Anda di halaman 1dari 35

I.

TERMINOLOGI

1. POKET PERIODONTAL (true poket)


pergerakan dari junctional epitel ke arah apikal sehingga
poketnya bertambah dalam.
2. BLEEDING TIME
tes yang dilakukan untuk mengetahui lama perdarahan berhenti.
3. GULA DARAH PUASA
pemeriksaan gula darah setelah puasa 10-12 jam.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa saja tipe DM?


2. Apa saja penyebab DM?
3. Apa saja gejala DM?
4. Kenapa pada penderita DM umumnya giginya goyah?
5. Kenapa pada penderita DM merasakan lidah rasa terbakar dan bau
nafas?
6. Apa hubungan mukosa mulut kering dengan penderita DM?
7. Mengapa terjadi penurunan kesehatan gigi dan mulut pada
penderita DM?
8. Bagaimana manifestasi oral DM tipe ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dental pasien DM?
10. Apa resiko yang dapat terjadi jika pasien DM dilakukan tindakan
dental?
11. Bagaimana cara pencegahan dan menjaga kebersihan rongga
mulut penderita DM?
12. Apa penyebab dari hipertiroid?
13. Apa saja gejala dari hipertiroid?
14. Mengapa pada penderita hipertiroid sering berkeringat malam
dan jantung berdebar?
15. Kenapa ujung kuku pak dirman rapuh?
16. Bagaimana manifestasi oral dari hipertiroid?
17. Bagaimana hubungan kebiasaan buruk pak Dirman dengan
pemeriksaan faal hati dan bleeding time?

1
III. ANALISIS MASALAH

1. Tipe tipe DM
a. DM tipe 1, bergantung terhadap kadar insulin. Terjadi pada orang
yang cenderung kurus, kegagalan sel menghasilkan insulin.
b. DM tipe 2, insulin banyak tetapi tidak bekerja. Terjadinya
resistensi insulin.
c. DM Sekunder, DM yang diakibatkan oleh penyakit lain.
d. DM Gestational, terjadi pada ibu hamil. Anak yang dilahirkan
cenderung besar.

2. Penyebab DM
a. DM tipe 1
- Kongenital
- Stres dan aktivitas fisik
- Pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
- Respon imun tidak dapat bekerja dengan baik
b. DM tipe 2
- Perubahan sel reseptor insulin
- Overweight
- Gaya hidup

3. Gejala DM
a. 3P (polidipsi,poliuria,polipagia)
b. Infeksi berulang
c. Rasa terbakar/kesemutan
d. Penglihatan kabur karena penumpukan lemak pada retina
e. Retinopati
f. Pruritis
g. Penyembuhan luka lama keringnya
h. Berat badan menurun progresif
i. Lemas dan mudah lelah

4. Penderita DM mengalami gigi goyah,karena


a. Kerusakan pada jaringan periodontal
b. Poket periodontal semakin dalam
c. Kurang suplai nutrisi pada jaringan periodontal

5. Penderita DM merasakan lidah rasa terbakar dan bau nafas,karena


a. Produksi keton yang dikeluarkan melalui rongga mulut
menyebabkan nafas bau
b. Penurunan sekresi saliva membuat lidah terasa panas dan
terbakar

2
6. Hubungan mukosa kering dengan DM
a. Gangguan saraf
b. Kehilangan cairan tubuh dan elektrolit berlebihan

7. Terjadinya penurunan kesehatan gigi dan mulut pada penderita DM,


akibat Xerostomia yang dapat menyebabkan karies dan penyakit
periodontal.

8. Manifestasi oral DM
a. Xerostomia
b. Periodontitis
c. Candidiasis
d. Stomatitis aptosa (sariawan)
e. Karies
f. Mobility gigi,akibatnya penyakit periodontal
g. Lesi
h. Disfungsi sistem pengecapan
i. Mudah terinfeksi bakteri
j. Rasa sakit pada gigi bukan karena karies
k. Bau mulut

9. Penatalaksanaan dental DM
a. Menanyakan kontrol gula darah
b. Pemeriksaan dianjurkan dilakukan pagi hari
c. Mengurangi stres
d. Pemberian antibiotik profilaksis
e. Memberi edukasi tentang kesehatan gigi dan mulut
f. Meminimalisir luka
g. Kontrol teratur

10. Resiko bila dilakukan prosedur dental pada pasien DM


a. Perdarahan yang sukar membeku
b. Infeksi rentan menyebar
c. Hipoglikemik

11. Cara menjaga kebersihan oral penderita DM


a. Sering konsul ke drg
b. Menjaga keseimbangan gizi
c. Hindari merokok
d. Menggunakan dental floss
e. Menggunakan gigi tiruan jika ada yang hilang

12. Penyebab hipertiroid


a. Penyakit grave,karena mengkonsumsi alkohol

3
b. Tiroiditis (gondok)
c. Nodul tiroid
d. Hipertiroksin
e. Disfungsi kelenjar tiroid
f. Efek samping obat

13. Gejala hipertiroid


a. Detak jantung lebih cepat
b. Berkeringat pada malam hari
c. Gugup dan cemas
d. Kuku rapuh
e. Eksopitalamus
f. Rambut rontok
g. Siklus menstruasi terganggu jika pada wanita
h. Emosi tinggi
i. Palpitasi
j. Pembengkakan pada leher
k. Sulit menelan dan bernafas

14. Penyebab keringat pada malam hari dan jatung berdebar pada
penderita hipertiroid
hipertiroid mempercepat kerja jantung sehingga juga
mempercepat metabolisme sel akibatnya tubuh juga jadi mudah
berkeringat dan hormon tiroid juga mengatur penggunaan lemak
, suhu tubuh, kecepatan jantung.

15. Penyebab kuku pak Dirman rapuh


kurangnya kalsium karna tiroid yang berlebih

16. Manifestasi oral pada penderita hipertiroid


a. Mempercepat erupsi gigi
b. Terjadinya karies karena penyakit periodontal

17. Hubungan kebiasaan buruk pak Dirman dengan pemeriksaan


faal hati dan bleeding time
karena pada rokok dan alkohol mengandung zat toksik yang
mengganggu fungsi hati. Hati yang terganggu menyebabkan
produksi vitamin K menurun yang berfungsi untuk pembekuan
darah.

4
IV. SKEMA

Siti (45 tahun) Dirman (48


tahun)

Konsul ke poli gigi diagnosa utama merokok
dan

alkohol
Menderita DM

Hipertiroid
liver
Gigi goyahlidah terasairama nafas
terbakar tidak teratur berkeringat pada jantung
kuku
malam hari berdebar rapuh

5
manifestasi oral DM gejala hipertiroid

Penyakit Metabolik Endokrin

Jenis Penyebab Gejala Manifestasi Oral Penatalaksanaan


Dental

V. LO
1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Jenis, Penyebab,
Gejala Penyakit Metabolik Endokrin.
2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Oral
Penyakit Metabolik Endokrin.
3. Mahasiwa Mampu Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan
Dental Penyakit Metabolik Endokrin.

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Jenis,


Penyebab, Gejala Penyakit Metabolik Endokrin.

1. Penyakit DM
Jenis Diabetes Melitus:

1.1 Diabetes mellitus tipe 1


Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan
oleh reaksi otoimun.
Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel ,
sel dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel memproduksi glukagon,
sedangkan sel-sel memproduksi hormon somastatin. Namun demikian serangan
autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel .
Mekanisme Destruksi Sel B.

6
Limfosit T bereaksi terhadap antigen seI-B dan menyebabkan kerusakan sel. SeI-seI T
ini meliputi: SeI-seI T CD4+ dari subkelompok TH1 yang menyebabkan jejas
jaringan dengan mengaktifkan sel-sel makrofag, sementara sel-sel makrofag
menyebabkan kerusakan dalam bentuk respons hipersensitivitas tipe-Iambat yang
khas. Limfosit T sitotoksik CD8+ yang membunuh langsung sel B dan juga
menyekresi sitokin yang mengaktifkan makrofag.
Sitokin yang diproduksi secara lokal merusak sel-sel B. Di antara sitokin yang terlibat
dalam jejas sel adalah IFN-y, dihasilkan oleh sel T dan TNF serta IL- 1 yang
diproduksi oleh sel-sel makrofag yang diaktifkan selama reaksi imun.
Autoantibodl terhadap sel-sel pulau dan insulin juga terdeteksi dalam darah pada 70%
hingga 80% pasien. Autoantibodi tersebut bersifat reaktif dengan sejumlah antigen sel
Beta, yang meLiputi enzim glutamic acid decarboxylase (GAD). Pada anak-anak
yang rentan tapi belum menderita diabetes (misalnya, keluarga pasien), keberadaan
antibodi terhadap sel pulau merupakan tanda prediktif untuk meramalkan terjadinya
DM tipe 1.
Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung
mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defesiensi
insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi
tidak normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan
oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan
sekresi glukagon, sekresi glukagon akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan
hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari
keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik
apabila tidak mendapatkan terapi insulin.

