Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tuberkulosis

II.1.1.Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang bersifat menahun yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,3-0,6/m. Kuman ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarnaan, disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC

cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di

tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama

selama beberapa tahun, kemudian dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif

lagi.6

II.1.2. Patogenesis

a. Infeksi Primer

Infeksi primer dapat terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.

Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan

mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana.

Infeksi dimulai pada saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan

diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa

kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer.

Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6

4
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari

negatif menjadi positif. 7,8

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan

besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan

tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa

kuman yang menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya

tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa

bulan, yang bersangkutan akan menjadi pasien TBC. Masa inkubasi , yaitu waktu yang

diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.7,8

b. Tuberkulosis Pasca Primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah

infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status

gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas

dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.7,8

II.1.3. Gejala-gejala Tuberkulosis

a. Gejala umum :

Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.

b. Gejala lain yang sering dijumpai :

Dahak bercampur darah.

Batuk darah.

Sesak nafas dan rasa nyeri dada.

5
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan

(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari

sebulan.6,7,9

II.1.4. Cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TBC paru dengan BTA positif. Pada waktu batuk

atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).

Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa

jam . Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan.

Setelah kuman TBC masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut

dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah , sistem

saluran limfe atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari

seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin

tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Bila hasil

pemeriksaan dahak negatif, maka pasien tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan

seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut.9

II.1.5. Risiko Penularan

Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di

Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI

sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian

besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi pasien TBC, hanya sekitar 10% dari yang

6
terinfeksi yang akan menjadi pasien TBC. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan

bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100

pasien TBC setiap tahun, dimana 50 pasien adalah BTA positif.

II.1.6. Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis TBC paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA

pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila

sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila

hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu foto rontgen

dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Bila hasil rontgen mendukung TBC, maka pasien

didiagnosis sebagai pasien TBC BTA positif. Namun bila hasil rontgen tidak mendukung

TBC, maka pemerikasaan dahak SPS diulangi.

Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya

biakan. Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya

Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala

klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS. Bila hasil SPS positif,

didiagnosis sebagai pasien TBC BTA positif. Namun hasil SPS tetap negatif, lakukan

pemeriksaan foto rontgen.

Adapun pemeriksaan lain yang dapat dilakukan dalam menegakkan diagnosis adalah :

Pemeriksaan Radiologis

Apabila dari 3 kali pemeriksaan BTA negatif, sedangkan secara klinis mendukung

sebagai TBC, perlu dilakukan pemeriksaan rontgen, tetapi belum merupakan diagnosis pasti

kelainan-kelainan yang dijumpai pada rontgen thorax mungkin dapat disebabkan oleh TBC

7
atau oleh sejumlah keadaan lain, tidak terlalu spesifik untuk TBC. Misalnya pada beberapa

orang yang sebelumnya menderita TBC dan sekarang sudah sembuh. Pemeriksaan ini

mungkin berguna pada pasien-pasien suspek yang belum pernah diobati sebelumnya dengan

hasil pemeriksaan dahaknya negatif.

Pemeriksaan standar ialah foto thorax PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan

lain atas indikasi, seperti foto apiko lordotik, oblique, CT-scan. Gambar radiologik yang

dicurigai sebagai lesi TBC aktif adalah bayangan berawan/noduler di segmen apikal dan

posterior lobus atau segmen superior lobus bawah, kavitas terutama lebih dari satu dikelilingi

oleh bayangan opak berawan atau noduler, bayangan bercak milier, efusi pleura unilateral,

fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas, kalsifikasi atau fibrotik, kompleks

ranke atau fibrothoraks dan atau penebalan pleura.

Uji Tuberkulin

Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantoux (penyuntikan intrakutan) dengan

semprit tuberkulosis 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU.

Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transversal dari

indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam milimeter. Uji tuberkulin positif bila indurasi

> 10 mm (pada gizi baik) atau > 5 mm (pada gizi buruk). Apabila uji tuberkulin positif,

menunjukkan adanya infeksi TBC dan kemungkinan ada TBC aktif pada anak, namun uji

tuberkulin dapat negatif pada anak TBC berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat

berat, pemberian imunosupresif, dll). Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan uji ulang. Uji

tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis pada orang dewasa sebab

sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberkulosis karena

8
tingginya prevalensi TBC. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang

bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium tuberkulosis.

Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan hasil yang spesifik untuk

tuberkulosis. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang

sedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah laju endap darah meningkat.7

Pemeriksaan Histologi

Bahan histopatologi jaringan diperoleh melalui biopsi paru dengan TBCLB (Trans

Bronchial Lung Biopsy), TTBC (Trans Thorachal Biopsy), biopsi paru terbuka, biopsi pleura,

biopsi kelenjar dan biopsi kelenjar lain diluar paru. Dapat dilakukan aspirasi dengan jarum

halus. Diagnosis pasti infeksi paru atau di luar paru memberikan hasil-hasil berupa

granuloma dengan perkejuan.7,8

Diagnosis TBC pada anak lebih sulit ditegakkan daripada orang dewasa. TBC paru

pada masa kanak-kanak adalah suatu penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri, meskipun

hanya dengan pengobatan yang minimal atau tanpa pengobatan. Tetapi pada anak-anak harus

diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan untuk memastikan bahwa

mereka tidak akan berkembang lebih lanjut terjadi tuberkulosis sebagai akibat reaktivasi dari

infeksi.

Untuk menegakkan diagnosis TBC pada anak, dapat menurut urutan prioritas sebagai

berikut :

1. Adanya riwayat kontak dengan pasien TBC menular, terutama orang dewasa yang

tinggal serumah atau sekitar lingkungan rumah.

9
2. Adanya suatu gambaran abnormal dari foto thorax dimana menunjukkan adanya

unilateral lymphadenopathy dan atau bayangan paru yang menunjukkan adanya suatu

infiltrat.

3. Adanya hasil positif dari tes tuberkulin.

II.1.7. Metoda Pencarian Pasien Tersangka TBC

a. Metoda Pasif

Memeriksa pasien yang datang dengan kemauan sendiri ke poliklinik atau unit

pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, pustu) dengan gejala batuk 3 minggu

atau lebih.

Memeriksa mereka yang tinggal serumah dengan pasien TBC BTA positif (terutama

anak-anak dan dewasa).

Memeriksa mereka dengan kelainan paru dengan gambaran mengarah ke tuberkulosis.

Memberi pelatihan kepada petugas poliklinik, dokter, perawat, bidan dan kepada

masyarakat tentang gejala-gejala TBC dan tentang perlunya memeriksa orang yang

mempunyai gejala batuk yang menetap dan lama untuk datang ke puskesmas terdekat.

b. Metoda aktif

Metoda aktif pencarian pasien TBC yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada

masyarakat tentang TBC paru secara aktif dan mengadakan pengamatan langsung di

masyarakat atau mencari mereka yang mempunyai gejala-gejala TBC paru.

II.1.8. Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan, beberapa tipe pasien yaitu :7

10
a. Kasus Baru : Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kambuh : Pasien TBC yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TBC

dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan BTA positif.

c. Pindahan (Transfer in) : Pasien yang sedang mendapat pengobatan di suatu

kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini, pasien pindahan

tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan.

d. Setelah lalai (Pengobatan Setelah Lalai Berobat/Drop Out) : Pasien yang

sudah berobat paling kurang satu bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih dan kemudian

datang kembali berobat. Umumnya pasien tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan

dahak BTA positif.

e. Lain-lain

1) Gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).

Adalah pasien dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA positif pada

akhir bulan ke-2 pengobatan.

2) Kasus kronis

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai

pengobatan ulang kategori 2.

