BAB I
PENDAHULUAN
Delirium adalah suatu keadaan mental yang abnormal yang dicirikan oleh
adanya disorientasi, ketakutan iritabilitas, salah persepsi terhadap stimulasi
sensorik dan sering kali disertai dengan halusinasi visual. Tingkah laku yang
demikian biasanya menempatkan penderita disuatu alam yang tak berhubungan
dengan lingkunganya, bahkan kadang pasien sulit mengenali dirinya sendiri.
Biasanya delirium menimbulkan delusi seperti alam mimpi yang kompleks,
sistematis serta berlanjut sehingga taka da kontak sama sekali dengan
lingkunganya serta secara psikologis tidak mungkin dicapai oleh pemeriksaanya.
Penderita umumnya menjadi talkatif, bicaranya keras, offensif, curiga,
agitatif. Keadaan ini timbulnya cepat dan jarang berlangsung lebihh dari 4-7 hari
namun salah persepsi dan halusinasinya dapat berlangsung sampai berminggu-
minggu terutama pada penderita alkoholik atau penderita yang berkaitan dengan
penyakit vaskuler kolagen. Keadaan delirium biasanya tampil pada gangguan
toksik dan metabolic susunan saraf seperti keracunan atropine yang akut,
sindroma putus obat, gagal hati akut, ensefalitis, penyakit vaskuler kolagen.
Dalam delirium seseorang individu mengalami kesulitan dalam
menggerakkan, memusatkan, mengalihkan dan mempertahankan perhatian.
Beberapa simtom yang penting untuk didiagnosis sebagai delirium yaitu
gangguan perseptual, pembicaraan tidak koheran, insomnia atau mengantuk pada
siang hari, aktivitas psikomotor meningkat atau menurun, dan disorientasi dan
gangguan ingatan ( Sarason & Sarason, 1993)
Delirium merupakan penyakit yang umum dan ditemukan pada lebih dari
10% pasien berusia 65 tahun yang dirujuk ke rumah sakit. Delirium dapat terjadi
sebagai akibat kondisi otak yang akut atau kronis. Ada empat penyebab delirium
yaitu penyakit otak, penyakit atau infeksi dari bagian tubuh lain yang
mempengaruhi otak, intoksikasi, putus dari zat yang menjadi ketergantungan
individu. Kejadian delirium sangat tinggi pada orang-orang yang sudah tua dan
tidak diketahui apa sebabnya mereka mengalami delirium yang sangat tinggi
2
selain hanya di ketahui bahwa frekuensi penyakit otak organic dan penyakit
sistemik meningkat pada usia tua.
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya
terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan
mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Tremor,
nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang
umum. Biasanya, delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau
hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika
faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari ciri
karakteristikk tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium
merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai
banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan
dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar penyebab
delirium terletak di luar sistem saraf pusat- contoh, gagal ginjal atau hati.
Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan
kurang didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan
berbagai nama lain- sebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut,
ensefalopati metabolis, psikosis toksis, dan gagal otak akut.
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk
mengidentifiaksi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk
mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.
Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang
berkabut atau gangguan koordinasi atau penggunaan pengekangan yang tidak di
perlukan. Kekacauan rutin bangsal adalah merupakan masalah yang terutama
mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan
bangsal medis dan bedah umum.
3
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Ny. VH
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 25 tahun
d. Status perkawinan : Belum menikah
e. Agama : Islam
f. Tingkat pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Karyawati Perusahaan Leasing
h. Warga negara : Indonesia
i. Alamat: Jln. Cemara No. 06 Lahat
II. ANAMNESIS
A. ALLOANAMNESIS
Diperoleh dari : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 47 tahun
Alamat : Jln. Cemara No. 06 Lahat
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : Ibu Os
a. Sebab utama
Os mengalami perubahan perilaku menjadi suka meracau sendiri.
b. Keluhan utama
Tidak ada (pasien diam)
c. Riwayat perjalanan penyakit
4 hari SMRS, os mengeluh nyeri kepala hebat. Kepala dirasakan
berdenyut dan dirasakan di seluruh bagian kepala. Durasi dan frekuensi
tidak tentu waktu. Pasien juga merasakan adanya pandangan kabur.
