Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PANEL-PANEL KAYU

Disusun Oleh :

ARIANTO

NIM. 1406111299\

Asisten Pembimbing Praktikum :

1. OKTA FAISAL
2. WAHYU BINTORO

LABORATORIUM JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS RIAU

2017

KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita ucapkan puji syukur atas rahmat yang di berikan

oleh Allah SWT dengan ilmu pengetahuan yang berlimpah serta wawasan yang dapat

dimanfaatkan oleh kehidupan manusia sehingga terjadinya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Alhamdulillah penulis ucapkan telah menyelesaikan

LAPORAN PRAKTIKUM PANEL-PANEL KAYU. Tidak lupa juga penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dosen pembimbing mata kuliah panel-panel kayu yang telah memberikan

pedoman teori selama pelaksanaan praktikum ini.

2. Kepada orangtua yang telah memberikan semangat selama penulisan laporan

ini.

3. Kepada asisten praktikum yang telah membimbing saat pelaksanaan praktikum.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.

Untuk itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun bagi pembaca.

Pekanbaru, 19 Mei 2017

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

DAFTAR TABEL............................................................................................iii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................iv

BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................1

1.1...............................................................................................................Latar
Belakang...............................................................................................1
1.2...............................................................................................................Rumusa
n Masalah..............................................................................................2
1.3...............................................................................................................Tujuan
..............................................................................................................3
1.4...............................................................................................................Manfaat
..............................................................................................................3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4

2.1...............................................................................................................Plywood
..............................................................................................................4
2.2...............................................................................................................Penggun
aan Plywood..........................................................................................5
2.3...............................................................................................................Kualitas
Plywood................................................................................................6
2.4...............................................................................................................Kriteria
Mutu Kayu Lapis Berdasarkan SNI 01-5008:2-1999...........................8
2.5...............................................................................................................Kadar
Air Kayu Lapis.....................................................................................11
2.6...............................................................................................................Pengemb
angan Tebal...........................................................................................13

BAB 3. METODOLOGI.................................................................................16

3.1. Waktu dan Tempat...............................................................................16


3.2. Alat dan Bahan.....................................................................................16
3.3. Cara Kerja............................................................................................17

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................21

4.1. Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik 3 Jenis Merk Dagang

Kayu Lapis yang ada di Pekanbaru....................................................21

4.2. Pengujian Kualitas Kayu Lapis Berdasarkan SNI 01-5008:2-1999....26

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................29

5.1. Kesimpulan..........................................................................................29
5.2. Saran................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................30

LAMPIRAN`...................................................................................................31
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

Perkembangan industry kayu lapis dimulai pada tahun 1930-an yang ditandai

dengan penggunaan kempa panas dari Eropa dan perekat resin sintetis sebagai

perkembangan teknik yang memainkan peranan penting pada pertumbuhan awal

industry kayu lapis. Pada tahun 1972 di Amerika Serikat ada sekitar 600 perusahaan

pembuat kayu lapis dan vinir yang telah mampu mengekspor kayu lapis sebesar US$

3 milyar (Haygreen and Bowyer, 1993). Di Indonesia sendiri, perkembangan

industry kayu lapis terjadi sekitar tahun 1980-an semenjak diberlakukannya larangan

ekspor kayu bulat oleh pemerintah. Pada tahun tersebut kondisi hutan di Indonesia

masih mendukung perkembangan industry kayu lapis, ketersediaan log-log yang

berdiameter besar dan silindris yang berasal dari hutan alam sebagai syarat utama

bahan baku dalam pembuatan kayu lapis.

Pada praktikum ini akan dilihat bagaimanakah sifat fisik dan mekanik

(pengembangan tebal, kadar air, dan kerapatan) dari masing-masing merk kayu lapis

yang beredar di Pekanbaru dan menentukan kualitas atau mutu dari masing-masing

merk kayu lapis berdasarkan SNI 01-5008:2-1999.

I.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari praktikum ini adalah :

1. Bagaimana sifat fisis dari 4 merk dagang kayu lapis yang ada di Pekanbaru ?
2. Bagaimana kualitas kayu lapis berdasarkan SNI 01-5008:2-1999
I.3. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mengetahui sifat fisis dari 4 merk dagang kayu lapis yang ada di Pekanbaru
2. Mengetahui kualitas kayu lapis berdasarkan SNI 01-5008:2-1999
I.4. Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diambil dari kegiatan praktikum tersebut adalah :

1. Praktikan dapat mengetahui sifat fisis dari 4 merk dagang kayu lapis yang ada

di Pekanbaru, dan
2. Praktikan dapat mengetahui kualitas kayu lapis berdasarkan SNI 01-5008:2-

