Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Oral Biologi
2.1.1 Mekanisme nyeri pulpa
Saraf sensoris yang mempersarafi pulpa adalah saraf campuran yang mengandung
baik akson mielin maupun tidak bermielin. Akson bermielin digolongkan menurut diameter
dan kecepatan konduksinya. Termasuk dalam golongan ini adalah akson A, diameter 1-6m,
yang merupakan saraf bermielin dengan konduksi lambat dan yang jumlahnya paling banyak.
Saraf sensoris bermielin bercabang makin banyak ketika naik ke arah korona. Pada akhirnya
saraf ini akan kehilangan selubung mielinnya dan berakhir sebagai cabang-cabang tak
bermielin baik di bawah odontoblas, sekitar odontoblas, maupun sepanjang prosesus
odontoblas dalam tubulus dentin. Di sana saraf ini membentuk sinsitium saraf yang disebut
pleksus subodontoblas Raschkow. Stimulus serabut ini akan menghasilkan nyeri tajam yang
cepat yang relative mudah ditentukan lokasinya.
Akson nosiseptif tidak bermielin, atau serabut c (diameternya <1m), adalah saraf
yang paling banyak terutama ditemukan pada inti pulpa. Kecepatan konduksinya lebih lambat
daripada serabut A, dan stimulasi serabut ini menghasilkan nyeri yang lebih lambat
awitannya dan sifatnya tumpul serta menyebar.
Terdapat beberapa teori mekanisme nyeri :
Persarafan langsung dari dentin
Dentin memiliki ujung serat saraf sensorik dan akan menerima rangsang yang jatuh pada
dentin tersebut.
stimulusemaildentinpulpasensasireaksi nyeri

Teori persarafan odontoblast


stimulusemaildentinditangkap oleh serat tomessel saraf pada
odontoblastpulpaSSP anteriormemerintahkan neuron motorik untuk memunculkan
gerak refleks atau reaksi nyeri.

Teori hidrodinamik
stimulusemaildentin(cairan tubulus dentin bergerak naik turun)sel saraf pada
odontoblaspulpaSSPmemerintahkan neuron motorik untuk memunculkan gerak
refleks atau reaksi nyeri.1

2.1.2 Klasifikasi nyeri


a. Nyeri Spontan (tanpa rangsangan)
Nyeri spontan timbul tanpa adanya stimulus. Jadi nyeri yang mengagetkan pasien atau
timbul tanpa sebab disebut neri spontan. Nyeri spontan jika digabung dengan nyeri intens
biasanya mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau penyakit periradikular yang parah.
Nyeri ini adalah tanda dari pulpitis ireversibel.
b. Nyeri tidak spontan (dengan rangsangan)
Nyeri tidak spontan merupakan rasa tidak enak yang timbul dari terangsangnya jalur
nyeri oleh stimulus yang menyebabkan atau memungkinkan kerusakan jaringan. Nyeri ini
dapat hilang apabila rangsangan dihilangkan.
c. Membedakan nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri akut adalah rasa yang tidak enak yang timbul dari terangsangnya jalur nyeri oleh
stimulus yang menyebabkan atau memungkinkan kerusakan jaringan. Nyeri akut berlangsung
dalam hitungan menit (kurang dari 6 bulan). Ditandai dengan peningkatan nadi dan respirasi.
Respon pasien dapat berupa menangis atau mengerang dan fokus pada nyeri.
Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul tanpa adanya stimulus dan kerusakan jaringan
yang jelas. Suatu rasa yang tidak begitu mengganggu sehingga pasien tidak mengeluh tentang
nyeri. Nyeri kronis berlangsung lebih dari 6 bulan.

2.1.3 Intensitas nyeri


Nyeri Intens adalah nyeri yang baru terjadi,tak dapat diredakan oleh analgesik dan
menyebabkan pasien mencari pertolongan.Nyeri yang sudah berlangsung lama biasanya tidak
intens. Nyeri yang sifatnya ringan atau sedang dengan durasi yang lama tidak dengan
sendirinya bersifat diagnostik secara endodonsia. Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis
ireversibel atau periodontitis atau abses apikalis simtomatik (akut)

2.1.4 Kualitas nyeri


a. Nyeri cepat
Disalurkan ke medulla spinalis oleh serat A
Dirasakan dalam waktu 0,1 detik
Lokalisasi jelas, seperti menusuk
Berespon terhadap rangsangan mekanis dan suhu
b. Nyeri lambat
Disalurkan ke medulla spinalis oleh serat c
Dirasakan dalam waktu 1 detik
Lokalisasi kurang jelas, berdenyut, pegal
Berespon terhadap rangsangan kimiawi3

2.1.5 Sel somatik dan imunokompeten


a.Sel somatik
Sel somatik adalah sel-sel penyusun tubuh dengan jumlah kromosom 2n (diploid). Dalam
proses pertumbuhan makhluk hidup multiseluler sel somatik mengalami proses pembelahan
mitosis. Terdapat beberapa sel somatik pada pulpa seperti:

Odontoblas
Odontoblas adalah sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan tunggal
diperifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan menjadi dentin.
Dibagian mahkota ruang pulpa terdapat odontoblas yang jumlahnya banyak sekali dan
bentuknya seperti kubus relatif besar. Jumlahnya di daerah itu sekitar 45.000 dan
65.000/mm2. Di daerah serviks dan tengah-tengah akar jumlahnya lebih sedikitb dan
tampilannya lebih gepeng (skuamosa). Morfologi sel umumnya secara signifikan
mencerminkan aktivitas fungsionalnya, dan sel yang lebih besar memiliki kapasitas
mensintesis lebih banayak matriks. Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi
pembelahan sel. Seumur hidupnya, yang bisa sama dengan umur vitalitas pulpa, odontoblas
mengalami masa fungsional, transisi, transisional, dna fase istrahat, yang masing-masing
berbeda dalam ukuran dan ekspresi organelnya.
Odontoblas terdiri atas dua komponen structural dan fungsional utama yakni badan sel dan
prosesus sel. Badan sel terletak dissebelah matriks dentin tak termineralisasi
(predentin). Prosesus sel memanjang ke luar kea rah tubulus di dentin dan predentin. Sampai
dimana prosesu odontoblas berjalan di tubulus.
Badan sel adalah bagian dari sel yang begrfungsi sintesis dan mengandung nucleus yang
terletak dibasal serta struktur organel didalam sitoplasma yang adalah khas dari suatu sel
pensekresi. Selama dentinogenesis aktif, reticulum endoplasma dan apparatus golgi tampak
menonjol disertai banyak mitokondria dan vesikel. Badan sel dilengkapi dengan
berbagai junction ayng kompleks yang mengandung gap junction, tight junction, dan
desmosom yang lokasinya bbervariasi dan ditentukan oleh
fungsinya. Junction mengisolasi lokasi tempat terbentuknya dentin dan mengatur aliran zat
ke dalam dan keluar area. Produk ekskresi dari odontoblas ke dalam membrane sel diujung
perifer badan sel dan ujung basal dari prosesus sel. Pada mulanya produk ini mencakup
komponen matriks yang di sekresi ke luar. Odontoblas bekerja paling aktif selama
dentinogenesis primer dan selama pembentukan dentin reparatif. Aktivitas nya banyak
berkurang selama dentinogenesis sekunder sedang berjalan.
Preodontoblas
Odontoblas baru dapat tumbuh setelah odontoblas yang lama hilang akibat cedera. Namun
tumbuhnya odontoblas baru hanya baru terjadi jika pada zona kaya akan sel telah ada
preodontoblas. Preodontoblas adalah sel yang telah terdiferensiasi sebagian sepanjang garis
odontoblas. Preodontoblas ini akan bermigrsi ke tempat terjadinya cedera dan melanjutkan
differensiasinya pada tenpat tersebut.
Fibroblast
Preodontoblas adalah tipe sle yang paling umum terlihat dalam jumlah yang paling besar di
pulpa mahkota. Sel ini menghasilkan dan mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa juka
ada penyakit. Seperti odontoblas , penonjolan organel sitoplasmanya berubah-ubah sesuai
dengan aktivitasnya. Makin aktif selnya, makin menonjol organel dan komponen lainnya
yang diperlukan untuk sintesis dan sekresi. Akan tetapi, tidak seperti odontoblas, sel-sel ini
mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi dari sel-sel yang kurang
terdiferensiasi.
Sel Cadangan (Sel Tak Berdiferensiasi)
Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel precursor ini ditemukan di zona
kaya akan sel dan inti pulpa serta dekat sekali dengan pembuluh darah. Tampaknya, sel-sel
ini merupakan sel yang pertama kali membelah ketika terjadi cedera. Sel ini akan berkurang
jumlahnya sejalan dengan meningkatnya kalsifikasi pulpa dan berkurangnya aliran darah
akan menurunkan kemampuan regeneratifnya.
Sel-Sel Sistem Imun
Makrofag, limfosit T, dan sel dendritik merupakan penghuni seluler yang normal dari pulpa.
Sel dendritik dan ptosesusnya ditemukan diseluruh lapisan odontblas dan memiliki hubungan
dekat dengan elemen veskular dan elemen saraf. Sel-sel ini merupakan bagian Dario system
respon imun awal dan pemantau (surveillance) dari pulpa. Sel ini akan menangkap dan
memaparkan antigen terhadap sel T residen dan makrofag. Secara kolektif, kelompok sel ini
merupakan sekitar 8% populasi sel dalam pulpa.
Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vascular yang terdapat didalam dinding dentin
yang kerasa. Meskipun sama dengan jaringan penghubung lainnya didalam badan manusia,
jaringan ini khusus dan lingkungannya.4
b. Sel imunokompeten
Sel imunokompeten adalah sel yang mampu membedakan sel tubuh dengan zat asing
dan menyelenggarakan inaktivasi atau perusakan benda-benda asing. Sel imunokompeten
yang berperan dalam respon imunologik pada inflamasi pulpa adalah limfosit T, limfosit B
(lebih sedikit), makrofag, dan sel dendritik yang mengekspresikan molekul kelas II yang
secara morfologik serupa dengan makrofag dalam jumlah yang cukup banyak.
Sel dendritik merupakan salah satu antigen-presenting cell (APC) yang berbentuk
seperti dendrit pada saraf namun berfungsi untuk menstimulasi molekul pada pengaktivan sel
T bukan berfungsi sebagai sel saraf. Sel ini pada pulpa terletak di perifer jaringan, dimana
biasanya antigen masuk. Fungsi utama sel dendritik ini adalah memperingatkan sistem imun
untuk mengeleminasi secara efektif.5

