Hepatoma (Hepatocellular Carcinoma/HCC) adalah tumor ganas hati primer yang berasal
dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma juga dikenali dengan nama lain yaitu kanker hati
primer, hepatokarsinoma dan kanker hati. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis,
85 % merupakan HCC, 10 % Cholangiocarcinoma/CC dan sisanya adalah jenis lainnya. HCC
meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia, menempati peringkat kelima pada laki-
laki dan peringkat kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia. Secara
epidemiologis tingkat kekerapannya banyak terjadi di negara berkembang dengan prevalensi
tinggi hepatitis virus.
Selain infeksi hepatitis virus, adanya kelompok jamur aflatoksin, obesitas, diabetes
mellitus, alkohol dan penyakit hati metabolik lain diakui sebagai faktor resiko terjadinya proses
patologi pada sel hepar yang menyebabkan terbentuknya HCC. Manifestasi klinisnya sangat
bervariasi dari asimptomatik sampai gejala yang sangat jelas dan disertai gagal hati. Namun
gejala yang paling sering dikeluhkan adalah perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas
abdomen disertai dengan adanya keluhan gastrointestinal lain. Ketiadaan ataupun
ketidakmampuan penerapan terapi yang bersifat kuratif menyebabkan HCC berprognosis buruk
dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
BAB II
LAPORAN KASUS
1
II.1 IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn S Agama : Islam
II.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara auto anamnesis pada tanggal 25 November 2013, jam 07.30 WIB di ruangan
rosella.
Keluhan Utama
Keluhan tambahan
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke IGD RSU Kardinah dengan keluhan utama
nyeri perut kanan atas dan perut membesar. Nyeri dirasakan di kuadran kanan atas sejak 2
minggu. Nyeri bersifat tumpul, terus menerus dan tidak menjalar. OS mengaku keluhan tidak
nyaman di perut sudah mulai dirasakan sejak lama berupa rasa penuh di perut terutama pada saat
sehabis diisi makanan, tetapi sekitar 2 minggu yang lalu terasa nyeri di bagian kanan atas
sehingga pasien memutuskan untuk berobat. Nyeri perut juga disertai dengan keluhan perut yang
dirasakan semakin membesar. OS juga mengeluh mual, muntah setiap kali habis makan, muntah
isi makanan, muntah darah segar ataupun hitam disangkal. OS mengaku bila makan harus sedikit
demi sedikit karena perut mudah terasa begah akibatnya nafsu makan berkurang.
Untuk buang air besar dirasakan kurang lancar, akhir-akhir ini OS biasanya buang air
besar 2-3 hari sekali, terakhir kali BAB 5 hari yang lalu, tetapi pasien masih bisa flatus meskipun
2
jarang. Bila buang air besar sedikit dan konsistensi agak keras dengan warna biasa (kuning
kecoklatan), BAB hitam disangkal. Buang air kecil sedikit warna seperti teh, nyeri atau panas
saat BAK (-), darah (-), keruh (-), dan berpasir (-).
Perut yang terasa penuh dan membesar membuat pasien kadang merasa sesakyang
bersifat hilang timbul dan tidak dipengaruhi aktivitas ataupun cuaca dan debu. Sesak juga tidak
disertai adanya nyeri dada ataupun bengkak di kedua kaki. Batuk sejak 1 bulan lalu, berdahak
putih encer dengan riwayat batuk darah (berupa bercak merah segar bercampur dahak) 1 kali. OS
mengaku akhir-akhir ini sering seperti demam (meriang) tetapi tidak terlalu tinggidan tidak
disertai menggigil. Kadang keringat malam (+). OS juga mengaku cepat lelah dan berat badan
menurun dari 55 kg menjadi 43 kg dalam waktu satu bulan.
Belum pernah mengalami keluhan yang sama. Riwayat bercak kemerahan seperti laba-
laba pada kulit, disertai perut membesar karena timbunan cairan, muntah darah dan BAB hitam
disangkal. Riwayat penyakit lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma dan penyakit jantung
disangkal oleh pasien. Saat remaja OS mengaku pernah sakit kuning karena hepatitis tetapi tidak
dirawat di rumah sakit.
c. Riwayat Pengobatan
Satu bulan yang lalu sempat dirawat di RSUD Suradadi dengan keluhan nyeri
tenggorokan dan batuk-batuk kemudian di foto rontgen thoraks dan dinyatakan sakit paru. Obat
sudah habis, pasien lupa obatnya dan sudah tidak pernah kontrol lagi. 2 minggu setelah dirawat
mulai timbul nyeri perut kanan atas sehingga OS memutuskan berobat ke RSU Kardinah.
