GANGREN RADIX
Oleh:
Rivia Krishartanty
04054811416067
04084811416063
Pembimbing :
drg. Irma Kusumawati
HALAMAN PENGESAHAN
Diskusi Kasus
Judul
Gangren Radix
Oleh:
Rivia Krishartanty
04054811416067
04084811416063
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang periode 09 september 2015- 25 September 2015
Palembang,
September 2015
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan diskusi kasus dengan
judul Gangren radix untuk memenuhi tugas laporan kasus yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya dalam
Departemen Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Irma
Kusumawati selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan
masukan sehingga laporan ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan diskusi kasus ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan
laporan ini, semoga bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL......................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I REKAM MEDIK........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
BAB III ANALISIS KASUS.................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................37
BAB I
REKAM MEDIK
1.1
1.2
Identifikasi Pasien
Nama
Umur
: 55 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Alamat
Kebangsaan
: Indonesia
Anamnesis
a.
b.
c.
d.
Ada Disangkal
1.3
gigi
sebelumnya
Riwayat trauma (-)
Pemeriksaan Fisik
a.
Rujukan
: dari teman
b.
-
dalam
RSMH
: Kompos Mentis
: 63 kg
: 165 cm
: 120/80 mmHg
: 88x/menit
: 20 x/menit
: afebris
: normal
: simetris
: tidak ada kelainan
KGB Submandibula
: tidak teraba dan nyeri
c.
tekan (-)
: tampak normal
Kelenjar lainnya
Pemeriksaan Intra Oral
Debris
Plak
: tidak ada
: tidak ada
Kalkulus
: tampak pada rahang atas
Status Lokalis
Gigi
Lesi
Sondase
2.1
D6
Td
CE Perkusi
Td
Diagnosis/
Palpasi
Terapi
ICD
Gangren
Pro exodonsi
Radix
IV
III
II
II
III
IV
IV
III
II
II
III
IV
Keterangan :
= Missing Teeth
= Gangren radix
e.
Temuan Masalah
a. Gangren Radix 2.1
f.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1. Definisi
Diabetes mellitus, suatu penyakit kronik yang ditandai dengan kekurangan
insulin baik relative maupun absolute yang mengakibatkan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein terganggu. Diabetes mellitus merupakan salah
satu penyakit yang paling banyak dan paling sering dijumpai pada manusia,
dimana sebagian dari penderita tersebut tidak sadar maupun tidak terdiagnosa
bahwa telah menderita penyakit tersebut hingga muncul gejala-gejala yang lebih
spesifik.
2.1.2. Klasifikasi
diabetes mellitus yang dianjurkan oleh PERKENI (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia) adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM
menurut American Diabetes Association (ADA) 1997 adalah sebagai berikut.
a) Diabetes melitus tipe I Dalam tipe ini, tubuh tidak dapat memproduksi insulin,
sehingga tergantung pada insulin. diabetes mellitus tipe 1 ini dapat muncul pada
masa kanak-kanak dan remaja. Tipe ini dapat muncul pada umur yang lebih tua
yang disebabkan karena kerusakan pankreas oleh karena alcohol, penyakit,
operasi pankreas atau kegagalan progresif dari sel beta pankreas.
b) Diabetes Melitus tipe II Dikenal dengan nama Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM), yang disebabkan oleh kombinasi dari pada insufisiensi sel
pankreas dan resistensi insulin dalam jaringan, terutama didalam otot skeletal dan
sel-sel hepar.
c) Diabetes Melitus tipe lain Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang
dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan diabetes mellitus.
d) Diabetes Melitus Gestasional, Tipe ini timbul pada wanita hamil yang
kemudian gejala menghilang setelah melahirkan bayi biasanya dengan berat badan
yang lebih besar dibanding dengan bayi lain pada umumnya. Wanita yang telah
menderita Gestasional Diabetes Mellitus meningkatkan faktor resiko untuk
terjadinya diabetes mellitus tipe II.
diabetes
mellitus
berhubungan
dengan
terjadinya
hiperglikemia dan perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem
saraf perifer.18 Perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem saraf
perifer, dapat berupa microangiopathy dan macroangiopathy. Kedua kelainan pada
pembuluh darah ini merupakan salah satu penyebab yang paling sering dijumpai
dalam komplikasi diabetes mellitus.