1.2 Diabetes mellitus tipe 2


Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada orang dewasa
tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-
sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini
disebut resietensi insulin.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul
gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan.
Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans secara autoimun
sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada
penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.
Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin,
merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar
pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan kepekaan
jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar dengan pasien
diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu defisiensi jaringan
terhadap insulin maupun kerusakan respon sel terhadap glukosa dapat lebih
diperparah dengan meningkatya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat

7
diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik yang mengurangi hiperglikemia
tersebut.
Dua defek metabolik utama yang menandai diabetes tipe 2 adalah resistensi
insulin dan disfungsi sel B.
Resistensi lnsulin. Resistensi insulin merupakan keadaan berkurangnya kemampuan
jaringan perifer untuk berespons terhadap hormon insulin. Sejumlah penelitian
fungsional pada orang-orang dengan resistensi insulin memperlihatkan sejumlah
kelainan kuantitatif dan kualitatif pada lintasan penyampaian sinyal insulin yang
meiiputi penurunan jumlah reseptor insulin, penurunan fosforilasi reseptor insulin
serta aktivitas tirosin kinase, dan berkurangnya kadar zat-zat antara yang aktif dalam
lintasan penyampaian sinyal insulin. Resistensi insulin diakui sebagai sebuah
fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor genetik serta
lingkungan. Sebagian besar faktor genetik yang berkaitan dengan resistensi insulin
masih menjadi misteri karena mutasi pada reseptor insulin itu sendiri sangat sedikit
menyebabkan seseornag mengidap diabetes tipe 2 (akan dibahas kemudian).
Di antara faktor-faktor lingkungan, obesitas memiliki korelasi yang paling kuat.
Korelasi obesitas dengan diabetes tipe 2 telah dikenali selama beberapa dekade dan
resistensi insulin menjadi kelainan yang mendasarinya. Risiko terjadinya diabetes
meningkat seiring indeks massa tubuh (ukuran untuk menentukan kandungan lemak
tubuh) meningkat, dan keadaan ini menunjukkan korelasi dosis-respons antara lemak
tubuh dan resistensi insulin. Faktor-faktor yang mungkin memengaruhi resistensi
insulin pada obesitas meliputi kadar asam lemak bebas yang tinggi di dalam darah
yang beredar dan intrasel. Kadar asam lemak bebas yang tinggi di daiam darah dan
se1 ini dapat memengaruhi fungsi insulin ("lipotoksisitas") dan sejumlah sitokin yang
dilepaskan oleh jaringan adiposa ("adipokin '); sitokin ini meliputi leptin, adiponektin,
dan resistin PPAR-y (peroxisome proliferator-activated receptor gamma), yaitu suatu
reseptor nukleus adiposit yang diaktifkan oleh kelas preparat antidiabetik baru yang
dinamakan thiazolidinedion dapat memodulasi ekspresi gen dalam adiposit dan hal ini
akhirnya akan mengurangi resistensi insulin.
Disfungsi sel-B. Disfungsi sel-B bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak
adekuat dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel-B
bersifat kualitatif (Hilangnya pola sekresi insulin normal yang berayun [osilasi] dan
pulsatil serta pelemaan fase pertama sekresi insulin cepat yang dipicu oleh
peningkatan glukosa plasma) maupun kuantitatif (berkurangnya massa sel-8,
degenerasi pulau Langerhans, dan pengendapan amiloid dalam pulau Langerhans).
Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes melitus Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan
menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat
dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Komplikasi akut
- Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai normal (< 50 mg/dl).
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali

8
per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
- Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-
tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain
ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.

2. Komplikasi Kronis
- Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yangumum berkembang pada
penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami
penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
- Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe
1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi
Selain itu, komplikasi pada diabetes juga terbagi menjadi komplikasi metabolik dan komplikasi
jangka panjang.
Komplikasi Metabolik
Insulin merupakan hormon anabolik utama; terganggunya fungsi insulin akan
memengaruhi metabolisme glukosa, lemak dan protein. Hormon-hormon kontraregulator
(misalnya, GH, epinefrin) disekresi tanpa lawan; jaringan perifer tidak dapat menumpuk glukosa.
Giikosuria berlebihan akan menginduksi diuresis osmotik dan poliuria dengan kehilangan air dan
elektrolit berat. Rasa haus yang sangat (polidipsio) dengan peningkatan selera makan (polifagia)
melengkapi trias diabetes yang klasik.

Ketoasidosis diabetik, hampir selalu terjadi pada diabetes tipe 1 akibat defisiensi
insulin berat dan peningkatan absolut atau relatif kadar glukagon, yaitu: pelepasan
asam-asam lemak bebas yang berlebihan dari jaringan adiposa dan oksidasi
hepatik akan menghasilkan badan keton (asam butirat dan asam asetoasetat).
Ketonemia dan ketonuria dengan dehidrasi dapat menimbulkan ketoasidosis
metabolik sistemik yang bisa membawa kematian.
Koma hiperosmoler nonketotik biasanya terjadi pada diabetes tipe 2 dalam
keadaan dehidrasi berat (karena diuresis hiperglikemik yang terus-menerus) dan
ketidakmampuan untuk minum air.

Komplikasi Jangka Panjang


Morbiditas yang berkaitan dengan kedua tipe diabetes yang sudah berjalan Iama terjadi
karena sejumlah komplikasi berat yang meliputi pembuluh arteri muskuler berukuran besar dan
sedang (penyakit makrovaskuler) maupun disfungsi kapiler pada organ target (penyakit
mihrovaskuler). Penyakit makrov vaskuler menyebabkan aterosklerosis yang semakin cepat
terjadi di antara para pengidap diabetes sehingga mengakibatkan peningkatan risiko timbulnya
infark miokard, stroke, dan gangren pada ekstremitas bawah. Efek yang ditimbulkan oleh
penyakit mikrovaskuler terjadi paling berat pada retina, ginjal dan saraf perifer sehingga

9
mengakibatkan retinopati, nefropati dan neuropati diabetik. Sedikitnya ada tiga lintasan
metabolik berbeda yang terlibat dalam patogenesis komplikasi diabetes jangka panjang:

Glikosilasi nonenzimatik: Glukosa secara kimia berikatan dengan gugus amino


protein yang dicerminkan lewat kadar hemoglobin terglikasi dalam darah.
Bersama dengan glikasi kolagen dan protein yang dapat bertahan hidup lama
(long-Iived proteins), produk AGE (advanced glycation end products) yang
ireversibel bertumpuk di sepanjang dinding pembuluh darah. Pembentukan
protein, lipid dan asam nukleat AGE menimbulkan: Pengikatan-silang protein
yang menangkap (antara lain) lipoprotein plasma dalam dinding pembuluh darah,
berkurangnya proteolisis normal, Pengikatan AGE pada reseptor sel yang
menyebabkan sejumlah aktivitas biologik (yang tidak dikehendaki).
Hiperglikemia intrasel dengan gangguan pada lintasan poliol; Sebagian jaringan
tubuh (saraf, lensa, ginjal, pembuluh darah) tidak memerlukan insulin untuk
pengambilan glukosa dan dengan demikian terjadi peningkatan glukosa intrasel
lewat kerja massa. Glukosa ini kemudian dimetabolisasi menjadi sorbitol dan
selanjutnya fruktosa sehingga keseimbangan dengan solut ekstrasel tidak tercapai.
Beban muatan osmotik yang menyertai akan menimbulkan influks air dan jejas
osmotik sel. Sorbitol juga mengurangi metabolisme fosfoinositida dan transduksi
sinyal.
Aktiuasi protein kinase C: Aktivasi protein kinase C (PKC) intrasel oleh ion- ion
kalsium dan perantara sekunder diasilgliserol (DAG) merupakan lintasan
transduksi sinyal yang penting dalam banyak sistem seluler. Hiperglikemia
intrasel menstimulasi sintesis de nevo DAG dari zat-zat arrtara glikolitik sehingga
mengaktifkan PKC. Sejumlah efek hilir yang ditimbulkan oleh PKC adalah:
Produksi VEGF (vascular endothelial growth factor) pro-angiogenik yang terlibat
dalam neovaskularisasi yang menjadi ciri khas retinopati diabetik. Peningkatan
penimbunan matriks ekstrasel dan material membran basalis. Produksi molekul
prokoagulan PA7-l (plasminogen activator inhibitor- 1) yang menyebabkan
berkurangnya fibrinolisis dan kemungkinan oklusi vaskuler
Morfologi Diabetes dan Komplikasi Lanjut
Pankreas. Terdapat pengurangan jumlah serta besar pulau-pulau Langerhans Qchu- susnya
diabetes mellitus tipe 1), insulitis (infiltrasi limfosit yang berat di dalam serta di sekitar pulau-
pulau Langerhans) pada diabetes mellitus tipe 1 yang simptomatik, degranulasi sel-p serta
fibrosis pulau-pulau Langerhans dan pengendapan amiloid ekstrasel (protein amiloid) khususnya
pada diabetes mellitus Lipe 2 yang sudah berlangsung lama.
Penyakit Makrovaskuler Diabetik. Aterosklerosis dipercepat pada aorta dan pembuluh arteri
berukuran besar serta sedang meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, stroke serebri,
aneurisma aorta dan gangren pada ekstremitas bawah. Arteriolosklerosis hialin-yaitu lesi
vaskuler yang menyertai hipertensi-lebih prevalen dan Iebih berat pada pengidap diabetes.
Mikroangiopati Diabetik. Salah satu ciri morfologik yang paling konsisten pada diabetes
adalah penebalan difus membran basalis. Penebalan ini terlihat paling nyata pada pembuluh
kapiler dalam kulit, otot skeletal, retina, glomerulus ginjal, dan medula ginjal. Keadaan tersebut

10
dapat mengenai struktur nonvaskuler seperti tubulus ginjal, kapsula Bowman, saraf perifer dan
plasenta. Perlu diperhatikan sekalipun terjadi peningkatan ketebalan membran basalis, pembuluh
kapiler pada pasien diabetes lebih permeabel (lebih mudah bocor) terhadap protein plasma
ketimbang pembuluh kapiler orang normal. Mikroangiopati mendasari terjadinya nefropati
diabetik dan beberapa bentuk neuropati.
Nefropati Diabetik. Ginjal merupakan organ yang mengalami kerusakan paling berat pada
pasien- pasien diabetes dan salah satu penyebab kematian diabetes yang utama adalah gagal
ginjai.

