Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Diabetes Mellitus Tipe 2

Disusun oleh:
Tutut Fitriani
030.13.194

Pembimbing :
dr.Elhamida Gusti,Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 Januari – 22 Maret 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT saya panjarkan karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka saya
dapat menyelesaikan referat dengan judul “Diabetes Mellitus Tipe 2”

Referat ini dibuat demi memenuhi tugas di kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:

• dr., Sp.PD dokter pembimbimg yang telah menyediakan waktu untuk memberikan
masukan, saran dan kritik dalam penyusunan referat ini.

• Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini

Penulis menyaari bahwa referat yang telah dibuat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis menerima segala kritik dan saran yang diberikan dari semua pihak untuk
menyempurnakan referat ini. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga refera ini dapat
bermanfaat.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN

REFERAT

Judul:

Diabetes Mellitus Tipe 2

Tutut Fitriani

030.13.194

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada hari............., Tanggal.....................................................2019

Pembimbing

Dr.
DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan ............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ..................................................................................................... 2

2.2 Klasifikasi ................................................................................................ 2

2.3 Epidemiologi dan Faktor Risiko .............................................................. 3

2.4 Gejala Klinis ............................................................................................ 4

2.5 Patofisiologi ............................................................................................. 4

2.6 Diagnosis ................................................................................................. 5

2.7 Tatalaksana .............................................................................................. 7

2.8 Komplikasi ............................................................................................... 11

2.9 Prognosis .................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

International Diabetes Foundation (IDF) mengemukakan pada tahun 2015 jumlah


penderita DM di dunia mencapai 415 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2040 meningkat
mencapai 642 juta jiwa. Indonesia menempati urutan ke tujuh penderita DM di dunia setelah
Cina, India, Amerika, Brazil, Rusia, dan Meksiko. Terdapat peningkatan jumlah penderita DM di
Indonesia dari 10-16.2 juta jiwa (2040),(2) Sementara berdasarkan data Riskesdas (2013),
prevalensi penderita DM di Indonesia yaitu 1,5-2,1 %, di mana sebagian besar penderita DM
lebih banyak tinggal di daerah perkotaan.(3) Diagnosis DM menurut American Diabetic
Association (ADA) ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah jika ditemukan
salah satu dari kondisi di bawah ini: ditemukan kadar HbA1c≥6.5%, gula darah puasa (fasting
plasma glucose) ≥126mg/dL, gula darah 2 jam sesudah makan (post prandial) ≥200mg/dL,
adanya gejala klasik hiperglikemia (sering merasa lapar (polyphagia), sering berkemih
(polyuria), sering haus (polydipsia)) dengan kadar glukosa darah sewaktu ≥200g/dL.(4)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

• Definisi

Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolik yang


berkarakteristik hiperglikemia sebagai akibat dari defek sekresi insulin, kerja insulin,
ataupun keduanya. Hiperglikemia kronik dari DM diasosiasikan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan dari berbagai organ, khususnya mata, ginjal, saraf,
jantung dan pembuluh darah.(1)

• Klasifikasi(5)

Klasifikasi etiologi dari Diabetes Mellitus menurut American Diabetes


Association, adalah sebagai berikut:

• Diabetes Mellitus Tipe 1

Pada diabetes tipe 1 (Dependent Insulin), lebih sering terjadi pada usia anak
dan remaja. Penderita dari diabetes tipe 1 mencakup sebanyak 5 – 10% dari
total penderita diabetes. Diabetes tipe 1 diakibatkan oleh destruksi sel β
pankreas oleh sistim imun. Pada diabetes mellitus tipe 1, kecepatan dari
destruksi sel β pankreas sangat bervariasi antar individu. Beberapa pasien
yang dengan penghancuran yang cepat dapat memiliki manifestasi klinis
ketoasidosis pada usia yang sangat muda, namun pada tingkat kecepatan
destruksi sel yang rendah sampai pada usia dewasa pun tidak pernah
mengalami ketoasidosis jika terkontrol.

• Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada diabetes tipe 2 (non insulin dependen), mencakup sebanyak 90 – 95%


dari total seluruh penderita diabetes mellitus. Diabetes tipe 2 menggambarkan
seseorang yang memiliki resistensi terhadap insulin ataupun yang memiliki
defisiensi insulin. Terdapat berbagai etiologi penyebab pada DM Tipe 2.
Mayoritas pasien DM tipe 2 merupakan seseorang dengan obesitas dimana
obesitas ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin sehingga tubuh tidak
dapat menggunakan insulin yang sudah dibuat secara efektif.
• Diabetes Tipe lain

Diabetes mellitus tipe lain dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti: defek
genetik sel β, penyakit seperti pankreatitis, tumor maupun obat-obatan yang
dapat memicu terjadinya diabetes seperti glukokortikoid, hormon tiroid.

• Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes mellitus gestasional merupakan diabetes mellitus yang terjadi


selama masa kehamilan walaupun terdapat sedikit kasus dimana kadar gula
darah tidak dapat kembali menjadi normal seperti semestinya pada saat
sesudah melahirkan.

• Epidemiologi dan Faktor Risiko(6)

Berdasarkan penelitian oleh International Diabetes Foundation (IDF)


memperkirakan setidaknya 1 dari 11 orang dewasa berusia 20 – 79 tahun (415 juta orang)
menderita diabetes mellitus pada tahun 2015. Dan diperkirakan akan meningkat menjadi
624 juta pada tahun 2040 dengan peningkatan terbesar dari penderita dengan kelas
sosioekonomi yang rendah. Penyebab dari meningkatnya jumlah penderita yang
diperkirakan terjadi pada tahun 2040 disebabkan oleh berbagai faktor seperti populasi
yang menua, perkembangan ekonomi, urbanisasi, kebiasaan makan yang tidak sehat dan
pola hidup yang tidak aktif.

Terdapat berbagai faktor risiko dari diabetes mellitus tipe 2 antara lain:

• Usia tua

• Riwayat Keluarga
• Sosioekonomi rendah

• Terdapat komponen sindroma metabolik (Lingkar pinggang besar,


peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar plasma trigliseroda,
penurunan kadar plasma HDL

• Orang dengan kadar obesitas

• Riwayat konsumsi makanan yang tidak sehat (sering konsumsi minuman


manis dan daging merah dan rendah nya konsumsi makanan berserat)

• Perokok

• Kebiasaan jarang berferak

• Riwayat diabetes gestasional

• Gejala Klinis(7)

Beberapa pasien penderita diabetes mellitus mungkin mengalami gejala-gejala


seperti dibawah ini:

• Gejala Klasik (poliuri, polidipsi, polifagia)

• Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

• Gejala komplikasi mirko maupun makrovaskular ( nefropati, retinopati,


neuropati perifer, kelainan kardiovaskular, tanda-tanda ulkus diabetikum)

• Patofisiologi(13)

Diabetes mellitus tipe 2 sering terjadi diakibatkan proses progresiv dari resistensi
insulin (pada hati, sel otot) dan disfungsi dari sel beta pankreas. Terdapat hubungan
antara diabetes mellitus tipe 2 dengan obsitas dikarenakan sebanyak 80% pernderita DM
Tipe 2 merupakan penderita obesitas khususnya obesitas sentral.

Lemak pada abdomen ,tidak seperti lemak subkutan,dimana lemak abomen lebih
resisten pada efek antilipolitik dari insulin yang menyebabkan pelepasan berlebih dari
asam lemak bebas. Tingginya kadar asam lemak bebas menyebabkan resistensi insulin
pada hepar dan sel otot yang akan menyebabkan peningkatan dari proses glukoneogenesis
di hepar dan inhibisi dari absorbsi glukosa yang dimediasi oleh insulin. Sebagai
tambahan, jika sel adiposit menjadi terlampau besar sel ini menjadi tidak dapat
menampung tambahan lemak lainnya. Sebagai alternatif, lemak akan disimpan di otot,
hepar dan sel pankreas yang akan semakin memperburuk keadaan resistensi insulin pada
organ-organ tersebut.

Resistensi insulin, dan peningkatan glukosa dalam sirkulasi menyebabkan


pankreas untuk melepaskan insulin dalam jumlah besar (hiperinsulinemia). Akhirnya,
kadar insulin yang tinggi tidak dapat dikontrol dan fungsi sel beta pankreas mulai
menurun, dan menyebabkan penurunan dari pengeluaran insulin. Saat sudah sampai pada
tahap ini, gejala dari diabetes mellitus tipe 2 mulai terlihat jelas. Pada saat seseorang
terdiagnosa dengan diabetes melitus tipe 2 biasanya sudah kehilangan sekitar 50% dari
fungsi sel beta pankreas.

