kontraksi
uterus, infus oksitoksin segera dihentikan dan diberikan obat anastesi
umum.

2. Memberi infus oksitoksin merupakan kontra indikasi pada ibu hamil


yang menghadapi resiko karena melahirkan pervaginam, misalnya
kasus dengan mal presentasi/ solusio plasenta atau dengan resiko
ruptur uteri yang tinggi pemberian infus oksitoksin yang terus-
menerus pada kasus dengan resistensi dengan inersia uterus
merupakan kontraindikasi.(Suejordan-2004)

3. Hal yang harus diperhatikan adalah stabilitas tetesan infus (misalnya


dengan menggunakan infusion pump) dan monitoring kuat, frekuensi,
dan durasi kontraksi serta detak jantung janin.

4. Jika kontraksi menjadi terlalu kuat (hiperaktivitas), atau adanya gawat


janin, infus dapat dihentikan secara mendadak dan stimulasinya pada
otot uterus akan segera berkurang.

5. Sebaiknya tidak digunakan pada keadaan : prematur, curigaan adanya


disproporsi sefalopelvik, pernah dilakukan operasi besar pada serviks
atau uteri, termasuk sectio caesaria, overdistensi uterus, grande
multipara, karsinoma serviks invasif.

Observasi pada induksi persalinan sangatlah penting sehingga


kemungkinan komplikasi dapat ditentukan melalui evaluasi:
1. Cortonen janin
2. His (his yang kuat menuju tetania uteri)
3. Penurunan bagian terendah (sehingga dapat merangsang pleksus
Frankenhaouser)
4. Bandle ( bandle yang meningkat sebagai tanda terjadinyaruptur uteri
yang membakat)
Penderita jatuh dalam keadaan syok, timbul nyeri perut karena telah
terjadi rupture uteri spontan.

Maksud dari indikasi untuk persalinan adalah Induxin hanya


boleh digunakan bila sungguh-sungguh ada indikasi medis. Pemberian
harus dilakukan di rumah sakit dan dibawah pengawasan dokter yang
berpengalaman. Bila diberikan untuk induksi dan mempercepat
persalinan, Induxin hanya boleh diberikan melalui infus intravena dan
tidak melalui injeksi bolus intravena. Penting untuk melakukan
pengawasan yang ketat pada denyut jantung janin dan mortilitas uteri
(frekuensi, kekuatan, dan lama kontraksi), sehingga dosis dapat
disesuaikan dengan respon individu.
Penilaian Keberhasilan

Keberhasilan induksi persalinan pervaginam ditentukan oleh beberapa


faktor:
1. Kedudukan bagian terendah
Semakin rendah kedudukan bagian terendah janin kemungkinan
keberhasilan induksi akan semakin besar karna dapat menekan
pleksus frankenhaoser.
2. Penempatan (presentasi)
a. Letak kepala lebih berhasil dibandingkan kedudukan bokong.
b. Kepala lebih membantu pembukaan dibandingkan dengan bokong
3. Kondisi serviks
a. Serviks yang kaku menjurus kebelakang sulit berhasil dengan induksi
persalinan.
b. Serviks lunak lurus atau kedepan lebih berhasil dalam induksi.
4. Paritas
Dibandingkan dengan primigravida, induksi pada multipara akan lebih
berhasil karena sudah terdapat pembukaan.
5. Umur kehamilan
a. Ibu dengan umur yang relative tua (diatas 30-35 tahun) dan umur
anak yang terakhir yang lebih dari 5 tahun kurang berhasil.
b. Kekakuan serviks menghalangi pembukaan sehingga lebih banyak
dikerjakan tindakan operasi.
c. Pada kehamilan yang semakin mendekati aterm induksi persalinan
pervaginam akan semakin berhasil. (Manuaba,IBG,dkk,2007).
d.
2.1 Konsep Dasar
Malposisi merupakan posisi abnormal dari vertex kepala janin (dengan
ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Malpresentasi
adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi vertex. Janin
dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering menyebabkan partus
lama/partus macet.

Anda mungkin juga menyukai