Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga merupakan salah satu panca indera dalam tubuh manusia yang
memiliki peranan yang sangat penting karena memilki fungsi sebagai alat
pendengaran dan keseimbangan.1
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media merupakan salah
satu penyebab utama gangguan pendengaran dan ketulian. Namun demikian oleh
sebagian masyarakat masih dianggap hal biasa, sehingga tidak segera mencari
pertolongan saat menderita otitis media. Saat pendengarannya mulai berkurang, tidak
mampu mengikuti pelajaran di sekolah, tidak mampu beraktifitas dengan baik
ataukah setelah terjadi komplikasi barulah mereka mencari pertolongan medis.1
Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan sistim konduksi
telinga tengah pada anak penting diketahui sedini mungkin, mengingat dampak yang
dapat timbul dikemudian hari, berupa gangguan bicara dan gangguan bahasa yang
berpengaruh pada tingkat intelegensia anak. Otitis media ini merupakan salah satu
masalah besar bagi anak-anak. Di perkirakan bahwa hampir sekitar 70% anak-anak
pernah menderita 1 atau lebih episode otitis media dalam 3 tahun pertama.6
Otitis media yang berlangsung tanpa disedari dan terjadinya secara bertahap,
ini dapat berpengaruh terhadap fungsi pendengaran, yang dalam perkembangannya
dapat juga disertai adanya perubahan status mental, kemampuan berbicara dan proses
belajar dari seorang anak. Setelah beberapa waktu menderita otitis media, maka
dapat terjadi penumpukan cairan ditelinga tengah sehingga dapat mencetuskan
terjadinya tuli konduktif pada seseorang.6
Banyak ahli membuat pembagian klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis
media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media
serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa dan otitis media efusi).1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Struktur yang terganggu pada otitis media adalah bagian telinga tengah.
Dimana telinga tengah itu sendiri terdiri dari :

Batas luar : membran timpani


Batas depan : tuba eustachius yang menghubungkan daerah telinga tengah
dengan nasofaring
Batas bawah : vena (bulbus) jugularis yang superiolateral menjadi sinus
sigmoideus dan ke tengah menjadi sinus cavernous, cabang aurikulus saraf
vagus masuk telinga tengah dari dasarnya.
Batas belakang: aditus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid.
Batas dalam : berturut turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap oval, tingkap bundar, dan promontorium.
Batas atas : tegmen timpani

2
Dari batas-batas tersebut maka terbentuklah suatu ruangan/kavitas yang
berisi tulang-tulang pendengaran/osikula auditiva yang terdiri dari Maleus
(yang bersentuhan dengan membrane timpani), Inkus, lalu Stapes yang
berlekatan dengan tingkap lonjong.1
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat terlihat oblik terhdap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksida (membrane Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars
tensa (membrane propria). Untuk pars. Flaksid ini berada di bagian atas dan
hanya terdiri dari 2 lapis yaitu lanjutan dari epitel kulit telinga dan lapisan
mukosa yang terletak dibagian dalam.Oleh karena lapisannya tipis, maka
daerah ini yang sering mengalami retraksi jika terjadi tekanan negatif di telinga
tengah.2 Sedangkan untuk pars tensa merupakan bagian yang terletak dibawah
yang terdiri dari 3 lapis yaitu : lapisan kutaneous (Lapisan paling luar yang
terdiri dari berlapis kubis), lapisan mukosa (Lapisan paling dalam yang terdiri
dari epitel selapis kubis atau lanjutan dari mukosa saluran nafas, dan Lamina
propria (terletak di tengah dan terdiri dari lapisan sirkuler dan radier). Fungsi
dari membrane timpani ini adalah untuk mengubah gelombang suara menjadi
getaran yang akan diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran.2
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya..(cone of light)
kearah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5
untuk membrane timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane timpani terdapat 2 macam
serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex
cahaya yang berupa kerucut.

3
Membran timpani dibagi

dalam 4

kuadran, dengan menarik garis searah prosessus longus maleus dan


garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas
depan, atas belakang, bawah depan serta bawah belakang untuk menyatakan
letak perforasi membran timpani.