1999.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Plywood

Sudi (1990), papan partikel adalah istilah umum untuk panel yang dibuat

(biasanya kayu), terutama dalam bentuk potongan-potongan kecil atau partikel

dicampur dengan perekat sintetis atau perekat lain yang sesuai dan direkat bersama-

sama di bawah tekanan dan pres di dalam suatu alat kempa panas melalui suatu

proses dimana terjadi ikatan antara partikel dan perekat yang di tambahkan

Haygreen dan Bowyer (1996) mengemukakan bahwa kayu lapis merupakan

produk panel atau vinir-vinir kayu yang diikat secara bersama sehingga arah serat

sejumlah vinirnya tegak lurus dan yang lainnya sejajar dengan sumbu panjang panil.

Pada kebanyakan tipe kayu lapis, serat setiap dua lapisan sekali diletakkan dengan.

Yang pertama. Hal ini untuk menjaga keseimbangan dari satu sisi panil kesisi lainnya.

Jumlah vinir yang digunakan biasanya ganjil, namun ada sebagian kayu lapis yang

diproduksi dengan jumlah vinir genap misalnya kayu lapis dari soofwood yang

terbuat dari empat atau enam dalam hal ini dua lembar bagian vinir tengah diletakkan

sejajar.

Keunggulan dari kayu lapis dibandingkan dengan kayu solid adalah

dimensinya lebih stabil, tidak pecah/ retak pada pinggirnya jika dipaku, keteguhan

tarik tegak lurus serat lebih besar, ringan dibandingkan luas permukaannya, bidang

yang luas dapat ditutup dalam waktu yang singkat, kuat pegang sekrupnya
relative tinggi serta warna, tektsur dan serat dapat diseragamkan sehingga corak atau

polanya bisa simetris.

II.2. Kualitas Plywood

Pemilihan bahan baku kayu atau sering disebut log dan jenis lem yang

digunakan menjadi salah satu penentu dalam menentukan Grade suatu plywood. Jenis

log yang biasa digunakan untuk pembuatan bahan baku plywood yaitu

Albasia/Sengon/Falcata, jabon, meranti, dan lain sebagainya. Kayu-kayu tersebut

dipilih karena memiliki sifat yang ringan namun kuat (Pandit, I. N. dan Ramdan, H.

2002).

Plywood terbagi dalam beberapa Grade yaitu LOKAL dan EKSPORT. Grade

lokal biasanya dipasarkan di dalam negeri saja seperti, Surabaya, Kalimantan,

Sumatera, Jakarta, dan lain-lain. Sedangkan Grade eksport dipasarkan ke

mancanegara seperti, Jepang, Taiwan, China, Singapura, dan lain-lain.

1. Grade lokal

Grade ini biasanya memiliki kualitas yang kurang baik. Pada umumnya

ukuran Plywoodnya yaitu 122 cm x 244 cm tergantung dari permintaan

buyer/konsumen. Proses perekatan pada Plywood jenis ini menggunakan lem atau

Glue type T2MR atau dibawahnya yang khusus dibuat untuk Plywood kualitas

rendah. Tebal dari Plywood jenis lokal ini relatif tipis yaitu sekitar 2,5 mm - 5,0 mm

tergantung dari permintaan buyer.


II.3. Kriteria Mutu Plywood berdasarkan SNI 01-5008:2-1999
Berdasarkan SNI 01-5008:2-1999, mutu kayu lapis adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Syarat Mutu Kayu Lapis
Syarat mutu lapisan depan (face)

