Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS

DI PUSKESMAS KELURAHAN ULUJAMI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan


Dalam Menempuh Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh:
Riawanti 030.13.166
Tutut Fitriani 030.13.194

Pembimbing:
dr. Erita Istriana, Sp.KJ
dr. Esther Tobing
dr. Yosie Putri Lestari

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN


KOMUNITAS / KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 06 JANUARI – 14 MARET 2020
BAB I
PSIKIATRI KOMUNITAS

A. Latar Belakang
Kesehatan mental atau kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam
mewujudkan kesehatan secara menyeluruh. Kesehatan mental yang baik
memungkinkan orang untuk menyadari potensi mereka, mengatasi tekanan
kehidupan yang normal dan bekerja secara produktif. Oleh karena itu adanya
gangguang kesehatan mental tidak bisa kita remehkan karena jumlah kasusnya
saat ini masih cukup mengkhawatirkan. Indikator kesehatan mental yang perlu
diperhatikan menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam riset
kesehatan dasar, tidak hanya berupa penilaian terhadap gangguan jiwa berat,
tetapi juga di fokuskan pada penilaian terhadap gangguan mental emosional.
Saat ini, program kesehatan mental telah banyak dilakukan di berbagai
negara dunia. Survei WHO menjelaskan bahwa beban sosial ekonomi yang
disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa menempati urutan ke empat. Survei lain
mengungkapkan bahwa 20 - 30% pasien yang berkunjung ke Pelayanan
Kesehatan Primer memperlihatkan gejala - gejala gangguan mental. Tahun 2018,
Rikesdas mencatat adalah 1, per ml angka tersebut belum mencakup gangguan
jiwa ringan, stres ditempat kerja, serta bentuk kerentanan gangguan jiwa lain.
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas
proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh,
gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau
sebenarnya, dan autisme. Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling
sering. Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup
mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda.
Kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian
tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran
dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar

1
dibandingkan wanita. Di Indonesia, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri adalah karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari
seluruh penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka.
Salah satu peran dan tugas kesehatan keluarga adalah merawat anggota
keluarga yang sakit, keluarga berperan penting sebagai pendukung selama masa
pemulihan serta rehabilitasi pasien, dukungan yang diberikan keluarga. Oleh
karena itu, butuh kerjasama yang baik antara fasilitas kesehatan dan keluarga
pasien untuk menciptakan kesehatan jiwa komunitas yang baik.

B. Kesehatan Jiwa Komunitas


Kesehatan jiwa komunitas adalah salah satu upaya pelayanan kesehatan
jiwa. Upaya pelayanan kesehatan jiwa komunitas itu sendiri merupakan suatu
jejaring pelayanan kesehatan jiwa yang menyediakan pengobatan berkelanjutan,
akomodasi, okupasi, dan dukungan sosial bagi mereka yang mengalami masalah
kesehatan jiwa. Hal tersebut ditujukan untuk kembali pulih pada fungsi
psikososial yang optimal. Tujuannya adalah untuk mengurangi masa perawatan
penderita dirumah sakit dan memulihkan kemampuan psikososial penderita yang
menjalani kehidupan bermasyarakat.

Gambar 1. Community Mental Health Framework

2
C. Alur Pemecahan Masalah
Alur kerangka Strategi Kesehatan Jiwa Regional yang digunakan, pendekatan
dapat diselesaikan dengan menggunakan kerangka di bawah ini :

