Anda di halaman 1dari 30

PEMILIHAN MODA

(MODA SPLIT)
1. UMUM

Perkembangan kota kota di Indonesia akhir-akhir ini semakin


pesat,`terutama pada kota-kota penting berukuran sedang seperti kota Mataram.
Dengan dukungan perencanaan tata kota yang baik Kabupaten Kota akan
berkembang ke arah tujuan yang diharapkan sehingga dapat mengarahkan
pembangunan di segala bidang. Intensitas kegiatan penduduk Mataram semakin
meningkat seiring dengan laju pembangunan, karena itu usaha pemenuhan
kebutuhan transportasi perlu terus diupayakan dalam rangka menjamin
keberlangsungan mobilitas orang, barang maupun jasa.
Arus barang yang bermula dari lokasi sumber alam, ndustri-industri atau
pabrik-pabrik dan berakhir pada konsumen hanya dimungkinkan terjadi oleh
adanya jasa distribusi yaitu jasa perdagangan dan jasa angkutan sebagai bagian
yang tak terpisahkan.Tersebarnya lokasi sumber produksi dan konsumen akhir
menuntut adanya pola efisiensi dan kenyamanan dalam menghubungkan
keduanya.Hal ini akan menuntut jenis angkutan yang efisien, serta kapasitas
maupun kualitas yang dapat melayani kegiatan tersebut diatas,karena jenis
angkutan mempunyai sifat-sifat individual tersendiri dari segi kenyamanan,
persyaratan terminal, kecepatan, keselamatan, biaya dan pemanfaatan tanah.
Salah satu upaya untuk menanggulangi permasalahan yang diakibatkan
oleh pengembangan Kabupaten Kota, serta menjamin berlangsungnya
pengembangan Kabupaten Kota adalah memperlancar arus barang dan manusia
dalam wilayah kota maupun keluar masuk Kabupaten Kota . Hal ini dapat dicapai
bila sistem penyebaran penduduk, penyebaran lalulintas dan penyebaran jaringan
jalan yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan kota.
Melihat pentingnya jasa angkutan dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas
sebagian besar penduduk dan dilaksanakannya usaha peningkatan pelayanan jasa
angkutan umum, maka dalam perencanaan transportasi semakin diperlukan
peranan analisis dan pemodelan pilihan moda angkutan.
2. TRANSPORTASI SECARA UMUM.

Transportasi sebenarnya merupakan sebuah faktor yang melibatkan multi


disiplin, institusi, serta moda dan berkaitan erat dengan faktor-faktor lain.
Transportasi sebagai sistem pada dasarnya terdiri dari perangkat lunaknya
(manajemen dan sumber daya manusia), hukum, peraturan dan perundangannya,
serta serangkaian perangkat kerasnya, yaitu berupa sarana dan prasarana serta
harus mencerminkan catatan berbagai moda transportasi dalam satu kesatuan yang
terintegrasikan untuk dapat mewujudkan sistem transportasi yang terpadu, tertib,
lancar, aman, dan efisien.
Transportasi mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
memberikan dukungan dan dorongan serta menunjang segala aspek kehidupan
wilayah yang dimensinya dapat berupa sebuah negara. Di dalam GBHN secara
tegas dinyatakan bahwa transportasi mempunyai peran sebagai urat nadi
kehidupan ekonomi, faktor politik, dan pertahanan keamanan (Tamin , 1997 ).
Sistem transportasi jalan raya sebetulnya hanya merupakan salah satu
bagian dari faktor transportasi dan juga hanya merupakan salah satu moda
transportasi di luar moda udara, laut dan kereta api, tetapi dari data yang ada
transportasi jalan raya merupakan moda yang paling dominan dari segi
pelayanannya baik untuk penumpang maupun barang, sehingga bila terjadi
inefisiensi di dalam transportasi jalan raya akan timbul dampak yang cukup
berarti terhadap perekonomian secara keseluruhan, karena itu diperlukan perhatian
yang khusus untuk pembinaannya.

3. PENETAPAN UKURAN DAERAH STUDI TRANSPORTASI

Jika akan dilakukan suatu studi transportasi disuatu daerah, terlebih dahulu
harus ditentukan daerah studi. Batas daerah studi tersebut disebut cordon line.
Pembatasan tersebut harus memasukkan daerah pembangkit arus lalulintas
(perumahan) dan penarik arus lalulintas (pertokoan, universitas, pabrik, kantor
dan sebagainnya) yang ada disekitar daerah tersebut. Daerah studi tersebut perlu
di bagi lagi dalam beberapa zone. Zone diperlukan guna menyatakan kawasan
asal maupun tujuan perjalanan (Munawar ,1995 dalam Nurbaity 1999).
Pembagian zone didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1. Sesuai dengan pembagian daerah pada data statistik. Dari Biro Pusat Statistik
akan didapatkan data yang digunakan untuk analisis transportasi seperti
jumlah pemilikan kendaraan, penduduk, perekonomian. Jika tiap bagian zona
tersebut mempunyai data statistik, maka akan lebih mudah mengadakan
analisis, oleh karena itu, pembagian zone biasanya berdasarkan pada batas
administratif, misalnya dibagi atas kecamatan atau kelurahan.
2. Dapat menggambarkan mengenai tata guna lahan dan jumlah perjalanan yang
terjadi, untuk itu sebaiknya pembagian zone didasarkan pada tata guna lahan
yang sama.
3. Suatu zone tidak terlalu besar atau jangan sampai memuat suatu jaringan jalan
yang sangat luas karena akan menyulitkan perkiraan arus lalulintas didalam
zone itu sendiri.
4. Suatu zone tidak terlalu kecil akan mempersulit hitungan.
5. Ukuran zone ditentukan oleh ukuran daerah survei dan type daerah tersebut.
Didalam zone itu sendiri, perlu ditentukan garis-garis pembatas
(screen line) lalulintas untuk menguji hasil prediksi. Screen line kira-kira akan
membelah dua daerah survei biasanya berupa sungai atau jalan rel tetapi bukan
jalan raya. Screen line dapat lebih dari satu misalnya dua buah yaitu satu
melintang dari utara ke selatan, sedangkan satu lagi dari barat ke timur
Menurut Morlok (1991), untuk maksud pengumpulan data, dan maksud
lainnya, perjalanan daerah studi dapat dikategorikan dalam beberapa jenis antara
lain:
1. Perjalanan eksternal yaitu, perjalanan yang berasal dari luar daerah survei
(cordon line) menuju ke dalam daerah survei.
2. Perjalanan internal yaitu, perjalanan yang asal dan tujuannya berada didalam
batas cordon line.
3. Perjalanan langsung yaitu, perjalanan yang asal dan tujuannya keluar daerah
survei tapi melalui daerah tersebut.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini:
Screen line
Perjalanan langsung

