Anda di halaman 1dari 36

Diskusi Kasus

GANGREN RADIX

Oleh:
Rivia Krishartanty

04054811416067

Diana Utama Putri

04084811416063

Teguh Ridho Perkasa 04084821517082

Pembimbing :
drg. Irma Kusumawati

BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Diskusi Kasus
Judul
Gangren Radix
Oleh:
Rivia Krishartanty

04054811416067

Diana Utama Putri

04084811416063

Teguh Ridho Perkasa 04084821517082

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang periode 09 september 2015- 25 September 2015

Palembang,

September 2015

Pembimbing

drg. Irma Kusumawati

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan diskusi kasus dengan
judul Gangren radix untuk memenuhi tugas laporan kasus yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya dalam
Departemen Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Irma
Kusumawati selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan
masukan sehingga laporan ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan diskusi kasus ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan
laporan ini, semoga bermanfaat.

Palembang, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I REKAM MEDIK........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
BAB III ANALISIS KASUS.................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................37

BAB I
REKAM MEDIK
1.1

1.2

Identifikasi Pasien
Nama

: Tn.Kasmudi bin sayuti

Umur

: 55 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Jl.Suak Permai, Kel. Sukajaya, Palembang

Kebangsaan

: Indonesia

Anamnesis
a.

Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian Penyakit dalam


RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi
gigi dan mulut.

b.

Keluhan Tambahan : Tidak ada

c.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH dan pasien dirawat
dengan diagnosis DM tipe II yang telah diketahui sejak 1 tahum yang
lalu. Pasien juga mempunyai riwayat penyakit darah tinggi sekitar 5
tahun yang lalu, pasien pun berobat teratur. Pasien jarang
memeriksakan gigi nya kedokter gigi, dan jarang memperhatikan oral
higiennya.

d.

Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik


Penyakit atau Kelainan Sistemik
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung

Ada Disangkal

Penyakit Tekanan Darah Tinggi


Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy
e.

Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya


Penderita belum pernah melakukan pemeriksaan
-

1.3

gigi

sebelumnya
Riwayat trauma (-)

Pemeriksaan Fisik
a.

Status Umum Pasien


1.

Rujukan

: dari teman

sejawat bagian penyakit


2.
3.
4.
5.

Keadaan Umum Pasien


Berat Badan
Tinggi Badan
Vital Sign
Tekanan Darah
Nadi
RR
T
Pupil mata
Pemeriksaan Ekstra Oral
Wajah
Bibir

b.
-

dalam

RSMH
: Kompos Mentis
: 63 kg
: 165 cm
: 120/80 mmHg
: 88x/menit
: 20 x/menit
: afebris
: normal
: simetris
: tidak ada kelainan
KGB Submandibula
: tidak teraba dan nyeri

c.

tekan (-)
: tampak normal

Kelenjar lainnya
Pemeriksaan Intra Oral
Debris
Plak

: tidak ada
: tidak ada

Kalkulus
: tampak pada rahang atas

dan rahang bawah


: tidak ada
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: ortognati
: lihat status lokalis
Lain-lain

Perdarahan Papilla Interdental


Gingiva
Mukosa
Palatum
Lidah
Dasar Mulut
Hubungan Rahang
Kelainan Gigi Geligi

: Missing teeth pada gigi


3.7 dan 4.6
d.

Status Lokalis

Gigi

Lesi

Sondase

2.1

D6

Td

CE Perkusi
Td

Diagnosis/

Palpasi

Terapi

ICD
Gangren

Pro exodonsi

Radix

Td: Tidak dilakukan


Odontogram

IV

III

II

II

III

IV

IV

III

II

II

III

IV

Keterangan :
= Missing Teeth

= Gangren radix
e.
Temuan Masalah
a. Gangren Radix 2.1

b. Gingivitis marginalis generalisata


Perencanaan Terapi
a. Gangren Radix 2.1 Pro Exodonsi
b. Gingivitis marginalis generalisata Pro Scalling

f.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1. Definisi
Diabetes mellitus, suatu penyakit kronik yang ditandai dengan kekurangan
insulin baik relative maupun absolute yang mengakibatkan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein terganggu. Diabetes mellitus merupakan salah
satu penyakit yang paling banyak dan paling sering dijumpai pada manusia,
dimana sebagian dari penderita tersebut tidak sadar maupun tidak terdiagnosa
bahwa telah menderita penyakit tersebut hingga muncul gejala-gejala yang lebih
spesifik.
2.1.2. Klasifikasi
diabetes mellitus yang dianjurkan oleh PERKENI (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia) adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM
menurut American Diabetes Association (ADA) 1997 adalah sebagai berikut.
a) Diabetes melitus tipe I Dalam tipe ini, tubuh tidak dapat memproduksi insulin,
sehingga tergantung pada insulin. diabetes mellitus tipe 1 ini dapat muncul pada
masa kanak-kanak dan remaja. Tipe ini dapat muncul pada umur yang lebih tua
yang disebabkan karena kerusakan pankreas oleh karena alcohol, penyakit,
operasi pankreas atau kegagalan progresif dari sel beta pankreas.

b) Diabetes Melitus tipe II Dikenal dengan nama Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM), yang disebabkan oleh kombinasi dari pada insufisiensi sel
pankreas dan resistensi insulin dalam jaringan, terutama didalam otot skeletal dan
sel-sel hepar.
c) Diabetes Melitus tipe lain Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang
dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan diabetes mellitus.
d) Diabetes Melitus Gestasional, Tipe ini timbul pada wanita hamil yang
kemudian gejala menghilang setelah melahirkan bayi biasanya dengan berat badan
yang lebih besar dibanding dengan bayi lain pada umumnya. Wanita yang telah
menderita Gestasional Diabetes Mellitus meningkatkan faktor resiko untuk
terjadinya diabetes mellitus tipe II.