1. Identifikasi
Masalah

8. Monitor
2. Penentuan
Pencegahan
Penyebab
Bunuh Diri
Masalah
dan Evaluasi

3.
Perencanaan
7. Penelitian
dalam
dan Evaluasi
penentuan
advokasi

6. Peraturan 4. Pelayanan
dan Kebijakan Kesehatan

5. Promosi
Kesehatan
Jiwa

Gambar 2. Strategi Kesehatan Jiwa Regional

3
D. Penerapan Metode Kesehatan Jiwa Komunitas di Puskesmas Kelurahan
Ulujami
Adapun penerapan langkah dalam penerapan metode jiwa komunitas sebagai yang
ada di Puskesmas Kelurahan Manggarai adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat berperan aktif dalam penemuan orang dengan gangguan jiwa
dengan melapor pada RT/RW atau lembaga keamanan setempat untuk di data.
2. RT/RW setempat melakukan pendataan dan edukasi kepada masyarakat atau
keluarga pasien tentang pentingnya pelaporan orang dengan gangguan jiwa,
setelah itu RT/RW melaporkan kepada kader ODGJ (komunitas perpanjangan
tangan dinas terkait) setelah itu bisa melaporkan langsung ke Dinas sosial
setempat atau ke Puskesmas (Pemegang Program) setempat untuk di data dan
di tindak lanjuti dalam upaya proses pengobatan dan terapi. Pemegang program
kejiwaan di Puskesmas Kelurahan Ulujami ikut berperan aktif dalam
menangani pasien jiwa, seperti mencari kasus, melakukan home visit dan ikut
serta merujuk pasien ke rumah sakit rujukan jiwa dari Puskesmas Kelurahan
Ulujami.
3. Puskesmas setempat memberikan pelayanan primer kepada orang dengan
gangguan jiwa ini melalui pemeriksaan yang di lakukan di awal, setelah itu
apabila puskesmas tidak mampu, puskesmas merujuk pasien orang gangguan
jiwa ke fasilitas kesehatan lebih lanjut dengan memberikan edukasi kepada
keluarga pasien jika ada. Puskesmas Kelurahan Ulujami menyediakan obat
untuk terapi pasien jiwa, sehingga untuk kontrol pasien jiwa dapat kontrol di
puskesmas.

4
BAB II
LAPORAN KASUS PSIKIATRI KOMUNITAS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Usia : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gang Kemcil Ulujami Balakan, Kelurahan Lapak Cipulir
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMK
Status Pernikahan : Belum Menikah
Status Pekerjaan : Tidak Bekerja

B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu kandung pasien
pada hari Rabu, 29 Januari 2020 pukul 15.00 WIB.

1. Keluhan utama
Ny.N usia 29 tahun dengan keluhan bicara sendiri sejak 9 tahun yang lalu

2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien berbicara sendiri sejak 9 tahun yang lalu, menurut keterangan
keluarga pasien sering ketawa sendiri, berkata jorok dan kasar, suka marah-marah
karena ibunya tidak sayang kepadanya. Walupun sedang marah pasien tidak
pernah bersikap kasar kepada anggota keluarga ataupun mencoba melukai diri
sendiri, tetapi suka mengancam ingin memukul ibunya. Riwayat percobaan bunuh
diri disangkal.
Berdasarkan hasil autoanamnesis, pasien mengaku sering marah-marah
karena merasa kesal ibunya tidak sayang kepadanya. Pasien juga mengaku kalau

5
orang sayang kepadanya jika ada maunya, dulu pernah pacaran saat masih bekerja
tetapi sudah putus dan sekarang ingin menikah tetapi belum punya pacar.
Keluarga pasien juga mengeluh bahwa selama 1 mingggu terakhir pasien
selalu selalu menyendiri, sering melihat setan, gelisah, sulit tidur, bicara sendiri,
kadang tertawa sendiri dan mudah tersinggung. Keluarga pasien mengatakan jika
pasien sering mendengar bisikan-bisikan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien telah memiliki keluhan serupa sejak 20 tahun yang lalu.
b. Riwayat Gangguan Medik
Pasien pernah mengalami kecelakaan motor namun tidak sampai dirawat
dirumah sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit medik lainnya.
c. Riwayat Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien tidak merokok, tidak memiliki riwayat minum alkohol maupun
penggunaan narkoba.

4. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir dengan proses lahir normal, cukup bulan dan persalinan dibantu
oleh bidan. Selama masa kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat. Pasien
tumbuh dan berkembang dengan sehat.
2. Riwayat Perkembangan Kepribadian
a. Masa kanak awal (0 - 3 tahun)
Riwayat tumbuh kembang pasien saat masa kanak awal dalam keadaan
normal sesuai dengan tumbuh kembang anak seusianya. Pasien tinggal
bersama kedua orangtua serta 1 saudara kandungnya.
b. Masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien menyelesaikan tahap pendidikan SD dan SMP, SMK. Di sekolah,
pasien termasuk anak yang tidak menonjol dalam bidang pendidikan.