2 hari SMRS os mengalami kejang. Kejang berupa kelojotan seluruh
tubuh dengan mata mendelik ke atas. Durasi kejang 5menit. Sebelum
kejang, os sadar, setelah kejang os mengantuk dan lemas. Selama kejang
os tidak sadar. Kemudian os dibawa ke RSUD Lahat. Bicara pelo tidak
ada, komunikasi os masih baik secara lisan, tulisan maupun isyarat.
1 hari SMRS atau 1 hari setelah dirawat di RSUD Lahat, os
kembali mengalami kejang. Os lalu dirujuk ke RSMH.
4
e. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik
- Remaja : sosialisasi baik
- Dewasa : sosialisasi baik
f. Riwayat perkembangan organobiologi
- Riwayat kejang (-) - Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat demam tinggi - Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat alergi obat (-)
yang lama (-)
- Riwayat sakit ginjal (-)
-
g. Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
- Riwayat mengonsumsi alkohol tidak ada
- Riwayat mengonsumsi NAPZA tidak ada
-
h. Riwayat pendidikan
- Os tamat SMA
-
i. Riwayat pekerjaan
5
-KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Perhatian : Atensi inadekuat
c. Sikap : Kurang kooperatif
d. Inisiatif : Kurang
e. Tingkah laku motorik : Hiperaktif
f. Ekspresi fasial : Wajar
g. Cara bicara : Meracau
h. Kontak psikis : Inadekuat
- Kontak fisik : Ada, adekuat
- Kontak mata : Inadekuat
- Kontak verbal : Inadekuat
-
-
-
-
- KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)
a. Keadaan afektif
- Afek : Tumpul
- Mood : Irritable
-
b. Hidup emosi
- Stabilitas : - Echt-unecht : echt
labil - Skala
- Dalam- diferensiasi : normal
dangkal : normal - Einfuhlung : bisa dirasakan
- Pengendal - Arus emosi :
ian : tidak terkendali labil
- Adekuat-
Inadekuat : adekuat
-
c. Keadaan dan fungsi intelektual
- Daya ingat : jelek
- Daya konsentrasi : jelek
- Orientasi orang/waktu/tempat : jelek
- Luas pengetahuan umum : sulit dinilai
- Discriminative judgement : jelek
- Discriminative insight : jelek
- Dugaan taraf intelegensi : sulit dinilai
10
- Inkoherensi : ada
- Sirkumstansial : tidak ada
- Tangensial : tidak ada
- Terhalang (blocking) : tidak ada
- Terhambat (inhibition): tidak ada
- Perseverasi : tidak ada
- Verbigerasi : tidak ada
-
- Isi Pikiran
- Waham : tidak ada
VIII. FOLLOW UP
- Tanggal - 06-01-2017
- S: - Bicara meracau
- O: keadaan umum -
- Sensorium - -delirium
- TD (mmHg)
- -130/80 mmHg
- Nadi (x/mnt)
- Pernapasan (x/mnt) - -88x/mnt
- Suhu - -20x/mnt
- -37,3C
-
-
-
- A: - ME Baterialis + GMO
- P: - Nonfarmakologis:
O2 3-5 L/m nasa; kanul
- Farmakologis:
IVFD NaCl 0,9% gtt xx/m
Inj. Ceftriaxone 2x2gr IV
Inj Omeprazole 1x40mg IV
PCT 3x500mg tab
Inj. Tramadol 2x100mg IV
Merlopam 1x2mg
Haloperidol 2x0,5mg tab
Eselgin 1x2mg
-
-
-
-
-
- Tanggal - 07-01-2017
- S: - Bicara meracau
- O: keadaan umum -
- Sensorium - -delirium
- Suhu - -37,2C
- A: - ME Baterialis + GMO
- P: - Nonfarmakologis:
- Farmakologis:
Merlopam 1x2mg