2.1.6 Imunopatogenesis penyakit pulpa dan periradikular


Reaksi pertahanan kompleks dentin-pulpa yang penting adalah: 1) sklerosis tubuler di dalam
dentin, 2) dentin reaksioner dianntara dentin dan pulpa, 3) peradangan pulpa. Semua reaksi
pertahanan ini bergantung pada adanya jaringan pulpa yang vital.
1. Sklerosis tubuler
Suatu proses dimana mineral diletakkan didalam lumen tubulus dentin dan bisa dianggap
sebagai ekstensi mekanisme normal dari pembentukan dentin peritubuler. Reaksi jaringan,
yang memerlukan pengaruh odontoblas vital, biasanya terlihat pada daerah perifer karies
dentin. Sklerosis tubuler mengakibatkan terjadinya daerah yang strukturnya lebih homogen.
Sklerosis tubuler merupakan suatu pelindung dalam arti ia menurunkan permeabilitas
jaringan, seningga mencegah penetrasi asm dan toksin-toksin bakteri.
2. Dentin reaksioner
Suatu lapisan dentin yang terbentuk diantara dentin dan pulpa, sebagai suatu reaksi terhadap
rangsang yang terjadi didaerah perifer. Oleh karena itu, penyebaran dentin reparatif terbatas
didaerah dibawah rangsang. Dentin reaksioner terbentuk sebagai atas rangsang yang ringan.
Tetapi keparahan yang meningkat akan menimbulkan kerusakan odontoblas yang meningkat
pula serta displasia dentin reaksioner yang baru terbentuk. Rangsang yang sangat hebat dapat
mengakibatkan kematian odaotoblast dan pada keadaan ini tak akan ada dentin reaksioner
yang terbentuk. Akan tetapi, kadang-kadang ada sel-sel lain didalam pulpa yang
berdiferensiasi menjadi sel atubuler yang terkalsifikasi. Suplai darah kedalam dianggap
merupakan faktor penting dalam menentukan kesanggupan pulpa membentuk dentin
reaksioner. Oleh karena itu, diperlukan gigi muda mampu membentuk dentin reaksioner dari
pada gigi tua.
3. Peradangan pulpa
Peradangan pulpa merupakan reaksi jaringan ikat vaskuler yang sangat penting terhadap
cedera. Macam reaksi (respon) pulpa sebagian disebabkan oleh lama atau intensitas
rangsangnya. Pada lesi karies dentin yang berkembang lambat, stimulus yang mencapai pulpa
adalah toksin bakteri dan sengatan termis dan osmotis dari daerah sekitarnya. Reaksi terhadap
rangsangan yang ringan akan berupa inflamasi kronik. Akan tetapi, pada saat organisme itu
mencapai pulpa sehingga pulpa berkontak dengan karies, maka akan terjadi inflamasi akut
bersama-sama dengan kronik. Reaksi peradangan mempunyai komponen vaskuler dan
seluler. Komponen seluler, pada peradangan kronik denagan dijumpampainya sel-sel
limfosit,sel plasma,monosit dan mokrofag. Suatu waktu mungkin terjadi peningkatan
produksi kolagen yang mengakibatkan terjadinya fibrosis. Reaksi peradangan kronik tidak
akan membahayakan vitalitas pulpa.
Pada imunopatogenesis lesi periradikular terdapat banyak sekali antigen potensial yang
berakumulasi dalam pulpa nekrosis, yang terdiri atas sejumlah spesies mikroorganisme
beserta toksinnyaa, dan jaringan pulpa yang telah berubah. Saluran akar merupakan jalur
untuk sensitisasi. Adanya antigen potensial dalam saluran akar dan immunoglobulin I gE serta
sel mast dalam pulpa yang mengalami kelainan patologis serta lesi periradikuler,
mengindikasikan tarjadinya reaksi imunologi tipe I. pada lesi ini berbagai kelas
immunoglobulin, termasuk antibody spesifik terhadap sejumlah spesies bakteri dalam saluran
akar yang terinfeksi. Selain itu, dalam lesi periradikuler manusia terdapat pula berbagai tipe
sel imunokomplemen seperti sel penyaji antigen, makrofag, leukosit PMN, dan sel B serta sel
T. Keberadaan kompleks imun dan sel imunokompeten seperti sel T mengindikasikan bahwa
berbagai tipe reaksi imunologi (tipe II sampai IV) dapat memulai, memperkuat, atau
memperparah lesi inflamasi ini.6
2.1.7 Respon imun
Seperti halnya jaringan ikat lain pada tubuh, jaringan pulpa akan mengadakan respon
terhadap iritan dengan:
1. Reaksi inflamasi non spesifik
2. Reaksi imunologi spesifik
Inflamasi pulpa akibat karies dimulai sebagai respon seluler kronik yang ditandai oleh adanya
limfosit, sel-sel plasma dan makrofag.respon terhadap karies oleh pulpa dentinal kompleks
meliputi pembentukan dentin peritubuler, menurunnya permeabilitas tubulus dentin, dan
sering dengan pembentukan dentin tersier. Dentin tersier tidak teratur ini memiliki tubulus
lebih sedikit dan mungkin berfungsi sebagai barier terhadap karies yang sedang menyerbu.
Pada umumnya pulpa tidak akan mengalami inflamasi yang payah (tidak ireversibel) jika
kariesnya tidak berpenetrasi ke dalam pulpa.
Setelah pulpa terbuka karena karies, berbagai spesies bakteri yang oportunis dan flora oral
akan berkoloni pada pulpa yang terbuka tersebut. Leukosit polimorfonukleus (PMN) yang
merupakan tanda dari inflamasi akut, secara khemotaktik akan tertarik ke daerah terinflamasi
dalam waktu yang lama, atau bisa juga dengan cepat menjadi nekrosis. Dinamika reaksi
pulpa ini terkait dengan virulensi bakteri, respon pejamu, jumlah sirkulasi pulpa dan derajat
drainasenya. Karena jaringan pulpa terkurung oleh jaringan keras, jaringan pulpa yang
terinflamasi dikatakan berlokasi dalam lingkungan yang unik yaitu lingkungan low
compliance. Keadaan yang low compliance ini akan meningkatkan tekanan intrapulpa ketika
sel-sel dan cairan inflamasi ekstravaskuler terakumulasi. Meningkatnya tekanan ini
selanjutnya akan mengganggu sirkulasi pulpa yang normal dan fungsi sel, sehingga sel-sel
akan lebih rentan terhadap cedera atau takkan mati.6