2.1.3. Komplikasi diabetes melitus


Komplikasi

diabetes

mellitus

berhubungan

dengan

terjadinya

hiperglikemia dan perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem
saraf perifer.18 Perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem saraf
perifer, dapat berupa microangiopathy dan macroangiopathy. Kedua kelainan pada
pembuluh darah ini merupakan salah satu penyebab yang paling sering dijumpai
dalam komplikasi diabetes mellitus.
2.1.3.1 Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Dimana kadar gula darah < 60 mg/ dl dan merupakan komplikasi yang
biasa dari diabetes yang menggunakan insulin. Hipoglikemia dapat disebabkan
oleh perasaan lapar yang tinggi, diikuti dengan iritabilitia, takikardia, palpitasi,
keringat dingin, pengurangan kemampuan mental dan diikuti dengan kegelisahan
dan koma jika tidak dirawat.
b. Diabetik Ketoasidosis
Simtom meliputi demam, malaise, sakit kepala, mulut kering, poliuria,
polidipsia, nausea, vomitus, sakit perut dan lesu.

c.Hipersomolar

hiperglikemia

non

ketotik

sindrom

Kondisi

akut

dari

hiperglikemia (lebih cair 600 mg/dl) dengan tidak adanya keton ditemukan pada
diabetes mellitus tipe II, penderita memerlukan terapi insulin dan cairan untuk
menyempurnakan perawatan.
2.1.3.2. Komplikasi Kronis
a. Diabetik retinopati Rusaknya pembuluh darah pada retina yang
merupakan jaringan sensitif cahaya di belakang mata yaitu berperan mengartikan
cahaya kedalam impuls elektrik yang diinterpretasikan sebagai penglihatan oleh
otak.
b. Katarak Katarak adalah kristalisasi lensa yang opak sebagai hasil dari
pengaburan penglihatan normal. Penderita diabetes dua kali lebih besar terkena
katarak dibandingkan dengan yang non diabetes. Katarak cenderung berkembang
pada usia pertengahan.
c. Glaucoma Penyakit ini timbul ketika terjadi peningkatan tekanan cairan
didalam mata yang memicu terjadinya kerusakan saraf mata secara progresif.
Penderita orang dengan diabetes 2 kali lebih besar keyakinan terkena glaucoma
dibandingkan dengan yang non diabetes.
d. Diabetic neuropati Kerusakan saraf dengan karakteristik sakit dan kelemahan
pada kaki sehingga kehilangan atau penurunan sensasi di kaki, dan pada beberapa
kasus terjadi pada tangan. Tanda awal dari penyakit ini adalah kekakuan, sakit,
atau perasaan geli pada kaki dan tangan.
e. Diabetik nefropati Merupakan stadium akhir dari penyakit ginjal. Setelah
mengidap diabetes selama 15 tahun, satu sampai tiga orang penderita tipe 1
diabetes mellitus berkembang menjadi penyakit ginjal. Diabetes merusak
pembuluh darah kecil di ginjal sehingga mengurangi kemampuannya untuk
menyaring kotoran yang kemudian diekresikan melalu urin. Penderita dengan
gangguan ginjal harus melakukan transplantasi ginjal atau cuci darah.
;f. Stroke Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama, merokok, dan
tingginya tingkat kolesterol LDL yang tinggi adalah sebagai penyebab lainnya.
g. Penyakit kardiovaskular Penyakit kardiovaskular adalah komplikasi yang biasa
terlihat pada penderita diabetes. Arterosklerosis adalah terpenting dari semua

10

komplikasi kronis karena merupakan 80 % dari penyebab kematian penderita


diabetes. Beberapa diantaranya adalah :
Penyakit jantung koroner Merupakan perkembangan dari arterosklerosis di
dalam arteri jantung yang merupakan hasil dari obstruksi aliran darah ke otot
jantung. Pengurangan dari hiperlipidemia oleh kontrol glikemik yang baik
membatasi komplikasi.
Akut miokardial infarksi Diabetes meningkatkan resiko infarksi berulang
sebanyak 100% dan penyebab kematian jantung tiba-tiba 100-200%. Penderita
yang selamat akan mengalami kehilangan masa otot yang besar, sehingga dapat
menyebabkan Congestive Heart Failure (CHF) kronik, insiden meningkat
600% pada pria dan 950% pada wanita dengan diabetes dibandingkan dengan
yang non diabetes.
h. Penyakit vaskular perifer Penyakit ini 4 kali lebih besar dibanding yang non
diabetes. Disebabkan oleh ulser yang tidak dirawat, sakit, dan amputasi pada
orang dengan atau tanpa diabetes. Faktor resiko meliputi hipertensi, merokok,
hiperlipidemia, obesitas, dan riwayat keluarga.
i. Komplikasi dental Dihubungkan dengan kontrol glikemik yang buruk. Beberapa
diantaranya adalah penyakit periodontal, xerostomia dan infeksi.
2.4 Manifestasi Oral Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II
Pada penderita diabetes mellitus dapat dilihat adanya manifestasi dalam
rongga mulut penderita, misalnya ginggivits dan periodontitis, disfungsi kelenjar
saliva dan xerostomia, infeksi kandidiasis, sindroma mulut terbakar serta
terjadinya infeksi oral akut.
2.4.1 Gingivitis dan periodontitis
Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang).
Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya
pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh.
Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi
infeksi, Sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

11

bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita
Diabetes lebih berat.
Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat
periodontitis, diantaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor
sistemik atau kondisi tubuh secara umum.Rusaknya jaringan Periodontal
membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama
kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat
cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan
penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa. Dari seluruh komplikasi
Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam terbesar di
antara berbagai macam penyakit dan Diabetes Melitus adalah komplikasi nomor
satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes
Melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien
mengeluh gusinya mudah berdarah,warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit
jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan
tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas.