Kelainan glomerulus: sklerosis mesangial yang difus, glomerulosklerosis noduler (lesi


Kimmelstiel-Wilson) atau lesi eksudatif yang mengakibatkan proteinuria progresif dan
gagal ginjal kronik.
Efeh vaskuler: arterioskierosis yang meliputi nefrosklerosis ringan dengan hipertensi.
Infeksi: infeksi saluran kemih dengan pielonefritis dan kadang-kadang papilitis
nekrotikans.
Komplikasi Okular Diabetik. Retinopati diabetik mengenai sebagian besar pasien diabetes.
Retinopati nonproliferatif terdiri dari perdarahan intraretina serta preretina, eksudasi, edema,
penebalan kapiler retina dan mikroaneurisma. Retinopati proliferatif merupakan proses
neovaskularisasi dan fibrosis pada retina dengan kecenderungan yang tinggi untuk menimbulkan
kebutaan.
Neuropati Diabetik. Neuropati perifer simetrik yang mengenai saraf motorik serta sensorik
ekstremitas bawah disebabkan oleh jejas sel Schwann, degenerasi mielin, dan kerusakan akson
saraf. Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual dan disfungsi usus serta kandung
kemih. Kelainan neurologik yang bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar
kemungkinannya disebabkan oleh mikroangiopati.

Gambaran Klinis

Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes tipe 1 secara tradisional dianggap terjadi primer pada usia di bawah 18 tahun;
tetapi, kini diketahui bahwa diabetes tipe 1 dapat terjadi pada segala usia. Pada t hingga 2
tahun pertama sesudah manifestasi diabetes tipe 1 yang nyata, kebutuhan akan insulin
eksogen mungkin minimal atau belum dibutuhkan karena sekresi insulin endogen masih
terjadi (keadaan ini disebut "periode bulan madu"); tetapi sesudah itu, setiap cadangan sel-B
akan kelelahan dan kebutuhan insulin meningkat secara dramatis. Diabetes tipe 1 didominasi
oleh tanda-tanda berubahnya metabolisme, yaitu: poliuria, polidipsia dan polifagia. Meskipun
selera makan meningkat, efek katabolik terus terjadi sehingga timbul penurunan berat badan
dan kelemahan otot. Tanda-tanda himiawinya meliputi ketoasidosis, insulin plasma yang
rendah atau tidak ada, dan kenaikan kadar glukosa piasma. Gangguan metabolisme dan
kebutuhan akan insulin berhubungan langsung dengan stres fisiologik yang meliputi
penyimpangan dari pola asupan makanan yang normal, peningkatan aktivitas fisik, infeksi
dan pembedahan.

11
Diabetes Melitus Tipe 2

Pasien-pasien diabetes mellitus tipe 2 biasanya berusia lebih dari 40 tahun dengan keluhan
polidipsia serta poliuria dan kadang-kadang obesitas. Kelainan metabolisme biasanya ringan dan
diagnosis diabetes tipe ini pada orang-orang yang asimptomatik paling sering ditegakkan
sesudah pemeriksaan darah atau urin rutin. Koma hiperosmolar nonketotik dapat terjadi pada
manula yang mengaiami dehidrasi sekunder karena diuresis osmotik dan kekurangan asupan air
yang memadai.

2. Kelenjar endokrin dan penyakit kelenjar endokrin


1. kelenjar tiroid
Kelenjar ini merupakan kelenjar yang kaya akan pembuluh darah dan merupakan
sepasang kelenjar yang terletak berdampingan di sekitar leher. Macam hormon yang
dihasilkan :
1. Hormon Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3) Hormon ini berfungsi :
1.1 Mengatur metabolisme karbohidrat.
1.2 Memengaruhi perkembangan mental.
1.3.Memengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi sel.
1.4. Memengaruhi kegiatan sistem saraf.
2. Hormon Calsitonin. Hormon ini berfungsi :
1.1 Menurunkan kadar Ca (Calsium) darah.
1.2 Mengatur absorpsi Calcium oleh tulang.

Hormon tiroid memiliki efek selular yang beragam, termasuk meningkatkan katabolisme
karbohidrat serta lipid dan menstimulasi sintesis protein pada berbagai macam sel tubuh.
Hasil netto proses ini adalah peningkatan basal metabollc rote (BMR). Penyakit tiroid sangat
penting karena relatif sering ditemukan dalam masyarakat luas dan sebagian besar dapat
disembuhkan dengan pengobatan atau tindakan bedah. Penyakit tiroid meliputi berbagai
keadaan yang berkaitan dengan produksi hormon tiroid yang berlebih atau kurang dan lesi
massa yang bersifat fokal atau difus dalam kelenjar tiroid.
a. Hipertiroid
Tirotoksisosis merupakan keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh kenaikan
kadar T3 dan T4 bebas. Karena paling sering disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar tiroid,
keadaan ini kerap kali disebut hipertiroidisme.. Beberapa penyebab hipertiroidisme
primer yang lebih sering ditemukan adalah:

12
Hiperplasia difus kelenjar tiroid yang berkaitan dengan penyakit Graves (sekitar
85% kasus) .
Penyakit goiter (gondok) multinodular yang hiperfungsional .
Adenoma tiroid yang hiperfungsional.

Penyebab sekunder meliputi adenoma hipofisis tirotrof. Asupan hormon tiroid


eksogen yang tidak tepat (sebagai terapi pada hipotiroidisme) dan berbagai keadaan
inflamasi kelenjar tiroid merupakan dua penyebab tirotoksikosis yang tidak berkaitan den
gan hiperaktivitas kelenjar tiroid.
b. Hipotiroid
Hipotiroidisme disebabkan oleh perubahan struktural atau fungsional yang
memengaruhi kecukupan produksi hormon tiroid. Seperti pada hipertiroidisme, kelainan
ini juga dibagi menjadi kelompok primer dan sekunder, bergantung bilamana
hipotiroidisme terjadi secara intrinsik dalam kelenjar tiroid sendiri atau merupakan akibat
penyakit pada hipotalamus atau hipofisis.

Hipotiroidisme primer mewakili mayoritas terbesar kasus-kasus


hipotiroidisme dan dapat bersifat "goitrous" (disertai pembesaran kelenjar
tiroid) atau "thyroprivic" (terjadi kehilangan parenkim tiroid). Penyebab
hipotiroidisme goitrous yang paling sering ditemukan di bagian dunia yang
kekurangan iodium adalah tiroiditis autoimun, paling sering disebabkan oleh
tiroiditis Hashimoto. Penyebab lainnya meliputi penyakit gondok-endemik
akibat defisiensi iodium-dari makanan, kelainan metabolisme bawaan, dan
obat-obat yang menyekat sintesis hormon (goitrogen). Hipotiroidisme
thyropriuic dapat terjadi sesudah pembedahan kelenjar tiroid, dapat
disebabkan oleh kelainan infiltratif atau terkadang memiliki dasar genetik
(arang).
Hipotiroidisme sekunder disebabkan oieh defisiensi TSH; hipotiroidisme
tertier (sentral) disebabkan oleh defisiensi hormon TRH (thyrotropin-releasing
hormone).
Kadar TSH serum merupakan pemeriksaan skrining yang paling sensitif untuk
hipotiroidisme. Kadar TSH meningkat pada hipotiroidisme primer karena
hilangnya inhibisi umpan-balik yang menghalangi produksi TRH dan TSH,
masing-masing oleh hipotalamus dan hipofisis.
2. kelenjar paratiroid

Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme
primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering
pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun.
Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien

13
gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi
pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid.
Etiologi
Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma
atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan
kelainan endokrin lainny
Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.

Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus
keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia,
syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan.

Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar
yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada 15 % pasien semua
kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.
Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia atau
neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal
ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak;
18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan
oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar
paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar,
dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenjar
membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif,
jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika
teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa,
biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat
kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar
dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk
mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena
keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan
hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang
disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak
yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja
pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen
tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan
ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia

14
kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah.
Konsentrasi PTH serum juga meningkat.
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi
adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena
peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada
pasien, tapi tidak muncul secara langsung.

Hipoparatirodisme

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak
adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan
oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau
tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
kongenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.

Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada
anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:
Defisiensi sekresi hormon paratiroid
Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
Hipomagnesemia.
Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai
9,5-12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya
adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya
terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total
tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang
dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat
terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada
operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid
bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis
tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.