2.1.8 Biologi pulpa dan periradikular


a. Anatomi pulpa
Pulpa gigi adalah jaringan lunak dari bagian gigi. Umumnya jaringan pulpa mengikuti garis
luar bentuk gigi. Bentuk garis luar ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk
gigi saluran pulpa mengikuti akar gigi. Pulpa gigi dalam rongga berasal dari jaringan
mesenkim dan mempunyai berbagai fungsi yaitu: sebagai pembentuk, penahan, mengandung
zat-zat makanan, mengandung sel-sel saraf sensori. Fungsi permulaan dari pulpa gigi adalah
memebentuk dentin. System yang sensori yang kompleks dari pulpa ialah mengontrol
peredaran dan sensasi rasa sakit.
Bagian-bagian pulpa:
1. Ruang pulpa : Rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi dan selalu
tunggal.
2. Tanduk pulpa : Ujung dari ruang pulpa.
3. Saluran pulpa/saluran akar : Rongga yang terdapat pada bagian akar gigi.
4. Foramen apical : Ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar berupa suatu
lubang kecil.
5. Supplementary kanal : Beberapa akar gigi yang mungkin mempunyai lebih dari satu
foeramen. Dalam hal ini saluran tersebut mempunyai dua atau lebih cabang dekat apikalnya
yang disebut multiple foramina/supplementary canal.
6. Orrifice/eritrance into the pulp canal : Pintu masuk ke saluran akar gigi saluran pulpa
dihubungkan dengan ruang pulpa.

b. Histologi pulpa
Pada pulpa secara histology terdapat 4 zona, yaitu:
Odontoblastik layer
Lapisan ini terdiri dari badan sel odontoblas dan prosesus odontoblas. Badan sel membentuk
daerah odontoblastik dan prosesus odontoblas berlokasi di dalam matriks predentin dan tubuli
dentin meluas ke dalam dentin. Pada daerah odontoblastik ini terdapat kapiler dan saraf
sensoris yang tidak bermielin di sekeliling badan sel.
Pada potongan histologik, odontoblas kelihatan berderet dalam suatu susunan memagari pada
perifer pulpa. Lapisan predentin berkalsifikasi akan mengahasilkan tubulus dentin dan dentin
diantara tubuli ini disebut dentin intertubular. Selain itu terdapat prosesus odontoblastik,
dentin sekunder dan dentin reparatif
Free-cell zone
Daerah ini disebut juga daerah Weil adalah daerah pulpa yang relatif aselular terletak sebelah
sentral dari daerah odontoblas. Daerah ini berisi fibroblas, sel mesenkim, dan makrofag
Rich-cell zone
Zona ini berisi subsatansi dasar (substansi gelatinus yang disusun oleh proteoglikan,
glikoprotein, dan air), fibroblast, kolagen sel mesenkim yang tidak berkembang dan sel
sistem imun.
Pulp core
Daerah ini berisi pembuluh darah dan saraf yang tertanam di dalam matriks pulpa bersama-
sama dengan fibroblast.7

c. Biologi periradikular
Periodontium, jaringan yang mengelilingi dan merupakan tempat tertanamnya akar gigi
terdiri atas sementum, ligamen periodontium dan tulang alveolus. Jaringan ini berasal dari
folikel dentalis yang mengelilingi organ email; pembentukannya dimulai ketika
perkembangan akarnya mulai berlangsung.
1. Sementum
Sementum adalah jaringan yang menyerupai tulang yang menutupi akar dan menyediakan
perlekatan bagi serabut periodontium utama. Terdapat tipe sementum.
1) Sementum serabut intrinsik aseluler primer. Ini adalah sementun yang pertama kali
terbentuk dan telah ada sebelum serabut periodontium utama terbentuk sempurna. Jaringan
ini meluas dari tepi servikal ke sepertiga akar gigi pada beberapa gigi dan
mengelilingiseluruh akar pada jumlah gigi lainnya.
2) Sementum serabut ekstrinsik aseluler primer. Ini adalah sementum yang terus-menerus
terbentuk sekitar serabut periodontium primer setelah keduanya telah digabungkan ke dalam
sementum serabut intrinsik aseluler primer.
3) Sementum serabut intrinsik seluler sekunder. Sementum ini memiliki penampilan
seperti tulang dan hanya memainkan peran yang kecil dalam perlekatan serabut.
4) Sementum serabut campuran seluler sekunder. Sementum ini adalah suatu tipe adaptif
dari sementum seluler yang melibatkan serabut periodontium sambil terus berkembang.
5) Sementum afibriler aseluler. Ini adalah sementum yang terdapat pada email yang tidak
berperan dalam perlekatan serabut.
Walaupun kadang-kadang mengandung sel, sementum tidak memiliki vaskularisasi dan
tampaknya lebih tahan terhadap resorpsi dibanding tulang.
2. Ligamen periodontium
Merupakan jaringan khusus, fungsinya sebagian berikatan dengan keberadaan bundel serabut
kolagen yang tersusun secara khusus yang mendukung gigi dalam soketnya dan menyerap
gaya oklusi sehingga tidak ditransmisikan ulang ke sekitarnya. Rongga ligamen periodontium
tidak luas, antara 0,21 mm pada gigi muda sampai 0,15 mm pada gigi tua.
Rongga periodontium dipagari oleh ostoeblas dan osteoklas. Diantara serabut-serabut
periodontium utama terjalin jaringan ikat longgar yang mengandung fibroblas, sel cadangan,
makrofag, osteoklas, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe.
3. Tulang Alveolus
Tulang rahang disebut sebagai prosesus alveolaris. Tulang yang memagari soket dan tempat
melekatnya serabut periodontium utama disebut tulang alveolus proprium.Tulang alveolus
meiliki libang kecil bagi masuknya pembuluh, saraf, jaringan ikat, yang lewat dari prosesus
alveolaris ke rongga periodontium. Walaupun memiliki lubang-lubang kecil, tulang alveolus
propium tetap lebih padat dari tulang kanselus yang mengelilinginya dan meiliki tampilan
opak yang jelas pada radiograf.8