Perjalanan eksternal

Perjalanan langsung

Gambar 2.1. Daerah studi perjalanan

4. PEMAHAMAN MODEL MODEL TRANSPORTASI

Model dapat didefinisikan sebagai bentuk penyederhanaan suatu realita


(atau dunia yang sebenarnya) termasuk diantaranya (Tamin 1997) :
1. Model fisik (model arsitek, model teknik sipil, wayang golek, dan lain-
lain).
2. Peta dan diagram (grafis).
3. Model statistika dan matematika (persamaan) yang menerangkan
beberapa aspek fisik, sosial ekonomi, dan model transportasi.
Dalam menentukan hasil suatu sistem angkutan, maka model bukan
hanya merupakan suatu alat bantu untuk memahami suatu ukuran efektivitasnya.
Umumnya, pembuatan model memberikan interpretasi yang memenuhi prinsip-
prinsip dari suatu sistem yang sudah terdefinisikan secara formal, yaitu hubungan
fungsional dapat dinyatakan guna menyusun perilaku sistem yang diteliti.Model
lalulintas berupa persamaan-persamaan matematis atau pun program-program
komputer yang dapat memperkirakan arus lalulintas yang terjadi pada kondisi
tertentu (Munawar ,1995 dalam Nurbaity 1999),
Menurur Munawar (1995 ), model lalulintas dapat berupa:
1. Model yang bersifat deskriftif. Model yang dapat menjelaskan mengenai
masalah-masalah yang timbul, dan akibat yang akan ditimbulkan jika
dilakukan suatu perubahan dari sistem yang ada.
2. Model yang bersifat prediktif. Model yang dapat memperkirakan kebutuhan
arus lalulintas dimasa mendatang.
3. Model yang bersifat perancangan (planning model) . Model yang dapat
memperkirakan kebutuhan arus lalulintas dimasa mendatang serta pengaruh
dari perbaikan atau pembangunan sistem jaringan jalan terhadap kualitas arus
lalulintas.
Pembahasan dalam analisa penyebaran penggunaan moda, disini hanya
sampai pada model deskriftif.
Model yang dapat dibuat antara lain:
1. Model pembangkitan perjalanan (trip generation model), untuk menghitung
jumlah arus yang dibangkitkan di tiap-tiap zone.
2. Model distribusi perjalanan (trip distribution model), untuk menentukan arah
perjalanan arus yang di bangkitkan.
3. Model penggunaan moda angkutan (modal split) , untuk mengetahui jenis
moda yang digunakan .
4. Model pemilihan rute (trip assignment), untuk menentukan rute jalan yang
ditempuh dari asal menuju tujuan.

2.5 Model Pemilihan Moda

Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang


akan menggunakan setiap moda. Proses ini dilakukan dengan maksud
mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar dengan mengetahui
peubah atribut yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Setelah dilakukan
proses kalibrasi model dapat digunakan untuk meramalkan pemilihan moda
dengan menggunakan nilai peubah atribut untuk masa mendatang.
Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu :
1. Ciri pengguna jalan. Beberapa faktor berikut ini diyakini sangat
mempengaruhi pemilihan moda :
a. Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi
b. Pemilikan surat ijin mengemudi (SIM)
c. Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiunan,
bujangan, dan lain-lain).
d. Pendapatan.
e. Faktor lain misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan
keperluan mengentar anak sekolah.
2. Ciri pergerakan. Pemilihan moda juga sangat dipengaruhi oleh :
a. Tujuan pergerakan, contohnya pergerakan ke tempat kerja di negara maju
biasanya lebih mudah dengan memakai angkutan umum, karena ketepatan
waktu dan tingkat pelayanannya sangat baik dan ongkosnya lebih murah
dibandingkan dengan mobil. Akan tetapi hal yang sebaliknya terjadi di
negara sedang berkembang, orang masih tetap menggunakan mobil pribadi
ke tempat kerja meskipun mahal karena ketepatan waktu, kenyamanan dan
lain-lainnya tidak dapat dipenuhi oleh angkutan umum.
b. Waktu terjadinya pergerakan. Kalau kita ingin bergerak pada tengah
malam, kita pasti membutuhkan kendaraan pribadi karena pada saat ini
angkutan umum tidak ada atau jarang beroperasi.
c. Jarak perjalanan.
Semakin jauh perjalanan kita semakin cenderung memilih angkutan umum
dibandingkan dengan pribadi. Contohnya, bepergian dari Jakarta ke
Surabaya meskipun mempunyai mobil pribadi kita cenderung
menggunakan angkutan umum (pesawat, kereta api atau bus) karena
jaraknya yang sangat jauh.
3. Ciri fasilitas moda transportasi. Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua
karegori. Pertama, faktor kuantitatif seperti :
a. Waktu perjalanan ; waktu menunggu di pemberhentian bus, waktu berjalan
kaki ke pemberhentian bus, waktu selama bergerak dan lain-lain.
b. Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain).
c. Ketersediaan ruang dan tarif parkir.
Faktor kedua bersifat kualitatif yang cukup sukar menghitungnya, meliputi
kenyamanan dan keamanan, keandalan dan keteraturan, dan lain-lain.
4. Ciri kota atau zone
Beberapa ciri yang mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat
kota dan kepadatan penduduk.
Dari semua model pemilihan moda, pemilihan peubah yang digunakan
sangat tergantung pada :
a. Orang yang memilih moda tersebut,
b. Tujuan pergerakan, dan
c. Jenis model yang digunakan.