15
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar
PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap
hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor.
3. kelenjar adrenal
Terdapat dua kelenjar adrenal, masing-masing terbenam di atas ginjal dalam suatu kapsul
lemak. Setiap kelenjar adrenal memiliki korteks yang menghasilkan steroid dan medulla
yang menghasilkan katekolamin. Terdapat tiga zona di korteks adrenal, yaitu zona
glomerulosa (paling luar), fasikulata (paling tebal), dan retikularis (paling dalam)
1. GANGGUAN PADA KELENJAR ADRENAL
Cushing Sindrome
Definisi
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap (Price,
2005).Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik
gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar
yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis
farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal.
1088).
Etiologi
1. Sindromcushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang
berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal
ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga
mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau
tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor
hipofisis disebut penyakit cusing.
2. Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang
dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan
pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom
cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan
oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol
abnormal.
Manifestasi Klinis
1. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :
- Obesitas yang sentrifetal dan moon face.
- Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosi
- Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.
- Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.
- Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.
- Diabetes melitus.
- Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia
2. Gejala hipersekresi ketosteroid :
- Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki )
- Suara dalam.

16
- Timbul akne.
- Amenore atau impotensi
- Pembesaran klitoris.
- Otot-otot bertambah (maskuli nisasi)
3. Gejala hipersekresi aldosteron.
- Hipertensi
- Hipokalemia
- Hipernatremia
- Diabetes insipidus nefrogenik
- Edema (jarang)

Addisons Disease
Definisi
Penyakit Addison disebabkan karena kegagalan korteks adrenal memproduksi
hormon adrenokortikal. Sering kali disebabkan oleh atrofi primer. Atrofi primer
sering terjadi karena autoimunitas, TBC, dan karsinoma.
Etiologi
Sebagian besar idiopatik(autoimun) yang lainnya akibat kerusakan adrenal
(neoplasma , TB,amilodosis , nekrosis peradangan ) ,iatrogenik(penghentian steroid ,
ketokonazol, dan obat-obat lain ) .Penyakit addison primer disebabkan akibat
kerusakan adrenal .Penyakit addison sekunder disebabakan oleh kerusakan
hipofisis.Pasien dengan penyakit addison hipofisis lebih toleran terhadap stress
metabolik karena mineralokortikoidnya normal.
Gejala klinis:
- defisiensi mineralokortikoid
hal ini akan menurunkan reabsorpsi natrium sehingga tubuh akan mengalami
hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis ringan. Prognosis buruk apabila setelah
empat hari sampai dua minggu setelah mineralokortikoid tidak diproduksi pasien
tidak segera ditangani karena pasien dapat meninggal.
- defisiensi glukokortikoid
terjadi keabnormalan pada kadar gula antara waktu makan. Prognosis buruk
karena infeksi pernapasan ringan saja dapat menyebabkan kematian apabila
setelah glukokortikoid tidak dihasilkan lagi pasien tidak segera ditangani.
-
kelemahan , kelelahan , hipotensi ortostatik
-
hiperpigmentasi , berbintik-bintik
- mual , penurunan berat badan, dehidrasi , hipotensi
- penurunan toleransi terhadap dingin , hipometabolisme
Diagnosis
- Kadar Na serum < 130 mEq/L, K> 5mEq/L, BUN dan kreatinin meningkat
- Dapat ditemukan hipoglikemik.Keadaan elektrolit mingkin hanya ditemukan pada
penyakit addison yang disebabkan oleh kerusakan adrenal karena harus terjadi
17
kehilangan aldosteron yang disebabkan oleh kerusakan adrenal,karena harus
terjadi kehilangan aldosteron untuk menghasilkan kelainan elektrolit
- Kadar kortisol di pagi hari rendah
- Uji perangsangan kortintropin.Berikan kosintropin 0,25 mg IV sebelum pukul
09.00 pagi.Kortisol harus meningkat dari nilai dasarnya yaitu 5 menjadi 25
pikogram/dl dan menjadi dua kali lipat dalam 60-90 menit .Kadar >20
pikogram/dl dianggap merupakan respon normal.Jika tetap mencurigai
hipoadrenalisme , lakukan ujia metirapron.
- Uji metirapron .Tentukan nilai dasar kortisol serum dasar.Berikan 3 g metirapon
secara oral pada tengah malam.Ukur kortisol dan deoksikortisol pada pukul 8 pagi
hari berikutnya. Jika sumbu hipofisi-adrenal normal , kadar kortisol plasma harus
kurang dari 5 pikrogram /dl dan kadar 11-deoksikortisol lebih dari 10 mg/dl.Ukur
kadar ACTH serum .ACTH serum akan meningkat pada kegagalan adrenal primer
dan normal atau rendah pada kegagalan hipofisis primer.
Precocius Puberty
Definisi
Precocious puberty adalah istilah dimana seorang anak telah mulai
memperlihatkan tanda-tanda pubertas sebelum usia 7 atau 8 tahun pada anak
perempuan dan 9 tahun pada anak laki-laki. Mungkin secara emosional hal ini
akan sulit di terima bagi mental anak dan bisa jadi kadang itu dikarenakan adanya
problem kesehatan pada diri anak tersebut.
Etiologi
- Pubertas biasanya dipicu oleh hypothalamus (yaitu suatu area dalam otak yang
membantu mengontrol fungsi kelenjar pituitary) hypothalamus ini memberikan
sinyal pada kelenjar pituitary (yaitu kelenjar yang berukuran kecil yang terletak
pada dasar otak) untuk melepaskan hormone dan memberikan stimulasi pada
indung telur, ovari (pada anak perempuan) atau testis (pada anak laki-laki) untuk
menghasilkan hormon sex.
- Kadang, puber dini juga bisa dipicu oleh masalah struktural pada otak (seperti
tumor), luka pada otak karena pernah terjadi trauma (benturan dan lainnya yang
mengakibatkan luka di otak), infeksi (seperti meningitis) atau masalah dalam
indung telur (ovarium) atau kelenjar tiroid yang memicu pada mulainya tanda-
tanda pubertas lebih awal dibanding yang umumnya terjadi.
- Yang umumnya terjadi pada anak perempuan, bahwa puber dini tidak dipicu oleh
gangguan medis, mereka hanya memperlihatkan tanda-tanda pubertas tanpa
diketahui sebabnya. Akan tetapi hal ini tidak sering terjadi pada anak laki-laki,
dimana kasus puber dini pada anak laki-laki biasanya disertai karena adanya
masalah kesehatan.
- Sekitar 5% anak laki-laki, masalah puber dini adalah karena faktor keturunan.
Bisa jadi anak mengalami puber dini karena keturunan dari ayahnya atau dari
keturunan pihak ibu dari kakeknya (yang mana sang ibu tidak mengalami
kelainan puber dini). Akan tetapi pada anak perempuan kasus puber dini yang di
sebabkan karena keturunan hanya 1% dibandingkan dengan anak laki-laki.

18
Gejala
Tanda-tanda pubertas pada anak perempuan adalah antara lain yang tersebut
dibawah ini pada usia anak sebelum 7 atau 8 tahun:
Perkembangan payudara
Pertumbuhan rambut dibawah lengan
Pertumbuhan tinggi badan yang pesat diatas rata-rata usia anak sebayanya
Menstruasi
Jerawat
Aroma bau badan seperti orang dewasa
Pada anak laki-laki, tanda-tanda pubertas dini antara lain:
Mulai membesarnya ukuran testis atau penis
Tumbuhnya rambut dibawah lengan dan pada wajah
Pesatnya pertumbuhan tinggi badan
Perubahan suara
Jerawat
Perubahan aroma bau badan seperti layaknya orang dewasa
Phaeochromocytoma
Definisi
Secara etimologi Phaeochromositoma berasal dari bahasa Yunani. Phios berarti
kehitaman, chroma berarti warna dan cytoma berarti tumor. Hal ini mengacu pada
warna sel tumor ketika diwarnai dengan garam kromium. Pheochromocytoma
adalah tumor kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin dan
norepinefrin. Hormon ini memiliki banyak fungsi, beberapa diantaranya seperti
mengatur tekanan darah dan detak jantung. Pheochromocytoma banyak ditemukan
pada orang dewasa dengan umur 30-60 tahun.
Phaeochromocytomas adalah tumor fungsional berasal dari sel-sel chromaffin dari
medula adrenal dan paraganglions. Sel Chromaffin adalah sel-sel yang mensekresi
katekolamin yang mempunyai karakteristik pewarnaan coklat dengan dikromat
karena kehadiran butiran sitoplasma katekolamin. Presentasi klinis klasik adalah
dengan serangan paroksismal hipertensi disertai sakit kepala, berkeringat,
kecemasan palpitasi dan tremor.
Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan pheochromocytoma. Pada kebanyakan
kasus, yang paling berperan adalah faktor genetik dan lingkungan. 25% dari
pheochromocytomas karena faktor keluarga . Mutasi gen VHL , RET, NF1, SDHB
dan SDHD semua diketahui menyebabkan pheochromocytoma keluarga /-adrenal
paraganglioma ekstra. Pheochromocytoma adalah tumor dari neoplasia endokrin
multipel sindrom, tipe IIA dan IIB (juga dikenal sebagai MEN IIA dan IIB MEN ,
masing-masing). Komponen lainnya neoplasma sindrom yang mencakup paratiroid
adenoma, dan kanker tiroid meduler . Mutasi di autosomal RET proto-onkogen drive

19
keganasan ini. mutasi umun onkogen RET juga dapat mencakup ginjal spons
meduler.