2.1.3.1 Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Dimana kadar gula darah < 60 mg/ dl dan merupakan komplikasi yang
biasa dari diabetes yang menggunakan insulin. Hipoglikemia dapat disebabkan
oleh perasaan lapar yang tinggi, diikuti dengan iritabilitia, takikardia, palpitasi,
keringat dingin, pengurangan kemampuan mental dan diikuti dengan kegelisahan
dan koma jika tidak dirawat.
b. Diabetik Ketoasidosis
Simtom meliputi demam, malaise, sakit kepala, mulut kering, poliuria,
polidipsia, nausea, vomitus, sakit perut dan lesu.
c.Hipersomolar
hiperglikemia
non
ketotik
sindrom
Kondisi
akut
dari
hiperglikemia (lebih cair 600 mg/dl) dengan tidak adanya keton ditemukan pada
diabetes mellitus tipe II, penderita memerlukan terapi insulin dan cairan untuk
menyempurnakan perawatan.
2.1.3.2. Komplikasi Kronis
a. Diabetik retinopati Rusaknya pembuluh darah pada retina yang
merupakan jaringan sensitif cahaya di belakang mata yaitu berperan mengartikan
cahaya kedalam impuls elektrik yang diinterpretasikan sebagai penglihatan oleh
otak.
b. Katarak Katarak adalah kristalisasi lensa yang opak sebagai hasil dari
pengaburan penglihatan normal. Penderita diabetes dua kali lebih besar terkena
katarak dibandingkan dengan yang non diabetes. Katarak cenderung berkembang
pada usia pertengahan.
c. Glaucoma Penyakit ini timbul ketika terjadi peningkatan tekanan cairan
didalam mata yang memicu terjadinya kerusakan saraf mata secara progresif.
Penderita orang dengan diabetes 2 kali lebih besar keyakinan terkena glaucoma
dibandingkan dengan yang non diabetes.
d. Diabetic neuropati Kerusakan saraf dengan karakteristik sakit dan kelemahan
pada kaki sehingga kehilangan atau penurunan sensasi di kaki, dan pada beberapa
kasus terjadi pada tangan. Tanda awal dari penyakit ini adalah kekakuan, sakit,
atau perasaan geli pada kaki dan tangan.
e. Diabetik nefropati Merupakan stadium akhir dari penyakit ginjal. Setelah
mengidap diabetes selama 15 tahun, satu sampai tiga orang penderita tipe 1
diabetes mellitus berkembang menjadi penyakit ginjal. Diabetes merusak
pembuluh darah kecil di ginjal sehingga mengurangi kemampuannya untuk
menyaring kotoran yang kemudian diekresikan melalu urin. Penderita dengan
gangguan ginjal harus melakukan transplantasi ginjal atau cuci darah.
;f. Stroke Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama, merokok, dan
tingginya tingkat kolesterol LDL yang tinggi adalah sebagai penyebab lainnya.
g. Penyakit kardiovaskular Penyakit kardiovaskular adalah komplikasi yang biasa
terlihat pada penderita diabetes. Arterosklerosis adalah terpenting dari semua
10
11
bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita
Diabetes lebih berat.
Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat
periodontitis, diantaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor
sistemik atau kondisi tubuh secara umum.Rusaknya jaringan Periodontal
membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama
kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat
cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan
penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa. Dari seluruh komplikasi
Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam terbesar di
antara berbagai macam penyakit dan Diabetes Melitus adalah komplikasi nomor
satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes
Melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien
mengeluh gusinya mudah berdarah,warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit
jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan
tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas.
12
13
Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang
kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh
jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur
penderita diabetes
2.4.4 Infeksi kandidiasis
Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi
infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi
penderita diabetes yang merokok,risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih
besar.Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang
disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut. Pada
penderita diabetes Melitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga
sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam
mulut yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol sehingga
menyebabkant thrush. Dari hasil pengamatan ditandai dengan adanya lapisan
putih kekuningan pada lidah, tonsil maupun kerongkongan. Kandidiasis dapat
ditemukan pada penderita diabetes mellitus bila didukung berbagai faktor yang
ada pada penderita diabetes mellitus, seperti terjadinya defisiensi imun,
berkurangnya aliran saliva, keadaan malnutrisi dan pemakaian gigi tiruan dengan
oral hygiene yang buruk.