Gambar 2.2 : Periodontitis pada penderita Diabetes Mellitus

12

Gambar 2.3 : Gingivitis pada penderita Diabetes Mellitus tipe II


2.4.2 Xerostomia dan disfungsi kelenjar saliva
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air
liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana
alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari
dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya
rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan
bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Penderita
diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana penderita banyak buang air
kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah
saliva berkurang dan mulut terasa kering, sehingga disarankan pada penderita
untuk mengkonsumsi buah yang asam sehingga dapat merangsang kelenjar air liur
untuk mengeluarkan air liur.

13

Gambar 2.4 : akibat xerostomia

Gambar 2.5 : Dry mouth in autoimmune disorders and diabetes


2.4.3. Stomatitis Apthosa (Sariawan)
Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa
menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita
14

Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang
kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh
jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur
penderita diabetes
2.4.4 Infeksi kandidiasis
Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi
infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi
penderita diabetes yang merokok,risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih
besar.Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang
disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut. Pada
penderita diabetes Melitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga
sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam
mulut yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol sehingga
menyebabkant thrush. Dari hasil pengamatan ditandai dengan adanya lapisan
putih kekuningan pada lidah, tonsil maupun kerongkongan. Kandidiasis dapat
ditemukan pada penderita diabetes mellitus bila didukung berbagai faktor yang
ada pada penderita diabetes mellitus, seperti terjadinya defisiensi imun,
berkurangnya aliran saliva, keadaan malnutrisi dan pemakaian gigi tiruan dengan
oral hygiene yang buruk.

15

Gambar 2.6 : Kandidiasis pada penderita Diabetes Mellitus tipe II


2.4.5. Dental Caries (Karies Gigi)
Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan
terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada
diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai
substrat kariogenik.Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu
gigi, substrat , kuman dan waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui
bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi,
dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur
dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan
dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi.
2.4.6. Sindroma mulut terbakar
Pasien dengan sindroma mulut terbakar biasanya muncul tanpa tandatanda klinis, walaupun rasa sakit dan terbakar sangat kuat. Pada pasien dengan
diabetes mellitus tidak terkontrol, faktor yang menyebabkan terjadinya sindroma
mulut terbakar yaitu berupa disfungsi kelenjar saliva, kandidiasis dan kelainan
pada saraf. Pada penderita DM akan mengalami gangguan perubahan di dalam
mulut seperti mulut kering, rasa terbakar pada lidah dan mukosa pipi akibat
adanya neuropati perifer, tidak terasa atau terasa tebal, hiperemia dan hiperplasia
jaringan gingiva.
2.4.7 Infeksi oral akut
Pada penderita diabetes mellitus dapat menyebabkan banyak komplikasi
lain yang masih belum dijumpai, hal ini memungkinkan terjadinya mekanisme
patogen yang berhubungan dengan infeksi-infeksi periodontal yang berperan
penting dalam perkembangan infeksi.
2.2 Infeksi Fokal
Fokus infeksi merupakan area jaringan berbatas tegas yang terinfeksi oleh
mikroorganisme patogen eksogen yang biasanya terletak dekat permukaan kulit

16

atau mukosa. Infeksi fokal adalah metastasis dari fokus infeksi, organisme, atau
produknya yang memiliki kemampuan untuk merusak jaringan.
2.2.1 Mekanisme Infeksi Fokal

Metastasis mikroorganismedapat menyebar secara hematogen atau limfogen.


Mikroorganisme ini kemudian akan menetap pada jaringan. Organisme
tertentu memiliki predileksi untuk mengisolasi dirinya pada daerah tertentu

pada tubuh.
Toksin dan produk toksinmenyebar melalui aliran darah atau saluran
limfatikus, dari fokus yang jauh di mana dapat terjadi reaksi hipersensitivitas
pada jaringan. Contoh: scarlet fever, akibat toksin eritrosit yang berasal dari
streptokokus.

2.2.2 Fokus Infeksi Oral

Lesi periapikal terinfeksikhususnya, pada kasus kronik, daerah terinfeksi


akan dikelilingi oleh kapsul fibrosa, yang akan melindungi area bebas infeksi
dari area terinfeksi, tetapi tidak dapat mencegah absorpsi bakteri atau toksin.
Granuloma periapikal dideskripsikan sebagai manifestasi pertahanan tubuh
dan reaksi penyembuhan, sementara kista adalah bentuk lanjut dari
granuloma. Abses terjadi ketika fase penyembuhan dan pertahanan tubuh

rendah.
Gigi dengan saluran akar yang terinfeksi merupakan sumber potensial dari
penyebaran mikroorganisme dan toksin. Sering kali terjadi akibat
streptokokus hemolitikus; yang merupakan penyebab penting dari artritis

reumatoid dan demam rematik.


Penyakit periodontal merupakan sumber infeksi potensial yang signifikan.
Organisme yang sering ditemukan adalah Streptococcus viridans. Masase
ringan pada gusi dapat menyebabkan bakteremia transitori. Menggoyangkan
gigi dari soketnya dengan menggunakan forsep sebelum melakukan ekstraksi
dapat menyebabkan bakteremia pada pasien dengan penyakit periodontal.
Profilaksis oral dapat diikuti dengan bakteremia. Sehingga dianjurkan untuk
memberikan antibiotik pada anak dengan penyakit jantung kongenital atau
penyakit jantung rematik untuk mencegah terjadinya endokarditis bakterialis.