Pada kavum timpani terdapat 3 ruangan yaitu epitimpani, mesotimpani


dan hipotimpani. Pada epitimpani terdapat jaringan yang berguna untuk
mempertahan tulang-tulang pendengaran dan juga terdapat sedikit udara dan
terdapat pintu dari mastoid. Mastoid ini merupakan hasil pneumatisasi dari os.
Temporal. Sampai saat ini fungsi dari mastoid masih belum diketahui secara
pasti.2

4
Gambar 2.4. Cavum Timpani

Sedangkan pada Hipotimpani, berbatasan dengan vena jugularis dan


terdapat tuba eustachius. Untuk tulang-tulang pendengaran/osikula auditiva,
terdiri dari Maleus (yang bersentuhan dengan membrane timpani), Inkus, lalu
Stapes yang berlekatan dengan tingkap lonjong. Fungsi dari tulang
pendengaran ini selain menghantarkan getaran dari membrane timpani juga
untuk memperkuat getaran tersebut sampai 17 kali. 2 Tuba eustachius
merupakan suatu saluran yang menghubungkan antara cavum timpani dengan
nasofaring yang bermuara di Ostium Pharyngeum Tuba Auditifa (OPTA).
Fungsi dari tuba eustasi ini sendiri adalah sebagai ventilasi dari cavum timpani,
menyeimbangkan tekanan di kavum timpani dan di atmosfir (diluar), sebagai
barrier terhadap infeksi asending. Pada anak-anak tuba eustasi ini lebih
horizontal dan lebih pendek dari pada orang dewasa. Hal inilah yang dapat
mencetuskan mudahnya anak-anak menderita otitis media.2

2.2 Fisiologi Pendengaran

5
Suara atau bunyi yang masuk ditangkap oleh daun telinga, kemudian
diteruskan kedalam liang telinga luar yang akan menggetarkan gendang
telinga. Getaran ini akan diteruskan dan diperkuat oleh tulang-tulang
pendengaran yang saling berhubungan yaitu malleus, incus dan stapes. Stapes
akan menggetarkan tingkap lonjong (oval window) pada rumah siput yang
berhubungan dengan scala vestibuli sehingga cairan didalamnya yaitu perilimfe
ikut bergetar. Getaran tersebut akan dihantarkan ke rongga dibawahnya yaitu
scala media yang berisi endolimfe sepanjang rumah siput. Didalam scala media
terdapat organ corti yang berisi satu baris sel rambut dalam (Inner Hair Cell)
dan tiga baris sel rambut luar (Outer Hair Cell) yang berfungsi mengubah
energi suara menjadi energi listrik yang akan diterima oleh saraf pendengaran
yang kemudian menyampaikan atau meneruskan energi listrik tersebut kepusat
sensorik mendengar di otak sehingga kita bisa mendengar suara atau bunyi
tersebut dengan sadar.1,2

2.3 Otitis Media Efusi

2.3.1 Definisi

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara mudah,
otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif
(=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis
media efusi/OME, otitis media mucoid).2
Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran timpani utuh
tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan efusi.
Apabila efusi tersebut encer.2 disebut otitis media serosa dan apabila efusi
tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear).2

2.3.2 Epidemiologi
Infeksi telinga tengah merupakan diagnosa utama yang paling sering
dijumpai pada anak-anak usia kurang dari 15 tahun yang diperiksa di tempat
praktek dokter.3 Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami
setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.4 Di Inggris,

6
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia 10 tahun.
Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun. 4 Pada
tahun 1990, 12,8 juta kejadian otitis media terjadi pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun. Anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun, 17% memiliki
peluang untuk kambuh kembali. 30-45% anak-anak dengan OMA dapat
menjadi OME setelah 30 hari dan 10% lainnya menjadi OME setelah 90 hari,
sedikitnya 3,84 juta kasus OME terjadi pada tahun tersebut; 1,28 juta kasus
menetap setelah 3 bulan.3
Statistik menunjukkan 80-90% anak prasekolah pernah menderita OME.
Kasus OME berulang (OME rekuren) pun menunjukkan prevalensi yang cukup
tinggi terutama pada anak usia prasekolah, sekitar 28-38%.5,1
Di Indonesia masih jarang ditemukan kepustakaan yang melaporkan
angka kejadian penyakit ini, hal ini di sebabkan kerena belum ada penelitian
yang khusus mengenai penyakit ini, atau tidak terdeteksi karena minimalnya
keluhan pada anak yang menderita OME.