Eselgin 1x2mg
-
- Tanggal - 08-01-2017
- S: - Bicara meracau
- O: keadaan umum -
- Sensorium - -delirium
- Suhu - -37,4C
- A: - ME Bakterialis + GMO
- P: - Nonfarmakologis:
- Farmakologis:
Merlopam 1x2mg
Eselgin 1x2mg
-
- Tanggal - 09-01-2017
- O: keadaan umum -
- Suhu - -37,4C
- -
- A: - ME Bakterialis + GMO
- P: - Nonfarmakologis:
- Farmakologis:
Merlopam 1x2mg
- Tanggal - 10-01-2017
- S: - Lemas, Demam
- O: keadaan umum -
- Suhu - -38C
- -
- A: - ME Bakterialis + GMO
- P: - Nonfarmakologis:
- Farmakologis:
Merlopam 1x2mg
Eselgin 1x2mg
Dexamethasone 4x5mg
- Tanggal - 11-01-2017
- S: - Lemas, Demam
- O: keadaan umum -
- Suhu - -38C
- -
- A: - ME Bakterialis + GMO
- P: - Nonfarmakologis:
- Farmakologis:
Merlopam 1x2mg
Eselgin 1x2mg
Dexamethasone 4x5mg
-
- Tanggal - 12-01-2017
- S: - Lemas, Demam
- O: keadaan umum -
- A: - ME TB + GMO
- P: - Nonfarmakologis:
- Farmakologis:
Merlopam 1x2mg
Eselgin 1x2mg
Dexamethasone 4x5mg
-
-
- BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
- 3.1. Delirium
3.1.1. Definisi
- Delirium adalah gangguan kognitif dan kesadaran dengan onset
akut. Kata delirium berasal dari bahasa Latin de lira yang berarti keluar dari
parit atau keluar dari jalurnya. Dalam karyanya (2), Engel dan Romano
menyebut delirium sebagai suatu sindrom insufisiensi serebral. Keduanya
menganggap delirium bsebagai sindrom terkait dengan insufisiensi organ lain :
Ginjal, jantung, hepar dan paru-paru. Sebagai perbandingan, Lipowsky dalam
Delirium : Acute Brain Failure In Man, mengemukakan bahwa berkurangnya
kewaspadaan terhadap lingkungan dapat diasosiasikan dengan gangguan memori,
disorientasi, gangguan bahasa dan gangguan kognitif tipe lainnya. Beragam pasien
mempunyai pengalaman disorientasi yang berbeda seperti salah identifikasi, ilusi,
halusinasi, dan waham. Dengan onset yang mendadak dan durasi yang pendek,
delirium terjadi dari jam sampai hari dan berfluktiatif. Kebiasaan pasien
menunjukkan variasi dengan adanya agitasi yang menonjol pada beberapa
individu, dan hipoaktif pada pasien lainnya, dan pada individu yang sama pun
akan menunjukkan variasi berbeda dari waktu ke waktu. Delirium harus
dibedakan dari demensia, kondisi kronis kemerosotan fungsi kognitif yang
merupakan faktor risiko terjadinya delirium.
- Diagnostic Statisitical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)
mendefinisikan delirium sebagai gangguan kesadaran dan perubahan kognitif
yang terjadi secara cepat dalam waktu yang singkat (APA, 1994). Gejala awal
delirium biasanya muncul tiba-tiba dan durasinya singkat (misal 1 minggu, jarang
lebih dari 1 bulan). Gangguan ini hilang sama sekali jika pasien pulih dari
determinan penyebab. Bila kondisi yang menyebabkan delirium menetap,
delirium berubah perlahan menjadi sindrom demensia atau berkembang menjadi
koma. Kemudian individu penderita mengalami pemulihan, menjadi vegetatif
kronis, atau meninggal.
