Anda di halaman 1dari 23

1.

PENGENALAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

1.1. Pengertian, Tujuan, Sarana dan Prinsip-Prinsip Hubungan Industrial


1.1.1. Pengertian Hubungan Industrial

Hubungan Industrial dalam arti luas merupakan suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan / atau jasa yang
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-
nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

Dengan memperhatikan pengertian Hubungan Industrial sebagaimana


dimaksud di atas, pelaksanaan Hubungan Industrial di suatu perusahaan akan
memberikan warna iklim kerja di suatu perusahaan. Hubungan Industrial yang
terjalin secara harmonis akan memberikan iklim kerja dan suasana yang tenang dan
kondusif dan memberikan kesempatan bagi pihak manajemen fokus kepada hal-hal
yang bersifat stratejik dalam rangka menumbuhkembangkan perusahaan sesuai visi
dan misinya. Sebaliknya Hubungan Industrial yang terjalin secara tidak harmonis
akan menciptakan iklim kerja dan suasana yang tidak tenang serta tidak kondusif
dan tidak memberikan banyak kesempatan kepada manajemen untuk fokus kepada
hal-hal yang bersifat strategik dalam rangka menumbuh kembangkan perusahaan
sesuai visi dan misinya. Dalam situasi Hubungan Industrial yang tidak terjalin secara
harmonis, waktu dan energi Manajemen banyak tersita untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan serta konflik dibidang Hubungan Industrial yang justru
kontra produktif.

1.1.2. Tujuan Hubungan Industrial

Menurut Payaman J. Simanjuntak (2009), tujuan Hubungan Industrial adalah


untuk menumbuh kembangkan hubungan yang aman dan harmonis antara
pengusaha dan pekerja, yaitu dengan:

a. Mendorong setiap pengusaha mengembangkan sikap memperlakukan


pekerja sebagai manusia atas dasar kemitraan yang sejajar sesuai dengan
kodrat, harkat, martabat dan harga diri pekerja;

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 1


b. Mendorong para pekerja mempunyai sikap rasa ikut memiliki serta
memelihara kelangsungan usaha.

Secara umum tujuan Hubungan Industrial adalah menciptakan sistem


hubungan yang aman dan harmonis, sehingga tercipta ketenangan berusaha dan
ketentraman bekerja, yang akhirnya produktivitas meningkat dan kelestarian
perusahaan terjaga.

1.1.3. Sarana Hubungan Industrial

Pelaksanaan Hubungan Industrial yang harmonis sangat dipengaruhi oleh


berbagai faktor di dalam dan di luar perusahaan, sehingga diperlukan beberapa
sarana dan lembaga yang dipakai sebagai sarana pengembangan Hubungan
Industrial dalam pencapaian tujuan perusahaan dan pelestarian perusahaan,
meliputi :

1) Serikat Pekerja / Serikat Buruh

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Serikat pekerja / serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat


buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan. Serikat pekerja /
serikat buruh diluar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan
oleh pekerja/buruh yang bekerja diluar perusahaan.

Federasi serikat pekerja / serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja /


serikat buruh dan Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan
federasi serikat pekerja/serikat buruh.

2) Organisasi Pengusaha

Organisasi Pengusaha sebagai perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-


perusahaan, merupakan sarana penanganan masalah ketenagakerjaan dan

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 2


Hubungan Industrial bagi Serikat Pekerja dan Pemerintah. Asosiasi Pengusaha
dapat dibentuk menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal
sampai ke tingkat Kabupaten, Propinsi hingga tingkat Pusat / Nasional.

3) Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKS Bipartit)

Lembaga Kerja Sama Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi


mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan
yang anggotanya terdiri dari Pengusaha dan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh yang
sudah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
atau unsur pekerja / buruh.

4) Lembaga Kerja Sama Tripartit (LKS Tripartit)

Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan


musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur
organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.

LKS Tripartit berfungsi membantu pemerintah merumuskan kebijakan


ketenagakerjaan pada umumnya dan menyelesaikan masalah Hubungan Industrial
lainnya. LKS Tripartit dapat dibentuk menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai
dari tingkat lokal sampai ke tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat pusat /
nasional.