2.3.3 Etiologi
Etiologi dan patogenesis OME bersifat multifaktorial antara lain infeksi
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi,
faktor lingkungan dan sosial. Walaupun demikian tekanan telinga tengah yang
negatif, abnormalitas imunologi, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut
diperkirakan menjadi faktor utama dalam pathogenesis OME. Faktor penyebab
lainnya termasuk hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis, tumor
nasofaring, barotrauma, terapi radiasi, dan radang penyerta seperti sinusitis
atau rinitis. Merokok dapat menginduksi hiperplasi limfoid nasofaring dan
hipertropi adenoid yang juga merupakan patogenesis timbulnya OME.

Gangguan fungsi tuba


Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke rongga
telinga tengah terganggu, drainase dari rongga telinga ke rongga nasofaring
terganggu dan gangguan mekanisme proteksi rongga telinga tengah terhadap
refluks dari rongga nasofaring. Akibat gangguan tersebut rongga telinga
tengah akan mengalami tekanan negatif. Tekanan negatif di telinga tengah
menyebabkan peningkatan permaebilitas kapiler dan selanjutnya terjadi
transudasi. Selain itu terjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan sekresi

7
kelenjar. Akibatnya terdapat akumulasi sekret di rongga telinga tengah.
Inflamasi kronis di telinga tengah akan menyebabkan terbentuknya jaringan
granulasi, fibrosis dan destruksi tulang.

Obstruksi tuba Eustachius ytang menimbulkan terjadinya tekanan


negatif di telinga tengah akan diikuti retraksi membran timpani. Orang
dewasa biasanya akan mengeluh adanya rasa tak nyaman, rasa penuh atau
rasa tertekan dan akibatnya timbul gangguan pendengaran ringan dan
tinnitus. Anak-anak mungkin tidak muncul gejala seperti ini. Jika keadaan
ini berlangsung dalam jangka waktu lama cairan akan tertarik keluar dari
membran mukosa telinga tengah, menimbulkan keadaan yang kita sebut
dengan otitis media serosa. Kejadian ini sering timbul pada anak-anak
berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas dan sejumlah gangguan
pendengaran mengikutinya.

Infeksi
Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya
OME sejak dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah. Streptococcus
Pneumonia, Haemophilus Influenzae, Moraxella Catarrhalis dikenal sebagai
bakteri pathogen terbanyak ditemukan dalam telinga tengah. Meskipun hasil
yang didapat dari kultur lebih rendah. Penyebab rendahnya angka ini diduga
karena :
1. Penggunaan antibiotik jangka lama sebelum pemakian ventilation
tube akan mengurangi proliferasi bakteri patogen,
2. Sekresi immunoglobulin dan lisosim dalam efusi telinga tengah akan
menghambat proliferasi patogen,
3. Bakteri dalam efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm

Status Imunologi
Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah sekretori
Ig A. immunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam mukosa kavum
timpani. Sekretori Ig A terutama ditemukan pada efusi mukoid dan di kenal
sebagai suatu imunoglobulin yang aktif bekerja dipermukaan mukosa
respiratorik. Kerjanya yaitu menghadang kuman agar tidak kontak langsung
dengan permukaan apitel, dengan cara membentuk ikatan komplek. Kontak

8
langsung dengan dinding sel epitel adalah tahap pertama dari penetrasi
kuman untuk infeksi jaringan. Dengan demikian Ig A aktif mencegah infeksi
kuman.

Alergi
Bagaimana faktor alergi berperan dalam menyebabkan OME masih
belum jelas. Akan tetapi dari gambaran klinis di percaya bahwa alergi
memegang peranan. Dasar pemikirannya adalah analogi embriologik,
dimana mukosa timpani berasal sama dengan mukosa hidung. Setidak-
tidaknya manifestasi lergi pada tuba Eustachius merupakan penyebab
okulasi kronis dan selanjutnya menyebabkan efusi. Namun demikian dari
penelitian kadar Ig E yang menjadi kriteria alergi atopik, baik kadarnya
dalam efusi maupun dalam serum tidak menunjang sepenuhnya alergi
sebagai penyebab.
Etiologi dan patogenesis otitis media oleh karena alergi mungkin
disebabkan oleh satu atau lebih dari mekanisme di bawah ini :
- Mukosa telinga tengah sebagai organ sasaran (target organ)
- Pembengkakan oleh karena proses inflamasi pada mukosa tuba
Eustachius
- Obstruksi nasofaring karena proses inflamasi, dan
- Aspirasi bakteri nasofaring yang terdapat pada sekret alergi ke dalam
ruang telinga tengah.