Riwayat transfusi darah dan cuci darah disangkal.
d. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok 5 tahun lalu, setiap hari, jumlah tidak menentu tetapi dalam seminggu
tidak pernah lebih dari 1 bungkus, saat ini sudah berhenti. Riwayatminum alkohol 10 tahun lalu,
tetapi sedikit dan jarang, saat ini sudah berhenti. Riwayat penggunaan NAPZA disangkal.
Riwayat makanan siap saji dan berpengawet jarang, makanan berbahan kacang tanah juga jarang,
3
setiap hari makanan dimasak dengan penyedap buatan tetapi sedikit. OS mengaku kurang minum
air putih. Kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat-obatan di warung disangkal.
OS tinggal di rumah yang ventilasi dan pencahayaan yang kurang bagus. Daerah tempat
tinggal cukup padat. OS bekerja sebagai petani dan banyak menggunakan insektisida semprot
setiap harinya. Di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
e. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa. Riwayat penyakit hipertensi,
penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis dan batuk lama disangkal oleh keluarga.
OS merupakan seorang petani, mempunyai satu orang istri dan 3 orang anak yang tinggal
bersama dalam satu rumah. Istri pasien tidak bekerja dan pengobatan pasien ditanggung oleh
Jamkesmas.
g. Riwayat Alergi
Pemeriksaan jasmani dilakukan pada tanggal 25 November 2013 pukul 08.00 WIB.
a) Pemeriksaan Umum
Suhu : 37,5C
4
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 43 kg
b. Status Generalis
KEPALA
Bentuk : Normochepali
Rambut : Hitam sebagian putih,lurus, distribusi merata, rontok (-), alopesia (-)
dan tidak mudah dicabut
MATA
Palpebra : oedem (-) Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis (+/+)Visus : tidak diperiksa
Sklera : ikterik (+/+) Gerak BM :normal
Reflex Cahaya : +/+ Pupil : Isokor +/+, diameter 2 mm
Alis Mata : rata, simetris
HIDUNG
Bentuk : Normal, deviasi septum (-)
Nafas Cuping hidung : (-)
Perdarahan : (-/-)
Mukosa hidung : hiperemis /pucat (-/-), sekret (-/-)
TELINGA
Bentuk : Normotia Benjolan : -/-
Tuli : -/- Selaput pendengaran : intak
Lubang : lapang Penyumbatan : -/-
Serumen : +/+ Darah/cairan/sekret : -/-
MULUT
Bibir : lembab, kecoklatan, pucat (-), sianosis (-)
Tonsil : T1 T1, Hiperemis (-)
Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : OH baik, caries ( - )
Gusi : Berdarah (-), bengkak (-), stomatitis (-)
Faring : tidak hiperemis
Lidah : kotor (-), atrofi papil (-), hiperemis (-), kotor (-), tremor (-)
LEHER
Deformitas : (-)
Trakea : deviasi (-)
5
Kelenjar Tiroid : pembesaran (-), kulit sekitar normal, nyeri tekan (-)
KGB : pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : 5 +2 cm H2O
Retraksi otot bantu pernapasan (-)
THORAKS
Bentuk : Datar, barrel chest (-), simetris saat statis dan dinamis,
Buah dada :Simetris, papila mamae kecokelatan, retraksi (-), sekret (-), peau d
orange (-), benjolan (-), ginekomastia (-)
Kulit : Pucat (-), ikterik, dan spider nevi (-)
Paru Paru
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis, Simetris saat statis dan dinamis
Retraksi iga: Supra sternal (-/-),
Intercostae (-/-)
Kanan Simetris saat statis dan dinamis, Simetris saat statis dan dinamis
Gerakan dinding dada cepat dan
dalam, Retraksi iga: Supra sternal
(-/-), Intercostae (-/-)
Perkusi Kiri Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
Kanan Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri Suara Nafas vesikular normal Suara Nafas vesikular normal
Ronkhi +/+, wheezing -/- Ronkhi +/+, wheezing -/-
6
Jantung
- Inspeksi
o Tampak perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak lebih menonjol),
warna kulit ikterik, spider nevi (-), jaringan parut (-), tampak dilatasi vena
- Auskultasi
o Bising usus (+) lemah, frekuensi 2x/menit, bruit hepatic (-)
- Palpasi
o Supel, defans muskuler (-). Pada kuadran kanan atas teraba massa konsistensi
keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+).Teraba pembesaran
hepar, dimana lobus kanan teraba 6 cm dibawah arcus costae dextra sedangkan
lobus kiri teraba 2 cm dibawah processus xyphoideus, dengan tepi tumpul,
permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Vesica fellea tidak teraba,
murphy sign (-). Teraba pembesaran lien di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan
rata, konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+). Ballotemen (+). Undulasi (+).