17

2.2.3 Dampak Penyebaran Fokus Infeksi Oral


Ada beberapa laporan bahwa fokus infeksi oral dapat menyebabkan atau
memperparah penyakit-penyakit sistemik. Contoh yang paling sering adalah:

Artritistermasuk artritis rematoid dan demam rematik. Artritis rematoid


merupakan jenis yang tidak diketahui etiologinya. Pasien ini memiliki titer
antibodi terhadap streptokokus hemolitikus yang tinggi. Ini merupakan reaksi

hipersensitivitas jaringan.
Penyakit katup jantungendokarditis bakterialis subakut berkaitan dengan
infeksi oral. Ada kemiripan antara keduanya, yaitu antara agen penyebab
penyakit dan mikroorganisme pada lesi di rongga mulut, pulpa, dan periapikal
gejala endokarditis bakterialis subakut ditemukan pada beberapa kasus segera
setelah ekstraksi gigi. Bakteremia transien terjadi segera setelah ekstraksi
gigi. Streptokokus jenis viridan merupakan sebagian besar penyebab
endokarditis bakterialis subakut. Setelah kestraksi gigi, terjadi bakteremia
streptokokus, sehingga kejadian endokarditis bakterialis subakut dapat terjadi

setelah operasi dan ekstraksi gigi.


Penyakit gastrointestinalbeberapa pekerja menyatakan bahwa menelan
mikroorganisme secara spontan dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit gastrointestinal. Ulkus gaster dan ulkus duodenum dapat diakibatkan

oleh penetrasi streptokokus.


Penyakit matafaktor-faktor mendukung hipotesis Woods tentang peranan

fokus infeksi pada penyakit mata


Penyakit ginjal mikroorganisme yang sering ditemukan pada infeksi saluran
kemih

adalah

E.coli,

stafilokokus,

dan

streptokokus.

Streptokokus

hemolitikus tampaknya merupakan mikroorganisme yang paling sering.


Streptokokus merupakan inhabitan saluran akar gigi atau area periapikal dan
gingiva yang jarang. Karena mikroorganisme ini sering berhubungan dengan
infeksi renal, tampaknya hubungan antara fokus infeksi oral dan penyakit
ginjal sedikit.
2.3 Penyakit Pulpa
Pulpa Normal

18

Gigi dengan pulpa normal tidak menunjukkan gejala spontan. Pulpa akan
respon terhadap tes pulpa, dan gejala yang timbul akibat tes tersebut bersifat
ringan, tidak mengganggu pasien, dan bersifat sementara dan hilang dalam
beberapa detik. Dari pemeriksaan radiografi, dapat ditemukan berbagai derajat
kalsifikasi pulpa, tetapi tidak ditemukan adanya tanda-tanda resorpsi, karies, atau
paparan pulpa mekanik. Pada kasus seperti ini tidak diperlukan terapi endodontik.
2.3.1 Pulpitis Reversibel
Ketika pulpa di dalam gigi mengalami iritasi, hal ini menyebabkan
stimulasi sehingga pasien merasa tidak nyaman, tetapi apabila iritan atau stimulus
dihilangkan, nyeri akan hilang, menandakan keterlibatan serabut saraf A.
Kondisi ini dinamakan dengan pulpitis reversibel. Etiologi pulpitis reversibel
antara lain karies, atrisi, abrasi, erosi, atau defek perkembangan yang
menyebabkan dentin yang terekspos, serta terapi gigi yang baru dilakukan. 3,4
Apabila iritan dihilangkan secara konservatif maka gejala akan hilang. Dapat
terjadi kebingungan apabila terdapat dentin yang terekspos, tanpa adanya bukti
patosis pulpa yang terkadang respon dengan nyeri tajam dan reversibel secara
cepat ketika diberikan rangsangan suhu, evaporatif, taktil, mekanik, osmotik, atau
kimiawi. Hal ini disebut dengan sensitivitas dentin (atau hipersensitivitas
dentinal). Dentin yang terekspos pada area servikal gigi pada kebanyakan kasus
didiagnosis sebagai sensitivitas dentin. Perpindahan cairan di dalam tubulus dentin
menstimulasi odontoblas dan serabut saraf A-delta konduksi cepat, sehingga
menyebabkan nyeri tajam dan reversibel cepat dari dentin (Gambar 1).

19

Gambar 17. Perpindahan cairan dalam saluran dentin


Semakin terbuka tubulus dentin (akibat dekalsifikasi dentin, scaling
periodontal, material pemutih gigi, atau fraktur koronal gigi), semakin besar
pergerakan cairan tubulus dan sensitivitas akan lebih jelas. Anamnesis rinci
mengenai perawatan gigi terakhir akan membantu membedakan antara sensitivitas
dentin dengan kelainan pulpa lainnya.
Terapi pulpitis reversibel meliputi ekskavasi karies, restorasi, atau sealing
dentin. Apabila gejala terjadi setelah prosedur terapi seperti placement, restorasi,
atau scaling, maka dibutuhkan waktu agar gejala reda. Jaringan periradikular
tampak normal.21 Pemeriksaan radiologis dapat membuktikan adanya karies atau
restorasi defektif; semetara jaringan periapikal normal. Dengan menghilangkan
faktor kausal, umumnya gejala inflamasi pulpa akan berkurang.
2.3.2 Pulpitis Ireversibel
Adalah keadaan penyakit pulpa yang berlanjut, dan diperlukan
pembuangan jaringan yang sakit. Etiologi pulpitis ireversibel sama seperti pulpitis
reversibel, kecuali gejalanya yang lebih berat dan konsisten akibat stimulasi
serabut saraf C. ABE menyarankan untuk mengklasifikasikan pulpitis ireversibel
menjadi simptomatik dan asimptomatik.