5) Peraturan Perusahaan

Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh


pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

Peraturan Perusahaan sebaiknya sudah ditetapkan oleh pengusaha pada saat


perusahaan telah resmi mempekerjakan pekerja. Peraturan Perusahaan tidak dapat
diberlakukan lagi dalam hal suatu perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, dan
pihak Serikat Pekerja telah menyepakati Perjanjian Kerja Bersama anatara Pekerja
dan Pengusaha.

Peraturan Perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan


pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di Perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 3


di Perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh
maka wakil pekerja/buruh adalah Pengurus Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Dalam
hal di Perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh,
wakil pekerja/ buruh adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis untuk
mewakili kepentingan para pekerja/buruh di Perusahaan yang bersangkutan.

Peraturan Perusahaan mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau


pejabat yang ditunjuk. Dan masa berlaku Peraturan Perusahaan paling lama 2 (dua)
tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.

6) Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian Kerja Bersama / Serikat Buruh atau beberapa serikat


pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) Perjanjian Kerja


Bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di Perusahaan. Masa berlakunya
Perjanjian Kerja Bersama paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa
berlakunya paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara
Pengusaha dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Isi Perjanjian Kerja Bersama pada dasarnya adalah sama dengan isi Peraturan
Perusahaan. Perbedaan antara Perjanjian Kerja Bersama dengan Peraturan
Perusahaan adalah tatacara pembuatannya.

7) Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan

Peraturan-perundangan ketenagakerjaan pada dasarnya mencakup ketentuan


sebelum bekerja (rekrutmen), selama bekerja (jam kerja, pengupahan, perlindungan,
pembinaan & pengembangan, dan lain-lain) dan sesudah bekerja (pesangon,
program pensiun dan jaminan hari tua).

Peraturan Perundang-Undangan terkait Ketenagakerjaan, diantaranya adalah :

a. Undang-Undang

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 4


UU No.02 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2005 Tentang
Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 02 Tahun
2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menjadi
Undang-Undang
UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri
UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
UU No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

b. Peraturan Pemerintah
PP No.41 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dan
Hakim Ad-Hoc Pada Mahkamah Agung
PP No.23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi

c. Peraturan / Keputusan Menteri Tenaga Kerja & Transmigasi


PerMenakertrans No. Per.02/MEN.I/2005 tentang Tata Cara
Pendaftaran, Pengujian, Pemberian dan Pencabutan Sanksi Bagi
Arbiter Hubungan Industrial
KepMenakertrans No. KEP-15A/MEN/1994 tentang Petunjuk
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan
Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 5


8) Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Dengan diberlakukannya UU Nomor 2 Tahun 2004, lembaga PPHI


dilaksanakan oleh Peradilan Hubungan Industrial yang merupakan sarana
penyelesaian masalah Hubungan Industrial yang tidak dapat diperoleh kesepakatan
ditingkat perundingan bipartit, dan upaya konsiliasi / mediasi.

Hubungan yang terbentuk antara pengusaha dan pekerja yang didasari oleh
perjanjian kerja. Dengan diundangkannya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, pelaksanaan suatu perjanjian kerja antara pekerja dengan
pengusaha harus memperhatikan ketentuan normatif yang berkaitan dengan
tatacara, pengaturan hak, kewajiban, persyaratan kerja dan ketentuan minimal
lainnya sebagai akibat lahirnya Hubungan Industrial yang dilindungi oleh pihak
pemerintah.

1.1.4. Prinsip Hubungan Industrial

Pada prinsipnya para pelaku Hubungan Industrial memiliki persamaan


kepentingan dalam penyelenggaraan Hubungan Industrial, oleh karena itu dalam
pelaksanaannya penerapan Hubungan Industrial mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut :
Pengusaha, pekerja dan pemerintah mempunyai kepentingan terhadap
keberhasilan dan kelestarian perusahaan.
Perusahaan merupakan ladang penghasilan bagi setiap tenaga kerja
mendapat sumber penghasilan dan meningkatkan penghasilan.
Pengusaha dan pekerja memiliki fungsi masing-masing dalam pembagian kerja
dan pembagian tugas.
Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan yang
masing-masing harus saling menjaga lingkungan kerja dan iklim kerja yang
nyaman.
Tujuan pembinaan Hubungan Industrial adalah menciptakan ketenangan
berusaha dan ketentraman bekerja supaya dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 6


Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan
kesejahteraan bersama.