2.3.4 Klasifikasi
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas 2 jenis:
1. Otitis media serosa akut
Adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba eustachius disertai rasa nyeri pada
telinga.
2. Otitis media serosa kronis
Pada keadaan kronis, sekret terbentuknya secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.

2.3.5 Patogenesis
Otitis media dengan efusi (OME) dapat terjadi selama resolusi otitis
media akut (OMA) sekali peradangan akut telah teratasi. Di antara anak-anak
9
yang telah memiliki sebuah episode dari otitis media akut, sebanyak 45 %
memiliki efusi persisten setelah 1 bulan, tetapi jumlah ini menurun menjadi 10
% setelah 3 bulan.
Terdapat 3 fungsi utama tuba eustachius yaitu ventilasi untuk menjaga
agar tekanan udara antara telinga tengah dan telinga luar selalu sama,
pembersihan sekret dan sebagai proteksi pada telinga tengah. Gangguan fungsi
yang dapat disebabkan oleh sejumlah keadaan dari penyumbatan anatomi
peradangan sekunder terhadap alergi , infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
atau trauma. Jika gangguan fungsi tuba eustachius berlangsung terus-menerus,
tekanan negatif berkembang dalam telinga tengah dari penyerapan dan atau
penyebaran nitrogen serta oksigen ke dalam sel mukosa telinga tengah. Jika
berlangsung cukup lama dengan sejumlah besar yang sesuai, terjadi transudasi
dari mukosa akibat tekanan negatif yang menyebabkan terjadinya akumulasi
serosa dengan dasar efusi yang steril. Disebabkan gangguan fungsi dari tuba
eustachius, efusi menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri
dan bisa mengakibatkan terjadinya otitis media akut.

Hampir keseluruhan otitis media efusi disebabkan gangguan fungsi tuba


eustachius. Apabila peradangan dan infeksi bakteri akut telah jelas, kegagalan
dari mekanisme pembersihan telinga tengah memungkinkan terjadinya efusi
pada telinga tengah. Banyak faktor yang telah terlibat dalam kegagalan dari
mekanisme pembersihan , termasuk gangguan fungsi siliar, edema mukosa,
hiperviskositas efusi, dan tekanan udara antar telinga tengah dan telinga luar
yang tidak baik.

2.3.6 Gambaran Klinis


Otitis Media Serosa Akut
Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya
pendengaran berkurang. Selain itu pasien juga dapat mengeluh rasa tersumbat
pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda, pada
telinga yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang-kadang terasa seperti ada
cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa
sedikit nyeri di dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang
menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah. Tapi setelah sekret
terbentuk, tekanan negatif ini perlahan-lahan menghilang. Rasa nyeri dalam

10
telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret ada virus atau alergi.
Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan.
Pada otoskopi tampak membrana timpani retraksi. Kadang-kadang tampak
gelembung udara atau permukaan cairan dalam cavum timpani. Tuli konduktif
dapat dibuktikan dengan garpu tala.10

Otitis Media Serosa Kronik


Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga
tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga tengah dengan disertai rasa nyeri
pada telinga, sedangkan pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap
tanpa rasa nyeri dengan gejala- gejala pada telinga yang berlangsung lama.
Sekret pada otitis media serosa kronik kental seperti lem, maka disebut glue
ear. Otitis media serosa kronik dapat terjadi sebagai gejala sisa dan otitis media
akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna.

2.3.7 Diagnosis
Diagnosis OME pada anak tidak mudah dan terdapat perbedaan yang
bermakna sesuai dengan kecakapan klinisi, khususnya di tingkat pelayanan
primer atau dokter anak yang mendiagnosisnya. Gejala tidak ada sensitif
maupun spesifik, banyak anak justru tanpa gejala. Pemeriksaan fisik pada anak
penderita OME berpotensi tidak akurat kerena kesan subjektif gambaran
membran timpani sulit dinilai. Belum lagi anak-anak yang tidak kooperatif saat
dilakukan pemeriksaan. Namun enamnesis dan pemeriksaan fisik tetap sangat
berperan dalam mendiagnosis OME.