Pheochromocytoma terkait dengan MEN II dapat disebabkan oleh mutasi onkogen


RET. Kedua sindrom dicirikan oleh pheochromocytoma serta kanker tiroid
(karsinoma meduler tiroid). MEN IIA juga disebabkan oleh hiperparatiroidisme,
sedangkan MEN IIB juga disebabkan oleh neuroma mukosa. Kesimpulannya bahwa
Lincoln di sebabkan oleh MEN IIB, bukan Sindrom Marfan seperti yang diduga
sebelumnya, meskipun ini tidak pasti. Pheochromocytoma juga berhubungan dengan
neurofibromatosis.
Phaeochromositoma juga bisa terjadi pada penderita penyakit von Hippel-Lindau,
dimana pembuluh darah tumbuh secara abnormal dan membentuk tumor jinak
(hemangioma); dan pada penderita penyakit von Recklinghausen
(neurofibromatosis, pertumbuhan tumor berdaging pada saraf). Penyakit ini juga
dapat timbul dan atau tanpa gejala.
Patofisiologi
Phaeochromositoma suatu penyebab hipertensi sekunder yang jarang terjadi atau
sangat langka, merupakan tumor medullar adrenal atau tumor rantai simpatis
(paraganglioma) yang melepaskan katekolamin dalam jumlah besar (epinefrin,
norepinefrin, dan dopamine) secara terus-menerus atau dengan jangka waktu.
Feokromositoma menyerang 0.1% hingga 0.5% penderita hipertensi dan dapat
menyebabkan akibat yang fatal bila tidak terdiagnosis atau diobati.
phaeochkromositoma dapat menyerang laki-laki dan perempuan dalam
perbandingan yang sama dan mempunyai insiden puncak antara usia 30 dan 50
tahun.
Sekitar 90% tumor ini berasal dari sel kromafin medulla adrenalis, dan 10% sisanya
dari ekstra-adrenal yang terletak di area retroperitoneal (organ Zuckerkandl),
ganglion mesenterika dan seliaka, dan kandung kemih. Pasien dengan neoplasia
endokrin multiple (MEN II), telah meningkatkan sekresi katekolamin dengan
manifestasi klinis phaeochromositoma akibat hyperplasia medulla adrenal bilateral.
Beberapa penderita memiliki penyakit keturunan yang disebut sindroma endokrin
multipel, yang menyebabkan mereka peka terhadap tumor dari berbagai kelenjar
endokrin (misalnya kelenjar tiroid, paratiroid dan adrenal).
Manifestasi klinis
- Takikardi
- Palpitasi jantung
- Sakit kepala
- Berat badan menurun, nafsu makan normal
- Pertumbuhan lambat
- Mual

20
- Muntah
- Sakit perut

Testicular Feminization Syndrome


Definisi
TFS adalah kelainan yang disebabkan oleh mutasi gen Androgen Receptor (AR
gen). TFS merupakan kelainan pada kromosom X resesif yang menyebabkan laki-
laki memiliki genatalia eksternal perempuan, memiliki payudara, tidak ada uterus,
dengan kariotip yang normal 46 XY. AR gen ini terletak pada kromosom X yg
terdiri dari 910 asam amino. Klasifikasi TSF antara lain complete androgen
insensitivity syndrome (CAIS), partial androgen insensitivity syndrome (PAIS),
and mild androgen insensitivity syndrome (MAIS). CAIS yang lebih sering
disebut TSF memiliki ciri-ciri fenotip perempuan, punya testis di abdominal /
inguinal, kariotip 46XY. PAIS sering disebut Incomplete AIS. PAIS dibagi tiga,
yaitu yang memiliki kecenderungan ke laki-laki, wanita, dan memiliki kedua
genitalia eksternal. MAIS memiliki ciri-ciri antara lain kegagalan
spermatogenesis

Hiperaldosteronisme
Definisi
Keadaan terjadi produksi hormone aldosterone berlebihan.
Etiologi
- hipersekresi tumor adrenal
(hiperaldosteronisme primer/sindrom conn)
- peningkatan berlebihan aktivitas system renin
angiotensin aldosterone (hiperaldosteronisme sekunder)
- penyakit akibat aktivitas berlebihan system
renin angiotensin aldosterone, missal aterosklerosis
Manifestasi klinis
- hypokalemia
- hypernatremia
- hipertensi
- Rasa lemas,
- kesemutan,
- kram otot,
- periode lumpuh sementara,
- sangat haus
- sering berkemih.

3.Hati dan Penyakit Hati

a Sirosis

21
Sirosis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun terutama
disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama lainnya adalah hepatitis
kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit hati
kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik:

1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang
menggantikan lobulus

2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran


bervariasi dari sangat kecil (garis tengah <3 mm, mikronodul) hingga besar (garis
tengah beberapa sentimeter, makro- nodul)

3. Kerusakan arsitektur hati keseluruhsn.

Cedera parenkim dan fibrosis yang terjadi bersifat difus, meluas ke seluruh hati;
cedera fokal disertai pembentukan jaringan parut bukan merupakan sirosis. Selain
iLu, fibrosis, jika terbentuk, umumnya ireversibel, walaupun pada beberapa kasus
ditemukan regresi.

Tipe sirosis lainnya yang jarang adalah (1) sirosis yang timbul pada bayi dan anak
dengan galaktosemia atau tirosinosis; (2) sirosis akibat obat, misalnya -metildopa;
dan (3) sifilis. Sklerosis berat dapat terjadi pada penyakit jantung (kadang-kadang
disebut sirosis kardiak, dibahas kemudian). Setelah semua kategori sirosis yang
etiologinya diketahui disingkirkan, masih tersisa sejumlah kasus, yang disebut
sebagai sirosis kriptogenik. Besarnya golongan "keranjang-sampah" ini menunjukkan
bahwa diagnosis etiologi sulit ditegakkan jika sirosis sudah terbentuk.

Patogenesis. Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi


sirosis adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Berbagai penyebab
destruksi hepatoselular dibahas di tempat lain pada bab ini; regenerasi adalah respons
normal pejamu. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen
interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta dan sekitar vena sentralis, dan
kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit (ruang
Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan
III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan
sel- sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. juga terjadi pirau vena porta-ke-
vena hepatika dan arteri hepatika-ke-vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah
sinusoid dari saluran endotel yang ber- lubang-iubang dengan pertukaran bebas antara
plasma dan hepatosit, menjadi saluran vaskular tekanan tinggi beraliran cepat tanpa
pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein (misal, albumin, faktor
pembekuan, lipoprotein) antara hepatosit dan plasma sangat terganggu.

22
Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stelata
perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal
berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan Iemak, sel ini mengalami pengaktifan
selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel
mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat
berasal dari beberapa sumber:

Peradangan kronis, disertai produksi sitokin pe- radangan seperii faktor


nekrosis tumor (TNF), limfotoksin, dan interleukin 1
Pembenlukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel,
hepatosit, dan sel epitel saluran empedu)
Gangguan matriks ekstrasel
Stimulasi langsung sel stelata oleh toksin

Gambaran Klinis. Semua bentuk sirosis mungkin tidak tampak secara klinis.
Jika timbul, gejala sirosis bersifat nonspesifik: anoreksia, penurunan berat, tubuh
lemah, dan, pada penyakit tahap lanjut, debilitas yang nyata. Dapat timbul gagal
hati yang baru mulai atau telah nyata, biasanya dipicu oleh timbulnya beban
metabolik pada hati, misalnya akibat infeksi sistemik atau perdarahan saluran
cerna. Mekanisme akhir yang menyebabkan kematian pada sebagian besar pasien
dengan sirosis adalah (1) gagal hati progresrf, (2) komplikasi yang terkait dengan
hipertensi porta, atau (3) timbulnya karsinoma hepatoselular.

b Hepatitis A

Hepatitis A (oleh virus hepatitis A (HVA)) adalah penyakit jinak yang dapat sembuh
sendiri dengan masa inkubasi 2 hingga 6 minggu. HAV tidak nenyebabkan hepatitis
kronis atau keadaan pembawa dan hanya sekali sekali menyebabkan hepatitis
fulminan. Angka kematian akibat HAV sangat rendah, sekitar 0,1% dan tampaknya
lebih sering terjadi pada pasien yang sudah mengidap penyakit hati akibat penyebab
lain, misalnya virus hepatitis B atau alkohol. HAV ditemukan di seluruh dunia dan
endemik di negara yang higiene dan sanitasinya buruk, sehinga sebagian besar
penduduk asli di negara tersebut memiliki anti-HAV pada usia 10 tahun. Gejala klinis
cenderung ringan atau asimtomatik dan jarang setelah masa kanak-kanak. Di negara
maju, prevalensi seropositivitas meningkat secara bertahap seiring dengan usia, di
Amerika Serikat mencapai 50% pada usia 50 tahun. Sayangnya, infeksi HAV pada
orang dewasa dapat menyebabkan morbiditas yang cukup besar dibandingkan dengan
infeksi pada anak. HAV menyebar melalui ingesti makanan dan minuman yang
tercemar dan dikeluarkan melalui tinja selama 2 hingga 3 minggu sebelum dan 1

23
minggu setelah onset ikterus. HAV tidak dikeluarkan dalam jumlah signifikan dalam
air liur, urine, atau semen.