- Perkusi
o Timpani keempat kuadran abdomen (-), nyeri ketok costovertebra (-/-), area
Traube redup, dan shifting dullness (+).
INGUINAL
Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA
Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS
Superior Inferior
Dekstra/Sinistra Dekstra/Sinistra
7
Sianosis (-/-) (-/-)
1. Laboratorium
a.Hasil pemeriksaan dilaporkan tanggal 22 November 2013
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
HEMATOLOGI
HEMATOKRIT 25.9 % 42 - 52
MCV 75.4 U 76 - 96
DIFF COUNT
8
Limfosit 22 % 25-40
Eosinofil 2 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
Kimia Darah
HEMATOLOGI
HEMATOKRIT 31.4 % 42 52
MCV 75.9 U 76 96
9
2. USG abdomen
Deskripsi
Hepar tampak ukuran besar, permukaan licin tepi tumpul. Ekoparenkim normoekoik.
Pada lobus kanan tampak massa hiperekoik bentuk relative bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm. CD
imaging massa tidak hipervaskuler, ascites (+).
Vesica fellea dinding tebal. Tampak sludge. CD imaging dinding hipervaskuler. Pankreas
dan lien tidak tampak kelainan. Intestine tampak, kaliber melebar ringan. Piano tuts sign (+).
Peristaltik minimal.
Ren dextra tampak, ukuran besar, ekoparenkim normoekoik. Tampak massa pada pol atas
ukuran 3,78 x 2,16 cm, kalises melebar, CD imaging tak hipervaskuler. Ren sinistra ukuran
besar, ekoparenkim normoekoik. Tampak batu pada pelvis renis, ukuran 1,67 cm, kalises
melebar.
Kesan
Massa hepar pada lobus kanan suspek hepatoma.Bile sludge vesica fellea. Massa ren
dextra dan nephrolitiasis sinistra dengan hydronephrosis. Sub ileus paralitik.
10
11
12
3. Foto thoraks PAdilakukan pada tanggal 6 November 2013
Deskripsi
meliputi seluruh lobus paru kanan), kalsifikasi (-), diafragma menurun (-), gambaran jantung tear
drop (-), sela iga melebar (-), dan sinus costophrenicus tajam.
Kesan
II.5FOLLOW UP
Nyeri perut kanan atas, mual, muntah tiap makan, belum BAB 3 hari, BAK sedikit dan
S berwarna gelap, kadang sesak.
O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang
Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)
13
Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa berbenjol, keras dan nyeri tekan di kuadran
kanan atas, hepatomegali lobus dextra 6 cm dibawah arcus costae, lobus kiri 2
cm dibwah processus xyphoideus, licin, tepi tumpul, keras, nyeri tekan (+).
Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube redup. BU melemah,
Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+).
USG : Massa hiperekoik di lobus kanan hepar berbentuk bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm,
disertai ascites dan hepatomegali. Sludge pada vesica fellea. Pelebaran intestine dengan
peristaltic minimal. Massa pada pol atas ren dextra ukuran 3,78 x 2,16 cm, pelebaran
kalises, dan batu pada pelvis renis sinistra berukuran 1,67 cm dengan disertai kalises
melebar.
A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitisdan
urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik.
P PRC 1000 cc, IVFD RL 20 tpm, diet lunak, pasang NGT dan DC (pasien menolak)
Lasix 2x1, ceftriaxon 2x1 gr IV, cedantron 2x4 mg IV, urdahex 3x1, B complex 2x1
Nyeri perut kanan atas, mual, muntah berkurang, belum BAB 4 hari, BAK sedikit dan
S berwarna gelap, sesak.