Anamnesis

Dalam mendiagnosis OME diperlukan kejelian dari pemeriksa. Ini


disebabkan keluhan yang tidak khas terutama pada anak-anak. Biasanya orang
tua mengeluh adanya gangguan pendengaran pada anaknya, guru melaporkan
bahwa anak mempunyai problem pendengaran, kemunduran dalam pelajaran di
sekolah, bahkan dalam gangguan wicara dan bahasa. Sering kali OME
ditemukan secara tidak sengaja pada saat skrining pemeriksaan telinga dan
pendengaran di sekolah-sekolah.
Pada anak-anak dengan OME dari anamnesis keluhan yang paling sering
adalah penurunan pendengaran dan kadang merasa telinga merasa penuh

11
sampai dengan merasa nyeri telinga. Dan pada anak-anak penderita OME
biasanya mereka juga sering didapati dengan riwayat batuk pilek dan nyeri
tenggorokan berulang. Pada anak-anak yang lebih besar biasanya mereka
mengeluhkan kesulitan menengarkan pelajaran di sekolah, atau harus
membesarkan volume saat menonton televisi di rumah. Orang tua juga sering
mendengarkan keluhan telinga anaknya terasa tidak nyaman atau sering
melihat anaknya menarik-narik daun telinganya.

Pemeriksaan Fisik

Untuk mendiagnosis OME pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan


pemeriksaan otoskopi, timpanogram, audiogram dan kadang tindakan
miringotomi untuk memastikan adanya cairan dalam telinga tengah.

Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk kondisi, warna, dan
translusensi membrana tempani. Macam-macam perubahan atau kelainan
yang terjadi pada membran timpani dapat dilihat sebagaimana berikut :
a) Membrana timpani yang suram dan berwarna kekuningan yang menggati
gambaran tembus cahaya selain itu letak segitiga reflek cahaya pada
kuadran antero inferior memendek, mungkin saja didapatkan pula
peningkatan pembuluh darah kapier pada membran timpani tersebut.
Pada kasus dengan cairan mukoid atau mukupurulen membrana timpani
berwarna lebih muda (krem).
b) Membrana timpani retraksi yaitu bila manubrium malei terlihat lebih
pendek dan lebih horizontal, membran kelihatan cekung dan reflex
cahaya memendek. Warna mungkin akan berubah agak kekuningan.
c) Atelektasis, membrana timpani biasanya tipis, atropi dan mungkin
menempel pada inkus, stapes dan promontium, khusunya pada kasus-
kasus yang sudah lanjut, biasanya kasus yang seperti ini karena disfungsi
tuba Eustachius dan otitis media efusi yang sudah berjalan lama.
d) Membrana timpani dengan sikatrik, suram sampai retraksi berat disertai
bagian yang atropi didapatkan pada otitis media adesiva oleh karena
terjadi jaringan fibrosis ditelinga tengah sebagai akibat proses
peradangan sebelumnya yang berlangsung lama.

12
e) Gambaran air fluid level atau bubles biasanya ditemukan pada OME
yang berisi cairan serus.
f) Membrana timpani berwarna biru gelap atau ungu diperlihatkan pada
kasus hematotimpanum yang disebabkan oleh fraktur tulang temporal,
leukemia, tumor vaskuler telinga tengah. Sedangkan warna biru yang
lebih muda mungkin disebabkan oleh barotraumas.
g) Gambaran lain adalah ditemukan sikatrik dan bercak kalisifikasi.

Pada pemeriksaan otoskopi menunjuk kecurigaan OME apabila ditemukan


tanda-tanda :
a. Tidak didapatkan tanda-tanda radang akut
b. Terdapat perubahan warna membrana timpani akibat refleksi dari adanya
cairan didalam kavum timpani
c. Membran timpani tampak lebih menonjol
d. Membran timpani retraksi atau atelektasis
e. Didapatkan air fluid levels atau buble, atau
f. Mobilitas membran berkurang atau fikasi.