2.1.9 Etiologi dan pathogenesis penyakit pulpa dan periradikular


Etiologi Penyakit Pulpa
Sebab-sebab dari penyakit pulpa adalah sebagai berikut.
1. Fisis
A. Mekanis
Injuri pulpa secara mekanis ini biasanya disebabkan oleh trauma atau pemakaian patologik
gigi.
Injuri traumatic dapat disertai atau tidak disertai dengan fraktur mahkota atau akar. Injuri
traumatik pulpa dapat disebabkan karena adanya pukulan keras pada gigi, baik sewaktu olah
raga, kecelakaan, atau ketika perkelahian. Selain itu, injuri traumatic pulpa juga dapat
disebabkan oleh prosedur kedokteran gigi. Misalnya, terbukanya pulpa secara tidak sengaja
ketika ekskavasi struktur gigi yang terkena karies.
Pulpa juga dapat terbuka atau hampir terbuka oleh pemakaian patologik gigi, baik abrasi
maupun atrisi bila dentin sekunder tidak cukup cepat ditumpuk.
B. Termal
Penyebab termal injuri pulpa adalah panas yang didapat karena preparasi kavitas, dan
konduksi panas dari tumpatan.
Panas karena preparasi kavitas merupakan panas yang ditimbulkan oleh bur ketika sedang
mempreparasi kavitas. Ketika menggunakan bur, sebaiknya gunakan pendingin agar injuri
pulpa dapat dihindari. Bukti menunjukkan bahwa kerusakan pulpa lebih cepat disembuhkan
bila preparasi kavitas dilakukan dibawah semprotan air.
Konduksi panas dari tumpatan dihasilkan dari tumpatan metalik. Tumpatan metalik yang
dekat pada pulpa tanpa suatu dasar semen perantara dapat menyalurkan secara cepat
perubahan panas ke pulpa dan mungkin dapat merusak pulpa tersebut.
2. Kimiawi
Aplikasi suatu pembersih kavitas pada lapisan dentin yang tipis dapat menyebabkan inflamasi
pulpa. Pada suatu studi, pembersih kavitas seperti asam sitrat menyebabkan respon radang
yang sangat dalam yang secara berangsur-angsur berkurang dalam kira-kira satu bulan.
Erosi yang lambat dan progresif pada permukaan labial atau fasial leher gigi akhirnya dapat
mengiritasi pulpa dan dapat menyebabkan kerusakan permanen.
3. Bakterial
Penyebab paling umum injuri pulpa adalah bakteri. Bakteri atau produk-produknya
mungkin masuk ke dalam pulpa melalui suatu keretakan di dentin, baik dari karies maupun
terbukanya pulpa karena kecelakaan, dari perluasan infeksi dari gusi atau melalui peredaran
darah.
Etiologi Penyakit Periapeks
1. Periodontitis Apikalis Akut
Iritanya meliputi mediator inflamasi dari pulpa yang terinflamasi irreversibel atau toksin
bakteri dari pulpa nektorik, zat-zat kimia seperti irigan atau desinfektan, restorasi yang
hiperoklusi, instrumentasi yang berlebihan, dan keluarnya material obturasi ke jaringan
periapeks. Pulpanya dapat pulpa yang terinflamasi ireversibel atau pulpa nekrotik.
2. Periodotitis Apikalis Kronik
Periodontitis apikalis kronik timbul akibat nekrosis pulpa dan biasanya merupakan lanjutan
dari periodontitis apikalis akut.
3. Condensing Osteitis
Penyebab utama condensing osteitis adalah penyebaran iritan dari saluran akar ke jaringan
periradikuler.
4. Abses Apikalis Akut
Abses apikalis akut merupakan respons inflamasi yang parah terhadap iritan mikroba dan
nonbakteri dari pulpa nekrotik.
5. Abses Apikalis Kronik
Penyakit ini merupakan akibat dari nekrosis pulpa dan biasanya diasosiasikan dengan
periodontitis apikalis kronis yang telah membentuk abses. Abses telah menenyebar melalui
tulang dan jaringan lunak untuk membentuk stoma saluran sinus pada mukosa oral, atau
terkadang hingga ke kulit wajah.2
6. Eksaserbasi Akut Suatu Lesi Kronis
Daerah periradikuler mungkin bereaksi terhadap stimulus noksinus dari suatu pulpa yang
sakit, yang menderita penyakit periradikular kronis. Terkadang, karena kemasukan produk
nekrotik dari pulpa yang sakit, atau karena bakteri dan toksinnya, lesi yang kelihatan tidak
aktif ini dapat bereaksi dan dapat menyebabkan suatu respon inflamatori akut. Penurunan
daya tahan tubuh pada keberadaan bakteri dan pelepasan bakteri dari saluran akar atau iritasi
mekanis selama preparasi saluran akar juga dapat memicu respon inflamatori akut.
7. Granuloma
Sebab perkembangan suatu granuloma adalah matinya pulpa, diikuti oleh suatu infeksi ringan
atau iritasi jaringan periapikal yang merangsang suatu reaksi seluler produktif. Suatu
granuloma hanya berkembang beberapa saat setelah pulpa mati. Pada beberapa kasus, suatu
granuloma didahului oleh abses alveolar kronis.
8. Kista Radikular
Kista radikular mensyaratkan injuri fisis, kimiawi, bacterial yang menyebabkan matinya
pulpa, diikuti oleh stimulasi sisa epitellial Malassez, yang biasanya dijumpai pada ligament
periodontal.
9. Resorpsi Eksternal Akar
Resorpsi eksternal adalah inflamasi periradikular yang disebabkan oleh trauma, kekuatan
berlebihan, granuloma, kista, tumor rahang sentral, replantasi gigi, bleaching gigi, impaksi
gigi, dan penyakit sistemik.9

Patogenesis
Jaringan pulpa akan mengadakan respons terhadap iritan dengan (1) reaksi inflamasi
nonspesifik dan (2) reaksi imunologi spesifik. Inflamasi pulpa akibat karies dimulai sebagai
respons seluler kronik yang ditandai oleh adanya limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag.
Respons terhadap karies oleh kompleks dentin-pulpa meliputi pembentukan dentin
peritubuler, menurunnya permeabilitas tubulus dentin, dan sering, dengan pembentukan
dentin tersier. Dentin tersier tidak teratur ini memiliki tubulus lebih sedikit dan mungkin
berfungsi sebagai barier terhadap karies yang sedang menyerbu. Umumnya, pulpa tidak akan
mengalami inflamasi yang parah (tidak ireversibel), jika kariesnya tidak berpenetrasi ke
dalam pulpa.
Setelah pulpa terbuka karena karies, berbagai spesies bakteri yang oportunis dari flora oral
akan berkoloni pada pulpa yang terbuka tersebut. Leukosit polimorfonuklear, yang
merupakan tanda dari inflamasi akut, secara kemotaktik akan tertarik ke daerah terinflamasi.
Akumulasi leukosit polimorfonuklear akan menyebabkan terbentuknya abses. Jaringan pulpa
bisa tetap terinflamasi dalam waktu yang lama, atau bisa juga dengan cepat menjadi nekrosis.
Karena jaringan pulpa terkurung oleh jaringan keras, jaringan pulpa yang terinflamasi
dikatakan berlokasi dalam lingkungan yang low compliance. Keadaan low compliance ini
akan meningkatkan tekanan intrapulpa ketika sel-sel dan cairan inflamasi ekstravaskuler
terakumulasi. Meningkatnya tekanan ini selanjutnya akan mengganggu sirkulasi pulpa yang
normal dan fungsi sel, sehingga sel-sel akan lebih rentan terhadap cedera atau akan mati.
Patosis jaringan periradikuler dapat terjadi akibat pulpa yang nekrosis, yaitu dari bakteri atau
produk sampingnya dan iritan-iritan lain dari pulpa yang nekrosis yang berdifusi dari saluran
akar ke arah periapeks sehingga timbul lesi inflamasi yang parah. Jaringan periradikuler
memiliki sumber sel tak terdiferensiasi yang jumlahnya hampir tak terbatas dan berpartisipasi
baik dalam inflamasi maupun perbaikan. Interaksi antara iritan yang berasal dari ruang pulpa
dengan pertahanan pejamu akan mengaktifkan serangkaian reaksi untuk melindungi pejamu.
Reaksi yang muncul sangat kompleks dan biasanya diperantarai oleh mediator inflamasi
nonspesifik dan reaksi imun spesifik.
Mediator Nonspesifik Lesi Periradikuler
Mediator nonspesifik reaksi inflamasi adalah neuropeptid, peptid fibrinolitik, kinin, fragmen
komplemen, amin vasoaktif, enzim lisosom, metabolit asam arakhidonat dan sitokin.
Berkontaknya faktor Hageman dengan kolagen dari enzim membrane basalis seperti kalikrein
atau plasmin, atau endotoksin yang berasal dari saluran akar yang teinflamasi, akan
mengaktifkan kaskade pembekuan darah dan system fibrinolitik. Fibrinopeptid yang
dilepaskan oleh molekul fibrinogen dan produk degradasi fibrin yang dilepaskan selama
proses proteolisis dari fibrin oleh plasmin turut berperan dalam timbulnya inflamasi. Trauma
pada jaringan periapeks selama perawatan saluran akar dapat juga mengaktifkan system kinin
dan, pada gilirannya, system komplemen.
Cedera fisik atau kimia dapat menyebabkan lepasnya amin vasoaktif seperti histamine, yang
dapat menarik (kemitaktik) leukosit dan makrofag. Selain itu, enzim lisosom dapat
menyebabkan lepasnya C5 dan membentuk C5a, suatu komponen kemotaktik yang poten,
serta pembebasan bradikinin aktif dari kininogen plasma. Bermacam-macam sitokin seperti
interleukin, faktor nekrosis tumor, dan faktor pertumbuhan terlibat dalam perkembangan dan
kelanjutan lesi periradikuler.
Mediator Spesifik Lesi Periradikuler
Selain mediator nonspesifik dalam reaksi inflamasi, reaksi imunologi juga berpartisipasi
dalam pembentukan dan kelanjutan patosis periradikuler. Banyak sekali antigen potensial
yang berakumulasi dalam pulpa nekrosis, yang terdiri atas sejumlah spesies mikroorganisme
beserta toksinnya, dan jaringan pulpa yang telah berubah. Adanya antigen potensial dalam
saluran akar dan immunoglobulin IgE serta sel mast dalam pulpa yang mengalami kelainan
patologis serta lesi periradikuler, mengindikasikan terjadinya reaksi imunologi tipe I.
Pada lesi ini terdapat berbagai kelas immunoglobulin, termasuk antibody spesifik terhadap
sejumlah spesies bakteri dalam saluran akar yang terinfeksi. Dalam lesi periradikuler manusia
juga terdapat berbagai tipe sel imunokompeten seperti sel penyaji antigen (Iaantigen-
expressing nonlymphoid cells), makrofag, leukosit polimorfonuklear, dan sel B serta sel T.
Keberadaan kompleks-imun dan sel imunokompeten seperti sel T mengindikasikan bahwa
reaksi imunologi (tipe II sampai IV) dapat memulai, memperkuat, atau memperparah lesi
inflamasi ini.10