No. Cacat Mutu


A B C
1. Cacat Alami
1.1. Mata Kayu
Sehat < 25 mm, 4 bh, < 45 mm, 6 bh, Tidak dibatasi,
tersebar diamplas tersebar diamplas rata tersebar diamplas
rata rata
Busuk Tidak diperkenankan <15 mm, 6 bh, <25 mm, tersebar,
tersebar didempul didempul, diamplas
diamplas rata rata
1.2 Lubang
Gerek bulat <1 mm. 5 bh, < 2mm, tersebar, Tidak dibatasi,
tersebar, didempul, didempul, diamplas tersebar, didempul,
diamplas rata, bebas rata diamplas rata
dari pinggiran hitam
Gerek Panjang Tidak diperkenankan 1 mmx 10mm, Tidak dibatasi,
jumlah 4 kali luas tersebar, didempul,
permukaan kayu lapis diamplas rata
dalam m2, tersebar,
didempul, diamplas
rata
Lubang lainnya <1mm, 5 bh, <2mm, tersebar Tidak dibatasi,
tersebar, didempul, didempul diamplas tersebar , didempul,
diamplas rata, bebas rata diamplas rata
dari pinggiran hitam
1.3 Kantung damar/kulit Diperkenankan, Diperkenankan, Diperkenankan,
tersisip didempul didempul didempul
1.4. Damar basah Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Sedikit
1.5 Perubahan warna Tidak diperkenankan <5% luas permukaan <10% luas
permukaan
1.6 Lapuk Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Sedikit
1.7 Retak melintang Tidak diperkenankan Panjang < 50 mm, Panjang <100 mm,
seperti rambut seperti rambut
2 Cacat Teknis
2.1. Pecah <2 mm x 250 mm <2mmx 600 mm atau < 5mmx 1/3 p,
atau <3mm x 200 <3mmx350 mm, tiap didempul, diamplas
mm tiap ujung <2 bh, ujung <3 bh rata
didempul, diamplas didempul, diamplas
rata rata
2.2 Tambalan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan
2.3 Permukaan kasar Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Sedikit, didempul,
diamplas rata
2.4 Sambungan <2 bh, rapat, warna Diperkenankan, rapat, Diperkenankan,
sesuai, arah serat warna sesuai, arah rapat, arah serat
sejajar sisi kayu lapis serat sejajar sisi kayu sejajar sisi kayu lapis
lapis
2.5 Sisipan < 10 mmx150 mm, 1 <20 mm x 200 mm, 1 Tidak dibatasi, rapat,
bh, rapat, warna bh, rapat, warna warna sesuai
sesuai, dipinggir sesuai, dipinggir kayu
kayu lapis lapis
2.6 Cacat pisau Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan < 1 mm, halus
2.7 Cacat kempa Tidak diperkenankan Sedikit, didempul, Tidak mencolok,
diamplas rata didempul, diamplas
rata
2.8 Cacat amplas Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan

2.9 Goresan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Diperbaiki, halus,


dan rata
2.10 Noda perekat kertas, Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Sedikit
oli/minyak
2.11 Ketebalan tidak rata Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan
2.12 Potongan kasar Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Diperbaiki, halus

Syarat mutu lapisan dalam (core)

No. Cacat Mutu


A B C D
1. Tumpang tindih Tidak Tidak < 5 mmx <5mmx 150
diperkenankan diperkenankan 100 mm, 1 mm, 1 bh
bh
2. Celah Tidak < 2 mm, tidak < 3mm. <5 mm
diperkenankan tampak pada tidak
muka tampak pada
muka
3. Ukuran panjang Tidak Tidak < 3 mm x < 5 mm x 20
diperkenankan diperkenankan 12 mm, 1 bh mm, 1 bh

Syarat mutu lapisan belakang (back)

No. Cacat Syarat Mutu


1. Cacat Alami
1.1. Mata kayu : - sehat Tidak dibatasi
-busuk Tidak dibatasi
1.2 Lubang : -gerek bulat Tidak dibatasi
-gerek panjang Tidak dibatasi
-gerek lainnya Tidak dibatasi
1.3 Kulit tersisisip/ kantung damar Diperkenankan
1.4 Damar basah Diperkenankan, asal tidak mengganggu
pengguna
1.5 Perubahan warna Tidak dibatasi
1.6 Lapuk Sedikit
2. Cacat Teknis
2.1 Pecah < 5 mmx p
2.2 Tambalan < 110 mmx 250 mm, 1 bh, rapat, warna
sesuai
2.3 Permukaan kasar Tidak dibatasi
2.4 Sambungan diperkenankan
2.5 Sisipan Tidak dibatasi, rapat
2.6 Cacat kempa Diperkenankan
2.7 Cacat pisau Tidak mencolok, tidak mengganggu
pengguna
2.8 Cacat amplas Sedikit
2.9 Goresan Tidak mencolok
2.10 Noda perekat, oli/minyak Tidak mencolok
2.11 Ketebalan tidak rata Sedikit
2.12 Potongan kasar Sedikit

II.4. Kadar Air

Haygreen dan Bowyer (1996) mendefinisikan kadar air sebagai berat air yang

dinyatakan sebagai persen tehadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur

(BKT)-nya. Didalam kayu, kadar air berkisar antara 40 sampai 200 %. Keragaman

nilai kadar air dapat terjadi antar spesies, bahkan antara bagian dari pohon yang sama

(Forest Product Laboratory Technical, 1999 dalam Dirhamsyah, M. 2000)

Air didalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara

bersama-sama menentukan kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon, kadar air kayu
kondisi segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Haygreen

and Bowyer, 1996). Apabila kayu tidak lagi melepaskan atau menyerap air, maka

kayu berada dalam kondisi setimbang dengan kingkungan. Kadar air pada kondisi

tersebut dinamakan kadar air keseimbangan (KAK), yang seringkali dianggap sama

dengan kadar air kondisi kering udara (KA-KU). Besarnya nilai KAK lebih rendah

dibandingkan dengan KA-TJS. KAK dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana

kayu itu digunakan, terutama suhu dan kelembaban relative. Besarnya KA-Ku juga

tergantung keadaan iklim setempat. Di Indonesia berkisar antara 12 hingga 20% dan

di Bogor sekitar 15%.