Beberapa komentar tentang model pemilihan moda antara lain :


a. Biaya. Dalam pemodelan pemilihan moda, sangat penting dibedakan antara
biaya perkiraan dengan biaya aktual. Biaya perkiraan adalah biaya yang
dipikirkan oleh pemakai jalan dan dasar pengambilan keputusan, sedangkan
biaya aktual adalah biaya sebenarnya yang dikeluarkan setelah proses
pemilihan moda dilakukan.
b. Angkutan umum captive. Dalam pemodelan pemilihan moda tahap berikutnya
adalah mengidentifikasi pemakai angkutan umum captive. Orang seperti ini
didifinisikan sebagai orang yang berangkat dari rumah dan tidak mempunyai
atau menggunakan mobil (tidak ada pilihan lain kecuali angkutan umum)
c. Lebih dari dua moda. Beberapa prosedur pemilihan moda memodel
pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi : angkutan umum dan
angkutan pribadi. Di beberapa negara barat terdapat pilihan lebih dari dua
buah moda ; misalnya, London mempunyai kereta api bawah tanah, kereta
api, bus, dan mobil. Di Indonesia terdapat beberapa jenis moda kendaraan
bermotor (ojek) ditambah becak dan pejalan kaki. Pejalan kaki
termasukpenting di Indonesia. Jones (1997) menekankan dua pendekatan
umum tentang analisis sistem dengan dua buah moda, seperti terlihat pada
gambar 2.2
Total pergerakan Total pergerakan

Bergerak tidak bergerak Bergerak tidak bergerak

Mobil Angkutan umum Mobil Angkutan Umum 2

Angkutan Umum 1
Angkutan Angkutan
Umum 1 Umum 2

Gambar 2.2 Proses Pemilihan Dua Moda (angkutan umum dan mobil)

Gambar kiri mengasumsikan pemakai jalan membuat pilihan antara bergerak dan
tidak bergerak. Jika diputuskan untuk membuat pergerakan, pertanyaannya adalah
dengan angkutan umum atau pribadi Jika angkutan umum yang dipilih,
pertanyaan selanjutnya apakah bus atau kereta api.
Gambar sebelah kanan mengasumsikan bahwa begitu keputusan menggunakan
kendaraan diambil, pemakai jalan memilih moda yang tersedia. Model pemilihan
moda yang berbeda tergantung pada jenis keputusan yang diambil. Gambar
sebelah kiri lebih sederhana dan mungkin lebih cocok untuk kondisi di Indonesia.
Akan tetapi, khusus untuk Indonesia pendekatan yang lebih cocok adalah seperti
yang diperlihatkan pada gambar 2.3

Total pergerakan

Bergerak Tidak bergerak

Berjalan kaki Berkendaraan

Umum Pribadi

Bermotor Tidak berrmotor Tidak bermotor Bermotor


( Becak) (Sepeda)
Jalan Rel Jalan Raya Mobil Sepeda motor

Bus Paratransit

Pemilihan moda paratransit


Gambar 2.3 Proses pemilihan moda untuk Indonesia
Gambar 2.3 mengilustrasikan betapa rumitnya memodelkan seluruh moda
transportasiyang ada dalam satu sistem. Masalah lain dalam hal angkutan pribadi
Total Pergerakan
adalah pengendara dan penumpang. Keduanya mempunyai atribut yang berbeda
Bergerak
yang sangat berpengaruh dalam proses pemilihan moda.Tidak Bergerak kendaraan
Di Indonesia,
pribadi bisa juga kaki
Berjalan berupa sepeda motor. Salah satu usaha adalah dengan
Berkendaraan
memperlakukan mobil dan sepeda motor secara terpisah. Sepeda motor
Umum Pribadi
mempunyai nilai SMP yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan mobil dan ini
Bermotor Tidak bermotor
mempengaruhi kapasitas jalan(becak)
yang diperlukan.
JalanPohon
rel Tidak Bermotor
keputusan dipilih sebagai dasar model Bermotor
pemilihan moda yang
Jalan raya (sepeda)
mempengaruhi perkiraan yang dibuat oleh model. Pendekatan
Bus pohon keputusan
Paratransit
Mobil Sepeda motor
dengan memakai pemilihan biner memberikan perkiraan penggunaan angkutan
Pemilihan
pribadi yang lebih tinggimoda paratransit
daripada pendekatan pemilihan simultan.