2.1.10 Faktor virulensi bakteri


Faktor virulensi bakteri adalah sebagai berikut.
1. Fimbria
Fimbria bakteri berperan penting bagi perlekatan bakteri ke permukaan atau ke bakteri lain.
Fimbria juga berperan penting dalam hubungan sinergi diantara bakteri.
2. Kapsul
Kapsul adalah faktor resisten yang signifikan bagi bakteri yang memungkinkannya mampu
menghindari fagositosis.
3. Lipopolisakarida
Lipopolisakarida ditemukan pada permukaan bakteri Gram-Negatif dan memilikibanyak
sekali efek biologis yang dapat menginduksi penyakit periradikuler. Lipopolisakarida
memiliki antigen nonspesifik yang tidak dapat dinetralkan dengan sempurna oleh antibody.
Antigen lipopolisakarida akan mengaktifkan cascade komplemen baik melalui jalur klasik
maupun jalur alternatif. Ketika lipopolisakarida dilepas dari dinding sel, lipopolisakarida
disebut endotoksin. Endotoksin mampu berdifusi melintasi dentin. Kandungan
lipopolisakarida di dalam saluran akar gigi yang menimbulkan gejala dan disertai lesi
radiografis serta mengeluarkan eksudat tenyata lebih tinggi daripada kandungan
lipopolisakarida pada gigi yang asimtomatik.
4. Enzim
Bakteri menghasilkan enzim-enzim yang bisa menetralkan immunoglobulin dan komponen
komplemen.
5. Vesikel Ekstrasel
Vesikel ekstrasel dapat berupa endotoksin bebas, bleb, dan fragmen membrane luar. Vesikel
mengandung enzim atau produk lain yang dapat memengaruhi sel pejamu. Vesikel-vesikel ini
terlibat dalam hemaglutinasi, hemolisis, adhesi bakteri, dan aktivitas proteolitik.
6. Asam Lemak
Asam lemak rantai pendek adalah faktor virulensi yang aktif yang mempengaruhi kemotaksis
neutrofil, degranulasi, luminesensi kimia, fagositosis, dan perubahan intrasel yang lain. Asam
butirat memiliki inhibisi terhadap blastogenesis sel T yang lebih besar daripada asam propiat
dan isobutirat.
7. Poliamin
Sel pejamu dan hampir semua bakteri, terutama bakteri Gram-Negatif. mengandung banyak
sekali poliamin. Poliamin seperti putresin, kadaverin, spermidin, dan spermin adalah
poliamin yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel, regenerasi jaringan, dan modulasi
inflamasi.11

2.1.11 Biofilm saluran akar


Kombinasi dari plaque, pelikel dan bakteri dikenal sebagai oral biofilm. Oral biofilm adalah
istilah yang digunakan untuk menjelaskan pembentukan total yang sempurna ketika pelikel
melekat ke permukaan gigi dan menjadi terpopulasi dengan bakteri dan produk-produk
ekstraselulernya.12
Ada 4 fase pembentukan biofilm, yaitu;
1. Transpor bakteri ke permukaan.
2. Awal adhesi.
3. Pelekatan.
4. Kolonisasi pada permukaan dan pembentukan biofilm.
Biofilm secara umum, mempunyai struktur yang teratur, mereka tersusun dari mikrokoloni
sel-sel bakteri yang tidak sembarangan didistribusikan pada sebuah bentuk matriks
atau glycocalyx.13 Jika bakteri telah mencapai pulpa, maka jaringan pulpanya akan
terinflamasi tetapi tetap vital untuk beberapa waktu lamanya, atau akan cepat menjadi
nekrosis. Mikroorganisme akan menginvasi pulpa yang nekrosis, berkembangbiak dan
menginfeksi sistem saluran akar termasuk tubulus dentinnya.
Jika telah menjadi nekrosis, jaringan pulpa akan menjadi reeservoir bagi mikroorganisme,
produk samping bakteri dan produk-produk pemecahan mikroorganisme. Infeksi endodonsia
melibatkan infeksi baik di rongga pulpa maupun jaringan periradikuler yang terkena
penyakit.
Dari sekitar 500 spesies bakteri yang dikenal sebagai flora normal rongga mulut hanya relatif
sedikit saja kelompok yang dapat diisolasi dari ruang pulpa yang terinfeksi. Yang dominan
adalah bakteri anaerob obligat, dengan sedikit bakteri anaerob fakultatif yang jarang sekali
ditemukan yang aerob.14
Predominant Isolates from the Root Canals of 65 Teeth with Periapical Lesion

2.1.12 Hubungan pulpa dengan agen infeksi dan agen non-infeksi


a. Agen infeksi
Mikroba
Akibat adanya mikroorganisme serta produk sampingnya di dalam dentin, jaringan pulpa
akan terinfiltrasi secara lokal (pada basis tubulus yang terkena karies) terutama oleh sel-sel
inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit dan sel plasma. Ketika karies meluas ke arah
pulpa, intensitas dan karakter infiltrat akan berubah.
Jika pulpa terbuka, jaringan pulpa akan diinfiltrasi secara lokal oleh leukosit PMN untuk
membentuk suatu daerah nekrosis likuifaksi pada lokasi terbukanya pulpa. Setelah pulpa
terbuka, bakteri akan berkoloni dan tetap tinggal di daerah nekrosis. Jaringan pulpa bisa terus
mengalami inflamasi hingga nekrosis ditentukan oleh faktor :
1. Virulensi bakteri
2. Kemempuan megeluarkan cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan
intrapulpa.
3. Ketahanan pejamu.
4. Jumlah sirkulasi.
5. Drainase limfe.
b. Agen noninfeksi
Mekanik
Preparasi kavitasyang dalam, pembuangan struktur gigi tanpa pendinginan yang memadai,
dampak trauma, trauma oklusal, kuretase periodonsium yang dalam merupakan iritan suhu
dan fisik yang paling berperan terhadap jaringan pulpa. Jika diabaikan akan merusak
odontoblas, permeabilitas akan meningkat pada dentin, potensi iritasi pulpa semakin
meningkat.