15
16
atau mukosa. Infeksi fokal adalah metastasis dari fokus infeksi, organisme, atau
produknya yang memiliki kemampuan untuk merusak jaringan.
2.2.1 Mekanisme Infeksi Fokal
pada tubuh.
Toksin dan produk toksinmenyebar melalui aliran darah atau saluran
limfatikus, dari fokus yang jauh di mana dapat terjadi reaksi hipersensitivitas
pada jaringan. Contoh: scarlet fever, akibat toksin eritrosit yang berasal dari
streptokokus.
rendah.
Gigi dengan saluran akar yang terinfeksi merupakan sumber potensial dari
penyebaran mikroorganisme dan toksin. Sering kali terjadi akibat
streptokokus hemolitikus; yang merupakan penyebab penting dari artritis
17
hipersensitivitas jaringan.
Penyakit katup jantungendokarditis bakterialis subakut berkaitan dengan
infeksi oral. Ada kemiripan antara keduanya, yaitu antara agen penyebab
penyakit dan mikroorganisme pada lesi di rongga mulut, pulpa, dan periapikal
gejala endokarditis bakterialis subakut ditemukan pada beberapa kasus segera
setelah ekstraksi gigi. Bakteremia transien terjadi segera setelah ekstraksi
gigi. Streptokokus jenis viridan merupakan sebagian besar penyebab
endokarditis bakterialis subakut. Setelah kestraksi gigi, terjadi bakteremia
streptokokus, sehingga kejadian endokarditis bakterialis subakut dapat terjadi
adalah
E.coli,
stafilokokus,
dan
streptokokus.
Streptokokus
18
Gigi dengan pulpa normal tidak menunjukkan gejala spontan. Pulpa akan
respon terhadap tes pulpa, dan gejala yang timbul akibat tes tersebut bersifat
ringan, tidak mengganggu pasien, dan bersifat sementara dan hilang dalam
beberapa detik. Dari pemeriksaan radiografi, dapat ditemukan berbagai derajat
kalsifikasi pulpa, tetapi tidak ditemukan adanya tanda-tanda resorpsi, karies, atau
paparan pulpa mekanik. Pada kasus seperti ini tidak diperlukan terapi endodontik.
2.3.1 Pulpitis Reversibel
Ketika pulpa di dalam gigi mengalami iritasi, hal ini menyebabkan
stimulasi sehingga pasien merasa tidak nyaman, tetapi apabila iritan atau stimulus
dihilangkan, nyeri akan hilang, menandakan keterlibatan serabut saraf A.
Kondisi ini dinamakan dengan pulpitis reversibel. Etiologi pulpitis reversibel
antara lain karies, atrisi, abrasi, erosi, atau defek perkembangan yang
menyebabkan dentin yang terekspos, serta terapi gigi yang baru dilakukan. 3,4
Apabila iritan dihilangkan secara konservatif maka gejala akan hilang. Dapat
terjadi kebingungan apabila terdapat dentin yang terekspos, tanpa adanya bukti
patosis pulpa yang terkadang respon dengan nyeri tajam dan reversibel secara
cepat ketika diberikan rangsangan suhu, evaporatif, taktil, mekanik, osmotik, atau
kimiawi. Hal ini disebut dengan sensitivitas dentin (atau hipersensitivitas
dentinal). Dentin yang terekspos pada area servikal gigi pada kebanyakan kasus
didiagnosis sebagai sensitivitas dentin. Perpindahan cairan di dalam tubulus dentin
menstimulasi odontoblas dan serabut saraf A-delta konduksi cepat, sehingga
menyebabkan nyeri tajam dan reversibel cepat dari dentin (Gambar 1).
19
20
21
22
pulpa yang meluas hingga jaringan periapikal. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial
atau komplit dan dapat hanya belibatkan sebagian kanal pada gigi dengan akar
lebih dari satu. Oleh karena itu, gigi dapat menimbulkan gejala yang
membingungkan dan pemeriksaan pada satu akar dapat tidak menimbulkan gejala
dan pada akar lainnya dapat memberikan respon vital. Gigi dapat juga
menimbulkan gejala seperti pada pulpitis ireversibel simptomatik.