5. MODEL PEMILIHAN MODA KAITAN DENGAN MODA LAIN

Analisa pemilihan moda dapat dilakukan dalam tahap yang berbeda-beda


dalam proses pemilihan. Hal ini diilustrasikan dalam gambar 2.4 . Pendekatan
model pemilihan moda sangat bervariasi, tergantung pada tujuan transportasi.
Salah satu pendekatan mengatakan bahwa proses pemilihan moda dilakukan pada
tahapan menghitung bangkitan pergerakan; disini angkutan pergerakan umum
dipisahkan dengan angkutan pribadi. Kemudian setiap moda dianalisis secara
terpisah selama tahapan proses pemodelan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa
peubah sosio-ekonomi sangan mempengaruhi proses pemilihan moda.
G-MS G G G

JENIS I JENIS II JENIS III


JENIS IV

MS

D
D D D-MS

MS

A A A A

G = Bangkitan pergerakan MS = Pemilihan moda


D = Sebaran pergerakan A = Pemilihan rute

Gambar 2.4. Alternatif posisi untuk analisis pemilihan moda

Pendekatan kedua mempertimbangkan proses pemilihan moda yang terjadi


sebelum proses pemilihan rute dilakukan. Dalam hal ini, setiap moda dianggap
bersaing dalam merebut pangsa penumpang sehingga atribut penentu dari jenis
pergerakan menjadi faktor utama yang menjadi pemilihan moda.
Pendekatan ketiga mempertimbangkan bahwa tahapan bangkitan pergerakan dan
pemilihan rute ikut menentukan dalam pemilihan moda. Ini berarti bahwa
pemilihan moda dapat diletakkan dimana saja antara tahapan bangkitan
pergerakan dan pemilihan rute seperti terlihat pada gambar 2.4
.
5.1 Model jenis I

Dalam model jenis I, pergerakan yang menggunakan angkutan umum dan


pribadi dihitung secara terpisah dengan model bangkitan pergerakan, biasanya
dengan menggunakan model analisis regresi atau kategori. Peubah dan parameter
yang digunakan berbeda untuk (a) bangkitan dan tarikan, dan (b) untuk setiap
moda transportasi.

Model jenis II

Model jenis II sering digunakan oleh banyak kajian belakangan ini untuk
perencanaan angkutan jalan raya, bukan angkutan umum. Oleh karena itu, hal
yang terbaik yang harus dilakukan adalah mengabaikan pergerakan angkutan
umum dalam pemodelan sehingga proses sebaran pergerakan langsung
terkonsentrasi dalam pergerakan angkutan pribadi. Komentar ini dapat juga
ditujukan untuk model jenis I. Teknik utama yang digunakan dalam model jenis
II adalah penggunaan dengan kurva diversi.

5.3 Model jenis III

Model jenis III mengkombinasikan model pemilihan moda dengan model


gravity,Di sini proses sebaran pergerakan dan pemilihan moda dilakukan secara
bersamaan.

5.4 Model jenis IV

Model jenis IV sering digunakan (walaupun model jenis III lebih populer
di negara barat). Model tersebut menggunakan kurva diversi, persamaan regresi
atau variasi model III. Model ini selalu menggunakan nisbah atau selisih antara
hambatan antara dua moda yang bersaing.
6. MODEL SINTETIS DALAM PEMILIHAN MODA

6 .1 Model kombinasi sebaran pergerakan- pemilihan moda

Pendekatan entropi - maksimum dapat digunakan untuk mendapatkan


model kombinasi sebaran pergerakan dan pemilihan moda secara simultant. Untuk
itu harus dibentuk pendekatan masalah entropi-maksimum dalam bentuk dua buah
moda sebagai berikut ( Tamin, 1997).

LogW Tij =
k
Maksimumkan (Tijk log Tijk Tijk ) (2.1)
ijk

dengan batasan T
jk
k
ij oi 0 (2.2)

Tijk Dj 0
(2.3)
jk

jk
Tijk - C = 0 (2.4)

Dengan mudah dapat dilihat bahwa permasalahan tersebut mempunyai solusi:


exp (- Cikk )
k
T ij =A i o i B j D j

(2.5)

1
Tij1 exp( Cij1 )
P = =
exp( Cij1 ) exp( Cij1 )
ij
Tij

(2.6)
Dimana:
1
P ij = Proporsi pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan j dengan
menggunakan
Moda 1
k
T ij =Jumlah pergerakan dari zona i ke zona j dengan menggunakan moda k
k
C ij =Biaya pergerakan antara zona i ke zona j dengan menggunakan moda k
=Konstanta

Bentuk fungsi persamaan 2.6 dikenal dengn bentuk logit, beberapa prilaku
model tersebut adalah:
1. Menghasilkan kurva berbentuk S, mirip dengan kurva diversi empiris
2. Jika C 1 = C 2 , maka P 1 = P 2 = 0,5
3. Dapat dikembangkan untuk berbagai moda dengan :

1
exp( Cijk )
P =
exp( Cijk )
ij
k

(2.7)
Dimana :
= koefisien yang diperoleh dari hasil regresi

oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona i ke zona zona yang lain
A i = Potensi yang ada di i
B j = Potensi yang ada dari
D j = Jumlah dari pergerakan yang menuju ke zona tujuan
Selanjutnya, Hyman (1969) menyimpulkan bahwa nilai bisa di cari
dengan cara empiris dengan persamaan berikut :
k
(2.8)
Cid

dengan k = 2 ~3
Cid = Rata- rata C id
C id = Biaya pergerakan dari zona i ke zona d

2.6.2 Kalibrasi model logit - biner

1
P1 = (2 .9)
1 exp 1 C2 C1

exp 1 C2 C1
P2 = 1- P1 = (2.10)
1 exp C2 C1
P1 1

1 P1 exp C2 C1 =exp C2 C1
=
(2.11)
P1
Log = C2 C1
P1
(2.12)
Keterangan P1 = Proporsi menggunakan moda 1
1 & 2 = Jenis moda yang dibandingkan
C = Parameter yang dipakai sebagaidasar perbandingan
= Koefisien yang diperoleh dari hasil regresi
= Intersept
Nilai dan dapat dikalibrasi dengan analisis regresi linier dengan sisi
kiri persamaan (2.12) berperan sebagai variabel terikat dan ( C1 dan C2 ) sebagai
variabel bebas sehingga adalah kemiringan garis regresi dan adalah
intersep. Dengan menggunakan persamaan tersebut maka akan diprediksikan
beberapa proporsi moda angkutan umum (moda 1) apabila diketahui selisih travel
costnya terhadap moda angkutan pribadi, (cost 2 -cost 1).