Kimia
Irigan antibakteri yang dipakai selama pembersihan dan pembentukan saluran akar, obat
intrakanal, dan beberapa senyawa pembersih dentin, zat yang dalam tumpatan sementara
adalah iritan yang potensial mengiritasi dapat menyebabkan inflamasi pada pulpa jaringan
dibawahnya.15

2.2 Konservasi
2.2.1 Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis untuk lesi periradikular adalah dengan melakukan tes klinis, yaitu:
a. Perkusi
Perkusi dapat menetukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Respon positif yang jelas
menandakan adanya imflamasi periodontium. Cara melakukan perkusi adalah dengan
mengetuk ujung kaca mulut yang dipegang parallel atau tegak lurus terhadap mahkota pada
permukaan insisal atau oklusal mahkota. Tes perkusi lainnya adalah dengan meminta pasien
menggigit objek keras misalnya gulungan kapas, pada gigi yang dicurigai.
b. Palpasi
Palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi telah meluas ke arah periapeks. Respon
positif pada palpasi menandakan adanya inflamasi periadikuler. Palpasi dilakukan dengan
menekan mukosa diatas apeks dengan kuat. Penekanan dilakukan dengan ujung jari.
c. Tes kevitalan pulpa
Stimulasi lansung pada dentin, dingin, panas, dan tes elektrik akan menentukan respon
terhadap stimulus dan kadang-kadang dapat mengidentifikasikan gigi yang dicurigai karena
timbulnya respon yang abnormal.16

2.2.2 Klasifikasi penyakit periradikular


a. Penyakit periradikular akut
Abses alveolar akut
Definisi
Suatu kumpulan nanah yang terbatas pada tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah
kematian pulpa, dengan perluasan infeksi ke dalam jaringan periradikular melalui foramen
apical. Diikuti oleh suatu reaksi parah setempat dan kadang-kadang umum. Penyakit ini
merupakan suatu kelanjutan proses penyakit pulpa yang dimulai di pulpa dan berkembang ke
jaringan periradikular yang giliranya bereaksi tehadap infeksi.
Gejala
Gejala pertama mungkin adalah suatu sensitivitas gigi yang dapat berkurang dengan tekanan
ringan terus menerus pada gigi yang ekstruksi untuk menekannya kembali ke dalam alveolus.
Selanjutnya , pasien menderita rasa sakit berdenyut yang parah dengan disertai
pembengkakan jaringan lunak yang melapisinya. Jika infeksi berkembang, pembengkakan
menjadi lebih nyata dan meluas melebihi tempat semula. Gigi terasa lebih sakit, memanjang,
dan goyah. Kadang rasa sakit mereda atau hilang sama sekali sedangkan jaringan di dekatnya
tetap membengkak. Bila dibiarkan tanpa perawatan, infeksi mungkin berkembang menjadi
osteoitis, perioitis, selulitis, dan osteomilitis. Nanah yang terkandung dapat keluar
membentuk fistula.
Periodontitis apical akut
Definisi
Adalah suatu inflamasi periodonsium dengan rasa sakit sebagai akibat trauma, iritasi, atau
infeksi melalui saluran akar, tanpa memperhatikan apakah pulpa vital atau non vital.
Gejala
Gejala periodontitis apical akut adalah rasa sakit gigi sangat sensitif. Dapat juga gigi merasa
agak sakit, kadang-kadang hanya bila diperkusi pada arah tertentu atau rasa sakitnya dapat
sangat.
Eksaserbasi akut suatu lesi
Definisi
Suatu reaksi inflamatori akut yang melapisi suatu lesi kronis yang ada, seperti kista atau
granuloma
Gejala
Pada mulanya, gigi sensitif terhadap perabaan. Bila inflamasi berkembang, gigi dapat
terangkat dalam soketnya dan dapat menjadi sensitif. Mukosa yang melapisi daerah radikular
dapat sensitif terhadap palpasi dan terlihat merah dan membengkak.
b. Penyakit periradikular kronis dengan daerah rarefraksi
Abses alveolar kronis
Definisi
Suatu infeksi tulang alveolar periradikular yang berjalan lama dan bertingkat rendah. Sumber
infeksi terdapt di dalam saluran akar.
Gejala
Biasanya asintomatik; kadang-kadang abses semacam itu hanya dapat dideteksi pada waktu
pemeriksaan radiografik rutin atau karena adanya fistula.
Granuloma
Definisi
Suatu pertumbuhan jaringan granulomatus yang bersambung dengan ligament periodontal.
Disebabkan oleh matinya pulpa dan difusinya bakteri dan toksin bakteri dari saluran akar ke
dalam jaringan periradikular di sekitarnya melalui foramen apical dan lateral.
Gejala
Suatu granuloma tidak menghasilkan reaksi subjektif, kecuali pada kasus langka bila runtuh
dan mengalami supurasi. Biasanya granuloma adalah asimtomatik.
Kista radikular
Definisi
Suatu kavitas tertutup atau kantung yang bagian dalamnya dilapisi oleh epithelium dan
pusatnya terisi cairan atau bahkan semisolid. Suatu kista radikular atau alveolar adalah suatu
kantung epithelial yang pertumbuhannya lambat pada apeks gigi yang melapisi suatu kavitas
patologik pada tulang alveolar. Lumen kista berisi cairan protein berkonsentrasi rendah.
Gejala tidak ada gejala yang dihubungkan degan perkembangan suatu kista, kecuali yang
kebetulan diikuti nekrosis pulpa. Suatu kista dapat menjadi cukup besar untuk secara nyata
menjadi pembengkakan.

c. Penyakit periradikular kronis dengan daerah kondensasi


Osteoitis memadat
Definisi
Reaksi terhadap suatu inflamasi kronis tingkat rendah daerah periradikular yang disebabkan
oleh suatu rangsangan ringan melalui saluran akar.
Gejala
Gangguan ini biasanya tanpa gejala dan ditemukan pada waktu pemeriksaan radiografik rutin

d. Lesi-lesi periradikular lainnya


Resorpsi eksternal akar
Definisi
Suatu proses litik yang terjadi di dalam sementum atau dentin akar gigi.
Gejala
Biasanya asimtomatik. Apabila akar sama sekali telah teresorpsi, gigi menjadi goyah.17