Kadar air kayu menunjukkan banyaknya air yang terdapat pada kayu,

dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kayu perlu dikeringkan

sebelum dikerjakan sampai mencapai kadar air yang sesuai dengan tempat dimana

kayu akan digunakan. Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terkandung dalam

kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering ovennya. Kadar air kering

udara adalah kondisi kayu dalam keadaan kering udara, yang mana pada kondisi ini

kayu tidak menyerap atau melepaskan air. Dengan demikian bila digunakan untuk

komponen bangunan dapat dikatakan kayu tersebut tidak mengalami pengembangan

maupun penyusutan, kalaupun terjadi sangat kecil, sehingga tidak merusak elemen

bangunan secara keseluruhan. Oleh karena itu kayu bangunan sebelum digunakan

harus diketahui terlebih dahulu kadar airnya. Kadar air kayu yang aman untuk

penggunaan pada bangunan adalah kadar air kering udara, untuk Indonesia sekitar

15%-20% (Iswanto A.H, 2005).


Bila kadar air kayu tersebut tinggi, maka harus dilakukan pengeringan kayu.

Pengeringan kayu adalah proses untuk melepaskan sebagian air yang terkandung

didalam kayu sehingga mencapai kadari air kayu tertentu atau yang diinginkan.

Pengukuran kadar air kayu dapat dilakukan baik dilapangan maupun di laboratorium.

Pengukuran kadar air kayu dilapangan dilakukan dengan menggunakan alat

moisturemeter. Pada alat tersebut akan terbaca secara langsung besaran kadar air kayu

yang diukur. Pengukuran kadar air di laboratorium dilakukan dengan cara :

1. Contoh uji kayu yang akan diukur kadar airnya ditimbang untuk mengetahui

berat awalnya (BA).


2. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 103+2oC.
3. Setelah dikeringkan contoh uji ditimbang kembali. Kemudian dikeringkan

lagi sampai diperoleh berat tetap (BKT).


4. Kadar air kayu dihitung dengan rumus : BA-BKT/BKT x 100%
II.5. Pengembangan Tebal

Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel

merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang

digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila pengembangan tebal suatu

papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi produk tersebut rendah, sehingga

produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat

mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu yang tidak lama.

Hubungan kerapatan dan pengembangan tebal papan partikel adalah

berbanding lurus. Semakin tinggi kerapatan maka sifat pengembangan tebal papan

partikel cenderung semakin meningkat. Penyebab hal ini adalah pemulihan kembali
dari serbuk-serbuk ke dimensi semula karena adanya pemampatan selama proses

pengempaan panas. Pada bahan yang berlignoselulosa akan terjadi perubahan dimensi

yaitu pengembangan dimensi bila terjadi penyerapan air oleh bahan tersebut. Semakin

tinggi kerapatan berarti tinggi tinggi pula pemampatan dimensinya, sehingga sifat

pengembangan tebalnya semakin tinggi (Sekino, N.; M. Inoue; M. Irle; T. Adcock.

1999).

Pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi serat akibat

pengembangan dinding sel serat atau perubahan ukuran rongga serat akibat menyerap

air. Penyerapan uap air akan menyebabkan mengembangnya dinding sel serat.

Sedangkan rongga serat yang mengecil pada saat pengempaan, mudah kembali ke

ukuran semula karena perekat tidak dapat memasuki rongga serat dan mengikatnya

dengan baik. Pengembangan tebal dari produk yang terbuat dari bahan

berlignoselulosa dapat diatasi dengan perlakuan uap. Sekino et al. (1997)