• Diagnosis

Diagnosis DM menurut American Diabetic Association (ADA) ditegakkan


berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah jika ditemukan salah satu dari kondisi di
bawah ini: ditemukan kadar HbA1c≥6.5%, gula darah puasa (fasting plasma glucose)
≥126mg/dL, gula darah 2 jam sesudah makan (post prandial) ≥200mg/dL, adanya gejala
klasik hiperglikemia (sering merasa lapar (polyphagia), sering berkemih (polyuria),
sering haus (polydipsia)) dengan kadar glukosa darah sewaktu ≥200g/dL.(4)
Tabel 1. Kriteria Diagnosa Diabetes Mellitus

Kadar HbA1c ≥ 6.5%

Atau

Gula darah Puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L)

Atau

Gula darah 2 jam PP ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)


Atau

Pasien dengan gejala klasik dengan

kadar gula darah sewaktu ≥ 200mg/dL (11.1 mmol/L)

Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan penyaring yang ditujukan pada


masyarakat yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukan adanya gejala DM.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT
sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga
disebut sebagai intoleransi glukosa dimana merupakan tahapan sementara sebelum
terjadinya DM.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah


sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan
hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa
atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM
• Tatalaksana

Pada pasien DM yang baru terdiagnosis adalah mengubah pola hidup dan dapat
juga ditambahkan dengan penggunaan metformin.(8) Terlalu banyak makan dan jarang
dalam melakukan aktivitas fisik adalah dua faktor risiko utama untuk terjadinya DM tipe
2, sehingga tidaklah mengejutkan jika merubah gaya hidup seperti mengurangi asupan
kalori dan meningkatkan aktivistas fisik memiliki hasil yang bagus untuk mengontrol
kadar gula darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Meskipun perubahan gaya hidup
merupakan cara yang cukup aman dan tidak memerlukan biaya yang besar untuk
dilakukan, tindakan merubah gaya hidup ini harus dilakukan bukan hanya pada saat
pasien pertama kali terdiagnosis DM namun sepanjang perjalanan penyakit DM pasien
juga harus tetap menjaga gaya hidup nya. Namun, kesuksesan jangka panjang dari
perubahan gaya hidup ini untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien DM tipe 2
terbatasi oleh beberapa hal antara lain, karena kegagalan untuk menurunkan berat badan,
berat badan yang semakin bertambah seiring waktu, perburukan dari penyakitnya, atau
kombinasi dari beberapa faktor di atas sehingga mayoritas dari pasien akan
membutuhkan farmakoterapi untuk mengontrol kadar gula darah. Rekomendasi
penatalaksanaan DM menurut ADA adalah sebagai berikut:
Gambar1. Terapi antihiperglikemik pada DM tipe 2 (15)
Dipeptyl peptidase 4 (DPP-4), glucagon-like peptide-1 (GLP-1), sodium-glucose cotransporter-2
(SGLT2)

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmasni selama


beberapa waktu (2 – 4) minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,
misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien,
sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
Intervensi Farmakologis(11)
Obat Hipoglikemik Oral
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti
orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,
tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal
hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-
pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis,
renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. D.
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan
ialah kembung dan flatulens
Mekanisme pemberian OHO dimulai dari dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah.
Insulin
Pemberian insulin diperlukan pada keadaan:
• Hiperglikemia berat dengan ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

• Komplikasi

Komplikasi dari DM dapat dibagi menjadi dua yaitu komplikasi mikrovaskular


(retinopati diabetika, neuropati diabetika, dan nefropati diabetika) dan komplikasi
makrovaskular (aterosklerosis)(9)