2.2.3 Diagnosis dan diagnosis banding penyakit periradikular


a. Penyakit periradikular akut
Abses alveolar akut
Diagnosis
Pada tingkat awal sulit untuk menentukan giginya karena tidak adanya tanda-tanda klinis dan
adanya rasa sakit yang difus dan menjengkelkan. Suatu radiograf dapat menolong untuk
menentukan gigi yang terlibat dengan memperlihatkan suatu kavitas, suatu restorasi yang
rusak, ruang ligament periodontal yang menebal atau bukti kerusakan tulang pada daerah
apeks gigi. Karena lesi sudah ada untuk beberapa waktu dan dibatasi tulang medularis, suatu
radiograf tidak menunjukkan kerusakan tulang alveolar. Bila abses akut merupakan
eksaserbasi abses alveolar kronis yang sudah berjalan lama, suatu daerah rarefraksi periapikal
terlihat jelas pada radiograf. Gigi yang teribat adalah nekrotik dan tidak bereaksi terhadap
arus listrik atau aplikasi dingin, gigi sensitive terhadap perkusi atau pasien menyatakan
bahwa gigi terasa sakit bila digunakan mengunyah, mukosa apical terasa sensitif terhadap
palpasi dan gigi mungkin goyah dan ekstruksi.
Diagnosis banding
Suatu abses periodontal merupakan suatu kumpulan nanha di sekitar permukaan akar gigi
yang berasal dari infeksi pada struktur penyangga gigi. Ini berhubungan dengan suatu poket
periodontal dan menunjukkan pembengkakan dan rasa sakit ringan. Pembengkakan biasanya
terletak berhadapan dengan daerah tengah akar dan tepi gingival., daripada berhadapan
dengan apeks gigi atau melebihinya. Suatu abses periodontal umumnya dihubungkan dengan
gigi vital daripada gigi tanpa pulpa, berlawanan dengan suatu abses alveolar akut yang
pulpanya telah mati. Tes vitalitas pulpa berguna untuk mendapatkan suatu diagnosa yang
tepat.
Periodontitis apical akut
Diagnosis
Gejalanya adalah hasil dari rangsangan yang berasal dari perawatan endodontic, yang
disebabkan oleh instrumentasi yang berlebih, rangsangan obat-obatan, atau pengisian yang
berlebihan. Dalam kasus ini giginya tanpa pulpa atau hasil stimulasi noksius yang
merangsang ligament periodontal yang dalam kasusu ini giginya vital. Gigi sensitive terhadap
perkusi atau terhadap tekanan ringan, sedangkan mukosa yang melapisi apeks akar mungkin
sensitif atautidak sensitive terhadap palpasi. Pemeriksaan radiograf dapat menunjukkan
ligament periodontal yang menebal suatu daerah kecil rarefraksi bila melibatkan gigi tanpa
pulpa dan dapat menunjukkan struktur periradikular normal bila terdapat pulpa vital di dalam
mulutunya.
Diagnosis banding
Diagnosis banding antara periodontitis apical akut dan abses alveolar akut. Kadang
perbedaannya hanya satu tingkat lanjutan. Dalam perkembanganya dengan kerusakan
jaringan periapikal daripada hanya satu reaksi inflamasi ligament periodontal. Riwayat
pasien, gejala dan hasil tes klinis akan menolong untuk membedakan penyakit ini.
Eksaserbasi akut suatu lesi
Diagnosis
Biasanya dihubungkan dengan permulaan terapi saluran akar pada gigi yang sama sekali
asimtomatik. Pada gigi semacam itu, radiograf menunjukkan lesi periradikuler yang jelas.
Pasien mungkin mempunyai suatu riwayat kecelakaan traumatic yang mengubah warna gigi
menjadi gelap setelah beberapa lama atau rasa sakit pasca bedah pada gigi yang telah reda
sampai peristiwa rasa sakit yang sekarang. Tidak adanya reaksi terhadap tes vitalitas
menunjukkan pada suatu diagnosis pulpa nekrotik, meskipun pada peristiwa yang jarang
terjadi, sebuah gigi dapat bereaksi terhadap tes pulpa listrik karena adanya cairan di dalam
saluran akar.
Diagnosis banding
Eksaserbasi akut lesi kronis akan memberikan gejala yang sama dengan gejala abses alveolar
akut. Karena perawatan kedua lesi adalah sama, tidak diperlukan diagnosis banding.

b. Penyakit periradikular kronis dengan daerah rarefraksi


Abses alveolar kronis
Diagnosis
Mungkin tidak memberikan rasa sakit atau hanya rasa sakit ringan. Kadang tanda pertama
kerusakan oseus nyata terlihat secara radiografik pada waktu pemeriksaan rutin atau terdapat
perubahan warna pada mahkota gigi. Radiograf sering menunjukkan suatu rasa sakit menusuk
yang tiba-tiba yang menjadi reda dan tidak timbul lagi, atau dia menceritakan suatu peristiwa
injuri traumatic. Pemeriksaan klinis menunjukkan suatu kavitas, suatu restorasi komposit,
akrilik atau metalik. Pulpa mungkin mati tanpa menyebabkan gejala. Pada kasus lainnya,
pasien mengeluh tentang rasa sakit ringan pada gigi, terutama pasa waktu mengunyah, gigi
tidak bereaksi terhadap tes termal atau tes pulpa listrik.
Diagnosis banding
Suatu abses kronis juga harus dibedakan dari osteofiriosis periapikal, dikenal juga sebagai
sementosa atau fibroma menulang, yang dihubungkan dengan suatu gigi vital dan tidak
memerlukan perawatan endodontic.
Granuloma
Diagnosis
Adanya granuloma yangtanpa gejala akan terlihat saat pemeriksan rutin. Adanya daerah
rarefraksi nampak nyata, dengan tidak adanya kontinuitas lamina dura. Diagnosis tepat hanya
dapat dibuat dengan pemeriksaan mikroskop. Gigi yang terlibat biasanya tidak peka terhadap
perkusi dan tidak goyah. Mukosa diatas apeks akar mungkin peka atau mungkin tidak peka
terhadap palpasi. Dapat dijumpai suatu fistula. Gigi tidak bereaksi terhadap tes termal atau tes
pulpa listrik. Pasien memberikan riwayat pulpalgia yang mereda
Diagnosis banding
Suatu granuloma tidak dapat dibedakan dari penyakit periradikular lain kecuali kalau
diperiksa secara mikroskopik. Suatu pulpa nekrotik dan suatu daerah rarefraksi periapikal
pada radiograf biasnya cukup merupakan bukti.

Kista radikular
Diagnosis
Pulpa gigi dengan kista radikular tidak bereaksi terhadap stimuli listrik atau termal dan hasil
tes klinis lainnya adalah negative, kecuali radiograf. Pasien mungkin mendapatkan suatu
riwayat sakit lainnya. Biasanya pada pemeriksaan radiograf, terlihat tidak adanya kontinuitas
lamina dura, dengan suatu daerah rarefraksi. Daerah radiolusen biasanya terlihat bulat dalam
garis berikutnya. Daerah radiolusen lebih besar daripada suatu granuloma dan dapat meliputi
lebih dari satu gigi.
Diagnosis banding
Suatu kista biasanya lebih besar daripada granuloma dan dapat menyebabkan akar yang
berdekatan merenggang karena tekana yang terus menerus dari akumulasi cairan kista. Suatu
kavitas normal kelihatan terpisah dari apeks akar yang memperhatikan sudut pengambilan
radiograf, sedangkan suatu kista tetap terikat pada apeks akar tanpa memperhatikan sudut
pengambilan gambar.

c. Penyakit periradikular kronis dengan daerah kondensasi


Osteoitis memadat
Diagnosis
Secara radiograf terlihat sebagai suatu radiopak terlokalisir yang mengelilingi gigi yang
terpengaruh. Ini adalah suatu daerah tulang padat dengan pola trabekular yang berkurang.

d. Lesi-lesi periradikular lainnya


Resorpsi eksternal akar
Diagnosis
Daerah kecil resorpsi permukaan sementum yang tidak dapat dilihat secara radiografis hanya
dapat diketahui secara histologis. Secara radiografis, resorpsi eksternal terlihat sebagai daerah
cekungan atau tidak rata pada permuakaan akar atau penumpulan apeks. Daerah resorpsi
pengganti atau ankilosis memunyai akar yang teresorpsi tanpa ruang ligament periodontal
dan dengan tulang menggantikan kerusakan. Daerah resorpsi inflamatori yang disebabkan
oleh tekanan suatu granuloma yang tumbuh, kista, atau tumor mempunyai daerah resorpsi
akar dekat dengan daerah radiolusensi. Kista biasanya karena pertumbuhannya lambat,
menggunakan tekanan pada akar gigi dan menggerakkan akar daripda menyebabkan resorpsi.
Tumor neoplastik menyebabkan resorpsi akar cepat.