7. PENDEKATAN REGRESI LINIER DALAM MODEL PEMILIHAN


MODA (MODAL SPLIT MODEL)
7.1 Analisa Regresi Linier

Persamaan regresi linier variabel ganda denga empat buah variabel bebas
ini dapat dihitung sebagai berikut:
Y = a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + b ( 2.13)
dimana : Y = Jumlah perjalanan keluarga dalam satu hari
X1 = Jumlah anggota keluarga
X2 = Jumlah pendapatan keluarga
X3 = Jumlah kendaraan dalam keluarga
X4 = Jumlah anggota keluarga yang sudah bekerja dan atau sekolah
a1,a2,a3,a4 = Koefisien regresi dari variabel ganda
Selanjutnya dilakukan pengujian korelasi antar semua pasangan variabel
yang ditinjau dengan menggunakan persamaan regresi linier sederhana sebagai
berikut:
Y ab X (2.14)
dimana : Y = Variabel yang diramalkan
X = Variabel bebas
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
Konstanta a dan koefisien regresi b dapat dihitung dari persamaan normal
yang sederhana , (Supranto, 1989).
Y = n a b X ( 2.15)
XY a. X b X 2

(2.16)
Dimana n Banyaknya sampel
Selanjutnya dapat disederhanakan sehingga dapat diperoleh nilai a dan
b sebagai berikut, (Dajan, 1993):
n XY X Y
b (2.17)
n X 2 X 2

a
Y b X
( 2.18)
n

7.2 Analisa Korelasi

1. Angka koefesien korelasi


Dengan persamaan sebagai berikut, (Dajan, 1993):
n xy x y
R (2.19)
( n x 2 ( x ) 2
) ( n y 2 ( y ) 2 )

Nilai koefesien ini berkisar antara 1 sampai +1


R = 1 : Hubungan antara X dan Y sempurna positif
R = -1: Hubungan antara X dan Y sempurna negatif
R = 0 : Hubungan antara X dan Y lemah sekali atau tidak ada hubungan
2. Koefesien penentu (coefficient of determination)
Dihitung dengan dasar mengkuadratkan nilai koefesien korelasi dengan
persamaan sebagai berikut:
( n xy x y ) 2
R2
( n x 2 ( x ) 2 * ( n y 2 ( y ) 2 ))

(2.20)
Nilai koefesien berkisar antara 0< R 2 < 1 koefesien determinan (KD)
dinyatakan dalam prosentase KD = R 2 x 100 %

8. MODEL PEMILIHAN MODA dengan ANALISA REGRESI


8.1 Perbandingan Penggunaan Moda Berdasarkan Analisa Regresi

Model analisa regresi digunakan untuk mencari peubah yang diperlukan


dalam perhitungan analisa logit biner selanjutnya. Analisa regresi disini adalah
merupakan hasil uji statistik dan sesuai dengan hasil komputasi dengan bantuan
program komputer Sofware Excel untuk analisa data survey.
Tabel 8.1 : Jumlah perjalanan ( y), dengan jumlah pemilih yang menggunakan
moda Sepeda Motor (X1) dan Angkot (X2).
SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0.85041326
R Square 0.72320271
Adjusted R 0.44640542
Square
Standard Error 1.17642953
Observations 5

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 2 7.232027 3.616014 2.6127521 0.276797
Residual 2 2.767973 1.383986
Total 4 10

Coefficient Standard t Stat P-value Lower Upper Lower Upper


s Error 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 4.19760433 0.93123 4.507589 0.0458576 0.19084 8.204368 0.19084 8.204368
XVariable1 0.01150795 0.008895 1.293723 0.3250239 -0.02677 0.049781 -0.02677 0.049781
XVariable2 -0.0249962 0.012326 -2.02801 0.179745 -0.07803 0.028036 -0.07803 0.028036

Hasil perhitungan regresi diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :


Y = 4.198 + 0. 012 X1 0.025 X2
Dari tabel 8.1 memperlihatkan bahwa hubungan regresi pemilihan moda
sepeda motor dengan moda angkot tehadap jumlah perjalanan relatif kuat, dalam
arti jumlah perjalanan dipengaruhi oleh kedua varian tersebut relatif besar yaitu :
peubah moda sepeda motor dengan moda angkot, ini ditunjukkan dengan angka
korelasi 0.850 dan koefisien determinan 0. 723. Sementara pengaruh pemilihan
moda sepeda motor berbanding terbalik dengan pengaruh pemilihan angkot atau
dengan kata lain pemilihan moda sepeda motor dengan angkot untuk perjalanan
yang sama yaitu penyebaran jumlah perjalanan berbanding lurus dengan
pemilihan moda sepeda motor dan berbanding terbalik dengan moda angkot.
Tabel 8.2 : Jumlah perjalanan (Y) dengan jumlah pemilih yang menggunakan
moda Sepeda motor (X1) dengan moda Taxi (X2)
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.44365099
R Square 0.1968262
Adjusted R Square -0.6063476
Standard Error 2.00396332
Observations 5

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 2 1.968262 0.984131 0.2450605 0.803174
Residual 2 8.031738 4.015869
Total 4 10