1.2. Hukum Ketenagakerjaan yang terkait dengan Hubungan Industrial

Sebagai pekerja pada umumnya dan sebagai pelaku Hubungan Industrial pada
khususnya, seseorang harus memahami ketentuan perundang-undangan yang
berkaitan dengan ketenagakerjaan termasuk ketentuan yang berlaku di perusahaan
yang berkaitan dengan pelaksanaan Hubungan Industrial.

Ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan


tersebut antara lain meliputi: UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh, UU Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, berikut Peraturan Pelaksanaannya
serta peraturan perusahaan yang terkait dengan pelaksanaan Hubungan Industrial
di perusahaan.

1.2.1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peranan


dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku tujuan pembangunan, oleh
karena itu diperlukan pembangunan di bidang ketenagakerjaan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja dan peran serta tenaga kerja dalam pembangunan serta
diperlukan peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan.

Pembangunan di bidang ketenagakerjaan tersebut dimaksudkan untuk


menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta
perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan
pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan
dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan


manusiawi.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 7


Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.

Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan


kesejahteraan, serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya.

Undang Undang Ketenagakerjaan diantaranya mengatur mengenai hubungan


kerja, perlindungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan, Hubungan Industrial,
Pemutusan Hubungan Kerja, pembinaan dan pengawasan, serta ketentuan pidana
dan sanksi administratif. Dalam ketentuan ketanagakerjaan ditegaskan, bahwa
setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan, dan berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pengusaha/ pemberi kerja.

Untuk memahami terminologi dan istilah serta substansi dari ketentuan yang
terkait dengan PKB dan Hubungan Industrial Peserta wajib membaca UU Nomor 13
tahun 2003 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-
48/Men/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Tatacara Pembuatan dan Pengesahan
Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
serta ketentuan pelaksanaan lainnya yang dapat diakses melalui internet.

Peraturan Perundang-Undangan terkait dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan, diantaranya sebagai berikut :
PP No.99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan
PP No.84 Tahun 2013 tentang Perubahan kesembilan atas PP No. 14 Tahun
1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PP No.4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri oleh Pemerintah
PP No.3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri
PP No.97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan
Retribusi Perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Asing

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 8


PP No.53 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedelapan atas PP No. 14 Tahun
1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PP No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
PP No.41 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan
Kepeloporan Pemuda, serta Penyediaan Prasaana dan Sarana
Kepemudaan
PP No.84 Tahun 2010 tentang Perubahan Ketujuh atas PP No. 14 Tahun
1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PP No.01 Tahun 2009 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PP No.46 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP No 8 Tahun 2005 tentang
Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit.
PP No.15 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi
Ketenagakerjaan dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga
Kerja
PP No.64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PP No.8 Tahun 2005 tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga
Kerja Sama Tripartit (pelaksana pasal 107 ayat 4 UU no. 13 tahun 2003)
PP No.22 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan dan Investasi Dana Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PP No.28 Tahun 2002 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
PP No.83 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP no. 14 Tahun
1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
sebagiamana sudah diubah dengan PP no.79 Tahun 1998
PP No.79 Tahun 1998 tentang Perubahan atas PP no.14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 9


PP No.36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PP No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,
Keenam, Ketujuh, Kedelapan, Kesembilan
Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Perpres No. 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi
Calon Tenaga Kerja Indonesia
Perpres No. 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan
Perpres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan
Kerja
Instruksi Presiden No. 06 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Perpres No. 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Produktivitas Nasional
[ Pelaksanaan Psl 30 (3) UU No 13 Tahun 2003 ]
Keppres No. 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan
Keppres No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan
perdagangan (Trafiking) Perempuan
Keppres No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Keppres No. 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
Keppres No. 46 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Keppres no. 29 Tahun
1999 tentang Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(UNTAET)
Keppres No. 29 Tahun 1999 tentang Badan Koordinasi Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia
Keppres No. 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga
Negara Asing Pendatang