6
Selama di sekolah pasien tidak pernah terlibat masalah. Pasien memiliki
teman sebaya yang dekat.
c. Masa kanak akhir (pubertas dan remaja)
- Hubungan social : Pasien dulunya memiliki beberapa teman dekat.
Pasien merupakan anak yang aktif dan tidak memiliki kesulitan dalam
bersosialisasi. Pasien sering menghabiskan waktu senggang bermain
dengan teman sebayanya. Pasien tidak pernah memiliki masalah hukum
- Riwayat pendidikan : Pasien menempuh pendidikan formal sampai SMP
- Masalah emosional dan fisik : Pasien termasuk pribadi yang pendiam dan
cenderung tertutup. Pasien tidak pernah menceritakan masalahnya
kepada teman maupun keluarganya.
3. Riwayat Pendidikan
Pasien menjalani pendidikan hingga SMK. Selama duduk di bangku sekolah,
pasien tidak mengalami kesulitan dalam pelajaran dan tidak pernah tinggal
kelas.
4. Riwayat Pekerjaan
Pasien dulu pernah bekerja di konveksi selama 1 tahun
5. Kehidupan Beragama
Pasien beragama islam, pasien jarang mengikuti kegiatan keagamaan dan
beribadah.
6. Kehidupan Perkawinan/psikoseksual
Pasien belum pernah menikah.
7. Riwayat Social
Hubungan pasien dengan orang sekitar rumah kurang baik. Pasien suka marah-
marah dengan anak – anak disekitar lingkungan rumahnya.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien merupakan anak ke 1 dari 2 bersaudara. Hubungan dengan orang tua
dan saudara lainnya saat ini kurang baik. Di keluarga pasien tidak ada yang
mengalami keluhan yang sama atau pernah di diagnosis ada gangguan atau
kelainan psikiatri.

7
Genogram Keluarga Pasien

Keterangan:

Laki-laki Meninggal

Perempuan

6. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien merasa sedih karena tidak disayangi oleh keluarganya,tetap
berusaha menalani kehidupannya sehari-hari di Kelurahan Ulujami. Pasien tidak
mau meminum obat karena merasa dirinya baik-baik saja.

C. STATUS MENTAL
a. Deskripsi umum
1. Penampilan
Pasien seorang wanita tampak sesuai dengan usianya, menggunakan kaos
lengan pendek dan celana pendek. Perawatan diri tampak cukup baik
2. Kesadaran
Compos mentis, pasien tampak sadar penuh saat dilakukan wawancara
3. Perilaku dan aktivitas motorik
a. Sebelum wawancara
Pasien sedang berada di luar rumah
b. Selama wawancara
Pasien duduk dengan tenang didepan pemeriksa dan menatap pemeriksa saat
dilakukan wawancara. Pasien menyambut jabatan tangan pemeriksa. Tidak

8
terdapat perlambatan gerakan, kejang, maupun kekakuan gerakan. Semua
pertanyaan dapat dijawab dengan baik dan terbuka oleh pasien.
c. Sesudah wawancara
Pasien menjabat tangan pemeriksa saat diminta bersalaman untuk
mengakhiri wawancara dan mengucapkan terima kasih.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien bersikap kooperatif dan terbuka
5. Pembicaraan
a. Cara berbicara: lancar dan bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukan
dengan cukup baik. Bicara pasien jelas, artikulasi baik, intonasi baik,
volume cukup
b. Gangguan berbicara: tidak terdapat hendaya atau gangguan berbicara
b. Alam Perasaan
1. Mood: Distim
2. Afek: Dangkal
3. Keserasian: Serasi
c. Gangguan persepsi
1. Halusinasi: Visual
2. Ilusi: tidak ada
3. Depersonalisasi: tidak ada
4. Derealisasi: tidak ada
d. Proses pikir
1. Arus pikir
a. Produktivitas : ide cukup
b. Kontinuitas : koheren
2. Isi Pikir
a. Preokupasi : tidak ada
b. Waham : tidak ada
c. Obsesi : tidak ada
d. Fobia : tidak ada