11
II.1.9. Tata Laksana Kasus TBC

a. Pencegahan :

Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan memberikan imunisasi

BCG pada bayi dan dilakukan penyuluhan-penyuluhan kesehatan mengenai penyakit

tuberkulosis.

b. Tujuan pengobatan

Menyembuhkan pasien

Mencegah kematian

Mencegah kekambuhan

Menurunkan tingkat penularan

c. Paduan obat di Indonesia


Jenis-jenis tablet FDC dikelompokkan menjadi 2, yaitu: FDC untuk dewasa dan FDC
untuk anak-anak. Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4FDC dan 2FDC. Tablet 4FDC
mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mg Isoniasid (INH), 150 mg Rifampisin, 400 mg
Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari
dalam tahap intensif dan untuk sisipan. Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu:
150 mg Isoniasid (INH) dan 150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan. Baik tablet 4FDC maupun tablet 2FDC
pemberiannya disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk melengkapi paduan obat
kategori II tersedia obat lain yaitu: tablet etambutol @400 mg dan streptomisin injeksi
(vial @750 mg).
Tablet FDC untu anak-anak terdiri dari tablet 3FDC dan 2FDC. Kedua jenis tablet
diberikan kepada pasien TB anak yang berusia 0 14 tahun. Tablet 3FDC mengandung 3
macam obat antara lain: 30 mg INH, 60 mg Rifampisin, dan 150 mg Pirazinamid. Tablet
ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Tablet 2FDC
mengandung 2 macam obat yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini
digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan

12
pemberian pada pasien dewasa, pemberian jumlah FDC pada pasien anak juga
disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis dan aturan pakai FDC disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk pasien
TB dewasa yang masuk dalam kategori I dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali

selama 56 hari seminggu selama 16 minggu

30 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC

38 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC

55 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC

71 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC

Sedangkan untuk pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori II, dosis dan aturan
pakai FDC yang harus diberikan yaitu:

Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3


Berat
kali seminggu
badan
Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu

2 tab 4FDC
2 tab 2FDC + 2 tab
30 37 kg 2 tab 4FDC
+ 500 mg Streptomisin Etambutol
Inj.

38 54 kg 3 tab 4FDC + 750 mg 3 tab 4FDC 3 tab 2FDC + 3 tab

13
Streptomisin Inj. Etambutol

4 tab 4FDC + 1000 mg 4 tab 2FDC + 4 tab


55 70 kg 4 tab 4FDC
Streptomisin Inj. Etambutol

5 tab 4FDC + 5 tab 2FDC + 5 tab


71 kg 5 tab 4FDC
Streptomisin Inj. Etambutol

Catatan:
Setiap vial Streptomisin mengandung 750 mg dilarutkan dalam 3 ml aquabidest. Dosis ini dapat dianggap
sebagai 3 dosis @ 250 mg yang digunakan untuk kelompok pasien dengan BB 38 54 kg. Untuk kelompok
pasien dengan BB lain, dosisnya disesuaikan dengan jumlah tablet yang diminum, misalnya untuk pasien
yang memerlukan hanya 2 tablet, juga hanya memerlukan 2 ml suntikan sterptomisisn (1 ml = 250 mg.
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun diberikan suntikan streptomisin maksimum 500 mg/hari. Injeksi
streptomisin diberikan setelah pasien selesai menelan obat.
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada pasien TB BTA positif tidak
terjadi konversi maka diberikan OAT sisipan berupa tablet 4FDC setiap hari selama 28
hari.
Dosis dan aturan pakai FDC untuk anak-anak yaitu:

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan tiap hari

selama 2 bulan selama 4 bulan

7 kg 1 tablet 3FDC 1 tablet 2FDC

8 9 kg 1,5 tablet 3FDC 1,5 tablet 2FDC

10 14 kg 2 tablet 3FDC 2 tablet 2FDC

15 19 kg 3 tablet 3FDC 3 tablet 2FDC

14
20 24 kg 4 tablet 3FDC 4 tablet 2FDC

25 29 kg 5 tablet 3FDC 5 tablet 2FDC

OAT-FDC tersedia dalam kemasan blister. Tiap blister terdapat 28 tablet. Tablet
4FDC dan 2FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet. Untuk tablet
etambutol 400 mg dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @ 28 tablet. Streptomisisn
injeksi dikemas dalam dos berisi 50 vial @ 750 mg. Untuk penggunaan streptomisin
injeksi diperlukan aquabidest dan disposable syringe 5 m l dan jarum steril. Aquabidest
tersedia dalam kemasan vial @ 5 ml dalam dos yang berisi 100 vial.
Efek samping dari OAT-FDC umumnya sama dengan efek samping dari
penggunaan OAT yang dalam tablet terpisah. Beberapa efek samping yang muncul
berupa hilangnya nafsu makan, mual kadang disertai muntah, sakit perut, nyeri sendi,
gatal dan kemerahan pada kulit, kesemutan hingga rasa terbakar di kaki, gangguan
keseimbangan. Selain itu efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi
hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis. Efek samping dari OAT tersebut
diperkirakan terjadi pada sekitar 3 6 % pasien yang mendapat pengobatan dengan FDC.
Bila diketahui dengan pasti bahwa FDC penyebab efek samping seperti yang disebutkan
sebelumnya dan obat tersebut tidak dapat diberikan kembali, maka pasien diberikan OAT
yang dalam bentuk tablet terpisah (OAT kombipak).

II.1.10. Pengawasan Menelan Obat

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.2,4

a. Persyaratan PMO
1) Seorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan

maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

15
4) Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

b. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,

juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan,

PMO dapat berasal dari keder kesehatan, PKK, anggota keluarga, dan tokoh

masyarakat lainnya.

c. Tugas seorang PMO


1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan.

2) Memberi dorongan pada pasien agar mau berobat secara teratur.

3) Mengingatkan pasien agar memeriksakan ulang dahaknya pada waktu yang telah

ditentukan.

4) Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit

Pelayanan Kesehatan.

II.2. Pendekatan Kedokteran Keluarga

II.2.1.Definisi Keluarga

Bermacam-macam batasan keluarga, beberapa di antaranya dikemukakan sebagai

berikut:

16
a. UU No. 10 Tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri

dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan

anaknya.13

b. Menurut Friedman, keluarga adalah kumpulan dua orang manusia atau lebih yang

satu sama lain saling terkait secara emosional, serta bertempat tinggal yang sama

dalam satu daerah yang berdekatan.14

c. Menurut Goldenberg (1980), keluarga adalah tidak hanya merupakan suatu kumpulan

individu yang bertempat tinggal yang sama dalam satu ruang fisik dan psikis yang

sama saja, tetapi merupakan suatu sistem sosial alamiah yang memiliki kekayaan

bersama, mematuhi peraturan, peranan, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, tata

cara negosiasi, serta tata cara penyelesaian masalah yang disepakati bersama, yang

memungkinkan berbagai tugas dapat dilaksanakan secara efektif.14

II.2.2. Bentuk Keluarga

Menurut Goldenberg, bentuk keluarga terdiri sembilan macam, antara lain:11,13,14

a. Keluarga inti (nuclear family)

b. Keluarga besar (extended family)

c. Keluarga campuran (blended family)

d. Keluarga menurut hukum umum (common law family)

e. Keluarga orang tua tunggal

f. Keluarga hidup bersama (commune family)

g. Keluarga serial (serial family)

h. Keluarga gabungan (composive family)

17
i. Hidup bersama dan tinggal bersama (co habitation family)

II.2.3. Fungsi dan Siklus Keluarga

Berdasarkan peraturan pemerintah No. 21 Tahun 1994 fungsi keluarga dibagi menjadi

delapan jenis, yaitu fungsi keagamaan, fungsi budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi,

fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan

lingkungan. Apabila fungsi keluarga terlaksana dengan baik, maka dapat diharapkan

terwujudnya keluarga yang sejahtera. Yang dimaksud keluarga sejahtera adalah keluarga

yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kehidupan spiritual, dan

materiil yang layak.11,13

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogburn (1969), telah terbukti adanya

perubahan pelaksanaan fungsi keluarga. Olehnya disebutkan, bahwa keluarga memiliki

fungsi:13

a. Fungsi ekonomi

b. Fungsi pelindungan

c. Fungsi agama

d. Fungsi rekreasi

e. Fungsi pendidikan

f. Fungsi status sosial

8 tahap pokok yang terjadi dalam keluarga (siklus keluarga), yaitu:13,14

a. Tahap awal perkawinan (newly married family)

b. Tahap keluarga dengan bayi (birth of the first child)

c. Tahap keluarga dengan anak usia pra sekolah (family with children in school)