20

Gambar 18. Pulpitis Ireversibel


a. Pulpitis Ireversibel Simptomatik
Gigi ini mengimbulkan nyeri spontan atau intermiten. Paparan gigi
terhadap perubahan suhu yang dramatis akan meningkatkan dan memperpanjang
rasa nyeri bahkan setelah stimulus telah dihilangkan. Tanda khas pulpitis ini
adalah nyeri terhadap panas yang berkurang dengan dingin. Nyeri pada kasus ini
dapat timbul sebagai nyeri tajam atau tumpul, lokal, difus, atau referred. Pada
pulpitis ireversibel simptomatik biasanya tidak ada perubahan atau ditemukan
perubahan minimal pada pemeriksaan radiografi pada tulang periradikular. Pada
pulpitis ireversibel lanjut dapat ditemukan penebalan ligamen periodontal dan
dapat menandakan adanya iritasi pulpa oleh kalsifikasi ruang kanalis akar dan
pulpa ekstensif. Apabila pulpitis ireversibel simptomatik tidak diterapi, pulpa akan
menjadi nekrotik. Terapi meliputi perawatan saluran akar, vital pulp therapy, atau
ekstraksi.3 Umumnya, jaringan periradikular tampak normal, kecuali pada
beberapa kasus lamina dura tampak melebar atau menunjukkan adanya
condensing osteitis.
b. Pulpitis Ireversibel Asimptomatik
Pada beberapa keadaan, karies dalam tidak akan menyebabkan gejala
apapun, meskipun secara klinis atau radiografi karies dapat mencapai pulpa.
Apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan gejala atau nekrosis pulpa. Pada

21

kondisi pulpitis ireversibel asimptomatik, perawatan endodontik harus dilakukan


sedini mungkin sehingga kondisi ini tidak menjadi simptomatik yang
menyebabkan nyeri hebat dan mengganggu kenyamanan pasien.
2.3.3 Nekrosis pulpa
Terdapat dua bentuk nekrosis pulpa: kering dan likuefaktif. Nekrosis
kering ditandai dengan sistem saluran akar devoid of tissue elements. Nekrosis
jenis ini sering menyebabkan kelainan periradikular. Nekrosis likuefaktif ditandai
dengan jaringan pulpa berstruktur tetapi kurang elemen pembuluh darah. Nekrosis
likuefaktif lebih sering menimbulkan gejala dan lebih jarang melibatkan kelainan
periradikular.Apabila terjadi nekrosis pulpa, aliran darah pulpa tidak ada dan
serabut saraf pulpa tidak berfungsi.

Gambar 19. Nekrosis pulpa


Kondisi ini merupakan klasifikasi klinis yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi histologis pulpa. Kondisi ini terjadi setelah pulpitis
ireversibel asimptomatik atau simptomatik. Setelah seluruh pulpa menjadi
nekrotik, gigi akan menjadi asimptomatik sampai akhirnya proses ini akan
berlanjut mencapai jaringan periradikular. Pada kasus nekrosis pulpa, gigi tidak
respon terhadap tes listrik pulpa atau stimulasi dingin. Tetapi, apabila panas
diaplikasikan dalam rentang waktu tertentu, gigi dapat respon terhadap stimulus
ini. Hal ini dapat terjadi akibat sisa dari cairan atau gas di dalam ruang kanalis

22

pulpa yang meluas hingga jaringan periapikal. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial
atau komplit dan dapat hanya belibatkan sebagian kanal pada gigi dengan akar
lebih dari satu. Oleh karena itu, gigi dapat menimbulkan gejala yang
membingungkan dan pemeriksaan pada satu akar dapat tidak menimbulkan gejala
dan pada akar lainnya dapat memberikan respon vital. Gigi dapat juga
menimbulkan gejala seperti pada pulpitis ireversibel simptomatik.
Setelah pulpa mengalami nekrosis, pertumbuhan bakteri dapat terhambat
di dalam kanal. Ketika infeksi ini meluas ke ruang ligamen periodontal, gigi dapat
menjadi simptomatik terhadap perkusi atau menimbulkan nyeri spontan. Gigi
dengan akar tunggal umumnya tidak respon terhadap tes sensitivitas. Tetapi pada
gigi dengan akar ganda, sebagian dari pulpa masih mungkin vital; sehingga
pemeriksaan sensitivitas dapat menimbulkan respon negatif atau positif,
tergantung dari keadaan suplai saraf pada permukaan gigi yang diperiksa. 3,4,5
Perubahan radiografi dapat terjadi, berkisar dari penebalan ruang ligamen
periodontal hingga adanya lesi radiolusen periapikal. Gigi dapat menjadi
hipersensitif terhadap panas, bahkan terhadap kehangatan kavitas oral, dan
seringkali berkurang dengan aplikasi dingin. Hal ini dapat membantu melokalisir
gigi yang nekrosis apabila nyeri beralih atau tidak terlokalisir. Perawatan saluran
akar diperlukan pada kasus nekrosis pulpa.
2.4. Gangren
2.4.1. Gangren Pulpa
Gangren Pulpa adalah keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati
sebagai sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga
jumlah sel pulpa yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian
besar ruang pulpa. Sel-sel pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi
antigen sel-sel sebagian besar pulpa yang masih hidup. Proses terjadinya gangren
pulpa diawali oleh proses karies. Karies dentis adalah suatu penghancuran struktur
gigi (email, dentin dan sementum) oleh aktivitas sel jasad renik (mikroorganisme) dalam dental plak.
Jadi proses karies hanya dapat terbentuk apabila terdapat faktor yang
saling tumpang tindih. Adapun faktor-faktor tersebut adalah bakteri, karbohidrat
23