9
e. Fungsi Intelektual
1 Taraf Pendidikan SMK
2 Pengetahuan Umum Baik (pasien mengetahui nama Presiden saat ini)
Baik (pasien tahu cara membaca waktu pada jam
3 Kecerdasan
manual)
Konsentrasi cukup (saat diminta membaca contoh
bacaan di buku)
Konsentrasi dan
4 Perhatian cukup (pasien sesekali teralih
Perhatian
perhatiannya terhadap kegiatan atau orang yang
lewat didepannya)
Orientasi
Baik (pasien dapat membedakan pagi, siang dan
Waktu
malam hari)
Baik (pasien mengetahui dirinya sekarang berada
5 Tempat
di rumah pasien)
Baik (pasien mengetahui sedang diwawancara
Orang oleh dokter muda dan mengenal beberapa orang
lain yang berada disekitarnya)
Daya Ingat
Tidak baik (pasien tidak dapat mengingat tempat
Jangka Panjang
sekolah pasien)
Baik (pasien mengingat menu makan pagi dan
Jangka Pendek
kegiatan yang dilakukannya tadi pagi)
6
Baik (Awalnya tidak ingat nama dokter muda
yang mewawancarai, namun saat
Segera memperkenalkan diri kembali dan sedikit
mengalihkan pembicaraan lalu ditanyakan lagi,
pasien dapat mengingat nama dokter muda)
Baik (pasien dapat menyebutkan perbedaan dan
7 Pikiran Abstrak
persamaan antara sapi dan ayam)

8 Visuospasial Tidak dilakukan

Kemampuan Baik (pasien bisa makan, mandi, dan berpakaian


9
Menolong Diri sendiri)

10
f. Pengendalian Impuls
Baik (saat diwawancara pasien tampak tenang, sopan dan bersikap kooperatif)
g. Daya nilai
1. Daya nilai sosial
Kurang baik (pasien pernah bermasalah dengan tetangganya dan mengetahui
bahwa mencuri adalah hal yang tidak baik)
2. Uji daya nilai
Baik (ia mengatakan bila ia menemukan uang dijalan, ia akan mengembalikan
ke pemiliknya atau lapor pak RT)
3. Daya nilai realita
Tidak terganggu
h. Tilikan
Tilikan derajat 1 : pasien merasa baik-baik saja dan menyangkal bahwa dirinya
sakit.
i. Reliabilitas
Dapat dipercaya

D. PEMERIKSAAN FISIS DAN NEUROLOGIS


1. Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis (GCS:15)
Kesan Gizi : Baik
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/mnt
Pernafasan : 20 x/mnt
Suhu : 36,6oC

11
2. Status Generalisata dan Pemeriksaan Neurologis
Status generalis
Normocephaly, rambut berwarna hitam dan putih, distribusi
Kepala
rambut merata
Wajah simetris, warna kulit sawo matang, tidak ada kelainan
Wajah
kulit bermakna, tidak terdapat kelainan bentuk
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-
), pupil bulat, isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung
Mata
+/+, ptosis (-), enfotalmus dan eksoftalmus (-), strabismus (-),
nystagmus (-),diplopia (-)
Bentuk hidung normal, deformitas (-), sumbatan (-), nafas cuping
Hidung
hidung (-), sekret (-), darah yang keluar dari hidung (-)
Daun telinga normotia, deformitas (-), simetris, benjolan (-),
bengkak (-), dan hiperemis (-), nyeri tekan pada telinga (-), sekret
Telinga
(-), darah yang keluar dari telinga (-). Tidak ada gangguan
pendengaran.
Tidak terdapat gigi yang tanggal, tidak sianosis, gusi normal,
Mulut lidah normoglosi, tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis, bentuk
bibir dalam batas normal, karies pada gigi (+)
Tidak terdapat jejas, memar (-), KGB dan tiroid tidak membesar
Leher dalam batas normal, , JVP tidak mengalami peningkatan ( 5+2
cm)
Inspeksi
Bentuk dinding dada:
 Efloresensi bermakna (-)
 Simetris kanan/kiri saat inspirasi maupun ekspirasi
Thoraks
 Retraksi sela iga (-)
 Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
 Nyeri tekan (-)