menjelaskan bahwa perlakuan uap terhadap bahan berlignoselulosa dikelompokkan

menjadi perlakuan uap terhadap biomassa sebelum pembentukan mat, pengempaan

dengan steam injection (uap mengenai biomass dan perekat), dan perlakuan uap

terhadap panel setelah pengempaan panas. Perekat yang digunakan pada perlakuan

uap sebelum pembentukan mat adalah urea formaldehyde (UF) atau melamine urea

formaldehyde (MUF). Sedangkan perekat yang digunakan pada perlakuan steam

injection pressing dan perlakuan uap setelah pengempaan panas adalah isocyanate

dan phenol formaldehyde (PF). Menurut Sekino et al. (1999), alasan dari

ketidakstabilan dimensi suatu panel adalah perubahan bentuk partikel karena


penekanan, yang terjadi secara temporer selama pengempaan, dan akan kembali ke

bentuk awal ketika partikel menyerap air atau uap air. Namun mekanisme

pengembangan tebal panel lebih kompleks, karena dalam panel, sebetulnya partikel

berikatan dengan adanya perekat, yang dapat mencegah terjadinya pengembangan

tebal. Terjadinya pengembangan tebal panel merupakan kombinasi dari

potensi thickness recovery dari partikel yang didensifikasi, dan kerusakan dari

jaringan ikatan perekat (kekuatan ikatan antara partikel atau tekanan pada ikatan

perekat).

III. METODOLOGI
III.1. Waktu dan Tempat
III.1.1. Praktikum I (Pengujian Sifat Fisik 4 Merk Kayu Lapis yang ada di

Pekanbaru)

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 26 April yang dimulai pada pukul

10.00 WIB- selesai di Laboratorium Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian

Universitas Riau.
III.1.2. Praktikum II (Pengujian Kualitas Kayu Lapis berdasarkan SNI 01-

5008:2-1999)

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Mei 2017 yang mulai pada

pukul 13.00- selesai di Laboratorium Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Riau.

III.2. Alat dan Bahan


III.2.1. Praktikum I (Pengujian Sifat Fisik 4 Merk Kayu Lapis yang ada di

Pekanbaru)
a. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

Kalifer
Timbangan analitik
Penggaris
Alat tulis
Oven
Bak rendaman
Kamera
b. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kayu lapis dengan 4

merk dagang (OFR, Fortune, Arwana dan Tunas) yang berukuran 50 mmx50 mm dan

100 mmx100 mm.

III.2.2. Praktikum II (Pengujian Kualitas Kayu Lapis berdasarkan SNI 01-

5008:2-1999)
a. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Lup/kaca pembesar
Pisau cutter
Alat tulis
Kamera
b. Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah 3 merk dagang kayu lapis yang ada di

Pekanbaru yaitu : Tunas, Arwana dan OFR.

III.3. Cara Kerja


III.3.1. Praktikum I (Pengujian Sifat Fisik 4 Merk Kayu Lapis yang ada di

Pekanbaru)
a. Kerapatan

Kerapatan dihitung berdasarakan berat volume kering udara contoh uji dengan

menggunakan rumus :

P= B/V

Keterangan :

P= kerapatan (g/cm3)

B= berat contoh uji kering udara (g)

V=volume contoh uji kering udara (cm3)

Langkah kerja :

1. Potong kayu lapis sesuai denga keinginan/yang telah ditetapkan, kemudian

hitung volume dari kayu lapis tersebut.


2. Kemudian ukur berat dari potongan kayu dengan timbangan analitik.
3. Setelah semua hasil didapatkan, masukan kerumus diatas.
4. Catat hasil perhitungan dan ambil foto untul dokumentasi.
b. Perhitungan Kadar Air
Pengujian kadar air, contoh uji berukuran 100 mmx 100 mm yang diambil

sebanyak 3 contoh uji pada setiap lembaran plywood, dilakukan sebanyak 3 kali

ulangan (3 lembaran plywood masing-masing merk dagang). Hasil kadar air plywood

setiap lembarannya adalah rata-rata dari 3 contoh uji. Berdasarkan SNI 01-5008:2-

1999, prosedur pengujian kadar air plywood adalah sebagai berikut:

1. Contoh uji ditimbang, untuk mengetahui berat awal.


2. Contoh uji dikeringkan dalam oven dengan suhu 103+2oC.
3. Contoh uji ditimbang kembali, dan dikeringkan dalam oven sampai berat

kering konstan.
4. Hitung kadar air kayu lapis dengan rumus

Kadar air (%)=BA-BKM/ BKM x 100%

Keterangan :

BA= berat awal

BKM=berat kering mutlak

c. Perhitungan penambahan tebal

Ukuran contoh uji untuk pengujian pengembangan tebal adalah 50 mmx 50

mm dengan setiap lembaran plywood dibuat sebanyak 3 contoh uji. Dilakukan

sebanyak 3 kali ulangan (3 lembar plywood masing-masing merk dagang). Prosedur

pengukuran pengembangan tebal yaitu :

1. Diukur panjang, lebar dan tebal awal masing-masing contoh uji.


2. Rendam kedalam air dengan suhu kamar selama 2 jam. Hal ini dimaksud

untuk mendapatkan pengujian pertama dan diukur dimensi contoh uji.