makanan, kerentanan permukaan gigi serta waktu. Perjalanan gangren pulpa


dimulai dengan adanya karies yang mengenai email (karies superfisialis), dimana
terdapat lubang dangkal, tidak lebih dari 1 mm. selanjutnya proses berlanjut
menjadi karies pada dentin (karies media) yang disertai dengan rasa nyeri yang
spontan pada saat pulpa terangsang oleh suhu dingin atau makanan yang manis
dan segera hilang jika rangsangan dihilangkan. Karies dentin kemudian berlanjut
menjadi karies pada pulpa yang didiagnosa sebagai pulpitis. Pada pulpitis terdapat
lubang lebih dari 1 mm. pada pulpitis terjadi peradangan kamar pulpa yang berisi
saraf, pembuluh darah, dan pempuluh limfe, sehingga timbul rasa nyeri yang
hebat, jika proses karies berlanjut dan mencapai bagian yang lebih dalam (karies
profunda). Maka akan menyebabkan terjadinya gangren pulpa yang ditandai
dengan perubahan warna gigi terlihat berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, dan
pada lubang perforasi tersebut tercium bau busuk akibat dari proses pembusukan
dari toksin kuman.
a. Gejala klinik
Gejala yang didapat dari pulpa yang gangren bisa terjadi tanpa keluhan
sakit, dalam keadaan demikian terjadi perubahan warna gigi, dimana gigi terlihat
berwarna kecoklatan atau keabu-abuan Pada gangren pulpa dapat disebut juga gigi
non vital dimana pada gigi tersebut sudah tidak memberikan reaksi pada cavity
test (tes dengan panas atau dingin) dan pada lubang perforasi tercium bau busuk,
gigi tersebut baru akan memberikan rasa sakit apabila penderita minum atau
makan benda yang panas yang menyebabkan pemuaian gas dalam rongga pulpa
tersebut yang menekan ujung saraf akar gigi sebelahnya yang masih vital.
b. Diagnosis dan differential diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan objektif
(extraoral

dan

intraoral).Berdasarkan pemeriksaan

klinis,

secara

objektif

didapatkan :
-

Karies profunda (+)

Pemeriksaan

sonde

(-),

dengan

menggunakan

sonde

mulut,

lalu

ditusukkan beberapa kali ke dalam karies, hasilnya (-). Pasien tidak merasakan
sakit.

24

Pemeriksaan perkusi (-), dengan menggunakan ujung sonde mulut yang


bulat,diketuk-ketuk kedalam gigi yang sakit, hasilnya (-). Pasien tidak
merasakan sakit.

Pemeriksaan

penciuman,

dengan

menggunakan

pinset,

ambil

kapas

lalusentuhkan pada gigi yang sakit kemudian cium kapasnya, hasilnya (+)
akan tercium bau busuk dari mulut pasien.
-

Pemeriksaan foto rontgen, terlihat suatu karies yang besar dan dalam, dan
terlihat juga rongga pulpa yang telah terbuka dan jaringan periodontium
memperlihatkan penebalan.

2.5

Eksodonsia
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus,

dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan
gigi juga merupakan operasi bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan
jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan
selanjutnya dihubungkan/disatukan oleh gerakan lidah dan rahang. Definisi
pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh atau
akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga
bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah
prostetik di masa mendatang.
Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sangat komplek yang
melibatkan struktur tulang, jaringan lunak dalam rongga mulut serta keselurahan
bagian tubuh. Pada tindakan pencabutan gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip
keadaan suci hama (asepsis) dan prinsip-prinsip pembedahan (surgery). Untuk
pencabutan lebih dari satu gigi secara bersamaan tergantung pada keadaan umum
penderita serta keadaan infeksi yang ada ataupun yang mungkin akan terjadi.
Ekstraksi gigi adalah suatu tindakan bedah pencabutan gigi dari socket
gigi dengan alat-alat ekstraksi (forceps). Kesatuan dari jaringan lunak dan jaringan
keras gigi dalam cavum oris dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan
adanya jalur terbuka untuk terjadinya infeksi yang menyebabkan komplikasi

25

dalam penyembuhan dari luka ekstraksi. Oleh karena itu tindakan aseptic
merupakan aturan perintah dalam bedah mulut.
Selalu diingat bahwa gigi bukanlah ditarik melainkan dicabut dengan
hati-hati. Hal ini merupakan prosedur pembedahan dan etika bedah yang harus
diikuti guna mencegah komplikasi serius (fraktur tulang/gigi, perdarahan, infeksi).
Gigi geligi memang banyak namun masing-masing gigi merupakan struktur
individual yang penting, dan masing-masing harus dipelihara sedapat mungkin.
Tujuan dari ekstraksi gigi harus diambil untuk alasan terapeutik atau kuratif.

Gambar 20. Pencabutan gigi


2.5.1. Pencabutan Intra Alveolar
Pencabutan intra alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi dengan
menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini sering
juga di sebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa dilakukan pada
sebagian besar kasus pencabutan gigi.
Dalam metode ini, blade atau instrument yaitu tang atau bein ditekan
masuk ke dalam ligamentum periodontal diantara akar gigi dengan dinding tulang
alveolar. Bila akar telah berpegang kuat oleh tang, dilakukan gerakan kea rah
buko-lingual atau buko-palatal dengan maksud menggerakkan gigi dari socketnya.
Gerakan rotasi kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan
dan gerakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol sehingga fraktur gigi
dapat dihindari.
2.5.2. Pencabutan Trans Alveolar
Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan dengan
metode intra alveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu dilakukan
pencabutan dengan metode trans alveolar. Metode pencabutan ini dilakukan

26

dengan terlebih dahulu mengambil sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini
juga sering disebut metode terbuka atau metode surgical yang digunakan pada
kasus-kasus:
-

Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar


Gigi yang mengalami hypersementosis atau ankylosis
Gigi yang mengalami germinasi atau dilacerasi
Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan
bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxillaris.
Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans alveolar harus dibuat

secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan.