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 10


Keppres No. 51 Tahun 1989 tentang Perubahan Keppres No. 28 Tahun 1988
tentang Besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
Asuransi Sosial Tenaga Kerja.
Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat penyerahan
sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain (Outsourcing)
Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
Permenakertrans No. PER.07/MEN/IV/2008 tentang Penempatan Tenaga
Kerja Asing
Permenakertrans No. PER-12/MEN/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis
Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan
Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
KepMenakertrans No. KEP-48/MEN/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
KepMenakertrans No. KEP-20/MEN/III/2004: Tata Cara Memperoleh Ijin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
KepMenakertrans No. KEP-228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
KepMenakertrans No. KEP-201/MEN/2001 tentang Keterwakilan dalam
Kelembagaan Hubungan Industrial
KepMenakertrans No. KEP-172/MEN/2000 tentang Penunjukan Pejabat
Pemberi Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang
untuk Pekerjaan yang Bersifat Sementara atau Mendesak
Kepmenakertrans No. Kep-232/Men/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja
Yang Tidak Sah.
Kepmenakertrans No. Kep-255/Men/2003 tentang Tatacara Pembentukan dan
Susunan Keanggotaan LKB.
Kepmenakertrans No. Kep-48/Men/IV/2004 tentang Tatacara Pembuatan
Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB;
Kepmenakertrans No. Kep-51/Men/IV/2004 tentang Istirahat Panjang Pada
Perusahaan Tertentu.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 11


Kepmenakertrans No. Kep-100/Men/IV/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Kepmenakertrans No. Kep-101/Men/IV/ 2004 Tatacara Perijinan


Perusahaan Penyedia Jasa pekerja/Buruh.
KepMenakertrans No. Kep-102/Men/IV/2004 tentang Waktu Kerja Lembur
dan Upah Kerja Lembur.
KepMenakertrans No. Kep-220/Men/IV/2004 tentang Syarat-Syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
Permendag No. 50 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan Tenaga Kerja
Asing di Daerah
Permendiknas 26 Tahun 2007 tentang Kerja sama Perguruan Tinggi di
Indonesia dengan Perguruan Tinggi atau Lembaga Lain di Luar Negeri
Permendiknas 66 Tahun 2009 tentang Pemberian Izin Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Asing pada Satuan Pendidikan Formal dan Nonformal di
Indonesia

1.2.2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat


Buruh

Kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran secara lisan


maupun tertulis, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan
hak setiap warga negara, oleh karena itu pekerja berhak membentuk dan
mengembangkan Serikat Pekerja yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab.

Serikat Pekerja merupakan salah satu sarana Hubungan Industrial untuk


memperjuangkan, melindungi, membela kepentingan pekerja beserta keluarganya.
Serikat Pekerja (SP), adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja,
baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab, guna memperjuangkan, membela serta

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 12


melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja
dan keluarganya.

SP di perusahaan, adalah SP yang didirikan oleh para pekerja di satu


perusahaan. Serikat Pekerja (SP) di luar perusahaan, adalah SP yang didirikan oleh
para pekerja yang tidak bekerja di perusahaan. Untuk memahami ketentuan
mengenai SP, Peserta harus membaca Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja.

Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan Serikat Pekerja / Serikat


Buruh, diantaranya :

KepMenakertrans No. KEP.16/MEN/2001 Tentang Tata Cara Pencatatan


Serikat Pekerja / Serikat buruh.

Peraturan Menakertrans No. PER-06/MEN/IV/2005 tentang Pedoman


Verifikasi Keanggotaan Serikat Pekerja / Serikat Buruh.

KepMenakertrans No.KEP.187/MEN/IX/2004 tentang Iuran Anggota Serikat


Pekerja/ Serikat Buruh.

1.2.3. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan


Hubungan Industrial

Dalam era industrialisasi sekarang ini, masalah perselisihan Hubungan


Industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi
dan mekanisme penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial yang cepat, tepat,
adil dan murah. Undang-Undang ini, diantaranya mengatur mengenai :

Tata cara penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial, meliputi


penyelesaian melalui bipartit, melalui mediasi, melalui konsiliasi, melalui
arbitrase.

Pengadilan Hubungan Industrial.

Sanksi Administratif dan ketentuan Pidana.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 13


Pemberlakuan UU No. 2/ 2004 tanggal 14 Januari 2004 mengalami penundaan
selama 1 tahun yang seharusnya berlaku per 14 Januari 2005 diundur menjadi
tanggal 14 Januari 2006, dengan Perpu No 1 tahun 2005 13 Januari 2005.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diatur oleh ketentuan


perundang-undangan ini harus diawali dengan perundingan bipartit antara pihak
pekerja dan pengusaha. Oleh karena itu pemahaman para pejabat mengenai
ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan
penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial sangat membantu keberhasilan
dalam proses penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial melalui perundingan
bipartit.