- Adapun klasifikasi delirium berdasarkan DSM-IV diantaranya:
1. Delirum akibat masalah medis umum
- Masalah medis tertentu, seperti infeksi sistemik, gangguan
metabolic, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, penyakit hati atau
ginjal, ensefalopati, dan trauma kepala dapat menyebabkan gejala
delirium.
2. Delirium akibat zat
- Gejala delirium dapat disebabkan pajanan terhadap toksin atau
ingesti obat, seperti anti konvulsan, neuroleptik, ansiolitik, anti depresan,
obat kardiovaskular, anti neoplastik, dan hormone.
3. Delirium akibat intoksikasi zat
- Gejala delirium dapat terjadi sebagai respons terhadap konsumsi
kanabis, kokain, halusinogen, alkohol, ansiolitik atau narkotik dalam dosis
tinggi.
4. Delirium akibat putus zat
- Pengurangan atau penghentian penggunaan zat jangka panjang dan
dosis tinggi zat tertentu, seperti alkohol, sedatif, hipnotik, atau ansiolitik,
dapat menyebabkan delirium akibat putus zat.
5. Delirium akibat etiologi multipel
- Gejala delirium dapat berhubungan dengan lebih dari satu masalah medis
umum atau pengaruh kombinasi masalah medis umum dan penggunaan
zat.
- Selain klasifikasi di atas, delirium juga dapat dibagi
menjadi sub tipe hiperaktif dan hipoaktif, tergantung dari aktivitas
psikomotornya. Keduanya dapat terjadi bersamaan pada satu individu.
a. Delirium hiperaktif
- Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi.
Pada pasien terjadi agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi
medis, dan tindakan disruptif lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena
pasien mungkin mencabut selang infus atau kateter, atau mencoba pergi
dari tempat tidur. Pasien delirium karena intoksikasi, obat antikolinergik,
dan alcohol withdrawal biasanya menunjukkan perilaku tersebut. Delirium
hiperaktif juga didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi
antara lain; alkohol, amfetamin, lysergi acid diethylamide atau LSD.
b. Delirium hipoaktif
- Adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit dikenali oleh
para klinisi. Pasien tampak bingung, letargi, dan malas. Hal itu mungkin sulit
dibedakan dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan
dengan mudah dibangunkan dan dalam berada dalam tingkat kesadaran yang
normal. Rangsang yang kuat diperlukan untuk membangunkan , biasanya
bangun tidak komplit dan transien. Penyakit yang mendasari adalah metabolit
dan ensefalopati.
-
3.1.2. Epidemiologi
- Delirium adalah sindrom neuropsikiatrik yang sering dialami oleh
pasien rawat inap paliatif. Usia lanjut adalah factor risiko untuk perkembangan
delirium. Kira-kira 30 sampai 40 persen pasien rawat di rumah sakit yang berusia
lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor predisposisi
lainnya pada perkembangan delirium diantaranya terdapat riwayat trauma otak
sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes, kanker,
gangguan sensoris dan malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda prognostik
yang buruk.
-
3.1.3. Etiologi
- Faktor predisposisi delirium diantaranya sebagai berikut:
1. Demensia
2. Polifarmaka
3. Umur lanjut
4. Lesi pada otak seperti stroke dan penyakit Parkinson
5. Gangguan penglihatan dan pendengaran
6. Ketidakmampuan fungsional
7. Hidup dalam institusi
8. Ketergantungan alkohol
9. Isolasi sosial
10. Kondisi ko-morbid multipel
11. Depresi
12. Riwayat delirium post-operatif sebelumnya
- Adapun faktor presipitasi delirium adalah:
A. Medikasi
B. Penyakit:
1. Infeksi
2. Metabolik
3. Kelainan SSP
4. Perubahan lingkungan
5. Penurunan rangsang sensoris
6. Lainnya: bedah, syok, demam, hipotermia, anemia
- Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Penyebabnya
bisa berasal dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut
(reaksi putus obat) dan zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak diluar
sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Secara lengkap dan lebih
terperinci penyebab delirium dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
-
- Tabel 3.1 Penyebab Delirium
-
3.1.4. Patofisiologi
- Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara
seutuhnya. Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural
dan fisiologik. Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan
hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan putus alkohol. Hipotesis utama
yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari
multipel neurotransmiter.
a. Obat dan Delirium
- Lansia lebih sensitif terhadap efek obat atau dosis rendah dan secara
khusus beresiko delirium pada saat lebih besardari obat yang digunakan.