Mekanisme utama terjadinya komplikasi makrovaskular adalah proses


aterosklerosis. Salah satu contoh dari penyakitnya adalah Cardiovascular disease (CVD)
dimana penyakit ini merupakan penyebab utama (~70%) dari kematian pada komplikasi
makrovaskular.(17) Proses aterosklerosis ini mengakibatkan terjadinya penyempitan dari
dinding pembuluh arteri di dalam tubuh. Aterosklerosis diketahui sebagai akibat dari
inflamasi kronik dan perlukaan dari dinding pembuluh arteri di pembuluh darah perifer
maupun sistem pendarahan koroner. Karena pada aterosklerosis terjadi perlukaan dan
inflamasi endotel, lemak teroksidasi dari partikel LDL ter akumulasi pada dinding endotel
dari pembuluh arteri. Angiotensin 2 mengakibatkan oksidasi dari partikel tersebut.
Monosit melakukan infiltrasi ke dalam dinding pembuluh arteri dan ber diferensiasi
menjadi makrofag, yang mengumpulkan lemak teroksidasi tersebut menjadi foam cell.
Saat sudah terbentuk, foam cell akan menstimulasi proliferasi makrofag dan menarik sel
limfosit T. Sebagai akibat kejadian tersebut, limfosit T akan menginduksi proliferasi sel
otot polos pada dinding pembuluh arteri dan terjadi akumulasi kolagen.(19 Konsekuensi
akhir dari proses di atas adalah pembentukan lesi aterosklerosis kaya lemak dengan
penutup fibrosa. Jika lesi ini ruptur akan mengakibatkan infark akut vaskular.(9)
Retinopati diabetika (RD) adalah komplikasi mikrovaskular yang dapat mengenai
retina, makula ataupun keduanya dan merupakan penyebab utama dari pengurangan
kemampuan penglihatan maupun kebutaan pada pasien DM, secara histology RD dapat
dilihat dari kehilangan perisit yang berfungsi untuk mengatur tonus kapiler. Tingkat
keparahan dari RD bertambah beriringan dengan lamanya mengalami DM.(10)
Neuropati diabetika menurut ADA adalah adanya gejala dan atau tanda dari
kelainan disfungsi saraf perifer pada pasien dengan DM setelah tidak ditemukannya
penyebab kelainan saraf lainnya.(9) Diperkirakan separuh dari penderita DM mengalami
neuropati diabetika. Neuropati diabetika dapat bermanifestasi sebagai kehilangan sensasi
seperti sentuhan, ataupun dapat bermanifestasi sebagai kelainan saraf otonom seperti
abnormalitas detak jantung.(10)
Nefropati diabetika merupakan penyebab utama dari gagal ginjal di Amerika
Serikat. Manifestasi dari nefropati diabetika yaitu terdapatnya proteinuria >500mg dalam
24jam pada pasien DM. Sebelum munculnya proteinuria ditemukan proteinuria yang
lebih ringan atau disebut mikroalbuminuria muncul terlebih dahulu. Mikroalbuminuria
adalah terdapatnya ekskresi albumin dalam urin sebanyak 30-299mg/24jam. Sebanyak
7% pasien DM tipe 2 diketahui telah mengalami gejala mikroalbuminuria saat mereka
terdiagnosis menderita DM.(9)
Berikut ini dilampirkan peresntase komplikasi dari diabetes melitus di RSUP Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM)

Gambar 2. Persentase Komplikasi Diabetes Melitus di RSCM tahun 2011


MCI : Mild Cognitive Impairment
PAD : Peripheral Arterial Disease
Berdasarkan data diatas didapakan komplikasi terbanyak dari diabetes mellitus adalah
neuropati yang dialami oleh 54% penderita diabetes melitus yang dirawat di RSCM pada tahun
2011 diikuti retinopati diabetik dan proteinuria.

• Prognosis

DM meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya komplikasi kardiovaskular


maupun kematian, namun terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi seperti usia
permulaan diabetes, durasi dari diabetes, kontrol glukosa, kontrol tekanan darah, kontrol
kadar lemak, fungsi ginjal, dan faktor lainnya. Ketika DM tipe 2 terdiagnosa pada usia 40
tahun, seorang pria diperkirakan mengalami pengurangan masa hidup nya sekitar 5.8
tahun dan sebanyak 6.8 tahun untuk wanita.(12) Besaran angka mortalitas secara umum
pada penderita DM tipe 2 yaitu lebih tinggi 15% dibandingkan orang lain pada usia yag
sama.
DAFTAR PUSTAKA

• American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.


Diabetes Care 2013; 36:67-74

• International Diabetes Fondation. IDF Diabetes Atlas. 7th ed. IDF 2015. Available at :
http://www.idf.org/idf-diabetes-atlas-seventh-edition.
• Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Available
at:depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

• American Diabetes Association. Classification and Diagnosis of Diabetes. Diabetes


Care 2015;38:8-16

• American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.


Diabetes Care 2014;37; 81-90

• Zheng Y, Ley SH, Hu FB. Global aetiology and epidemiology of type 2 diabetes
mellitus and its complications. Nature Reviews Endocrinology 2017;14(2): 88 – 95

• World Health Organization. Diabetes Programme. Accessed at:


https://www.who.int/diabetes/action_online/basics/en/index1.html

• American Diabetes Association. Approaches to Glycemic Treatment. Diabetes Care


2013;39:52-9.

• Fowler MJ. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes. Diabetes


Care 2008; 26:77-82.

• Cade WT. Diabetes-Related Microvascular and Macrovascular Diseases in the


Physical Therapy Setting. Phys Ther 2008; 88:1322-35

• Konsensus Pengelolaan dan Penegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.


Perkeni. 2006. Accessed at:
https://www.pbpapdi.org/images/file_guidelines/12_Konsensus%20Pengelolaaln
%20dan%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus%20Tipe%202%20di%20Indonesi
a%202006.PDF

• Gregg EW, Li Y, Wang J. Changes in diabetes-related complications in the united


states, 1990 – 2010. N Engl J Med. 2014. 370(16): 1514-23

• Hackett E, Jacques N. Type 2 diabetes pathophysiology and clinical features. Clinical


Pharmacist. 2009;1(1). Pg: 475 - 8

Anda mungkin juga menyukai