Coefficient Standard t Stat P-value Lower Upper Lower Upper


s Error 95% 95% 95.0% 95.0%
Intercept 3.8655488 1.56871 2.46415 0.132687 -2.88409 10.61519 -2.88409 10.6152
XVariable1 -0.0130279 0.02733 -0.47676 0.680547 -0.1306 0.104547 -0.1306 0.10455
XVariable2 0.0889129 0.27225 0.32658 0.774995 -1.08251 1.260332 -1.08251 1.26033
Hasil perhitungan regresi diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = 3.866 0.013 X1 + 0.089 X2
Dari tabel 8.2 memperlihatkan bahwa hubungan regresi pemilihan moda
sepeda motor dengan moda taxi terhadap jumlah perjalanan relatif lemah , dalam
arti jumlah perjalanan yang dipengaruhi oleh kedua varian tersebut relatif kecil
yaitu : moda sepeda motor dengan moda taxi , ini ditunjukkan dengan angka
korelasi 0.444 dan koefisien determinan 0.197. Sementara pengaruh pemilihan
moda sepeda motor berbanding terbalik dengan pengaruh pemilihan moda taxi,
dengan kata lain pemilihan moda sepeda motor dan taxi untuk perjalanan yang
sama yaitu penyebaran jumlah perjalanan berbanding lurus dengan pemilihan
moda taxi dan berbanding terbalik dengan moda sepeda motor.
Secara keseluruhan hasil analisa regresi dari persamaan regresi terhadap
pemilihan moda disajikan dalam tabel 8.3 berikut :
Tabel 8.3 : Hasil regresi perbandingan pemilihan moda
Perbandingan Moda Rumusan Regresi R R2
Cidomo dan sepeda Y = 3.930 - 0.017X1 + 0.031 X2 0.684 0.469
Sepeda motor dan Angkot Y = 4.198 + 0.012 X1 - 0.025 X2 0.850 0.723
Sepeda motor dan Taxi Y = 3.866 - 0.013 X1 + 0.089 X2 0.444 0.197
Sepeda motor dan Mobil Y = 3.808 - 0.004 X1 + 0.001 X2 0.393 0.154
Angkot dan Taxi Y = 4.405 - 0.032 X1 + 0.176 X2 0.984 0.968
Angkot dan Mobil Y = 2.665 - 0.035 X1 + 0,075 X2 0.978 0.937
Taxi dan Mobil Y = 7.154 + 0.327 X1 - 0.146 X2 0.540 0.292
Sumber : Hasil Analisa Data primer
Berdasarkan tabel 8.3 diatas, dinyatakan beberapa hal yaitu pertama,
memperlihatkan bahwa perbandingan moda cidomo dan sepeda, sepeda motor dan
taxi, sepeda motor dan mobil, serta taxi dan mobil, mempunyai angka korelasi dan
koefisien determinan yang rendah , ini menunjukkan utilitas kedua moda jika
diperbandingkan terhadap pemilih moda tersebut menunjukkan hubungan yang
saling tidak mempengaruhi dan menunjukkan tingkat kepuasan yang berbeda,
dalam arti bahwa jika kita dihadapkan pada pasangan moda diatas contohnya
sepeda motor dan taxi, maka kita akan cenderung untuk memilih salah satunya
dan tidak akan memilih yang lainnya, atau pengguna moda tersebut diatas
cenderung akan mengutub dalam arti akan ada kelompok pengguna sepeda motor
saja dan akan ada kelompok pengguna taxi saja.
Kedua, memperlihatkan perbandingan moda sepeda motor dan angkot,
angkot dan taxi, serta angkot dan mobil, mempunyai angka korelasi dan angka
koefisien determinan yang tinggi, ini menunjukkan bahwa kedua moda yang
diperbandingkan terhadap pemilih moda tersebut mempunyai utilitas yang hampir
sama dalam arti bahwa jika kita dihadapkan pada pasangan moda seperti diatas
contohnya sepeda motor dan angkot, maka kita akan memilih moda tergantung
kondisi pada waktu dihadapkan pada pilihan - pilihan tersebut,dimana pada saat
itu dimungkinkan untuk memilih sepeda motor dan memilih angkot di waktu
yang lain.

8.2 Perbandingan Penggunaan Moda Berdasarkan Analisa Logit Biner

Model penyebaran moda berdasarkan logit biner menunjukkan proporsi


penggunaan moda, pada dua jenis moda saja.
Dalam menganalisa berdasarkan analisa logit-biner diperlukan data-data
tambahan yang lain seperti jarak dan waktu tempuh masingmasing moda, dari
lampiran E didapatkan ratarata nilai C masingmasing moda adalah sebagai
berikut :
Tabel 8.4. Nilai Impedance faktor dan kalibrasinya
Moda Waktu/ Jarak Kalibrasi
( menit/1 Km )
Mobil ( M) 3,638 0,500
Taxi ( Tx) 4,234 0,582
Sepeda Motor (SM) 4,437 0,610
Angkot (A ) 5,838 0,802
Sepeda ( S ) 7,560 1,037
Cidomo ( C ) 12,933 1,777
Berjalan kaki (BJ ) 13,576 1,866
Sumber : Data Primer
Setelah dianalisa dengan menggunakan analisa regresi maka selanjutnya
dianalisa dengan menggunakan metode logit-biner yang menunjukkan proporsi
penggunaan moda pada beberapa pasangan moda, dan untuk lebih jelasnya
perhitungan dengan menggunakan analisa logit-biner dapat disajikan sebagai
berikut :

8.2.1 Model logit-biner moda cidomo dan sepeda

Diketahui persamaan regresi y = 3.930 0.017 C + 0.031 S


Cc = 1.777
Cs = 1. 039
1
P1
1 exp(1 (C2 C1 ))
1

1 exp(0.065(1.039 1 1.777 ))

1

1 exp( 0.0165(0.262)

1

1 exp(0.004323)

1

1 1.00433
0.4989 0.499
49,9%

P2 1 P1
1 0.499
0.501
50.1%
exp(1 (C2 C1 ))
P2
1 exp( (C2 C1 ))

exp( 0.0165(1.039 1 1.777))



1 exp(0.0309(1.039 1 1.777))

1.00433

1 0.991936
0.504 50.4%
P1 0.499
0.996
(1 P1 ) 1 0.499

P1
Log Log 0.996 0.00174
(1 P1 )
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa jika kita membandingkan
moda cidomo dan sepeda maka proporsi pemilihan moda tersebut berdasarkan
model logitbiner adalah cidomo 49.9% dan sepeda 50.1%. Artinya jika seseorang
pengguna moda dihadapkan pada dua pilihan moda secara bersamaan pada saat ia
akan melakukan perjalanan, maka kedua moda tersebut memiliki peluang yang
sama untuk terpilih. Hal ini disebabkan karena tingkat utilitas dari kedua moda
hampir sama yaitu dimana nilai Cs dan Cc hampir sebanding. Dengan kata lain
jika seseorang dihadapkan pada moda cidomo dan sepeda maka, jika moda
terpilih telah ditetapkan misalnya moda sepeda maka moda cidomo tidak terpilih
atau kemungkinan seseorang menggunakan moda cidomo dan sepeda dalam
perjalananya relatif kecil.