Kontak pribadi yang erat dengan orang yang terinfeksi selama periode fecal
shedding, disertai kontaminasi feses-oral, merupakan penyebab utama penularan dan
dapat menjelaskan terjadinya ledakan kasus di lingku- ngan institusi, misalnya
sekoiah dan asrama. Epidemi yang ditularkan melalui air juga dapat terjadi di negara
yang sedang berkembang, yang penduduknya tinggal dalam lingkungan yang padat
dengan sanitasi buruk; insidensi partikel infeksi pada pasokan air dapat me- lebihi
35%, walaupun indikator rutin polusi feses lain- nya berada di bawah batas yang
diizinkan. Di negara maju, infeksi sporadis dapat terjadi akibat mengonsum- si kerang
mentah atau dikukus (tiram, remis, kijing), yang memekatkan virus dari air laut yang
tercemar oleh tinja manusia. Karena viremia HAV transien, penularan HAV melalui
darah jarang terjadi, sehingga darah donor tidak secara spesifik ditapis untuk virus ini.
HAV adalah pikornavirus RNA untai-tunggal (single-stranded, ssRNA) yang kecil
dan tidak berselubung. Virus itu sendiri tampaknya tidak bersifat sitotoksik terhadap
hepatosit sehingga cedera hati mungkin terjadi akibat kerusakan imunologis hepatosit
yang terinfeksi. Antibodi spesifik terhadap HAV tipe IgM muncul di darah saat onset
gejala, dan merupakan penanda handal untuk mengetahui infeksi akut. Pengeluaran
virus melalui feses berakhir seiring dengan meningkatnya titer IgM. Respons IgM
menurun dalam beberapa bulan, disertai munculnya IgG anti-HAV. Yang terakhir ini
menetap seumur hidup, menimbulkan imunitas terhadap reinfeksi oleh semua strain
HAV (karena bermanfaat untuk vaksinasi).

c Hepatitis B

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang merupakan kelompok


hepadnovirus dan termasuk virus DNA. HBV dapat menyebabkan (1) hepatitis akut
dengan pemulihan dan hilangnya virus, (2) hepatitis kronis nonprogresif, (3) penyakit
kronis progresif yang berakhir dengan sirosis, (4) hepatitis fulminan dengan nekrosis
hati masif, dan (5) keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit
subklinis progresif. HBV juga berperan penting dalam terladinya karsinoma
hepatoselular.

Virus juga dapat menyebar melalui kontak dengan sekret tubuh, seperti semen, air
liur, keringat, air mata, air susu, dan efusi patologis. Di daerah yang endemisitasnya
tinggi, penularan vertikal dari ibu ke anak saat persalinan merupakan cara utama
penularan. Di daerah yang endemisitasnya rendah, penularan horizontal melalui
transfusi, produk darah, dialisis, kecelakaan tertusuk jarum pada pekerja kesehatan,
pengguna obat terlarang introvena, dan penularan seksual (homo- atau heteroseksual)
merupakan cara utama infeksi HBV.

24
d Hepatitis C

Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yakni virus golong RNA dan
termasuk goong flaviridae. HCV juga merupakan penyebab utama penyakit hati.
Angka pembawa virus ini di seluruh dunia diperkirakan 775 juta orang (angka
prevalensi 3%), dan 2 hingga 3 juta orang di Amerika Serikat mengidap infeksi kronis
persisten. Jumlah infeksi HCV baru per tahun turun dari 180.000 pada pertengahan
tahun 1980-an menjadi sekitar 28.000 pada pertengahan tahun 1990-an. Perubahan
yang diharapkan ini terjadi karena penurunan tajam hepatitis C terkait transfusi
(akibat prosedur penyaringan) dan penurunan infeksi pada para pengguna obat suntik
terlarang (berkaitan dengan tindakan yang didorong oleh ketakutan akan infeksi virus
imunodefisiensi manusia [HIV]). Namun, angka kematian akibat HCV akan terus
meningkat karena selang waktu antara infeksi akut dan gagal hati adaiah puluhan
tahun. Cara penularan utama adalah inokulasi dan transfusi darah, dengan para
pemakai obat terlarang intrnvena menyebabkan lebih dari 40% kasus di Amerika
Serikat. Untungnya, penularan melalui produk darah saat ini jarang terjadi, mem-
bentuk hanya sekitar 4% kasus dari semua infeksi HIV akut. Terpajannya para
petugas kesehatan di tempat kerja membentuk sekitar 4% kasus. Angka penularan
seksual dan transmisi vertikal rendah. Hepatitis sporadis yang sumbernya tidak
diketahui terdapat sekitar 40% kasus. HCV memiliki tingkat perkembanganayang
tinggi untuk menjadi penyakit kronis dan akhirnya sirosis, diperkirakan sebesar 20%
(Gbr. 76-7). Oleh karena itu, HCV sebenarnya merupakan penyebab terutama
penyakit hati kronis di negara Barat.

e Penyakit hati alkoholik

Konsumsi alkohol berlebihan adalah penyebab utama penyakit hati di sebagian besar
negara Barat.

Konsumsi alkohol kronis menimbulkan tiga bentuk penyakit hati yang tersendiri,
walaupun juga bertumpang- tindih: (1) steatosis hati (perlemakanhati), (2) hepatitis
alkoholik, dan (3) sirosis, yang secara bersama-sama disebut sebagai penyakit hati
alkoholik. Paling sedikit 80% dari para peminum berat mengalami perlemakan hati
(steatosis), 10% hingga 35% mengalami hepatitis alkoholik, dan sekitar 10%
terjangkit sirosis. Karena dua keadaan pertama dapat terbentuk secara independen,
keduanya tidak mencerminkan suatu kontinum kelainan.

Patogenesis. Ingesti jangka-pendek hingga 80 g etanol per hari (delapan botol bir
atau 7 tons minuman keras berkadar alkohol 80%) umumnya menyebabkan kelainan
hati yang ringan dan reversibel, seperti per- lemakan hati. Ingesti 160 g atau lebih
etanol setiap hari selama 10 hingga 20 tahun dilaporkan secara konsis- ten
menimbulkan cedera yang lebih parah; asupan kronis 80 hingga 1,60 g/haridianggap

25
sebagai ambang risiko (borderline risk) terladinya kerusakan yang parah. OIeh sebab-
sebab yang mungkin berkaitan dengan penurunan metabolisme etanol di lambung dan
perbedaan dalam komposisi tubuh, perempuan tampaknya lebih rentan mengalami
cedera hati di- bandingkan dengan laki-laki. Namun, hanya 10% hingga 15% pecandu
alkohol yang mengalami sirosis. Semestinya terdapat kerentanan individual, mungkin
genetik, tetapi penanda genetik kerentanan tersebut belum diketahui. Selain itu,
t'erdapat hubungan in- konstan antara steatosis hati dan hepatitis alkoholik sebagai
prekursor sirosis. Selain itu, sirosis dapat timbul tanpa didahului oleh tanda-tanda
steatosis atau hepa- titis alkoholik. Tanpa adanya pemahaman yang jelas mengenai
faktor patogenetik yang memengaruhi kerusakan hati, belum ada batas atas yang
"arrrarr" untuk konsumsi alkohol yang dapat diajukan (walaupun anggur merah saat
ini populer sebagai obat untuk mengatasi penyakit vaskular koroner).

efek merugikan alkohol dan produk sampingannya pada fungsi hepatosit:

Steatosis hepatoselular terjadi akibat (1) pengalihan zat normal menjauhi


katabolisme dan mengarah ke biosintesis lemak, akibat pembentukan
berlebihan nikotinamida-adenin dinukleotida tereduksi oleh dua enzim utama
dalam metabolisme alkohol, alkohol dehidrogenase dan asetaldehida dehidro-
genase (menghasilkan asetat); (2) gangguan pem- bentukan dan sekresi
lipoprotein; dan (3) peningkat- an katabolisme lemak perifer.
Induksi sitokrom P-450 menyebabkan peningkatan transformasi obat lain
menjadi metabolit toksik. Secara khusus, hal ini dapat mempercepat metabo-
lisme asetaminofen menjadi metabolit yang sangat toksik dan meningkatkan
risiko cedera hati, bahkan dengan dosis terapeutik analgesik yang sering
digunakan ini.
Selama oksidasi etanol oleh sistem pengoksidasi etanol dalam mikrosom
terbentuk radikal bebas; radikal bebas bereaksi dengan membran dan pro-
tein.
Alkohol secara langsung memengaruhi fungsi mikrotubulus dan mitokondria
serta fluiditas membran.
Asetaldehida (metabolit antara utama alkohol dalam perjalanarurya untuk
menghasilkan asetat) memicu peroksidasi lemak dan pembentukan ad- du c t
asetaldehid a-pro tein yang semakin merus ak fungsi sitoskeleton dan
membran.
Infiltrasi neutrofil ke hati sering terjadi pada hepa- titis alkoholik, dan sel aktif
ini diperkirakan me- ngeluarkan metabolit oksigen aktif. Peningkatan kadar
interleukin 8, suatu chemoattractant untuk neutrofil, ditemukan dalam plasma
pasien dengan hepatitis alkoholik

26
Alkohol memicu suatu serangan imunologis terhadap hepatosit yang
mengalami perubahan antigen akibat alkohol atau oleh perubahan pro- tein
hati yang dipicu oleh asetaldehida.
Karena pembentukan asetaldehida dan radikal bebas maksimal pada regio
sentrilobular parenkim, daerah ini lah yang paling rentan terhadap cedera
toksik.
Terjadinya hepatitis virus, terutama hepatitis C, merupakan faktor utama yang
mempercepat penyakit hati pada pecandu alkohol. Prevalensi hepatitis C pada
pasien dengan penyakit alkoholik adalah sekitar 30%.