O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang
14
Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 96x/menit, RR 28x/menit, S 37,8oC
Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)
Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,
hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube
redup. BU melemah, Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting
dullness (+).
A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan
urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis
Nyeri perut kanan atas masih , mual, muntah berkurang, belum BAB 5 hari, BAK sedikit
S dan berwarna gelap, kadang sesak
O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang
Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)
Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,
hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube
15
redup. BU 2x/menit melemah, Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan
shifting dullness (+).
A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan
urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis
Nyeri perut kanan atas, mual, muntah berkurang, belum BAB masih belum, BAK sedikit
S dan berwarna gelap, sesak berkurang
O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang
Sclera ikterik
Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)
Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,
hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube
redup. BU (+), Ballotement (+). Ascites berkurang dengan shifting dullness (+)
16
A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan
urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis
P Terapi tetap
II.6 RESUME
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang
bersifat tumpul, terus menerus dan tidak menjalar sejak 2 minggu disertai perut yang semakin
membesar. Sudah sejak sebulan lalu perut teras penuh dan mudah begah sehabis makan. Mual,
muntah tiap kali makan, dan nafsu makan berkurang. BAB jarang 2-3 hari sekali, bila BAB keras
berwarna kuning kecoklatan, terakhir BAB 5 hari lalu, flatus (+). BAK sedikit warna seperti teh.
Pasien juga mengeluh sesak karena perut semakin membesar.Batuk sejak 1 bulan lalu, berdahak
putih encer dengan riwayat batuk darah (berupa bercak merah segar bercampur dahak) 1 kali.
Akhir-akhir ini sering demam tetapi tidak tinggi, kadang ada keringat malam, cepat lelah dan
dalam 1 bulan berat badan turun 12 kg. Terdapat riwayat hepatitis dengan pengobatan tidak
adekuat. Riwayat merokok, alkohol, penyedap makanan buatan dan paparan insektisida setiap
hari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan compos mentis, TD 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit,
RR 20x/menit dan suhu 37, 5C. IMT 16,7 (gizi kurang dengan ascites). Konjungtiva anemis.
Ikterik pada sclera dan kulit pemeriksaan thoraks didapatkan rhonki (+/+). Pada pemeriksaan
abdomen tampak membuncit dan tidak simetris (kanan atas lebih menonjol) dan dilatasi vena.
Bising usus (+) melemah, kuadran kanan atas teraba massa konsistensi keras, permukaan
bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+).Teraba pembesaran hepar, dimana lobus kanan teraba 6
cm dibawah arcus costae dextra sedangkan lobus kiri teraba 2 cm dibawah processus
xyphoideus, dengan tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Vesica
fellea tidak teraba, murphy sign (-). Teraba pembesaran lien di Schuffner 3, tepi tumpul,
permukaan rata, konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+). Ballotemen (+), undulasi (+), timpani
menghilang dikeempat kuadran, daerah Traube redup dan shifting dullness (+). Ekstremitas tidak
ditemukan adanya kelainan.
17
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit 30.6, eritrosit 3.4, hemoglobin 8.3,
hematokrit 25.9, MCV 75.4, MCH 24.5 dan MCHC 32.0. Pemeriksaan kimia darah netrofil 93.9,
limfosit 22. LED 1 jam 30 dan LED 2 jam 96. Ureum 118 dan kreatinin 2.66. Pemeriksaan USG
didapatkan massa hiperekoikdi lobus kanan hepar berbentuk bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm,
disertai ascites dan hepatomegali. Sludge pada vesica fellea. Pelebaran intestine dengan
peristaltic minimal. Massa pada pol atas ren dextra ukuran 3,78 x 2,16 cm, pelebaran kalises, dan
batu pada pelvis renis sinistra berukuran 1,67 cm dengan disertai kalises melebar. Pada foto
thoraks PA tampak gambaran TB paru duplex aktif dengan fibrosis. Oleh karena itu berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosis kerjanya adalah observasi ascites
dan massa hepar dengan suspek hepatoma, observasi insufisiensi ginjal dengan massa ren dextra
dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, dan ikterik dengan suspek hepatoma
dan sludge vesica felleadengancholecystitis, serta TB paru duplex dengan fibrosis.