Otoskop Pneumatik / Otoskop Siegle


Otoskop pneumatik diperkenalkan pertama kali oleh Siegle,
bentuknya relatif tidak berubah sejak pertama diperkenalkan pada tahun
1864. Pemeriksaan otoskopi pneumatik selain bisa melihat jenis perforasi,
jaringan patologi, dan untuk membrana timpani yang masih utuh bisa juga
di lihat gerakanya (mobilitas) dengan jalan memberi tekanan positif maka
membrana timpani akan bergerak ke medial dan bila diberi tekanan negatif
maka membrana timpani akan bergerak ke leteral. Pemeriksaan otoskopi
pneumatik merupakan standar fisik diagnostik pada OME.

13
Pemeriksaan Penunjang

Timpanometri
Timpanometer adalah suatu alat untuk mengetahui kondisi dari sistem
telinga tengah. Pengukuran ini memberikan gambaran tentang mobilitas
membrana timpani, keadaan persediaan tulang pendengaran, keadaan dalam
telinga tengah termasuk tekanan udara didalamnya, jadi berguna dalam
mengetahui gangguan konduksi dan fungsi tuba Eustachius.
Grafik hasil pengukuran timpanometeri atau timpanogram dapat untuk
mengetahui gambaran kelainan di telinga tengah. Meskipun ditemukan
banyak variasi bentuk timpanogram akan tetapi pada prinsipnya hanya ada
tiga tipe, yakni tipe A, tipe B, dan tipe C.
Pada penderita OME gambaran timpanogram yang sering didapati
adalah tipe B. Tipe B bentuknya relatif datar, hal ini menunjukan gerakan
membrana timpani terbatas karena adanya cairan atau pelekatan dalam
kavum timpani. Grafik yang sangat datar dapat terjadi akibat perforasi
membrana timpani, serumen yang banyak pada liang telinga luar atau
kesalahan pada alat yaitu saluran buntu.
Pemerikasaan timpanometri dapat memperkirakan adanya cairan
didalam kavum timpani yang lebih baik dibanding dengan pemeriksaan
otoskopi saja.

Audiogram
Dari pemeriksaan audiometrik nada murni didapatkan nilai ambang
tulang dan udara. Gangguan pendengaran lebih sering ditemukan pada
pasien OME dengan cairan yang kental (glue ear). Meskipun demikian
beberapa studi mengatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
cairan serus dan kental terhadap gangguan pendengaran, sedangkan volume
cairan yang ditemukan di dalam telinga tengah adalah lebih berpengaruh.
Pasien dengan OME ditemukan gangguan pendengaran dengan tuli
konduksi ringan sampai sedang sehingga tidak begitu berpengaruh dengan
kehidupan sehari-hari. Tuli bilateral persisten lebih dari 25 dB dapat
mengganggu perkembangan intelektual dan kemampuan berbicara anak.
Bila hal ini dibiarkan bisa saja ketulian bertambah berat yang berakibat

14
buruk bagi pasien. Akibat buruk ini dapat berupa gangguan local pada
telinga maupun gangguan yang lebih umum, seperti gangguan
perkembangan bahasa dan kemunduran dalam pelajaran sekolah. Pasien
dengan tuli konduksi yang lebih berat mungkin sudah didapatkan fiksasi
atau putusnya rantai osikel.
Garis pedoman OME yang disusun bersama oleh AAFP, AAOHNS
dan AAP menyatakan bahwa audiologi merupakan salah satu komponen
pemeriksaan pasien OME. Pemeriksaan audiometrik direkomendasikan
pada pasien dengan OME selama 3 bulan atau lebih ,kelambatan berbahasa,
gangguan belajar atau dicurigai terdapat penurunan pendengaran bermakna.
Berdasarkan beberapa penelitian, tuli konduksi sering berhubungan dengan
OME dan berpengaruh pada proses mendengar kedua telinga, lokalisasi
suara, persepsi bicara dalam kebisingan. Penurunan pendengaran yang
disebabkan oleh OME akan mengahalangi kemampuan awal berbahasa yang
didapat.

Radiologi
Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif digunakan untuk
skrining OME, tetapi sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik banyak membantu diagnosis penyakit ini.
CT Scan sangat sensitive dan tidak diperlukan untuk
diagnosis. Meskipun CT scan penting untuk menyingkirkan adanya
komplikasi dari otitis media missal mastoiditis, trombosis sinus sigmoid
ataupun adanya kolesteatoma. CT scan penting khususnya pada pasien
dengan OME unilateral yang harus dipastikan adanya massa di nasofaring
telah disingkirkan.