18
d. Tahap keluarga dengan anak usia sekolah (family with children in school)

e. Tahap keluarga dengan anak usia remaja

f. Tahap keluarga dengan anak-anak yang meninggalkan keluarga

g. Tahap orang tua usia menengah

h. Tahap keluarga usia jompo

II.2.4. Arti dan Kedudukan Keluarga dalam Kesehatan

Keluarga memiliki peranan yang cukup penting dalam kesehatan. Adapun arti dan

kedudukan keluarga dalam kesehatan adalah sebaga berikut:13,14

a. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan melibatkan mayoritas penduduk,

bila masalah kesehatan setiap keluarga dapat di atasi maka masalah kesehatan

masyarakat secara keseluruhan akan dapat turut terselesaikan.

b. Keluarga sebagai suatu kelompok yang mempunyai peranan mengembangkan,

mencegah, mengadaptasi, dan atau memperbaiki masalah kesehatan yang diperlukan

dalam keluarga, maka pemahaman keluarga akan membantu memperbaiki masalah

kesehatan masyarakat.

c. Masalah kesehatan lainnya, misalnya ada salah satu anggota keluarga yang sakit akan

mempengaruhi pelaksanaan fungsi-fungsi yang dapat dilakukan oleh keluarga tersbut

yang akan mempengaruhi terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi masyarakat secara

keseluruhan.

d. Keluarga adalah pusat pengambilan keputusan kesehatan yang penting, yang akan

mempengaruhi kebrhasilan layanan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

19
e. Keluarga sebagai wadah dan ataupun saluran yang efektif untuk melaksanakan

berbagai upaya dan atau menyampaikan pesan-pesan kesehatan.

II.3. Pengkajian Keluarga dengan TBC

Pengkajian yang harus dilakukan pada pasien TBC antara lain : riwayat kesehatan dan

pemeriksaan fisik yang lengkap dilakukan. Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia,

penurunan berat badan, keringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum

mengharuskan pengkajian fungsi pernafasan yang lebih menyeluruh. Setiap perubahan suhu

tubuh atau frekuensi pernafasan, jumlah dan warna sekresi, frekuensi dan batuk parah, dan

nyeri dada dikaji. Paru-paru dikaji terhadap konsolidasi dengan mengevaluasi bunyi nafas,

fremitus, egofoni, dan hasil pemeriksaan perkusi. Pasien juga bisa mengalami pembesaran

nodus limfe, yang terasa sangat nyeri. Kesiapan emosional pasien untuk belajar, juga

persepsi dan pengertiannya tentang tuberculosis dan pengobatannya juga dikaji.11

II.4. Prinsip Intervensi Keluarga dengan TBC

Langkah-langkah dalam pengembangan rencana kedokteran keluarga menurut

Mubarak (2006), yaitu :11

1. Bantu keluarga mengenal tentang TBC dengan cara : jelaskan pengertian TBC,

jelaskan penyebab TBC, jelaskan tanda dan gejala TBC.

20
2. Bantu keluarga mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan

TBC, dengan cara : jelaskan komplikasi dari TBC, motivasi keluarga dalam

mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga dengan TBC.

3. Bantu keluarga agar mampu merawat anggota keluarga dengan TBC, dengan

cara : jelaskan cara mencegah TBC, jelaskan cara perawatan anggota keluarga di

rumah dengan TBC, ajarkan cara membuang sputum dengan sputum pot, ajarkan

klien tentang diet tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP).

4. Bantu keluarga memodifikasi lingkungan dengan cara : ajarkan klien untuk jemur

kasur bekas penderita secara teratur 1 minggu 1x, Buka jendela lebar-lebar agar udara

segar dan sinar matahari dapat masuk, ajarkan klien tentang perilaku hidup bersih dan

sehat.

5. Bantu klien untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan cara : jelaskan

manfaat dari pelayanan kesehatan, motivasi keluarga untuk memanfaatkan pelayanan

kesehatan terdekat.

21

Anda mungkin juga menyukai