18
I.8 ANALISA MASALAH
19
- Splenomegali di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi lunak, dan
nyeri tekan (+), area Traube redup. Dapat disebabkan karena adanya obstruksi V.
porta menyebabkan V. splancnic mengalami distensi yang akan diteruskan ke
V.lienalis dan V. esophagus sehingga menyebabkan tekanan osmotic meningkat
mengakibatkan splenomegaly perdarahan V. esophagus menjadi hematemesis
melena tetapi pada pasien (-).
- Ascites dengan shifting dullness (+) dan undulasi (+). Akibat dari obstruksi di V.
porta menyebabkan distensi V. mesentrika sehingga tekanan osmotic meningkat dan
terjadi perpindahan cairan menyebabkan ascites.
Penatalaksanaan
Medikamentosa berupa terapi simptomatik antara lain:
- Lasix 2 x 1 amp
- KSR 2 x 1
- Cedantron 2 x 4 mg IV
- B complex 2 x 1
- Ca gluconas 10cc/1000 cc
Non medikamentosa:
- Tirah baring, diet lunak kaya nutrisi
- Pemeriksaan penyaring untuk memastikan diagnosis sebagai tumor primer hepar.
Berupa :
AFP/ alfa fetoprotein merupakan sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh
hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Normal 0-20
ng/ml. kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostic untuk hepatoma.
Kriteria radiologis dengan koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT
SCAN/MRI/ANGIOGRAFI) lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi
arterial. Gambaran mosaic, formasi septum, bagian perifer sonolusen,
bayangan kapsul yang dibentuk pseudokapsul fibrotic serta penyengatan eko
posterior.
Pemeriksaan status hepatitis HbSAg, HbeAg, VHB DNA ALT dan anti
HCV atau RNA HCV
- Dapat pula dilakukan terapi lain untuk menurunkan pertumbuhan tumor seperti
ablasi tumor perkutan (penggunaan asam poliprenoik selama 12 bulan), TACE/
Trans arterial embolization atau chemo embolization), dan imunoterapi
Merupakan bagian dari syndrome stress hematologic dimana terjadi produksi sitokin
yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi atau inflamasi, sitokin tersebut
menyebabkan sekuestrasi makrofag yang akan mengikat lebih banyak besi dan
meningkatkan destruksi eritrosit di limfa dan menekan produksi eritropoesis di ginjal.
Dapat juga disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi makanan pada pasien. Sebab dalam
hemoglobin terdapat zat besi yang sumbernya berasal dari makanan. Dimana sumber besi
dalam makanan tersebut terbagi menjadi besi heme yang terdapat dalam daging dan ikan
memiliki tingkat absorbs yang lebih tinggi serta non heme yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
Penatalaksanaan
21
- Transfusi PRC 250 cc sebanyak 4 kolf
- Pemantauan tanda vital sebab dapat terjadi takikardi dan juga peningkatan
respirasi akibat penurunan suplai oksigen ke jaringan
- Pemeriksaan kadar serum Fe dan TIBC untuk memastikan dimana
kemungkinannya serum Fe akan menurun karena cadangan yang ada habis
terpakai dan belum sempat diganti sedangkan TIBC akan meningkat
4) Insufisiensi ginjal dengan massa ren dextra dan urolithiasis ren sinistra
Gejala subjektif
Keluhan BAK sedikit, dapat merupakan akibat dari penurunan fungsi filtrasi
ginjal yang disebabkan oelh infiltrasi massa ginjal atau adanya batu. Keberadaan massa
dan batu ginjal tersebut juga dapat menghambat aliran urin sehingga terjadi hidronefrosis.
Gejala objektif
- Ballotement (+)
- Gambaran USG berupa ren dextra tampak besar, normoekoik, disertai massa
pada pol atas ukuran 3,78 x 2,16 cm dan pelebaran kalises tanpa
hipervaskular. Ren sinistra ukuran besar, normoekoik, disertai pelebaran
kalises dan gambaran batu pada pelvis renis, ukuran 1,67 cm.
- Peningkatan ureum dan creatinin dimana ureum 118 dan creatinin 2.66 yang
menunjukkan tidak adekuatnya fungsi filtrasi.
Penatalaksanaan
- Pertimbangan hemodialisis sebab terdapat penurunan GFR berat (stage 4:
GFR 19-25) dimana hasil perhitungan GFR pada pasien adalah 21 (dihitung
dengan rumus Cockroft D.