Obat-obatan yang melewati sawar darah otak menyebabkan delirium.
Delirium karena toksisitas obat juga disebabkan oleh obat-obatan dengan
'indeks terapi sempit', meskipun beberapa obat seperti digoksin dilaporkan
menyebabkan delirium pada keadaan normal. Pasien dengan intoksikasi
alkohol dapat menyebabkan delirium selama perawatan meskipun
withdrawal alkohol dapat menyebabkan delirium 1-3 hari setelah dirawat,
seperti withdrawal ( reaksi putus obat) hipnotik dan sedatif.
- Obat paling sering menyebabkan delirium adalah sedatif dan
hipnotik, antikolinergik dan narkotik. Penggunaan preparat ini sebaiknya
berhati-hati pada lansia, khususnya pada gangguan kognitif sebelumnya.
Jika obat ini harus dipakai sebaiknya dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan. Obat hipoglikemi, khususnya kerja sedang dapat menyebabkan
hipoglikemi yang juga bermanifestasi konfusio.
(1) Asetilkolin
- Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah
satu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya
delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik
diketahui sebagai penyebab keadaan bingung. pada pasien dengan
transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien
post operatif, delirium serum antikolinergik juga meningkat.
(2) Dopamin
- Pada otak, hubungan muncul antara aktivitas kolinergik
dan dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari
dopaminergik. Pengobatan simptomatis muncul pada pemberian obat
antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamin.
b. Neurotransmitter lainnya
- Serotonin terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan
encephalopati hepatikum. GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien
dengan hepatic encephalopati, peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan.
Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic encephalopati, yang
menyebabkan peningkatan pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam
amino inimerupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan
saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus
benzodiazepine dan alkohol.
c. Mekanisme peradangan/inflamasi
- Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1
dan interleukin-6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya
infeksi yang luas dan paparan toksik, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1
dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan
delirium, terdapat hubungan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan
interleukin 6.
d. Mekanisme reaksi stress
- Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya
delirium.
e. Mekanisme struktural
- Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung
hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih penting
daripada anatomi yang lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan
peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan
dari formation retikularis mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur
yang terlibat pada delirium.
- Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan
delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neurotoksik dan sel-sel
peradangan (sitokin) untuk menembus otak.
-
-
3.1.5. Diagnosis
- Perbandingan kriteria diagnosis delirium DSM-5 dan DSM-IV
adalah sebagai berikut:
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Kriteria Diagnostik untuk Delirium Putus Zat
a. Gangguan kesadaran (yaitu penurunan kejernihan kesadaran tehadap lingkungan) dengan
penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan
perhatian.
b. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa) atau
perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah
ada sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang timbul.
c. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung berfluktuasi
selama perjalanan hari.
d. Terdapt bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gejala dalam kriteria a dan b berkembang selama, atau segera setelah suatu
sindrom putus.
-
- Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan
- Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi
kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini.
a. Suatu gambaran klinis delirium yang dicuriagai karena kondisi karena kondisi media
umum atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti untuk menegakkan
suatu penyebab spesifik
b. Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini missal pemutusan
sensorik
1) Tingkat kesadaran
2) Kemampuan berbahasa
3) Memori
4) Apraksia
1) Uji darah
Serologi sifilis
2) Uji urin
3) Elektroensefalogram (EEG)
4) X-ray dada
5) CT scan kepala
9) Uji genetik
3.1.9. Prognosis
- Satyanegara, et. al. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi V. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
- Soejono CH. Sindrom delirium. Buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas
kedokteran Indonesia. Jilid 3 edisi 5. 2009.