Dalam hal suatu perselisihan Hubungan Industrial tidak dapat diselesaikan


secara perundingan bipartit, penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dapat
diupayakan melalui konsiliasi / mediasi, terakhir melalui upaya penyelesaian melalui
Pengadilan Hubungan Industrial yang berdampak pada timbulnya biaya dan
terkurasnya tenaga.

Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial harus diatur secara rinci dalam


PKB, karena dalam implementasinya PKB merupakan salah satu produk hukum
yang akan menjadi dasar hukum bagi pihak Manajemen, Serikat Pekerja, pihak
pemerintah dan hakim pada saat gugatan perselisihan sampai pada tingkat
Pengadilan Hubungan Industrial.

Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan Penyelesaian


Perselisihan Hubungan Industrial, diantaranya :

Peraturan Menakertrans No. PER.02/MEN/I/2005 tentang Tata Cara


Pendaftaran Pengujian Pemberian dan Pencabutan Bagi Arbiter Hubungan
Industrial.

Peraturan Menakertrans No. PER.01/MEN/XII/2004 tentang Tata Cara Seleksi


Calon hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dan Calon Hakim Ad-
Hoc pada Mahkamah Agung.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 14


1.3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Implementasinya
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan
pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Penyusunan perjanjian kerja bersama harus dibuat secara tertulis dengan


huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia dan dilaksanakan secara
musyawarah. Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak
menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah.

1.3.1. Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama

Suatu perusahaan yang telah memiliki organisasi Serikat Pekerja dan Serikat
Pekerja tersebut telah mengajukan permohonan pembuatan Perjanjian kerja
bersama (PKB), maka pihak perusahaan harus siap untuk mengadakan perundingan
pembuatan PKB tersebut sebagai pengganti Peraturan Perusahaan yang telah
diberlakukan kepada pekerjanya.

a. Tujuan pembuatan PKB

1) Mempertegas dan memperjelas hak dan kewajiban.

2) Menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis.

3) Menetapkan syarat-syarat kerja

4) Menciptakan ketenangan kerja dan kepastian usaha.

b. Fungsi PKB

Fungsi terpenting dari PKB adalah memberikan perlindungan pada pekerja


(Sedjun H.Manulang, 2002:107). Upaya untuk memberikan perlindungan hukum
pada pekerja adalah fungsi utama dari PKB. Fungsi utama ini mencakup berbagai

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 15


fungsi lainnya dari PKB. Dalam pedoman pelaksanaan hubungan industrial
Pancasila dikemukakan beberapa fungsi PKB :

1) Sebagai pedoman dan peraturan induk untuk menghindari perbedaan-


perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha.

2) Sebagai sarana untuk menciptakan ketenangan kerja dan kelangsungan


usaha.

3) Merupakan partisipasi pekerja dalam penentuan atau pembuatan kebijakan


dalam Perusahaan.

(Yayasan Tripartit Nasional, 1995)

c. Persyaratan Pembuatan PKB dan Isi Perjanjian Kerja Bersama

1) PKB dirundingkan oleh serikat pekerja yang telah tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau
beberapa pengusaha.

2) PKB harus didasari itikad baik dan kemauan bebas kedua belah pihak,
dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.

3) Lamanya perundingan PKB ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak


dan dituangkan dalam tata tertib perundingan.

4) Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi
seluruh pekerja di perusahaan.

5) Dalam hal perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang, dibuat perjanjian


kerja bersama induk yang berlaku di semua cabang perusahaan serta dapat
dibuat PKB turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan.

6) PKB induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum diseluruh


cabang perusahaan dan PKB turunan memuat pelaksanaan PKB induk yang
disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 16


7) Dalam hal PKB induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki
adanya perjanjian kerja bersama turunan di cabang perusahaan, maka
selama PKB turunan belum disepakati tetap berlaku PKB induk.

8) Tempat perundingan pembuatan PKB dilakukan di kantor perusahaan yang


bersangkutan atau kantor serikat pekerja atau ditempat lain sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak.

9) Biaya perundingan pembuatan PKB menjadi beban pengusaha, kecuali


disepakati lain oleh kedua belah pihak.

10) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja,
maka yang berhak mewakili pekerja melakukan perundingan dengan
pengusaha adalah serikat pekerja yang memiliki anggota lebih dari 50%
(lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja di perusahaan tersebut.

11) Dalam hal penentuan serikat pekerja dilakukan melalui verifikasi keanggotaan
serikat pekerja maka verifikasi dilakukan oleh panitia yang terdiri dari wakil
pengurus serikat pekerja yang ada di perusahaan dengan disaksikan oleh
wakil instansi yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan dan
pengusaha.

12) Verifikasi keanggotaan serikat pekerja dilakukan berdasarkan bukti kartu


tanda anggota dan apabila terdapat kartu tanda anggota lebih dari 1 (satu),
maka kartu tanda anggota yang sah adalah kartu tanda anggota yang
terakhir.

13) Hasil pelaksanaan verifikasi dituangkan dalam bentuk berita acara yang
ditandatangani oleh panitia dan saksi-saksi yang hasilnya mengikat bagi
serikat pekerja di perusahaan.

14) Pelaksanaan verifikasi dilakukan di tempat-tempat kerja yang diatur


sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses produksi dalam waktu
1 (satu) hari kerja yang disepakati serikat pekerja.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 17


15) Pengusaha maupun serikat pekerja dilarang melakukan tindakan yang
mempengaruhi pelaksanaan verifikasi.

Isi Perjanjian Kerja Bersama sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan-


ketentuan yang bersifat mendasar, mengenai hal-hal sebagai berikut :

1) Nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja;

2) Nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;

3) Nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi


yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;

4) Hak dan kewajiban pengusaha;

5) Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;

6) Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan

7) Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

d. Perundingan dan Tata Tertib Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama

Perundingan pembuatan PKB dimulai dengan menyepakati tata tertib


perundingan PKB yang sekurang-kurangnya memuat :

1) Tujuan pembuatan tata tertib;

2) Susunan tim perunding;

3) Materi perundingan;

4) Tempat perundingan;

5) Tata cara perundingan;

6) Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;

7) Sahnya perundingan;

8) Biaya perundingan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 18


Dalam menentukan tim perunding pembuatan pihak pengusaha dan pihak
serikat pekerja menunjuk tim perunding sesuatu kebutuhan dengan ketentuan
masing-masing paling banyak 9 (sembilan) orang dengan kuasa penuh.

Dalam hal terdapat serikat pekerja yang tidak terwakili dalam tim perunding,
maka serikat pekerja yang bersangkutan dapat menyampaikan aspirasinya secara
tertulis kepada tim perunding sebelum dimulai perundingan pembuatan PKB.

Apabila pembuatan perjanjian kerja bersama ditandatangani oleh wakil, harus


ada surat kuasa khusus yang dilampirkan pada PKB tersebut. Dalam hal
perundingan PKB tidak selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib, maka
ke 2 (dua) belah pihak dapat menjadwal kembali perundingan dengan waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari setelah perundingan gagal.

Dalam hal perundingan pembuatan PKB masih belum selesai dalam waktu
yang disepakati dalam tata tertib dan penjadwalan, para pihak harus membuat
pernyataan secara tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada
waktunya yang memuat :

1) Materi perjanjian kerja bersama yang belum dicapai kesepakatan;

2) Pendirian para pihak;

3) Risalah perundingan;

4) Tempat, tanggal dan tanda tangan para pihak.

Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak mencapai kesepakatan, maka


salah satu pihak atau kedua belah pihak melaporkan kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, yaitu :

1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota


apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya mencakup satu
kabupaten/kota;

2) Instansi yang betanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi, apabila


lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu kabupaten/kota di
satu provinsi;

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 19


3) Ditjen pembinaan hubungan industrial pada departemen tenaga kerja dan
transmigrasi apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama meliputi lebih
dari satu Provinsi.

Penyelesaian oleh instansi dilakukan sesuai dengan mekanisme


penyelesaian perselisihan hubungan Industrial yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2004.

Apabila penyelesaian pada instansi dilakukan melalui mediasi dan para pihak
atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator maka atas kesepakatan para
pihak, mediator melaporkan kepada Menteri untuk menetapkan langkah-langkah
penyelesaian, yang memuat hal-hal sebagai berikut :

Materi Perjanjian Kerja Bersama yang belum dicapai kesepakatan;

1) Pendirian para pihak;

2) Kesimpulan perundingan;

3) Pertimbangan dan saran penyelesaian;

Menteri dapat menunjuk pejabat untuk melakukan penyelesaian pembuatan


PKB, dan apabila tetap tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum tempat
pekerja bekerja.