12
 Gerak dinding dada simetris
 Paru: vocal fremitus kanan/kiri sama kuat
 Jantung : ictus cordis teraba pada ICS IV 2 cm medial
garis midclavikularis sinistra
Perkusi
 Sonor pada kedua lapang paru
 Batas paru-jantung kanan: ICS II- ICS III linea para
sternalis dextra
 Batas paru-jantung kiri: ICS IV linea midclavikularis
sinistra
 Batas paru atas –jantung: ICS II linea parasternalis
sinisitra
Auskultasi
 Paru : suara napas vesikuler +/+,ronki -/-, wheezing -/-
 Jantung : S1=S2, irama regular , murmur (-), gallop (-)
Inspeksi
 Jejas (-)
 Abdomen simetris, datar
 Smiling umbilicus (-)
Auskultasi
 Bising usus terdengar, 3x/menit
 Venous Hum (-), Atrial Bruit (-)
Abdomen Perkusi
 Timpani pada keempat kuadran abdomen
 Shifting dullness (-)
Palpasi
 Supel
 Massa (-)
 Nyeri tekan (-)
 Lien dan hepar tidak teraba

13
Inspeksi
 Tidak terdapat deformitas pada ekstremitas atas maupun
bawah
 Tidak terdapat luka lecet pada ekstremitas atas dan bawah
Ekstremitas
Palpasi
 Akral teraba hangat
 Oedem (-) pada kedua ekstremitas
 CTR <2s

● GCS : E4M6V5
● Rangsang meningeal : Tidak dilakukan
Status
● Tanda-tanda ekstrapiramidal : Tidak ada
Neurologis
● Motorik : Baik
● Sensorik : Baik

E. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Ciri kepribadian skizoid
Aksis III : Tidak ada gangguan pada aksis ini
Aksis IV : Masalah putus cinta dan tidak di sayangi keluarga
Aksis V : GAF 60 - 70

F. PENATALAKSANAAN
Setelah dilakukan penegakan diagnosis, maka selanjutnya ditentukan
langkah penatalaksanaan yang komprehensif dan terintegrasi pada pasien ini.
Dalam hal ini, langkah yang dilakukan mencakup berbagai faktor yaitu dalam
aspek biologis, psikologis, dan sosial.
1. Biologis
Pemberian medikamentosa : Dalam aspek biologis, pasien diberikan
penatalakasanaan berupa lanjutan pemberian medikamentosa yaitu dalam kasus
ini digunakan berupa obat anti psikotik Risperidone 2mg/12 jam PO,

14
Triheksifenidil 2mg/12 jam PO (bila ada gejala ekstrapiramidal) Obat ini
diberikan untuk mengurangi gejala psikotik yang masih muncul pada pasien.
2. Psikologis
Dalam aspek psikologis, yang perlu dilakukan adalah menyarankan
keluarga kandung sekitar untuk memberikan dukungan psikologis pada pasien
secara personal. Karena dalam hal ini yang sangat dibutuhkan pasien adalah
kepedulian keluarga agar dapat meningkatkan rasa percaya diri pasien dan
menghilangkan pikiran negatif pasien.
Keluarga juga diharapkan dapat menjadi tempat pertama pasien dalam
menceritakan keluh kesah maupun kebahagiaan yang dirasakan pasien. Sementara
itu keluarga pun harus dapat menjadi pendengar yang baik serta memberikan
dukungan yang membangun pada pasien serta memberikan solusi terbaik jika
pasien memiliki masalah yang sedang dihadapi. Keluarga juga sebaiknya selalu
memastikan dan mengingatkan bahwa pasien harus rutin minum obat dengan cara
memantau kepatuhan minum obat. Pasien juga sebaiknya lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan secara rutin agar dapat merasa lebih tenang terutama ketika keluhan
muncul kembali.
Selain itu, teman dekat pasien semisal tetangga pasien juga diharapkan
dapat berperan dalam memberikan dukungan positif dan kepedulian juga dalam
keseharian pasien sehari-hari. Teman dekat pasien tersebut diharapkan menjadi
teman dan pendengar yang baik agar pasien tidak merasa kesepian dan memiliki
orang-orang terdekat yang selalu ada untuk dirinya apabila keluarga pasien sendiri
mungkin kurang mampu.
3. Sosial
Dalam aspek sosial yang dibutuhkan pasien adalah hubungan baik yang
dibangun dari kehidupan sosial masyarakat sekitar pasien dengan pasien. Selain
itu, pasien juga dapat bersosialisasi dengan tetangga sekitar pasien.
a. Bekerja
Pasien dimotivasi untuk selalu melakukan aktivitasnya yaitu mau bekerja agar
selalu aktif.