2.3.8 Diagnosis Banding

15
2.3.9 Tatalaksana
1. Terapi non-bedah
Pengobatan konservatif secara local (obat tetes hidung atau spray) dan
sistemik antara lain antibiotika spektrum luas, antihistamin, dekongestan,
serta perasat valsava.
Setelah satu atau dua minggu, bila gejala-gejala masih menetap dapat
dilakukan tindakan pembedahan.

2. Terapi pembedahan
Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain miringotomi,
pemasangan tuba timpanostomi, adenoidektomi. Satu-satunya pengobatan
yang efektif pada pasien dengan otitis media efusi adalah evakuasi cairan
di telinga tengah dengan pembedahan.

2.3.10 Komplikasi
Akibat lanjut OME dapat mengakibatkan hilangnya fungsi pendengaran
sehingga akan mempengaruhi perkembangan bicara dan intelektual. Perubahan

16
yang terjadi pada telinga tengah dapat mengakibatkan penyakit berlanjut
menjadi otitis media adesiva dan otitis media kronis maligna.

2.3.11 Prognosis
Secara umum, prognosis pasien dengan otitis media efusi tergolong baik.
Kebanyakan kasus sembuh sendiri tanpa intervensi. Angka prevalensi otitis
media efusi juga menurun tajam pada anak usia 7 tahun, yang dikaitkan dengan
maturasi tuba eustachius dan fungsi imunitas.

BAB III

KESIMPULAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media
serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME, otitis
media mucoid).
Otitis media serosa, lebih dikenal sebagai cairan dalam telinga tengah (Middie
Ear Effusion), adalah kondisi yang paling sering menyebabkan hilangnya
pendengaran pada anak. Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran
timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan
efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi
tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear).
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media
serosa akut dan otitis media serosa kronis. Otitis media serosa akut adalah keadaan
terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan
fungsi tuba. Batasan antara otitis media serosa akut dan kronis hanya pada cara
terbentuknya sekret.
Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan terapi,
terutama jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena resolusi spontan sering
terjadi. Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat berupa
decongestan, anti histamin, antibiotik, Keputusan untuk melakukan intervensi bedah
dapat dilakukan. Jika gangguan pada telinga berterusan setelah 1-3 bulan. Beberapa

17
pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi, pemasangan tuba
timpanostomi, adenoidektomi.

DAFTAR PUSTAKA

Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. In: Soepardi EA, et all,
editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. 6th ed. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2007. p. 64-74

Probost R, Grevers G, Iro H. Middle ear. In: Probost R, Grevers G, Iro H, editors.
Basic Otorhinolaryngology. Stutgart : Thieme.; 2006. p. 228-249

Sumit K Agrawal, Aguila J Demetrio, Ahn S Min, et al. Current Diagnosis &
Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2th ed. USA: Mc Graw
Hill. 2008

Media,Wiki. 2009. Telinga. [7 screens] Cited 5 May 2011. Available from :


http://id.wikipedia.org/wiki/telinga

Megantara, Imam. 2008. Informasi Kesehatan THT : Otitis Media Efusi. [5 screens]
Cited 5 May 2011. Available from : http://www.perhati-kl.org/

Paparella,MM., Adams, GL., Levine, SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Adams, GL., Boies,LR., Higler, PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT.
Ed. 6. Jakarta:EGC. 1997. P. 90-9

David L.S, Ear, Nose and throat disorders: serous otitis media, Netwellness; 2008

Dhingra, PL. Editor : Otitis Media With Effusion. Disease of Ear, Nose, and Throat.
New Delhi : Churchill Livingstone Pvt Ltd . 1998. P 64-67

18
Cook. K. 2005. Otitis Media. Cited 7 May 2011. Available from :
http://www.emedicine/emerg/emedicine/htm.351.topic

Soepardi, Efiaty Arsyad; Iskandar, Nurbaiti. Editor : Otitis Media Non-Supuratif.


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorokan-Kepala-Leher.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.p 58 60.

Soepardi, efiaty arsyad.dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta ; FKUI

Otitis media with effusions (fluid behind the eardrum), Departement of surgery, the
University of Arizona.

19

Anda mungkin juga menyukai