Dalam hal daerah hukum tempat pekerja bekerja melebihi 1 (satu) daerah
hukum Pengadilan Hubungan Industrial, maka gugatan diajukan pada Pengadilan
Hubungan Industrial yang daerah hukumnya mencakup domisili perusahaan. Dalam
hal serikat pekerja dan pengusaha hendak melakukan perubahan PKB yang sedang
berlaku, maka perubahan tersebut harus berdasarkan kesepakatan. Perubahan PKB
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.

1.3.2. Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama

Setelah PKB disepakati oleh kedua belah pihak, pengusaha diwajibkan


mendaftarkan PKB kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan, dengan melampirkan naskah PKB yang dibuat dalam rangkap 3

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 20


(tiga) bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat
pekerja.

Pendaftaran PKB, dimaksudkan sebagai :

1) Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang


dilaksanakan di perusahaan;

2) Sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan perjanjian


kerja bersama.

Pendaftaran PKB dilakukan oleh :

1) Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan


Kabupaten/Kota untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah
Kabupaten/Kota;

2) Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Provinsi


untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota
dalam 1(satu) Provinsi;

3) Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial untuk perusahaan yang


terdapat pada lebih dari 1 (satu) Provinsi.

Pengajuan pendaftaran PKB dilengkapi dengan keterangan yang memuat :

1) Nama dan alamat perusahaan;

2) Nama pimpinan perusahaan;

3) Wilayah operasi perusahaan;

4) Status permodalan perusahaan;

5) Jenis atau bidang usaha;

6) Jumlah pekerja / buruh menurut jenis kelamin;

7) Status hubungan kerja;

8) Upah tertinggi dan terendah;

9) Nama dan alamat serikat pekerja / serikat buruh;

10) Nomor pencatatan serikat pekerja.serikat buruh;

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 21


11) Jumlah anggota serikat pekerja / serikat buruh;

12) Masa berlakunya perjanjian kerja bersama; dan

13) Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama untuk yang keberapa (dalam hal
perpanjangan atau pembaharuan).

Pendaftaran PKB diteliti oleh Pejabat yang berwenang dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan, meliputi :

1) Kelengkapan formal;

2) Materi naskah PKB yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan


ketenagakerjaan.

Dalam hal kelengkapan persyaratan telah terpenuhi dan tidak ada meteri yang
bertentangan dengan peraturan perundangan, maka dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak selesainya penelitian pejabat yang berwenang harus
menerbitkan surat keputusan pendaftaran PKB.

Dalam hal persyaratan tidak terpenuhi dan atau terdapat materi perjanjian kerja
bersama yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka pejabat
berwenang akan memberi catatan pada surat keputusan pendaftaran yang memuat
mengenai pasal-pasal yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan
ketenagakerjaan.

Pengusaha, serikat pekerja dan perkerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan


yang ada dalam PKB. Pengusaha dan serikat pekerja wajib memberitahukan isi PKB
atau perubahannya kepada seluruh pekerja.

1.3.3. Hubungan Perjanjian Kerja Bersama dengan Peraturan Disiplin Pegawai

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan perjanjian hasil perundingan


antara SP yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
Ketenagakerjaan dengan Pengusaha yang berbadan hukum yang isinya memuat
syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 22


Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari PKB. Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) memuat ketentuan yang berisi
klasifikasi pelanggaran disiplin Pegawai, jenis sanksi dan prosedur penjatuhan
hukuman disiplin Pegawai yang diperlukan sebagai salah satu sarana untuk
melakukan proses pembinaan kedisiplinan Pegawai.

Dalam Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) PLN diatur 3 (tiga) jenis sanksi akibat
pelanggaran disiplin, meliputi:

Pelanggaran Disiplin Ringan;

Pelanggaran Disiplin Sedang; dan

Pelanggaran Disiplin Berat.

Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran disiplin dengan kualifikasi sedang dan
berat, maka sesuai peraturan disiplin pegawai PLN, dibentuk Tim Investigasi guna
memeriksa dugaan pelanggaran disiplin pegawai tersebut.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 23

Anda mungkin juga menyukai