15
b. Komunitas keagamaan
Untuk organisasi keagamaan juga diharapkan pasien dapat
mengikutinya seperti dengan mengikuti pengajian yang sering dilaksanakan di
mushola dekat rumah pasien. Dengan mengikuti pengajian ini, diharapkan
selain dapat bersosialisasi dengan teman-teman sekitar, ia juga dapat lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan dan mendapatkan siraman rohani dari seorang
ustadz.
Dengan mengikuti berbagai komunitas atau perkumpulan masyarakat
yang ada tersebut diharapkan pasien dapat lebih memiliki energi dan pikiran
positif terhadap lingkungan sekitarnya dan memiliki optimisme dalam
melakukan aktivitas seperti sediakala karena mendapat banyak dukungan dari
teman-temannya agar gejala – gejala psikiatri yang dialami dapat dikontrol dan
kualitas hidup pasien lebih baik
Ketiga aspek di atas sangat berkaitan sehingga harus saling
terintegrasi satu sama lain agar tujuan utama yang diinginkan yaitu mengobati
dan mengontrol gejala yang dialami pasien tersebut secara komprehensif dapat
tercapai.
Komponen kegiatan pelayanan kesehatan jiwa komunitas yang dapat dibangun
terhadap pasien jiwa seperti pada kasus ini yaitu:
 Crisis assesssment & treatment
Pasien diberikan pelayanan berupa pemeriksaan kesehatan jiwa
komunitas secara komprehensif oleh tenaga medis pelayanan primer kepada
pasien dan keluarga agar dapat mendiagnosis pasien tidak hanya dalam
aspek medis namun juga dalam aspek psikiatri komunitas. Setelah
menetapkan diagnosis tersebut, pasien langsung diberikan penatalaksanaan
secara komprehensif berdasarkan diagnosis yang ada.
 Consultation & continuing care
Fasilitas layanan ini dapat diberikan di rumah sakit, atau di komunitas,
baik oleh terapis maupun perawat. Pasien diberikan layanan untuk program
rehabilitasi, kebutuhan khusus, dukungan klinis, nasihat, atau transportasi
khusus oleh dokter dan tenaga kesehatan pelayanan primer. Tidak semua

16
kasus perlu menjalani perawatan dalam waktu lama. Dokter bertugas untuk
memutuskan perlu tidaknya perawatan tersebut melalui kerjasama dengan
tenaga kesehatan lain atau petugas perawatan. Layanan kesehatan ini
diharapkan dapat melibatkan berbagai layanan sosial dan organisasi lain
untuk menghindari adanya kesenjangan dalam memberikan pelayanan.
 Case management
Dalam sektor kesehatan mental masyarakat, case management.
Mempromosikan akses atau melanjutkan perawatan yang berbasis
komunitas bagi para penderita gangguan mental. Model case
managementterdiri dari sedikitnya 5 fungsi utama (penilaian, perencanaan,
advokasi, membentuk jaringan, dan monitoring).Seorang case manager
(pengelola kasus) memiliki peran dan tugas:
1. Menjamin kasus mendapat pelayanan yang benar dan memadai
2. Membantu kasus mengakses berbagai pelayanan secara terintegrasi
3. Melakukan penilaian kebutuhan dan masalah kasus
4. Merencanakan pengelolaan kasus sesuai masalah dan kebutuhannya
5. Mengkoordinasikan berbagai bentuk layanan yang dibutuhkan kasus
danmemantau pelaksanaannya
 Day and evening care
Fasilitas terdiri dari perawatan medis dengan penambahan beberapa
aktivitas yangbersifat rekreasional, vokasional, keterampilan hidup, dan
sosial untuk merekayang memerlukan dukungan intensif dalam jangka
waktu yang singkat. Dapatberfungsi sebagai alternatif atau mekanisme
follow-up untuk pasien rawat jalan.
 Home care
Merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah untuk
pasien setelah dirawat di rumah sakit atau untuk masyarakat umum. Berupa
layananpemeriksaan, pengobatan maupun keperawatan terutama bagi pasien
yang sulituntuk datang ke rumah sakit, atau pasien yang memerlukan latihan
keterampilan hidup di rumah. Manfaat layanan berhubungan dengan semakin