- Pemberian furosemid
- Batasi asupan protein diet (0.8-1g/kg BB per hari)
- Batasi garam (1-2 g/hari) dan air kurang dari 1 liter perhari
- Pemeriksaan kadar elektrolit darah untuk mendeteksi adanya gangguan seperti
hiperkalemi dan sebagainya.
22
- Sesak, dapat disebabkan karena berkurangnya jaringan paru yang masih berfungsi
dengan baik akibat adanya destruksi paru
Gejala objektif
- Ronkhi (+) di kedua apex paru pada auskultasi, disebabkan karena adanya infiltrate
pada apex paru tersebut
- Tampak bercak infiltrat dan gambaran fibrosis di kedua apex paru (lobus superior
sinistra dan hampir meliputi seluruh lobus paru kanan) disertai efek tarikan pada
apex jantung akibat adanya fibrosis tersebut.
- Netrofilia dan limfositopenia. Pada infeksi TB bakteri masuk ke dalam sitoplasma
makrofag dan menghindar dari fagosom sehingga bakteri tersebut resisten terhadap
mekanisme mikrobisidal dari fagosit dan menjadi sulit untuk dieradikasi. Karena
itu diperlukan CTLs (cytotoxic T lymphocytes). Limfosit tersebut banyak dipakai
untuk mengeradikasi bakteri dalam makrofag di paru-paru sehingga kadar limfosit
darah menurun.
Sedangkan netrofilia meningkat bila ada infeksi bakteri. Dimana makrofag yang
menangkap bakteri akan mengeluarkan sitokin yang akan memanggil sel leukosit
salah satunya netrofil untuk bermigrasi ke tempat infeksi.
Biasanya pada infeksi TB paru disertai adanya monositosis yang disebabkan
karena monosit berperan penting dalam reaksi seluler terhadap MTB. Fosfolipid
MTB akan mengalami degradasi dalam makrofag dan monosit yang menyebabkan
transformasi sel-sel tersebut menjadi sel epiteloid sehingga monosit merupakan sel
utama pembentuk tuberkel. Monositosis merupakan penanda aktifnya penyebaran
tuberculosis.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Karena terdapat gangguan fungsi hepar dan secara klinis pasien ikterik maka OAT
dapat ditunda. Tetapi dapat pula diberikan OAT non hepatotoksik yaitu
Streptomycin 750 mg/hari dan etambutol 1000 mg/hari
Promedex 3x1
Non medikamentosa
Pemasangan oksigen, pemantauan faal hepar dan fungsi ginjal secara berkala
II.9 PROGNOSIS
23
o Ad fungsionam : dubia ad malam
o Ad sanactionam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
24
Gambar anatomi hepar . Diambil dari :
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25%
berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat
kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen.Batas atas hati berada
sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX
kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis.
Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagi lobulus yaitu susunan
heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati memiliki bagian terkecil yang
melakukan tugas diatas disebut sel hati (hepatosit), sel-sel epithelial sistem empedu dalam
jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel
kupffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang.
Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang
dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran cerna tidak secara langsung
menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena vena dari lambung dan usus terlebih dahulu
memasuki sistem vena porta. Pada sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna
untuk diolah, disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke sirkulasi
besar. Persarafan hepar dilakukan oleh N. simpatikus dari ganglion seliakus, berjalan bersama
pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis. Serta
N. Vagus dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis mneyusuri kurvatura minor gaster
dalam omentum.
Organ ini penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi lain antara lain :
25
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.
b) Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel
dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun
proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan
hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang difus dan sulit
dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya yang tidak dapat dibedakan
dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun
menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi
besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 20
bulan.
c) Epidemiologi
Insiden hepatoma nampak meningkat dibeberapa negara dalam 3 dokade terakhir ini.
Keterangan mengenai terjadinya peningkatan ini tidak jelas. Agaknya terdapat kecenderungan
paparan terhadap "environmental carcinogen" bertambah, atau penderita sirosis hati lebih banyak
yang hidup lebih tua.
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi
HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat
sampai delapan berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih
rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor mungkin dihubungkan dengan faktor hormonal,
atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh faktor risiko hepatoma seperti virus hepatitis dan
alkohol
26
d) Etiologi
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan
multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran
serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas,
menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor
utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma.