Masing-masing kasus membutuhkan perencanaan yang berbeda yang disesuaikan
dengan keadaan dari setiap kasus.
Secara garis besarnya, komponen penting dalam perencanaan adalah
bentuk flap mukoperiostal, cara yang digunakan untuk mengeluarkan gigi atau
akar gigi dari socketnya, seberapa banyak pengambilan tulang yang diperlukan.
2.5.3. Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi
Indikasi Pencabutan Gigi
Gigi mungkin perlu di cabut untuk berbagai alasan, misalnya karena sakit
gigi itu sendiri, sakit pada gigi yang mempengaruhi jaringan di sekitarnya, atau
letak gigi yang salah. Di bawah ini adalah beberapa contoh indikasi dari
pencabutan gigi:
a. Karies yang parah
Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara luas untuk
pencabutan gigi adalah karies yang tidak dapat dihilangkan. Sejauh ini gigi
yang karies merupakan alasan yang tepat bagi dokter gigi dan pasien untuk
dilakukan tindakan pencabutan.
b. Nekrosis pulpa
Sebagai dasar pemikiran, yang ke-dua ini berkaitan erat dengan
pencabutan gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpa irreversibel yang
tidak diindikasikan untuk perawatan endodontik. Mungkin dikarenakan
jumlah pasien yang menurun atau perawatan endodontik saluran akar yang

27

berliku-liku, kalsifikasi dan tidak dapat diobati dengan tekhnik endodontik


standar. Dengan kondisi ini, perawatan endodontik yang telah dilakukan
ternyata gagal untuk menghilangkan rasa sakit sehingga diindikasikan untuk
pencabutan.
c. Penyakit periodontal yang parah
Alasan umum untuk pencabutan gigi adalah adanya penyakit
periodontal yang parah. Jika periodontitis dewasa yang parah telah ada selama
beberapa waktu, maka akan nampak kehilangan tulang yang berlebihan dan
mobilitas gigi yang irreversibel. Dalam situasi seperti ini, gigi yang
mengalami mobilitas yang tinggi harus dicabut.
d. Alasan orthodontik
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering membutuhkan
pencabutan gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan gigi. Gigi yang
paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas dan bawah, tapi
premolar ke-dua dan gigi insisivus juga kadang-kadang memerlukan
pencabutan dengan alasan yang sama.
e. Gigi yang mengalami malposisi
Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan untuk pencabutan
dalam situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan lunak dan tidak
dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut harus diekstraksi.
Contoh umum ini adalah molar ketiga rahang atas yang keluar kearah bukal
yang parah dan menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di pipi.
Dalam situasi gigi yang mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan pencabutan.
f.

Gigi yang retak


Indikasi ini jelas untuk dilakukan pencabutan gigi karena gigi yang
telah retak. Pencabutan gigi yang retak bisa sangat sakit dan rumit dengan
tekhnik yang lebih konservatif. Bahkan prosedur restoratif endodontik dan
kompleks tidak dapat mengurangi rasa sakit akibat gigi yang retak tersebut.

g.

Pra-prostetik ekstraksi

28

Kadang-kadang, gigi mengganggu desain dan penempatan yang tepat


dari peralatan prostetik seperti gigitiruan penuh, gigitiruan sebagian lepasan
atau gigitiruan cekat. Ketika hal ini terjadi, pencabutan sangat diperlukan.
h.

Gigi impaksi
Gigi

yang

impaksi

harus

dipertimbangkan

untuk

dilakukan

pencabutan. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi fungsional
tidak akan optimal karena ruang yang tidak memadai, maka harus dilakukan
bedah pengangkatan gigi impaksi tersebut. Namun, jika dalam mengeluarkan
gigi yang impaksi terdapat kontraindikasi seperti pada kasus kompromi medis,
impaksi tulang penuh pada pasien yang berusia diatas 35 tahun atau pada
pasien dengan usia lanjut, maka gigi impaksi tersebut dapat dibiarkan.
i.

Supernumary gigi
Gigi yang mengalami supernumary biasanya merupakan gigi impaksi
yang harus dicabut. Gigi supernumary dapat mengganggu erupsi gigi dan
memiliki potensi untuk menyebabkan resorpsi gigi tersebut.

j. Gigi yang terkait dengan lesi patologis


Gigi yang terkait dengan lesi patologis mungkin memerlukan
pencabutan. Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan dan terapi terapi
endodontik dapat dilakukan. Namun, jika mempertahankan gigi dengan
operasi lengkap pengangkatan lesi, gigi tersebut harus dicabut.
k. Terapi pra-radiasi
Pasien yang menerima terapi radiasi untuk berbagai tumor oral harus
memiliki pertimbangan yang serius terhadap gigi untuk dilakukan pencabutan.
l. Gigi yang mengalami fraktur rahang
Pasien yang mempertahankan fraktur mandibula atau proses alveolar
kadang-kadang harus merelakan giginya untuk dicabut. Dalam sebagian besar
kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi jika
gigi terluka maka pencabutan mungkin diperlukan untuk mencegah infeksi.
m. Estetik
Terkadang pasien memerlukan pencabutan gigi untuk alasan estetik.
Contoh kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena tetracycline atau