3. Diukur berapa pertambahan panjang, lebar dan tebal contoh uji.
4. Kemudian rendam kembali kedalam air dengan suhu kamar selama 24 jam

untuk mendapatkan hasil pengujian kedua dan diukur lagi dimensi contoh uji.
5. Ukur pengembangan tebal dengan rumus :

TS (%) = T2-T1/T1 x 100%

Keterangan :

TS= pengembangan tebal (%)

T1= contoh uji sebelum perendaman (mm)

T2= contoh uji setelah perendaman (mm)

III.3.2. Praktikum II (Pengujian Kualitas Kayu Lapis berdasarkan SNI 01-

5008:2-1999)

Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah dengan mengamati secara visual kayu

lapis yang menjadi contoh pengujian kualitas kayu lapis berdasarkan SNI 01-5008:2-

1999, kemudian bandingkan dengan tabel mutu kayu lapis menurut SNI 01-5008:2-

1999.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Pengujian Sifat Fisik dan Mekanis 3 Merk Dagang Kayu Lapis

yang ada di Pekanbaru


IV.1.1. Hasil
a. Tabel 2. Pengukuran Kerapatan

Jenis Volume (cm3) Berat (g) Kerapatan Kategori


(g/cm3)
OFR 35.5 23 0.64 g/cm3 Sedang
Tunas 24.5 10 0.40 g/cm3 Sedang
Arwana 39 8 0.20 g/cm3 Rendah
Fortune 37 16 0.43 g/cm3 Sedang

b. Tabel 3. Pengukuran Pengembangan Tebal

Jenis Volume Perendaman Perendaman %TS 2 jam %TS 24 jam


awal 2 jam 24 jam
OFR 0.32 0.325 0.36 1.5625 % 12.5 %
Tunas 0.23 0.24 0.27 4.3478 % 17.3 %
Fortune 0.31 0.32 0.37 2.8571 % 5.71 %
Arwana 0.31 0.32 0.345 3.2258 % 11.29 %

c. Tabel 4. Pengukuran Kadar Air


Jenis Berat Awal KA %
OFR 23 9.52
Tunas 10 25
Arwana 8 33.3
Fortune 16 14.28

IV.1.2. Pembahasan

Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap

volumenya. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu

proporsi volume rongga kosong. Sekeping kayu segar dari cemara dengan kerapatan

23,4 pon bahan kayu kering/kaki kubik berisi kira-kira 25 % bahan dinding sel dan

75% rongga (terutama rongga sel) menurut volumenya. Sebaliknya, white oak dengan

kerapatan 46,8 pon kering/kaki kubik mempunyai volume rongga kira-kira 50%.

Apabila membicarakan kayu, sangat membantu untuk membayangkan volume rongga

yang ada hubungannya dengan itu. Orang dapat memahami mengapa suatu balok

yang berisi 50% volume rongga akan bertahan terhadap pemampatan jauh lebih besar

daripada suatu balok dari spesies yang berbeda dengan 75% rongga (Haygreen dan

Bowyer, 1996).

Kerapatan suatu benda yang homogen adalah massa atau berat persatuan

volume, sehingga kerapatan selalu dinyatakan dengan satuan gram/cm3 atau kg/m3.

Massa atau berat dan volume pada perhitungan kerapatan kayu dapat menggunakan

berbagai macam kondisi kayu (kondisi segar/basah, kering udara, kadar air tertentu

dan kering tanur) . Berat jenis tidak bersatuan (unitless) karena merupakan

perbandingan berat benda terhadap berat dari volume air yang sama dengan volume
benda yang diukur atau dapat juga didefinisikan sebagai perbandingan antara

kerapatan kayu (atas dasar berat kering tanur dan volume pada berbagai kondisi kayu)

terhadap kerapatan air pada suhu 40C.

Berdasarkan SNI nilai kerapatan kayu adalah sebagai berikut (Pandit, I.

N. dan Ramdan, H. 2002) :

a. Rendah = 0.24-0.40 g/cm3


b. Sedang = 0.40-0.80 g/cm3
c. Tinggi = >0.80 g/cm3

Pada hasil praktikum, didapatkan hasil kerapatan masing-masing merk dagang

kayu lapis adalah sebagai berikut : 1. OFR (0.64 g/cm3) yang memiliki kerapatan

sedang ; 2. Tunas (0.40 g/cm3) yang memiliki kerapatan sedang ; 3.Arwana (0.20

g/cm3) yang memiliki kerapatan rendah ; 4. Fortune (0.43 g/cm3) yang memiliki

kerapatan sedang.

Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap

volumenya. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu

proporsi volume rongga kosong (Haygreen dan Bowyer, 1996). Jadi semakin tinggi

kerapatan suatu kayu, maka pori-pori kayu akan semakin kecil. Dengan kecilnya pori-

pori, maka kayu tidak akan mudah menyerap air sehingga kemungkinan untuk

terserang jamur ataupun hama semakin kecil dan nilai jual dari kayu akan semakin

tinggi.

Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel

merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang
digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila pengembangan tebal suatu

papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi produk tersebut rendah, sehingga

produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat

mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu yang tidak lama.

Hubungan kerapatan dan pengembangan tebal papan partikel adalah berbanding

lurus. Semakin tinggi kerapatan maka sifat pengembangan tebal papan partikel

cenderung semakin meningkat. Penyebab hal ini adalah pemulihan kembali dari

serbuk-serbuk ke dimensi semula karena adanya pemampatan selama proses

pengempaan panas. Pada bahan yang berlignoselulosa akan terjadi perubahan dimensi

yaitu pengembangan dimensi bila terjadi penyerapan air oleh bahan tersebut. Semakin

tinggi kerapatan berarti tinggi tinggi pula pemampatan dimensinya, sehingga sifat

pengembangan tebalnya semakin tinggi (Iswanto ,2005).

Pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi serat akibat

pengembangan dinding sel serat atau perubahan ukuran rongga serat akibat menyerap

air. Penyerapan uap air akan menyebabkan mengembangnya dinding sel serat.

Sedangkan rongga serat yang mengecil pada saat pengempaan, mudah kembali ke

ukuran semula karena perekat tidak dapat memasuki rongga serat dan mengikatnya

dengan baik. Pengembangan tebal dari produk yang terbuat dari bahan

berlignoselulosa dapat diatasi dengan perlakuan uap. Nilai kerapatan kayu lapis

menurut standar Jepang adalah kurang dari 12% (Japanese Standard Association.

2003) dan untuk standar Indonesia sendiri tidak boleh dari 15%( Sekino, N.; M.

Inoue; M. Irle; T. Adcock. 1999).


Berdasarkan hasil perhitungan pengembangan tebal masing-masing merk kayu

lapis didapatkan hasil sebagai berikut : 1. OFR (12.5%) ; 2. Tunas (17.5%) ; 3.

Fortune (5.71 %) ; 4. Arwana (11.29%). Hasil ini menunjukkan bahwa merk yang

memenuhi syarat Standar Jepang adalah merk Fortune yang memiliki nilai kerapatan

5.71%, dan untuk jenis yang memenuhi standar Indonesia adalah jenis Fortune, OFR

dan Arwana yang memiliki kerapatan 5.71%, 12.5% dan 11.29%.

Kadar air kayu menunjukkan banyaknya air yang terdapat pada kayu yang

dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kayu perlu dikeringkan

sebelum dikerjakan sampai mencapai kadar air yang sesuai dengan tempat dimana

kayu akan digunakan. Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terkandung dalam

kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering ovennya. Kadar air kering

udara adalah kondisi kayu dalam keadaan kering udara yang mana pada kondisi ini

kayu tidak menyerap air dan melepaskan air. Dengan demikian bila digunakan untuk

komponen bangunan dapat dikatakan kayu tersebut tidak mengalami pengembangan

maupun penyusutan. Untuk standar Indonesia tersendiri kadar air kayu tidak boleh

dari 14% (Budianto, 1996).

Berdasarkan hasil perhitungan kadar air pada masing-masing merk dagang kayu lapis

didapatkan hasil sebagai berikut : 1. OFR (9.52%) ; 2. Tunas (25%) ; 3. Arwana

(33.3%) ; 4.Fortune (14.28%). Jadi dari hasil tersebut jenis yang memenuhi standar

Indonesia adalah jenis OFR yang memiliki kadar air sebesar 9.52%.

IV.2. Pengujian Kualitas Kayu Lapis Berdasarkan SNI 01-5008:2-1999


IV.2.1. Hasil
Tabel 5. Pengujian Lapisan Depan (face)

No. Merk Dagang Cacat Alami dan Teknis Ukuran Mutu


1. Arwana a.Mata kayu sehat 6 mm dan 64 mm Mutu C
b.Mata kayu busuk 6 mm dan 50 mm Mutu A
c,Retak Melintang 120 mm dan 610 Mutu A
mm
2. Tunas a.Mata kayu busuk 3 mm dan 23 mm Mutu A
b.Ketebalan tidak rata 492 mm Mutu A
c.Gerek bulat 2 mm Mutu B
3. OFR a.Mata kayu busuk 4 mm dan 23 mm Mutu C
b.Gerek bulat 12 mm Mutu C
c.Tambalan 8 mm dan 42 mm Mutu C