Setelah pulpa mengalami nekrosis, pertumbuhan bakteri dapat terhambat
di dalam kanal. Ketika infeksi ini meluas ke ruang ligamen periodontal, gigi dapat
menjadi simptomatik terhadap perkusi atau menimbulkan nyeri spontan. Gigi
dengan akar tunggal umumnya tidak respon terhadap tes sensitivitas. Tetapi pada
gigi dengan akar ganda, sebagian dari pulpa masih mungkin vital; sehingga
pemeriksaan sensitivitas dapat menimbulkan respon negatif atau positif,
tergantung dari keadaan suplai saraf pada permukaan gigi yang diperiksa. 3,4,5
Perubahan radiografi dapat terjadi, berkisar dari penebalan ruang ligamen
periodontal hingga adanya lesi radiolusen periapikal. Gigi dapat menjadi
hipersensitif terhadap panas, bahkan terhadap kehangatan kavitas oral, dan
seringkali berkurang dengan aplikasi dingin. Hal ini dapat membantu melokalisir
gigi yang nekrosis apabila nyeri beralih atau tidak terlokalisir. Perawatan saluran
akar diperlukan pada kasus nekrosis pulpa.
2.4. Gangren
2.4.1. Gangren Pulpa
Gangren Pulpa adalah keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati
sebagai sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga
jumlah sel pulpa yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian
besar ruang pulpa. Sel-sel pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi
antigen sel-sel sebagian besar pulpa yang masih hidup. Proses terjadinya gangren
pulpa diawali oleh proses karies. Karies dentis adalah suatu penghancuran struktur
gigi (email, dentin dan sementum) oleh aktivitas sel jasad renik (mikroorganisme) dalam dental plak.
Jadi proses karies hanya dapat terbentuk apabila terdapat faktor yang
saling tumpang tindih. Adapun faktor-faktor tersebut adalah bakteri, karbohidrat
23
dan
intraoral).Berdasarkan pemeriksaan
klinis,
secara
objektif
didapatkan :
-
Pemeriksaan
sonde
(-),
dengan
menggunakan
sonde
mulut,
lalu
ditusukkan beberapa kali ke dalam karies, hasilnya (-). Pasien tidak merasakan
sakit.
24
Pemeriksaan
penciuman,
dengan
menggunakan
pinset,
ambil
kapas
lalusentuhkan pada gigi yang sakit kemudian cium kapasnya, hasilnya (+)
akan tercium bau busuk dari mulut pasien.
-
Pemeriksaan foto rontgen, terlihat suatu karies yang besar dan dalam, dan
terlihat juga rongga pulpa yang telah terbuka dan jaringan periodontium
memperlihatkan penebalan.
2.5
Eksodonsia
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus,
dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan
gigi juga merupakan operasi bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan
jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan
selanjutnya dihubungkan/disatukan oleh gerakan lidah dan rahang. Definisi
pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh atau
akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga
bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah
prostetik di masa mendatang.
Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sangat komplek yang
melibatkan struktur tulang, jaringan lunak dalam rongga mulut serta keselurahan
bagian tubuh. Pada tindakan pencabutan gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip
keadaan suci hama (asepsis) dan prinsip-prinsip pembedahan (surgery). Untuk
pencabutan lebih dari satu gigi secara bersamaan tergantung pada keadaan umum
penderita serta keadaan infeksi yang ada ataupun yang mungkin akan terjadi.
Ekstraksi gigi adalah suatu tindakan bedah pencabutan gigi dari socket
gigi dengan alat-alat ekstraksi (forceps). Kesatuan dari jaringan lunak dan jaringan
keras gigi dalam cavum oris dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan
adanya jalur terbuka untuk terjadinya infeksi yang menyebabkan komplikasi
25
dalam penyembuhan dari luka ekstraksi. Oleh karena itu tindakan aseptic
merupakan aturan perintah dalam bedah mulut.
Selalu diingat bahwa gigi bukanlah ditarik melainkan dicabut dengan
hati-hati. Hal ini merupakan prosedur pembedahan dan etika bedah yang harus
diikuti guna mencegah komplikasi serius (fraktur tulang/gigi, perdarahan, infeksi).
Gigi geligi memang banyak namun masing-masing gigi merupakan struktur
individual yang penting, dan masing-masing harus dipelihara sedapat mungkin.
Tujuan dari ekstraksi gigi harus diambil untuk alasan terapeutik atau kuratif.