29

fluorosis, atau mungkin malposisi yang berlebihan sangat menonjol. Meskipun


ada tekhnik lain seperti bonding yang dapat meringankan masalah pewarnaan
dan prosedur ortodonsi atau osteotomy dapat digunakan untuk memperbaiki
tonjolan yang parah, namun pasien lebih memilih untuk rekonstruksi ekstraksi
dan prostetik.
n. Ekonomis
Indikasi terakhir untuk pencabutan gigi adalah faktor ekonomi. Semua
indikasi untuk ekstraksi yang telah disebutkan diatas dapat menjadi kuat jika
pasien tidak mau atau tidak mampu secara finansial untuk mendukung
keputusan dalam mempertahankan gigi tersebut. Ketidakmampuan pasien
untuk membayar

prosedur tersebut memungkinkan untuk dilakukan

pencabutan gigi.
Kontraindikasi Pencabutan Gigi
a. Kontaindikasi sistemik

Kelainan jantung
Kelainan darah. Pasien yang mengidap kelainan darah seperti

leukemia, haemoragic purpura, hemophilia dan anemia


Diabetes melitus tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan

luka.
Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis) pada kasus ini bila dilakukan

ekstraksi gigi akan menyebabkan keadaan akut


Penyakit hepar (hepatitis).
Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu daya tahan
terutama tubuh sangat rendah sehingga mudah terjadi infeksi dan

penyembuhan akan memakan waktu yang lama.


Alergi pada anastesi local
Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini suplai darah

menurun sehingga rasa sakit hebat dan bisa fatal.


Toxic goiter
Kehamilan. pada trimester ke-dua karena obat-obatan pada saat itu

mempunyai efek rendah terhadap janin.


Psychosis dan neurosis pasien yang mempunyai mental yang tidak

stabil karena dapat berpengaruh pada saat dilakukan ekstraksi gigi


Terapi dengan antikoagulan.

30

b. Kontraindikasi lokal

Radang akut. Keradangan akut dengan cellulitis, terlebih dahulu


keradangannya harus dikontrol untuk mencegah penyebaran yang lebih

luas. Jadi tidak boleh langsung dicabut.


Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi pada saat

M3 RB erupsi terlebih dahulu


Malignancy oral. Adanya keganasan (kanker, tumor dll), dikhawatirkan
pencabutan akan menyebabkan pertumbuhan lebih cepat dari
keganasan itu. Sehingga luka bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi

keganasannya harus diatasi terlebih dahulu.


Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan perawatan
konservasi, endodontik dan sebagainya

31

BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien seorang laki-laki berusia 55 tahun, dikonsulkan dari bagian Penyakit
dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi gigi
dan mulut. Pasien dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH dengan diagnosis
DM tipe II. Pasien jarang memeriksakan gigi nya kedokter gigi, dan jarang
memperhatikan oral higiennya. Dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan berat
badan 63 Kg dengan tinggi badan 165cm, TD: 120/80 mmHg; Nadi: 88x/menit,
reguler; RR: 18x/menit; T: 36,5oC.
Hasil pemeriksaan ekstra oral dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan

intraoral didapatkan kalkulus pada seluruh regio, Missing teeth pada gigi 46 , 48
ditemukan juga lesi D6 pada gigi 21. Hubungan rahang ortognati. Mukosa,
palatum, dasar mulut, dan gigi-geligi tidak terdapat kelainan. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat kencing manis, darah tinggi dan jarang
memeperhatikan oral hygiennya.

32

Chart of Case Analyze


Oral Hygien
yg buruk
Debris
plaque kalkulus
sisa
karbohidrat

DM

Hiperglikemi
a

Poliuri
a

Substrat
kariogenik

Dehidra
si

Bakteri
saliva

Self Cleansing

Sisa
karbohidrat &
bakteri

Disfungsi
endotel
pembuluh
Perlambatan
aliran nutrisi ke
pembuluh darah
yang
menyokong gigi
Imunitas

Mudah
terinfeksi

Keasaman di mulut
Karies Gigi
Email dentin
Pulpitis
Reversible Irreversible
Nekrosis
Pulpa

Discolorization
Gangren
Radiks

Sondasi (-)
CE (-)

Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah exodonsi gigi 21 dan
scalling untuk kalkulus di semua regio. Diperlukan juga edukasi terhadap
penyakit kencing manisnya agar gula darah pasien terkontrol dan menjaga
kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar minimal
dua kali sehari, setelah sarapan dan sebelum tidur.

33

Lampiran

Gambar A

Gambar B

34

Gambar C

Gambar D

35

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010 , Periodontiti , dalam www.klikdokter.com. Dikutip tanggal 19
September 2015
Anonim, 2008, Infeksi Odontogen, dalam www.kapitaselekta.com. Dikutip
tanggal 19 September 2015
BEM UNDIP, 2007, Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, Semarang; Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro
Brown L.J, Oliver R.C, Loe. H. Periodontal Disease in the US in 1981.
Dalam: Journal of Periodontology. Vol.60 No.7. American Academi of
Periodontology. 1989. pp: 363-370.
Damayanti, Setijono, Husodo, Kumpulan Kuliah Stomatologi, Jakarta;
Fakultas Kedokteran Tarumanegara
Feld, P., dkk., 2004, Silabus Periodonti, Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Johnson, WT. Diagnosis of Pulpal and Periradicular Pathosis. Dalam: Color
Atlas of Endodontics. Philadelphia: Saunders. 2002: hal. 9-10.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. 2000.
Hal 447
Prayitno, 2003, Periodontologi Klinik, Jakarta; Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

36

Anda mungkin juga menyukai