Diagnosis banding
Resorpsi eksternal perlu dibedakan dengan resorpsi internal. Pada resorpsi eksternal,
radiograf menunjukkan suatu penumpulan apeks, daerah tidak rata, suatu daerah yang
tergali pada sisi akar atau apabila daerahnya terletak di atas saluran akar, saluran akar
dengan jelas melintasi daerah resorpsi. Pada resorpsi internal, akan terlihat sebuah saluran
akar dengan daerahseperti balon yang membesar dan dibatasi dengan baik. Bila tulang di
dekat daerah resorpsi terpengaruh dan daerah yang teresorpsi cekung ke arah luar dan bila
saluran akar utuh, sebagai yang terlihat pada radiogrfa, maka terdapat resorpsi eksternal.17

2.2.4 Prognosis penyakit periradikular


a. Penyakit Periradikular Akut
Abses Alveolar Akut
Prognosis bagi gigi biasanya baik, tergantung pada tingkat keterlibatan lokal dan jumlah
kerusakan jaringan. Meskipun gejala abses alveolar akut dapat parah, rasa sakit dan
pembengkakan umumnya mereda bila dilakukan drainase yang memadai. Pada kebanyakan
kasus, gigi dapat diselamatkan oleh perawatan endodontik dan keparahan gejala tidak perlu
dihubungkan dengan mudah atau sukarnya perawatan.

Periodontitis Apikal Akut


Prognosis bagi gigi umumnya baik. Terjadi gejala periodontitis apikal akut waktu perawatan
endodontik tidak akan mempengaruhi hasil akhir perawatan.

Eksaserbasi Akut suatu Lesi


Prognosis bagi gigi adalah baik begitu gejalanya hilang.

b. Penyakit Periradikular Kronis dengan Daerah Rarefaksi


Abses Alveolar Kronis
Prognosis bagi gigi tergantung pada pembersihan yang tepat., pemberian bentuk dan
obturasi saluran akar. Disamping itu, faktor-faktor lain seperti status periodontal, keperluan
restoratif, dan potensi fungsional, membantu untuk menentuka prognosis.

Granuloma
Prognosis bagi retensi jangka panjang gigi adalah baik sekali.

Kista Radikular
Prognosis tergantung pada gigi khususnya, perluasan tulang yang rusak dan mudah
dicapainya perawatan.

c. Penyakit Periradikular Kronis dengan Daerah Kondensasi


Osteitis Memadat
Prognosis bagi retensi jangka panjang gigi adalah bagus sekali bila terapi saluran akar
dilakukan dan bila gigi direstorasi secara memuaskan. Lesi memadat dapat bertahan setelah
perawatan endodontik.

d. Lesi-Lesi Periradikular Lainnya


Resorpsi Eksternal Akar
Prognosisnya adalah berhati-hati. Bila faktor etiologik diketahui dan diambil, proses resorptif
akan berhenti tetapi akan menimbulkan sebuah gigi lemah yang tidak mampu menahan
kekuatan fungsional.17

2.2.5 Rencana perawatan penyakit periradikular


a. Penyakit Periradikular Akut
Abses Alveolar Akut
Perawatan terdiri dari mengadakan drainase dan mengontrol reaksi sistemik. Bila gejala telah
mereda, gigi harus dirawat endodontic secara konservatif. Pada waktu kunjungan pertama,
bila gigi telah dibiarkan terbuka untuk drainase, harus seara hati-hati dan cermat dilakukan
debridment dengan irigasi dan instrumentasi sebelum mengobati dan menutup saluran akar.
Sekali saluran akar ditutup, perawatan endodontik diselesaikan.

Periodontitis Apikal Akut


Perawatan periodontitis apikal akut terdiri dari penentuan sebab dan meredakan gejalanya.
Terutama sangat penting untuk menentukan apakah periodontitis apikal akut ada
hubungannya dengan gigi vital atau gigi tanpa pulpa. Bila fase akut sudah reda, gigi dirawat
secara konservatif.

Eksaserbasi Akut suatu Lesi


Perawatan eksaserbasi akut lesi kronis yang termasuk gawat, sama dengan perawatan
abses alveolar akut.

b. Penyakit Periradikular Kronis dengan Daerah Rarefaksi


Abses Alveolar Kronis
Perawatan terdiri dari pengambilan infeksi pada saluran akar. Begitu bagian akhir ini
diselesaikan dan saluran akar diisi, perbaikan jaringan periradikular umumnya terjadi.

Granuloma
Terapi saluran akar cukup untuk merawat granuloma. Pengambilan sebab inflamasi biasanya
diikuti oleh resorpsi jaringan granulomatus dan perbaikan dengan tulang bertrabekular.

Kista Radikular
Pengambilan secara bedah seluruh kista radikular sehingga bersih tidak perlu dilakukan pada
semua kasus. Perawatan endodontik juga dapat menyembuhkan kista radikular.

c. Penyakit Periradikular Kronis dengan Daerah Kondensasi


Osteitis Memadat
Diindikasikan perawatan endodontik.

d. Lesi-Lesi Periradikular Lainnya


Resorpsi Eksternal Akar
Berubah-ubah sesuai etiologinya. Bila resorpsi eksternal disebabkan perluasan penyakit pulpa
ke jaringan pendukung, terapi saluran akar biasanya memberhentikan proses resorptif. Karena
kekuatan yang berlebihan dari alat-alat ortodontik dapat diberhentikan dengan mengurangi
kekuatan tersebut. Karena resorpsi eksternal disebabkan oleh replantasi gigi, preparasi
saluran akar dan obturasi dengan pasta Ca(OH)2.17

2.2.6 Evaluasi pasca perawatan penyakit periradikular


a. Pemeriksaan klinis
Tidak adanya pembengkakan
Hilangnya saluran sinus
Tidak adanya fungsi yang hilang
Tidak ada bukti rusaknya jaringan lunak termasuk adanya sulkus yang dalam pada
pemeriksaan dengan sonde periodontium
b. Temuan radiografi
Berhasil: tidak ada lesi yang resorptik, secara radiologis radiolusensi tidak berkembang
atau hilang setelah interval pasca perawatan 1 sampai 4 tahun
Gagal: kelainan menetap atau berkembangnya suatu tanda penyakit yang jelas secara
radiografis. Secara khusus adanya lesi radiolusensi yang telah membesar.
Meragukan: situasinya tergambar dengan adanya lesi radiolusensi yang tidak
berkemabng menjadi lebih banyak atau membaik dengan jelas.
c. Pemeriksaan histologi
Suatu perbaikan struktur periapeks dan tidak adanya inflamasi.18

2.2.7 Mekanisme penyembuhan


Berdasarkan proses reparasi tempat bekas ekstraksi (yang pada jaringan lain mungkin
tidak persis sama), proses inflamasi akan menurun sedangkan sel-sel pembentuk jaringan
(fibroblast dan sel endotel) akan meningkat setelah penyebabnya dibuang. Saat ini, organisasi
dan maturasi jaringan mulai aktif. Tulang yang telah diresorpsi mulai diisi oleh tulang baru
dan sementum yang teresorpsi direparasi oleh sementum seluler. Ligament periodontium
yang pertama kali terkena meruapakan jaringan terakhir yang dipulihkan arsitektur
normalnya.
Pemeriksaan histologi atas lesi periradikuler yang sedang menyembuh menunjukkan
adanya deposisi sementum, peningkatan vaskularisasi, dan peningkatan aktivitas fibroblast
dan osteoblas. Sitokinin memegang peran penting selama penyembuhan lesi periradikular.
Pada beberapa lesi terlihat bahwa tidak semua struktur pulih kembali seperti
sediakala. Terlihat adanya variasi dalam pola tulang atau serabut yang berbeda. Bisa terlihat
dalam radiograf sebagai melebarnya lamina dura atau berubahnya konfigurasi tulang. 19

Anda mungkin juga menyukai