1. Virus hepatitis
HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat,
baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.Karsinogenisitas HBV terhadap
hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,
integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV
berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif
(quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada pasien yang
bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan
anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29
tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi
kronik dan sirosis hati.
2. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari
kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah
satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi
pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.
e) Faktor resiko
Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi
lebih dari 80% kasus hepatoma.Otopsi pada pasien SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah
menderita HCC. Prediktor utama hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan
kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver
disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.
Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (>50-
70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik.
Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak
meningkatkan risiko terjadinya HCC.
28
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko HCC
namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun( hepatitis
autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik(hemokromatosis genetik, defisiensi
antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia( thorotrast, vinil klorida,
nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.
f) Patologi
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat kadang nekrotik kehijauan
atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam vena hepatika atau porta
intrahepatik.
Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1. ekspansif, dengan batas yang jelas, 2. infilt
menyebar/menjalar; 3. multifokal. Menurut WHO secara histologik HCC dapat
diklasifikasikan berdasa organisasi struktural sel tumor sebagai berikut: 1). Trabekuli
(sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Sirous
Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor; diameternya lebih kecil dari
1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata dari karsinoma yang
berdiferensiasi baik, deng sedikit atipia selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi,
berbagai variasi histologik beserta de-diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama.
Nodul kanker yang berdiameter kurang dari satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker
yang berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya terdiri atas
lebih;| dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda-beda.
29
Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma.
g) Patogenesis
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupaka
proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma
walaupun pada pasien pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini
mungkin berhubungan dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga
memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan
host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini
akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu
perkembangan dari keganasan yang nantinya akan mengahambat apoptosis dan meningkatkan
proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen gen yang berubah dalam perkembangan sel
hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan -Catenin.
Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul nodul di hepar, baik nodul
regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi
yang khusus dari nodul nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul
displastik didapatkan bahwa nodul yang terbentuk dari sel sel yang kecil meningkatkan proses
pembentukan hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati.
Sel sel ini meregenrasi sel sel hati yang rusak tetapi sel sel ini juga berkembang
sendiri menjadi nodul nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik
30
yang disebabkan oleh infeksi virus.nodul nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut
akan menjadi hepatoma.
Manifestasi Klinis
I. Pemeriksaan laboratorium
32
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam
serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang
normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali
muncul. Selain itu teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma
gaster, paru dll.) dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian
pasien hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat.
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500
ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat
disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis
hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering
dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun
dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga
normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda
terjadi residif atau rekurensi tumor.
33
Alpha- Interpretation
fetoprotein
(ng/mL)
Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver).
Alpha- Interpretation
fetoprotein
(ng/mL)
Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)
34
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat
hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki
nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin
(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin,
feritin, CEA, dll.
l. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Ke-gunaan
dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang
dalam hati; dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode
diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang,
membedakan lesi berisi cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan
pembuluh darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi; membantu
memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya,
memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik; di
bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi
35
2. CT
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat
hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan
ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan
modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin
dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika
disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT-
lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.
3. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium,
dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga
cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu
36
dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan
hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%
Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis
perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau
supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena
metode ini tergolong invasif, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak
kurang baik, dewasa ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil
pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi
penempat ruang tersebut.
Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun karsinoma
kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap
18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe
supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga
mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.
37
Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam hati yang tak
dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan diagnosisnya dalam waktu
sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan modern tidak dapat dilewatkan, biasanya
dimulai dengan pemeriksaan noninvasif, bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk
kasus yang dengan berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau
ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif.
SISTEM STAGING
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-kelompok yang
prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang
tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor,
derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar
pasien HCC adalah pasien sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak
digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk penilaian staging
HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah:
38
Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah menetapkan
standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem repro-duksi,
penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati mem-besar, keras dan
bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menun-jukkan lesi penempat ruang
karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi,
penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan
pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua
petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9, dll.) positif serta satu pemeriksaan
pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
39
(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik
ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel
ganas) serta dapat meny ing-kirkan hepatoma metastatik
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer
la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa
emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua
tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli
tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor
multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa
emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat
emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child
B.
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena
kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A
atau B.
Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
40
h) Diagnosis banding
Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar
reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan
peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik
tumor bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan
metastasis hati. Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi
konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati, USG dan CT
serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali dapat memperjelas diagnosis.
Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma,
harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat
ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor
perubahan ALT dan AFP.
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari hepatoma kecil dengan
AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi
41
lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT
tunda, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat
kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar
dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda
radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau nekrosis. Pada
hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat penyakit hati, umumnya
kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif,
pencitraan menemukan lesi bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal
polikistik. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-
tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda dapat
membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit
dibedakan dari hepatoma primer
i) Penatalaksanaan
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi gabungan,
dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap
rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan
hepatoma besar hanya sekitar 20%.
Terapi operasi
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada kemung-kinan
tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik, diperkirakan tahan operasi; tanpa
kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati
berat, insufisiensi hati disertai ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus
kanker; rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan operasi.
1. Metode hepatektomi.
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun
pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (<5 cm) dapat mencapai 50-60%.
Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke
lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen,
42
subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu
mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu ber-jarak 2-
3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran
empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya.
Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit,
bila perlu dapat diobstruksi berulang kali.
Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor
tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi
lagi dan dapat dilakukan reseksi
2. Transplantasi hati
Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya tinggi,donornya
sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif
tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang
dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan
indikasi lebih baik untuk transplantasi hati.
Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak dapat
dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat
melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui
kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang
mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi
tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi
Terapi lokal
Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan injeksi obat
intratumor.
43
Ini adalah metode ablasi lokal yang [paling sering dipakai dan efektif dewasa ini.
Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi radiofrekuensi, hingga jaringan
tumor mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh jaringan
tumor. Satu kali RFA meng-hasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat
membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan
mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga mendapat
perhatian luas untuk terapi hepatoma.
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam
tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol
absolut dalam tumor hati dan dosis toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi
ideal terhadap hepatoma besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai
direseksi atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma kecil tapi
suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat membuat kanker nekrosis memadai.
Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang
sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi.
Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi
diperkirakan tak tahan operasi; hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi
hepatoma, suspek terdapat residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim
hati, fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi, semua iru
merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.
Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri
hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat
pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan
relatif kecil. Pasca kemoembolisasi arteri hepatik survival 1 tahun pasien hepatoma adalah 44-
66,9%, lama ketahanan hidup rata-rata 8-10 bulan. Tapi terapi itu bersifat paliatif, terapi
intervensi berulang kali pun sulit secara total membasmi semua sel kanker, efek terapi jangka
panjang belum memuaskan, selain juga mencederai rungsi hati. Oleh karena itu setelah dengan
44
terapi intervensi hepatoma mengecil hingga batas tertentu, harus diupayakan memanfaatkan
peluang reseksi bedah 2 tahap untuk mencapai terapi kuratif. Pasca reseksi hepatoma 3-4
minggu, bila ditunjang dengan kemoembolisasi arteri hepatik dapat membasmi lesi yang
mungkin residif dalam hati, menurunkan rekurensi pasca operasi, meningkatkan survival.
Terapi Paliatif
Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti imunoterapi
dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi
arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian
yang meyakinkan.
Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh stadium tumor pada saat diagnosis, status
kesehatan pasien, fungsi sintesis hati dan manfaat terapi
.Studi oleh Ramacciato dkk. mendapatkan angka harapan hidup 5 - tahun pada stadium I
berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3 subkategori ukuran tumor :
< 2 cm68.2 %
2-5 cm70.7%
> 5 cm75.8%
BAB III
KESIMPULAN
45
Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang disebabkan oleh faktor risiko yang
sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, alkohol, dan NASH). Infeksi HBV dan HCV
adalah penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan seperti aflatoksin ikut berperan dalam
proses transformasi pada patogenesis molekular HCC. Semakin banyak bukti bahwa obesitas dan
diabetes melitus adalah faktor risiko untuk HCC.
Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda dan
penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan terapi yang berpotensi
kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI). USG abdomen secara periodik merupakan cara terbaik
untuk surveilans HCC, namun belum jelas pengaruh surveillance terhadap mortalitas spesifik-
penyakit. Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik
mempengaruhi prognosis. Diagnosis dini merupakan masalah yang besar, umumnya penderita
datang ter-lambat sehingga alternatif pengobatan men-jadi sangat sedikit dan kurang bermanfaat.
46