Selain itu, alkohol dapat menjadi sumber kalori utama dalam makanan,
menggeser nutrien lain serta menimbulkan malnutrisi dan defisiensi vitamin
(misal, tiamin dan vitamin B,r) pada para pecandu alkohol. Hal ini diperparah
oleh gangguan fungsi pencernaan, yang terutama berkaitan dengan gastritis kronis
dan kerusakan mukosa usus, serta pankreatitis. Stimulasi fibrosis yang dipicu oleh
alkohol bersifat multifaktor dan masih belum dipahami sepenuhnya; kemungkin-
an mekanisme yang berperan dalam fibrosis hati telah dibahas sebelumnya dalam
bab ini.

Gambaran Klinis. Stentosis hati mungkin ber- manifestasi sebagai


hepatomegali disertai peningkatan ringan kadar bilirubin dan fosfatase alkali
serum. Akan tetapi, mungkin juga tidak timbul bukti klinis atau biokimiawi
adanya penyakit hati. ]arang terjadi gangguan hati yang parah. Penghentian
alkohol dan pemberian diet yang adekuat sudah memadai sebagai terapi. Pada
orang yang kadang-kadang minum ber- lebihan, sering terjadi steatosis hati yang
ringan dan transien saat tubuh mengeluarkan kelebihan alkohol. Untuk timbulnya
hepatitis alkoholik, diperkirakan diperlukanwaktu 15 hingga 20 tahun minum
alkohol dalam jumlah berlebihan. Namun, pada para pasien ini gambaran klinis
hepatitis ttlkoholik muncul relatif akut, biasanya setelah minum dalam jumlah
besar. Gejala dan kelainan laboratorium mungkin minimal atau sedemikian parah
sehingga terjadi gagal hati fulminan. Di antara kedua hal ekstrem ini, terdapat
gejala nonspesifik berupa malaise, anoreksia, penurun- an berat, rasa tidak enak di
perut bagian atas, hepato- megali dengan nyeri tekan, dan demam serta temuan
laboratorium berupa hiperbilirubinemia, peningkatan fosfatase alkali, dan sering
leukositosis neutrofilik. Kadar alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST) meningkat tetapi biasanya tetap di bawah 500 U/mL.
Prognosis tidak dapat diperkirakan; setiap serangan hepatitis menimbulkan risiko
kematian 10% hingga 20%. Dengan serangan berulang, sirosis terjadi pada sekitar
sepertiga pasien dalam beberapa tahun; hepatitis alkoholik juga dapat timbul pada
sirosis. Dengan nutrisi yang sesuai dan penghentian total konsumsi alkohol,
hepatitis alkoholik dapat mereda secara perlahan. Namun, pada sebagian pasien,

27
hepatitis menetap walaupun alkohol sudah dihentikan dan berkembang menjadi
sirosis.

Manifestasi sirosis alkoholik serupa dengan bentuk lain sirosis yang telah
dikemukakan. Umumnya, tanda pertama sirosis berkaitan dengan penyulit
hipertensi porta. Stigmata sirosis (misal, peregangan abdomen akibat asites,
mengecilnya ekstremitas, kaput medusa) mungkin menjadi kelainan awal. Selain
itu, pasien juga dapat datang pertama kali dengan perdarahan varises yang
membahayakan nyawa, sekarat akibat eksangui- nasi atau ensefalopati hepatika
yang dipicu oleh meta- bolisme darah dalam jumlah besar di saluran cerna. Pada
kasus yang lain secara perlahan timbul malaise, tubuh lemah, penurunan berat,
dan hilangnya nafsu makan yang mendahului munculnya ikterus, asites, dan
edema perifer. Temuan laboratorium mencermin- kan terjadinya gangguan hati,
dengan peningkatan kadar aminotransferase serum, hiperbilirubinemia,
peningkatan bervariasi fosfatase alkali, hipoproteine- mia (globulin, albumin, dan
faktor pembekuan), dan anemia. Yang terakhir, sirosis mungkin tidak me-
nimbulkan gejala klinis, ditemukanhanya saat autopsi atau jika timbul stres seperti
infeksi atau trauma yang menggoyahkan keseimbangan ke arah insufisiensi hati.

Prognosis jangka-panjang bagi pecandu alkohol dengan penyakit hati


bervariasi. Aspek terpenting pada pengobatan adalah penghentian alkohol. Angka
ketahanan hidup lima tahun mendekati 90% pada orang yang berhenti minum dan
bebas ikterus, asites, atau hematemesis, tetapi turun menjadi 50% hingga 60%
pada mereka yang terus minum. Pada alkoholik tahap- akhir, penyebab langsung
kematian adalah (1) gagal hati, (2) perdarahan masif saluran cerna/ (3) infeksi
(pada pasien yang rentan), (4) sindrom hepatorenal setelah serangan hepatitis
alkoholik, dan (5) karsinoma hepatoselular pada 3% hingga 6% kasus.

2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Manifestasi


Oral Penyakit Metabolik Endokrin.

1. Manifestasi Oral DM
Gingivitis dan periodontitis
Gingivitis merupakan inflamasi pada gusi yang mudah untuk disembuhkan, dimana pada
jaringan ginggiva terlihat kemerah-merahan disertai pembengkakan dan bila disikat dengan
sikat gigi akan berdarah. Gingivitis akan menimbulkan terbentuknya periodontal pocket
disertai adanya resorpsi tulang, sehingga gigi goyang dan akhirnya tanggal.

28
Pada penderita Diabetes Melitus, kadar glukosa di dalam saliva dan cairan crevicular
meningkat. Glukosa tersebut selain mejadi sumber energi bakteri, juga menghambat sel-sel
PMN untuk melakukan fagositosis dan kemotaksis sehingga bakteri mudah menumpuk di
bagian sub gingiva dan dapat berinvasi ke jaringan yang lebih dalam.
Xerostomia dan disfungsi kelenjar saliva
Hiperglikemia mengakibatkan meningginya jumlah urin sehingga cairan dalam tubuh
berkurang dan sekresi saliva juga berkurang. Dengan berkurangnya saliva, dapat
mengakibatkan terjadinya xerostomia. Selain itu, penyebab terjadinya xerostomia adalah
adanya gangguan pada saraf otonom yaitu simpatik dan parasimpatik yang disebabkan
komplikasi neuropathy akibat diabetes tidak terkontrol. Saraf ini adalah pusat pengaturan
sekresi saliva.
Saraf Dalam rongga mulut yang sehat, saliva mengandung enzim-enzim antimikroba,
misalnya : Lactoferin, perioxidase, lysozyme dan histidine yang berinteraksi dengan mukosa
oral dan dapat mencegah pertumbuhan kandida yang berlebihan. Pada keadaan dimana
terjadinya perubahan pada rongga mulut yang disebabkan berkurangnya aliran saliva,
sehingga enzim-enzim antimikroba dalam saliva tidak berfungsi dengan baik, maka rongga
mulut menjadi rentan terhadap keadaan mukosa yang buruk dan menimbulkan lesilesi yang
menimbulkan rasa sakit. Pasien diabetes mellitus yang mengalami disfungsi kelenjar saliva
juga dapat mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan sehingga mengakibatkan
nafsu makan berkurang dan terjadinya malnutrisi

Infeksi kandidiasis
Kandidiasis oral merupakan infeksi bakteri oportunistik yang terjadi dalam keadaan
hiperglikemia karena keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disfungsi aliran saliva
karena adanya kehilangan cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak, sehingga aliran saliva
juga berkurang. Selain itu, juga menyebabkan komplikasi berupa microangiopathy yang
paling sering muncul pada penderita diabetes mellitus terkontrol atau tidak terkontrol. Oleh
itu, Kandidiasis dapat ditemukan pada penderita diabetes mellitus bila didukung berbagai
faktor yang ada pada penderita diabetes mellitus, seperti terjadinya defisiensi imun,
berkurangnya aliran saliva, keadaan malnutrisi dan pemakaian gigi tiruan dengan oral hygiene
yang buruk

Sindroma mulut terbakar


Pasien dengan sindroma mulut terbakar biasanya muncul tanpa tanda-tanda klinis,
walaupun rasa sakit dan terbakar sangat kuat. Pada pasien dengan diabetes mellitus tidak
terkontrol, faktor yang menyebabkan terjadinya sindroma mulut terbakar yaitu berupa
disfungsi kelenjar saliva, kandidiasis dan kelainan pada saraf.6,16 Adanya kelainan pada saraf
akan mendukung terjadinya gejala-gejala paraesthesias dan tingling, rasa sakit / terbakar yang
disebabkan adanya perubahan patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut
Karies

29
Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan
jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan
darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik. Karies
gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman dan waktu.
Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang
sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan
dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan
tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi.
Gangguan pada oral mukosa
Lichen Planus, stomatitis apthous berulang, infeksi jamur oral, berhubungan dengan perubahan
sistim imun karena hiperglikemia.