8.2.2 Model logit biner moda sepeda motor dan angkot

Diketahui persamaan regresi : Y = 4.198 + 0.012 SM 0.025 A


CSM = 0.610
CA = 0.802

1
P1
1 exp(1 (C2 C1 ))
1

1 exp( 0.0115(0.802 1 0.610)

1

1 exp(0.0115(1.192)

1

1 exp( 0.01371)

1

1 0.9864
0.5034 0.503
50.3%
P2 1 P1
1 0.503
0.497
49.7%
exp(1 (C2 C1 ))
P2
1 exp( (C2 C1 ))

exp(0.0115 (0802 1 0.610))



1 exp(0.0249(0.802 1 0.610))

0.9864

1 1.0301
0.4859 0.486 48.6%

P1 0.503
1.01207
(1 P1 ) 1 0.503

P1
Log Log1.01207 0.00521
(1 P1 )
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa nilai C dari kedua moda yang
diperbandingkan hampir sama dan menghasilkan proporsi pemilihan moda
berdasarkan model logit-biner adalah sepeda motor 50.3% dan angkot 49.7%. Ini
berarti bahwa jika pengguna moda dihadapkan pada dua pilihan moda, pada saat
ia akan melakukan perjalanan maka kedua moda tersebut yaitu sepeda motor dan
angkot memiliki peluang yang sama untuk terpilih.

8.2.3 Model logit biner moda sepeda motor dan taxi

Diketahui persamaan regresi : Y = 3.866 0.013 SM + 0.089 Tx


CSM = 0.610
CTx = 0.582
1
P1
1 exp(1 (C2 C1 ))
1

1 exp(0.0130(0.582 1 0.610))
1

1 exp(0.0130(0.972)

1

1 exp(0.012636)

1

1 1.01272
0.4968 0.497
49.7%
P2 1 P1
1 0.497
0.503
50.3%
exp(1 (C2 C1 ))
P2
1 exp( (C2 C1 ))

exp(0.0130(0.582 1 0.610))

1 exp(0.0889(0.582 1 0.610))

1.01272

1 0.91722
0.5282 0.528 52.8%

P1 0.497
0.988072
(1 P1 ) 1 0.497

P1
Log Log 0.988072 0.0052116
(1 P1 )
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa jika kita membandingkan
moda sepeda motor dan taxi berdasarkan analisa logit biner dan dimana kedua
moda tersebut mempunyai nilai C yang hampir sama, kita akan mendapatkan
proporsi pemilihan moda sepeda motor 49.7% dan taxi 50.3%. Hasil ini
menunjukkan bahwa antara moda sepeda motor dan taxi mempunyai peluang
yang hampir sama untuk menjadi moda yang dirpilih oleh pelaku perjalanan
dalam hal ini adalah responden.
8.2.4 Model logit biner moda sepeda motor dan mobil

Diketahui persamaan regresi : Y = 3.808 0.004 SM 0.001 M


CSM = 0.610
CM= 0.5
1
P1
1 exp(1 (C2 C1 ))
1

1 exp(0.004(0.5 1 0.610))

1

1 exp(0.004(0.890)

1

1 exp(0.00356)

1

1 1.00356
0.4991 0.499 49.9%

P2 1 P1
1 0.499
0.501
50.1%
exp(1 (C2 C1 ))
P2
1 exp( (C2 C1 ))

exp(0.004(0.5 1 0.610))

1 exp(0.0012(0.5 1 0.610))

1.00356

1 1.00106
0.50151 0.502 50.2%

P1 0.499
0.996
(1 P1 ) 1 0.499
P1
Log Log 0.996 0.001737
(1 P1 )
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa jika kita membandingkan
moda sepeda motor dan mobil yang mempunyai kapasitas berbeda dan nilai
utilitas yang hampir sama yaitu untuk sepeda motor 0.500 dan mobil 0.610, kita
mendapatkan proporsi pemilihan moda berdasarkan analisa logit biner adalah
sepeda motor 49.9% dan mobil 50.1%. Ini menunjukkan bahwa moda sepeda
motor dan moda mobil mempunyai jumlah peminat yang sama sebagai moda
terpilih dari pelaku perjalanan, dalam arti pada saat ini pelaku perjalanan dapat
memilih moda sepeda motor dan pada waktu yang lain dapat memilih moda
mobil, jadi pelaku perjalanan tidak memilih kedua moda tersebut secara
bersamaan.