Tabel 6. Hasil Pengujian Lapisan Tengah (core)

No. Merk Dagang Cacat Alami / Ukuran Mutu


Teknis
1. Arwana - - -

2. Tunas - - -

3. OFR a.celah 22 mm Mutu A


b.ukuran 121 mm Mutu A
panjang

Tabel 7. Hasil Pengujian Lapisan Belakang (back)

No. Merk Dagang Cacat teknis/ Alami Mutu


1. Arwana a.mata kayu sehat SNI
b.mata kayu busuk SNI
2. Tunas a.gerek lubang bulat SNI
b.mata kayu busuk
c.permukaan kasar SNI
SNI
3. OFR a.tambalan -
b.gerek bulat -
c.mata kayu busuk -

IV.2.2. Pembahasan

Kayu lapis atau sering disebut tripleks adalah sejenis papan pabrikan yang

terdiri dari lapisan kayu (veneer kayu) yang direkatkan bersama-sama. Kayu lapis

merupakan salah satu produk kayu yang paling sering digunakan. Kayu lapis bersifat

fleksibel, murah, dapat dibentuk, dapat didaur ulang, dan tidak memiliki teknik

pembuatan yang rumit. Kayu lapis biasanya digunakan untuk menggunakan kayu

solid karena lebih tahan retak, susut, atau bengkok kayu lapis (yang biasa

disebut veneer) direkatkan bersama dengan sudut urat (grain) yang disesuaikan untuk

menciptakan hasil yang lebih kuat. Biasanya lapisan ini ditumpuk dalam jumlah

ganjil untuk mencegah terjadinya pembelokan (warping) dan menciptakan konstruksi

yang seimbang. Lapisan dalam jumlah genap akan menghasilkan papan yang tidak

stabil dan mudah terdistorsi. Saat ini kayu lapis tersedia dalam berbagai ketebalan,

mulai dari 0,8 mm hingga 25 mm dengan tingkat kualitas yang berbeda-beda.

Kayu lapis adalah papan yang dibuat dengan cara merekatkan beberapa lembar

papan veneer. Veneer yang direkatkan jumlahnya ganjil, susunan merekatnya saling

tegak lurus, serta proses pembentukannya di sertai dengan pengepasan (Kasmudjo,

1982).

Sedangkan menurut SKI, kayu lapis adalah suatu produk panil-panil kayu yang

diperoleh degan cara menyusun secara bersilangan dari lembaran-lembaran veneer


yang dikombinasikan dengan papan, strip, papan partikel, papan serat, atau lainnya

yang diikat dengan perekat bantuan perlakuan berupa pemberian panas.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada masing-masing merk kayu

lapis dan membandingkannya dengan SNI 01-5008:2-1999 maka merk yang masuk

dalam kategori baik adalah jenis Tunas, yang pada lapisan depan (faceI), dalam

(core), dan belakang (back) banyak tergolong pada mutu A dan B, sedangkan untuk

bagian belakang sendiri semua cacat yang terdapat pada bagian ini masuk dalam

standar SNI.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


V.1. Kesimpulan

1. Hasil perhitungan kerapatan didapatkan hasil sebagai berikut : 1. OFR (0.64

g/cm3) yang memiliki kerapatan sedang ; 2. Tunas (0.40 g/cm3) yang

memiliki kerapatan sedang ; 3.Arwana (0.20 g/cm3) yang memiliki kerapatan

rendah ; 4. Fortune (0.43 g/cm3) yang memiliki kerapatan sedang.


2. Pada pengukuran pengembangan tebal pada masing-masing merk kayu lapis

yang masuk kedalam standar Jepang adalah merk Fortune (5.71%), dan yang

masuk dalam standar jenis yang memenuhi standar Indonesia adalah jenis

Fortune, OFR dan Arwana yang memiliki kerapatan 5.71%, 12.5% dan

11.29%.
3. Pengukuran kadar air sendiri yang masuk dalam kategori standar SNI adalah

jenis OFR yang memiliki persen kadar air 9.52%


4. Merk kayu lapis yang memenuhi syarat mutu kayu lapis berdasarkan SNI 01-

5008:2-1999 adalah merk tunas


V.2. Saran

Semoga praktikum ini semakin baik lagi untuk kedepannya dan diharapkan

pada praktikum praktikum selanjutnya dilaksanakan praktikum pembuatan papan

partikel maupun kayu lapis sehingga praktikan lebih memahami tentang panel-panel

kayu

Anda mungkin juga menyukai