17
tingginya partisipasi keluarga, hemat waktu dan biaya untuk datang dan
menjalani perawatan di rumah sakit.
 Residential care
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit, pasien gangguan jiwa
beratseringkali memerlukan supportive housing. Meraka kadang-kadang
dapat tinggalkembali bersama keluarga, tetapi tidak jarang mereka
memerlukan sebuah rumah permanen tersendiri. Kebutuhan ini semakin
meningkat dengan adanya penolakan dari keluarga atau lingkungan sekitar.
Berlanjut dari perawatan di rumah sakit,pasien ditempatkan dalam sebuah
program housing dimulai dari program dengan pengawasan, tersupervisi,
menggunakan setting rawat inap hingga bergerak majuke program yang
lebih sesuai dengan seting rumah, lebih longgar dalam pengawasan. Bentuk
residential care disesuaikan dengan level kebutuhan supervisi,lama tinggal,
jumlah penghuni, dan jenis layanan lain yang diperlukan (rehabilitasi
vokasional atau aktivitas rekreasi).

Program kegiatan
1. Peningkatan derajat kesehatan jiwa masyarakat
Dilakukan sosialisasi dan penyuluhan dan pada masyarakat sekitar
tentang pentingnya kesehatan mental, di antaranya; komunikasi efektif,
kegiatan sehat jiwa, budaya sehat jiwa yang disosialisasikan pada masyarakat
di berbagai kegiatan seperti posyandu, posbindu, dll.

2. Perlindungan spesifik
a. Konseling/psikoterapi
Dilakukan pemberian konseling pada masayarakat berisiko yang
dilakukan secara personal agar dapat menceritakan masalah yang
dihadapinya dan mencari solusi masalah tersebut agar orang tersebut tidak
sampai mengalami gangguan jiwa. Langkah yang dapat dilakukan adalah
manajemen konflik, manajemen stress, dam keluarga sehat jiwa

18
3. Deteksi dini dan pengobatan awal
a. Pembentukan kader kesehatan jiwa masyarakat (keswamas) untuk
melakukan deteksi dini pada pasien yang berisiko
b. Melakukan survey gangguan mental masyarakat yang sudah dilaksanakan
oleh berbagai puskesmas di DKI berupa program e-jiwa
4. Mengurangi disabilitas
a. Tidak melakukan pasung pada pasien ODGJ
b. Keluarga asuh yang selalu siap menjadi care giver pasien
c. Pendampingan rawat inap atau rawat jalan yang dilakukan oleh keluarga
pasien
5. Rehabilitasi
a. Rehabilitasi fisik: operasi atau perbaikan fungsi jika terdapat masalah fisik
yang mempengaruhi kualitas hidup pasien
b. Rehabilitasi mental: mengubah stigma individu, keluarga, dan masyarakat
c. Rehabilitasi sosial: mengikuti berbagai komunitas masyarakat di lingkungan
rumah maupun kampus agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat luas

19
Bina raport

Wawancara &
status mental

Pemeriksaan
fisik

Menyingkirkan F1-
F9

Menentukan aksis
I-V

Keagamaan

Diagnosis Sosial Mengikuti komunitas


Medikamentosa Biologis
Pasien
masyarakat

Psikologi

Dukungan moral

Keluarga Teman

20
Kasus Jiwa
(+)

Poli Umum Puskesmas


Kelurahan Ulujami
Rujuk ke Spesialis
Kedokteran Jiwa
untuk pengobatan
lebih lanjut Pendataan warga
dengan gangguan
kejiwaan 1. Edukasi ke keluarga
Pengobatan dan pasien mengenai
Rehabilitasi gangguan jiwa
Lakukan Kunjungan 2. Edukasi ke keluarga
Rutin ke Rumah pentingnya berobat
Jika kondisi telah pasien secara teratur dan
stabil mendukung secara
psikologis
Koordinasi dengan
RT & RW setempat, 3. Edukasi ke keluarga
Rujuk Balik Dinas Sosial, dan untuk cepat membawa
Kelurahan pasien ke fasilitas
kesehatan apabila
terdapat
kegawatdaruratan
Memastikan
keamanan warga dan
untuk pendataan
21
DOKUMENTASI

22
23

Anda mungkin juga menyukai