26
dengan terlebih dahulu mengambil sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini
juga sering disebut metode terbuka atau metode surgical yang digunakan pada
kasus-kasus:
-
27
g.
Pra-prostetik ekstraksi
28
Gigi impaksi
Gigi
yang
impaksi
harus
dipertimbangkan
untuk
dilakukan
pencabutan. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi fungsional
tidak akan optimal karena ruang yang tidak memadai, maka harus dilakukan
bedah pengangkatan gigi impaksi tersebut. Namun, jika dalam mengeluarkan
gigi yang impaksi terdapat kontraindikasi seperti pada kasus kompromi medis,
impaksi tulang penuh pada pasien yang berusia diatas 35 tahun atau pada
pasien dengan usia lanjut, maka gigi impaksi tersebut dapat dibiarkan.
i.
Supernumary gigi
Gigi yang mengalami supernumary biasanya merupakan gigi impaksi
yang harus dicabut. Gigi supernumary dapat mengganggu erupsi gigi dan
memiliki potensi untuk menyebabkan resorpsi gigi tersebut.
29
pencabutan gigi.
Kontraindikasi Pencabutan Gigi
a. Kontaindikasi sistemik
Kelainan jantung
Kelainan darah. Pasien yang mengidap kelainan darah seperti
luka.
Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis) pada kasus ini bila dilakukan
30
b. Kontraindikasi lokal
31
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien seorang laki-laki berusia 55 tahun, dikonsulkan dari bagian Penyakit
dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi gigi
dan mulut. Pasien dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH dengan diagnosis
DM tipe II. Pasien jarang memeriksakan gigi nya kedokter gigi, dan jarang
memperhatikan oral higiennya. Dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan berat
badan 63 Kg dengan tinggi badan 165cm, TD: 120/80 mmHg; Nadi: 88x/menit,
reguler; RR: 18x/menit; T: 36,5oC.
Hasil pemeriksaan ekstra oral dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan
intraoral didapatkan kalkulus pada seluruh regio, Missing teeth pada gigi 46 , 48
ditemukan juga lesi D6 pada gigi 21. Hubungan rahang ortognati. Mukosa,
palatum, dasar mulut, dan gigi-geligi tidak terdapat kelainan. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat kencing manis, darah tinggi dan jarang
memeperhatikan oral hygiennya.
32
DM
Hiperglikemi
a
Poliuri
a
Substrat
kariogenik
Dehidra
si
Bakteri
saliva
Self Cleansing
Sisa
karbohidrat &
bakteri
Disfungsi
endotel
pembuluh
Perlambatan
aliran nutrisi ke
pembuluh darah
yang
menyokong gigi
Imunitas
Mudah
terinfeksi
Keasaman di mulut
Karies Gigi
Email dentin
Pulpitis
Reversible Irreversible
Nekrosis
Pulpa
Discolorization
Gangren
Radiks
Sondasi (-)
CE (-)
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah exodonsi gigi 21 dan
scalling untuk kalkulus di semua regio. Diperlukan juga edukasi terhadap
penyakit kencing manisnya agar gula darah pasien terkontrol dan menjaga
kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar minimal
dua kali sehari, setelah sarapan dan sebelum tidur.
33
Lampiran
Gambar A
Gambar B
34
Gambar C
Gambar D
35
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010 , Periodontiti , dalam www.klikdokter.com. Dikutip tanggal 19
September 2015
Anonim, 2008, Infeksi Odontogen, dalam www.kapitaselekta.com. Dikutip
tanggal 19 September 2015
BEM UNDIP, 2007, Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, Semarang; Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro
Brown L.J, Oliver R.C, Loe. H. Periodontal Disease in the US in 1981.
Dalam: Journal of Periodontology. Vol.60 No.7. American Academi of
Periodontology. 1989. pp: 363-370.
Damayanti, Setijono, Husodo, Kumpulan Kuliah Stomatologi, Jakarta;
Fakultas Kedokteran Tarumanegara
Feld, P., dkk., 2004, Silabus Periodonti, Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Johnson, WT. Diagnosis of Pulpal and Periradicular Pathosis. Dalam: Color
Atlas of Endodontics. Philadelphia: Saunders. 2002: hal. 9-10.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. 2000.
Hal 447
Prayitno, 2003, Periodontologi Klinik, Jakarta; Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
36