8.2.5 Model logit biner moda angkot dan taxi

Diketahui persamaan regresi : Y =4.405 0.032 A+ 0.176 Tx


CA = 0.802
CTx= 0.582
1
P1
1 exp(1 (C2 C1 ))
1

1 exp(0.0328(0.582 1 0.802))

1

1 exp(0.0328(0.78)

1

1 exp(0.02584)

1

1 1.02591
0.4936 0.494
49.4%

P2 1 P1
1 0.494
0.506
50.6%
exp(1 (C2 C1 ))
P2
1 exp( (C2 C1 ))

exp(0.0328(0.582 1 0.802))

1 exp(0.1755(0.582 1 0.802))

1.02591

1 0.872066
0.548009 0.548 54.8%

P1 0.494
0.9763
(1 P1 ) 1 0.494

P1
Log Log 0.9763 0.010423
(1 P1 )
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa jika kita membandingkan
moda angkot dan taxi yang sama-sama angkutan umum dan memiliki tingkat
utilitas yang hampir sama, maka proporsi pemilihan kedua moda tersebut
berdasarkan analisa model logit biner adalah angkot 49.4 % dan taxi 50.6 %. Ini
menunjukkan proporsi yang hampir sebanding dan berarti kedua moda tersebut
mempunyai peluang yang sama untuk menjadi moda terpilih, dalam arti jika
pelaku perjalanan sudah memilih moda angkot maka moda taxi tidak terpilih atau
sebaliknya jika pelaku perjalanan memilih moda taxi maka moda angkot tidak
terpilih, jadi kemungkinan menggunakan kedua moda dalam perjalananya relatif
kecil.

8.2.6 Model logit biner moda angkot dan mobil

Diketahui persamaan regresi : Y =2.665 0.035 A+ 0.075 M


CA = 0.802
CM= 0.5
1
P1
1 exp(1 (C2 C1 ))
1

1 exp(0.0349(0.5 1 0.802))

1

1 exp(0.0349(0.698)

1

1 exp(0.02436)

1

1 1.024659
0.4939 0.494
49.4%

P2 1 P1
1 0.494
0.506
50.6%
exp(1 (C2 C1 ))
P2
1 exp( (C2 C1 ))

exp(0.0349(0.5 1 0.802))

1 exp(0.0751(0.5 1 0.802))

1.024659

1 0.9489
0.52576 0.526 52.6%

P1 0.494
0.9763
(1 P1 ) 1 0.494

P1
Log Log 0.9763 0.010423
(1 P1 )
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa jika kita membandingkan
moda angkot dan mobil dimana moda angkot adalah angkutan umum dan moda
mobil adalah angkutan pribadi dan keduanya mempunyai nilai C yang hampir
sama mempunyai proporsi pemilihan moda berdasrkan analisa model logit-biner
adalah 49.4 % dan mobil 50.6 %.Ini berarti bahwa kedua moda tersebut
mempunyai peluang yang sama untuk terpilih pada saat pelaku perjalanan akan
memilih moda yang akan digunakan, diantara dua moda yang ditawarkan secara
bersamaan.

8.2.7 Model logit biner moda taxi dan mobil

Diketahui persamaan regresi : Y =7.154+ 0.327 Tx + 0.146 M


CTx = 0.582
CM= 0.5
1
P1
1 exp(1 (C2 C1 ))
1

1 exp(0.3265(0.5 1 0.582))

1

1 exp(0.3265(0.916)

1

1 exp(0.299727)

1

1 0.74102
0.5744 0.574
57.4%

P2 1 P1
1 0.574
0.426
42.6%
exp(1 (C2 C1 ))
P2
1 exp( (C2 C1 ))

exp(0.3265(0.5 1 0.582))

1 exp(0.1457(0.5 1 0.582))

0.74102

1 1.1431
0.34576 0.346 34.6%
P1 0.574
1.3474
(1 P1 ) 1 0.574

P1
Log Log1.3474 0.1294965
(1 P1 )
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa jika kita membandingkan
moda taxi dan mobil yang mempunyai utilitas, kenyamanan dan kapasitas yang
hampir sama, maka proporsi pemilihan kedua moda tersebut berdasarkan model
logitbiner adalah taxi 57.4% dan mobil 42.6 %. Ini berarti bahwa moda taxi dan
mobil mempunyai peluang yang sama untuk menjadi moda terpilih yang
digunakan oleh oleh pengguna moda pada saat ia akan melakukan perjalanan,
dengan kata lain jika pengguna moda sudah memilih taxi maka moda mobil tidak
terpilih atau pengguna moda akan menggunakan moda taxi dan mobil secara
bersamaan dalam perjalananya relatif kecil.
Lebih jelasnya hasil analisa logit-biner dari semua pasangan moda yang
diperbandingkan dapat dilihat pada tabel 5.12 sebagai berikut :
Tabel 5.12 . Hasil Analisa logit-biner pasangan moda

P1
NO PROPORSI C1 C2
Log
1 P1
P1 (%) p2 (%)
1 49.9 50.1 1.777 1.039 -0.00174
2 50.3 49.7 0.61 0.802 0.00521
3 49.7 50.3 0.61 0.582 -0.00521
4 49.9 50.1 0.61 0.5 -0.001737
5 49.4 50.6 0.802 0.582 -0.010421
6 49.4 50.6 0.802 0.5 -0.01042
7 57.4 42.6 0.582 0.5 0.12949
Sumber :Hasil Analisa Data Primer

Berdasarkan tabel 5.12 diatas dapat dinyatakan bahwa pasangan beberapa

pilihan moda menunjukkan proporsi yang hampir seragam, artinya jika seseorang

dihadapkan pada dua pilihan moda secara bersamaan pada saat akan melakukan
perjalanan maka kedua moda tersebut memiliki peluang yang sama untuk terpilih

atau digunakan. Pelaku perjalanan memandang atau menilai kedua moda yang

ditawarkan memiliki karakteristik yang sama atau memiliki tingkat pelayanan

yang sama. Hal ini sangat tidak sesuai terutama untuk kombinasi pilihan moda

sepeda motor dengan mobil, angkot dengan mobil, angkot dengan taxi, taxi

dengan mobil dan sepeda motor dengan taxi, dengan kata lain karakteristik

angkutan umum belum memberikan pola atau ciri pelayanan yang baik sehingga

pemilih memandang angkutan umum sama baik atau sama jeleknya dengan

angkutan pribadi. Ini berarti pemerintah perlu penanganan yang lebih serius

terhadap angkutan umum.

Anda mungkin juga menyukai