2.Manifestasi oral Penyakit Kelenjar Endokrin


a. Hipertiroid
Rentan karies
Periodontal disease
Pembesaran tiroid
Osteoporosis maxila dan mandibula
Kehilangan gigi sulung terlalu awal, dan erupsi gigi permanen terlalu awal
Bruning mouth syndrome
Toxic nodular goiter
Xerostomia
b. Hipotiroid
Makroglosia
Erupsi terlambat
Periodontal buruk
Rentan terhadap penyakit kardiovaskuler

3.Manifestasi oral Penyakit Hati

a Sirosis Hati
Petekie
Hematoma
Jaundiced mucosal tissue
Hemorrhagic changes
Gingiva bleeding

30
Icteric mucoa changes
Sialadenosis
Disfungsi kelenjar saliva
Pigmentasi pada mukosa oral

b Penyakit hati alkoholik


Oral lesions disfungsi hepatosit
Jaundice pada mucosa and diikuti dengan cutaneous dan scleral jaundice
Petekie dan ecchymosis, perdarahan gingival crevicular karena defisiensi faktor
pembekuan darah diikuti dengan disfungsi hepatosit dan thrombocytopenia terkait
alkohol.
Pallor dan angular cheilitus malnutrisi seperti anemia dan disfungsi nutrisi

3. Mahasiwa Mampu Memahami dan Menjelaskan


Penatalaksanaan Dental Penyakit Metabolik Endokrin.

1. Pertimbangan Penatalaksanaan Bidang KG Pada Penderita Diabetes Melitus


Diabetes mellitus (DM) bukan merupakan kontraindikasi untuk setiap tindakan perawatan
kedokteran gigi, misalnya tindakan operatif seperti pencabutan gigi. Hal ini tidak masalah bagi
dokter gigi apabila penderita di bawah pengawasan dokter ahli sehingga keadaanya terkontrol.
Untuk setiap tindakan operatif ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu faktor sebelum
dan setelah tindakan operatif. Faktor sebelum operatif antara lain keadaan umum penderita,
kadar gula darah dan urin penderita, anastetikum yang akan digunakan serta tindakan asepsis.
Tindakan yang perlu dilakukan setelah tindakan operatif adalah pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi, juga keadaan umum serta kadar gula darah dan urin.
Anastesi yang digunakan untuk tindakan operatif harus aman, tidak boleh meninggikan kadar
gula dalam darah. Pemakaian adrenalin sebagai lokal anastesi masih dapat diterima karena
kadarnya tidak terlalu besar walaupun adrenalin dapat meninggikan kadar gula dalam darah.
Procain sebagai anastesi lokal sangat dianjurkan.Sebelum tindakan operatif sebaiknya penderita
diberi suatu antibiotik untuk mencegah infeksi (antibiotik profilaksis, juga pemberian vitamin C
dan B kompleks, dapat membantu memepercepat proses penyembuhan serta mengurangi
kemungkinan terjadinya infeksi setelah perawatan. Kultur bakteri perlu dilakukan untuk kasus-
kasus infeksi oral akut. Jika terjadi respon yang kurang baik dari pemberian antibiotik yang
pertama, dokter gigi dapat memberikan lagi antibiotik yang lebih efektif berdasarkan uji
kepekaan bakteri pada pasien.Tindakan perawatan gigi penderita tergantung pada pengetahuan
dokter gigi tentang keadaan penyakit tersebut. Jika pasien telah didiagnosis dan dikontrol dengan
adekuat, maka tidak ada masalah sepanjang dokter gigi benar-benar mempertimbangkan hal-hal
yang dapat menghilangkan komplikasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perawatan gigi
pasien DM adalah :

31
a. Hal-hal tentang keadaan kesehatan pasien DM harus didiskusikan dengan dokter yang
merawatnya.
b. Semua infeksi rongga mulut harus dirawat dengan segera dengan antibiotik yang tepat.
c. Kesehatan rongga mulut yang baik harus dipertahankan, sehingga iritasi lokal akan
hilang secara teratur, pembentukan kalkulus berkurang dan sangat diharapkan gingivitis
dan penyakit periodontal dapat dicegah.
Pasien dijadwalkan untuk perawatan di pagi hari dan diinstruksikan untuk mengkonsumsi makan
paginya seperti biasa. Apabila perawatan melewati waktu makan maka pasien harus diberi waktu
mengkonsumsi makanan/ minuman ringan. Apabila kesulitan mengunyah setelah perawatan,
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan lunak. Pada setiap prosedur perawatan gigi
diinstruksikan untuk tetap mengkonsumsi obat hipoglikemik sesuai dosis yang diperuntukkan
baginya. Pada pasien dengan terapi insulin dapat dilakukan modifikasi dengan makan paginya.
Pasien diinstruksikan mengkonsumsi makan paginya disertai insulin separuh dosis pagi dan
separuh lagi sesuadah perawatan. Minimalkan stres selama perawatan gigi apabila
memungkinkan proses perawatan dibagi menjadi beberapa kunjungan yang tidak terlalu lama.

2.Management Dental Penyakit Kelenjar Endokrin


a. Hipertiroid
Resiko terhadap Tirotoksisosis (thyroid storm), dengan gajala hipotensi,
muntah, dan diare. Hal itu dapat dipacu dengan operasi, sepsis, dan trauma.
Epinefrin adalah kontraindikasi
Management stress dan penemuan singkat direkomendasikan untuk pasien ini,
dan treatment harus berlanjut jika tanda dan gejala thyrotoxik
pasien hipertiroid rentan terhadap penyakit kardiovaskular, termasuk aritmia
atrial, takikardi, dan hipertensi. Konsultasikan dengan dokter.
b. Hipotiroid
Hipotiroid rentan terhadap penyakit kardiovasuler. Oleh karena itu,
konsultasikan ke dokter pasien yang menangani penyakit hipotiroidnya.
Bagi pasien hipotiroid yang terkontrol, penggunaan epinefrin bukan
kotranindikasi. Tapi pasien yang memiliki hipotiroid yang tidak terkontrol dan
memiliki penyakt kardiovaskular, anastesi lokal dengan epinefrin bisa
digunakan tapi harus hati-hati.
Pasien hipotiroid khususnya yang tidak terkontrol, dapat menyebabkan
penurunan pernafasan, oleh karena itu, posisi duduk pasien harus semi tegak
lurus, dengan suplementasi oksigen melalui prong nasal atau dengan masker
NO
a. Hiperaratiroid
Resorpsi kortikal
Kehilangan trabekula dan lamina dura
Mobility gigi
Pocket periodontal dan resorbsi akar gigi
Lyrtic jaw lesion

32
Kalsifikasi metastatik
b. Hipoparatiroid
Densitas maxila dan mandibula yang abnormal
Autoimun hipoparatiroid
Enamel hypoplasia
Madibular exostosis
Gigi impaksi
Akar gigi yang pendek

Management Dental Treatment


a. Hiperparatiroid
Pasien hiperparatiroid rentan terhadap fraktur rahang selama prosedur operasi
dental. Oleh karena itu, harus berhati-hati dalam melakukan perawatan.
b. Hipoparatiroid
Kadar kalsium yang rendah dapat menimbulkan aritmia jantung, laringospasme, bronkospasme,
convulsion (sawan). Oleh karena itu, konsultasi dengan dokter pasien dibutuhkan untuk
memastikan kontrol kadar metabolik, update serum kalsium dan kadar fosfat dan juga kadar PTH
nya.

3.Management Dental Penyakit Hati

a Sirosis hati
Pasien dengan cirhosis mungkin memiliki kelainan hemostatis yang signifikan,
baik karena ketidakmampuan untuk mensintesis faktor pembekuan atau karena
trombositopenia sekunder. Oleh karena itu, evaluasi laboratorium sebelum
prosedur pembedahan atau prosedur periodontal harus mengarah pada parameter
perdarahan, khususnya complete blood count, prothrombin time atau INR, partial
thromboplastin time, dan platelet count harus diperoleh.
Kemampuan untuk detoksifikasi zat juga terganggu pada pasien dengan
insufisiensi hati, dan obat-obatan dan toksin dapat menumpuk. Pasien mungkin
menjadi encephalopatic disebabkan oleh penumpukan amonia dari detoksifikasi
yang kurang lengkap dari limbah nitrogen. Pasien dengan encephaloathy
cenderung menggunakan neomycin atau laktulosa. Penggunaan obat penenang
dan obat penenang harus dihindari pada pasien dengan riwayat penggunaan
narkotika encephalopathy.
pasien transplantasi hati yang berada di terapi imunosupresif harus dipantau
untuk infeksi sistemik orofaringeal, infeksi virus oral, dan ulkus oral

33
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael glick. Burkets Oral Medicine 12th ed

2. Nugraheni, Elizabeth S. Macam Penyakit Hepar dan Pemeriksaannya. Fakultas


Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

3. Boel, trelia. Manifestasi Rontgenografi Diabetes Mellitus di Rongga Mulut. Radiologi


Dental FKG USU

34
4. Asdie, Ahmad H. Hiperglikemia dan Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus

5. Syafiar L, Rusfian, Sumadhi S, Yudhit A, Harahap KI, Adiana ID. Bahan Ajar Ilmu
Material dan Teknologi Kedokteran gigi. 1st ed, Medan. USU Press, 2011.

6. Anonymous. Basis Gigi Tiruan. <http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/


21739/4/Chapter%20II.pdf>. (14 Januari 2012)

7. http://www.ada.org/en/about-the-ada/

8. http://en.wikipedia.org/wiki/FDI_World_Dental_Federation

9. http://www.iso.org/iso/home/about.htm

10. http://www.scribd.com/doc/151707319/Bab-i-Pendahuluan

35

Anda mungkin juga menyukai