CEDERA KEPALA
a. Pengertian
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transfortasi korban
ke Rumah sakit , penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. (Mansjoer, Arif. 2008.
Kapita Selekta Kedokteran: jilid II. Jakarta : Media Aesculapius).
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara anatomis
otak dilindungi dari cedera oleh rambut , kulit kepala, serta tulang dan tentorium
(helm) yang membungkusnya.
Berdasarakan GCS, cedera kepala atau cedera otak dapat dibagi menjadi tiga
gradasi, yaitu:
1. Cedera kepala ringan/ cedera otak ringan, bila GCS : 13-15
2. Cedera kepala sedang/ cedera otak sedang , bila GCS : 9-12
3. Cedera kepala berat/ cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8.
b. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh
benda atau serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau
energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-
deselerasi) pada otak.
d. Patofisiologi
Trauma kepala
Difusi O2 terhambat
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1 B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan keluhan dari klien.
Kesadaran umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan keasadaran
(cedera kepala ringan/ cedera otak ringan GCS 1315, cedera kepala sedang
GCS 912, cedera kepala berat/ cedera otak berat GCS kurang atau sama
dengan 8) dan terjadi perubahan tandatanda vital.
Pemeriksaan fisik B1 B6
B1 (Breathing)
- Inspeksi : didapat klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas.
- Palpasi : fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
- Perkusi : adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan
trauma pada thoraks / hemothoraks.
- Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor,
ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan
kemampuan batuk yang menurun sering di dapatkan pada klien cedera
kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
B2 (Blood)
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
bradikardi takikardi, dan aritmia.
B3 (Brain)
Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat
letargi , stupor , semikomatosa , sampai koma.
B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk
berat jenis.
B5 (Bowel)
Kaji adanya keluhan sulit menelan, nafsu makn menurun, mual muntah
pada fase akut.
B6 ( Bone )
Kaji wana kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. Disfungsi motorik
paling umum adalah kelemahan pada seluruh eksterimitas.
3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala
meliputi :
CT scan (dengan / tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif.
Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
Sinar X
Mendeteksi perubahan stuktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang .
BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarakhnoid.
Kadar elektolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
intrakranial.
Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kasadaran.
Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada areal pleural.
Toraksentesis menyatakan darah/cairan.
Analisa gas darah (AGD/ Astrup)
Analisa gas darah (AGD/ Astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa.
4. Penatalaksanaan medis
Penalaksanaan konservatif yaitu :
1. Bedrest total
2. Observasi tanda tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat obatan
Dexamethason/ kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasoditasi.
Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%,
atau glukosa 40% , atau gliserol 10%
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
4. Makanan atau cairan .
5. Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
f. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi peningkatan intrakranial yang berhubungan desak ruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
2. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan depresi pada
pusat pernafasan di otak, kelemahan otototot pernafasan, ekspansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan, perubahan perbandingan
oksigen dengan karbondioksida kegagalan ventilator.
3. Tidak efektif kebersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penumpukan
sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan, adanya nafas buatan pada trakea, ketidak mampuan batuk/
batuk efektif.
4. Perubahan kenyamanan : nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan pada reflek spasme otot sekunder.
5. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan terpasangnya
endotracheal/ tracheostomy tube dan paralisis/ kelemahan neuromuskular.
g. Rencana keperawatan
1. Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan balik bersifat
intrasererbral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala,
mualmual dan muntah, GCS : 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV
dalam batas normal.
Intervensi dan Rasional :
Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
Rasional : deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji
status neurologis/ tandatanda kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan.
Monitor tanda tanda vital tiap 4 jam.
Rasional : suatu keadaan normal bla sirkulasi serebral terpelihara
dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik,
penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan
difusi lokal vaskularisasi darah serebral .
Evaluasi pupil, amati, ukuran ketajaman dan reakai terhadap cahaya.
Rasional : reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata
merupakan tanda dari gangguan nervus/ saraf jika batang otak
terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III kranial (okulomotorik)
yang menunjukan keutuhan batang otak, ukuran pupil menunjukan
keseimbangan antara parasimpatis dan simpatis. Respon terhadap
cahaya merupakan kombinasi fungsi dari saraf kranial II dan III.
Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
Rasional : panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan metabolisme dan oksigen akan menunjang peningkatan TIK
/ ICP ( Intraranial Pressure).
Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal . Hindari penggunaan bantal yang tinggi di daerah
kepala.
Rasional : perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah ke otak
(menghambat drainase pada vena serebral), untuk dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
d. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang / hilang.
Kriteria hasil : secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di
adaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkat atau
menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
Intervensi dan rasional :
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan invasif.
Rasional : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
Ajarkan relaksasi : tehnik tehnik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
Rasional : akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan
oksigen oleh jaringan akan terpenuhi dan akan mengurangi nyerinya.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut .
Rasional : mengalihkan perhatian nyerinya ke halhal yang
menyenangkan.
Berikan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman misalnya ketika tidur, belakangnya diisi bantal kecil.
Rasional : istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan .
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungka
berapa lama nyeri akan berlangsung .
Rasional : pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian analgesik.
Rasional : analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.