Anda di halaman 1dari 21

Peran LPMP dalam Penjaminan Mutu Pendidikan

di Provinsi Sulawesi Tengah

The Role of Educational Quality Assurance Institution


in Assuring the Education Quality in Central Sulawesi Province

Faizal
Widyaiswara Madya LPMP Sulawesi Tengah

Abstract

The objectives of this writing is to describe: 1) the responsibilities,


functions and roles of LPMP; 2) the goals of LPMP programs; 3) the
quality assurance programs done by LPMP; and 4) the role of LPMP in
quality assurance in Central Sulawesi Province. This was a descriptive
research which means that it functions to describe the role and programs
of the institution as the representative of the central government in
provincial level. In the future, the role of LPMP at Central Sulawesi
Province is very strategic. Considering the responsibilities, functions and
roles of LPMP as the representaive of the central government.

Key words: Quality assurance, education quality, LPMP

PENDAHULUAN
Penjaminan dan peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan (PTK) diperlukan data dan hasil analisis data yang akurat
sebagai bahan pengambilan kebijakan agar sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi lapangan. Kebutuhan akan data yang akurat menjadi sebuah
keharusan. Karena itu, diperlukan sistem pendataan yang cermat dan
sistematis sehingga diperoleh data yang akurat secara efisien dan cepat.
Implementasi UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, PP No. 74 Tahun 2008
tentang Guru, Permendiknas yang mengatur lebih lanjut tentang 8 Standar
Nasional Pendidikan memerlukan pemetaan data dan hasil analisis secara
komprehensif sehingga kebijakan yang diambil akan lebih sinkron dan
tepat sasaran sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

1
Tingkat satuan pendidikan yang mempunyai aset sumber daya PTK
memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai
dengan Undangundang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, PP No. 19 tahun 2005 maka pendidik dan tenaga kependidikan
harus selalu dikembangkan dan ditingkatkan kompetensinya agar dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Sejalan dengan itu, guru sebagai tenaga
profesional seperti yang dijelaskan dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen pasal 2, dan pengakuan tersebut telah dideklarasikan
oleh Presiden Republik Indonesia pada 2 Desember 2005 bahwa guru
sebagai tenaga profesional yang setara dengan dokter, akuntan, notaris,
dan hakim. Konsekuensi dari pengakuan tersebut adalah peningkatan
kemampuan dan kompetensi secara berkelanjutan, seperti peningkatan
kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi yang berimplikasi pada
meningkatnya mutu lulusan dan kesejahteraan.
Kenyataan menunjukkan bahwa pemahaman dan penerapan
kegiatan penjaminan mutu (Quality assurance) dan peningkatan mutu
(Quality improvement) pada tingkat satuan pendidikan, dinas pendidikan
kabupaten/kota, dinas pendidikan provinsi, dan lembaga-lembaga lain
yang ikut bertanggungjawab terhadap pendidikan masih rendah. Hal ini
nampak pada tingkat pengetahuan dan pemahanan terhadap QA dan QI
yang minim. Pendapat dan harapan PTK yang menyatakan bahwa
kegiatan peningkatan mutu di tingkat satuan pendidikan, dinas pendidikan
di daerah dan provinsi sangat kurang. Sebaliknya, kegiatan di LPMP
umumnya peserta sangat antusias, senang, dan pertanyaan tentang isu
pendidikan yang terkini melalui media informasi antara PTK dengan LPMP
sangat intens.
Faktor penyebab munculnya masalah tersebut antara lain: belum
dilaksanakan secara maksimal PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) dan Permendiknas yang menjadi yang
mencakup 8 SNP; belum tersosialisasinya Permendiknas No. 63 tahun
2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP); belum

2
nampak program QA dan QI di tingkat satuan pendidikan, dan dinas
pendidikan daerah dan provinsi; kemitraan antara LPMP dengan tingkat
satuan pendidikan belum maksimal; beban penjaminan mutu pendidikan
sepenuhnya tanggung jawab LPMP; program kerja LPMP belum
memenuhi kebutuhan tingkat satuan pendidikan; komunikasi dan
keterbukaan mengenai penjaminan mutu yang belum maksimal dengan
tingkat satuan pendidikan; adanya kesenjangan eselonisasi jabatan antara
LPMP, dinas pendidikan daerah dan provinsi; aktivitias kegiatan
peningkatan kompetensi kelompok guru baik di sekolah, daerah maupun
di provinsi tidak maksimal; penganggaran alokasi dana pendidikan di
daerah melalui APBD I dan APBD II belum mencapai 20%.
Indikasi tersebut sangat berdasar dan teridentifikasi dengan jelas
melalui rembug pendidikan daerah, rapat koordinasi dan sinkronisasi
program LPMP, rapat sosialisasi program, observasi, monitoring dan
evaluasi, maupun diskusi PT&K dengan LPMP baik secara kelembagaan
maupun antar person.

PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian tersebut, maka LPMP digugat untuk lebih
memiliki peran penting dalam menjalankan tugas dan fungsi sesuai
dengan kewenangannya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di
daerah. Di sisi lain keberadaan LPMP sesuai namanya yakni Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan sering diperbincangkan oleh mitra dan
publik di daerah sehingga memunculkan berbagai topik sebagai berikut:
1. Apa tugas, fungsi dan peran LPMP?
2. Siapa yang menjadi sasaran program LPMP?
3. Apa program penjaminan mutu yang telah dilakukan LPMP?
4. Bagaimana peran penjaminan mutu LPMP di Provinsi Sulawesi
Tengah?

TUJUAN

3
Tujuan yang ingin dicapai melalui tulisan ini adalah untuk lebih
memperjelas pemahaman masyarakat mengenai:
1. Tugas, fungsi dan peran LPMP.
2. Sasaran program LPMP.
3. Program penjaminan mutu yang telah dilakukan LPMP.
4. Peran penjaminan mutu LPMP di Provinsi Sulawesi Tengah.

MANFAAT
Tulisan ini diharapkan akan membawa manfaat untuk lebih
memperkenalkan keberadaan LPMP Provinsi Sulawesi Tengah di
kalangan masyarakat dan lembaga atau dinas lainnya untuk lebih
mengetahui peran dan fungsi lembaga ini di masyarakat.

TUGAS, FUNGSI, URAIAN TUGAS UNIT KERJA, DAN PERAN LPMP


Sesuai dengan Permendiknas No. 07 Tahun 2007 tentang
Organisasi dan tata Kelola LPMP termasuk menjelaskan tugas dan fungsi
LPMP. Sementara rincian tugas unit kerja LPMP diatur dalam
Permendiknas No. 49 tahun 2008. Sedangkan Permendiknas N.o 63
Tahun 2009 tentang SPMP dan di dalamnya menerangkan peran LPMP
dalam SPMP.
1. Tugas LPMP
Tugas pokok Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan adalah
melaksanakan penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah
termasuk TK, RA dan bentuk lain yang sederajat di provinsi.
2. Fungsi LPMP
Fungsi LPMP adalah:
a. Pemetaan mutu pendidikan dasar dan menengah termasuk
TK, RA atau bentuk lain yang sederajat.
b. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu
pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA atau bentuk
lain yang sederajat.

4
c. Supervisi satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk
TK,RA atau bentuk lain yang sederajat dalam pencapaian
standar mutu pendidikan nasional.
d. Fasilitasi sumber daya pendidikan terhadap satuan
pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA atau bentuk
lain yang sederajat dalam penjaminan mutu pendidikan.
3. Peran Umum dan Khusus LPMP
Peran Umum LPMP berdasarkan perundangan nasional, LPMP
memainkan peranan yang penting dalam pengimplementasian
penjaminan mutu, khususnya pada komponen Penjaminan Mutu dan
Analisis Mutu. Untuk mencapai hal ini, harus dapat membanguan kerja
sama yang kuat dengan kabupaten/kota, dan memberikan keahlian dan
dukungan kepada kabupaten untuk membantu dalam
mengimplementasikan SPMP. Sedangkan peran khusus LPMP adalah:
a. Membantu kabupaten mengimplementasikan proses SPMP fasilitasi
dan pelatihan;
b. Membangun kapasitas tenaga kependidikan untuk penjaminan mutu;
c. Membantu propinsi dan kabupaten untuk menganalisa data dan
mempersiapkan laporan;
d. Mereviu, memonitor dan melaporkan implementasi SPMP dan data
kabupaten/ propinsi dan mempersiapkan laporan untuk Depdiknas/
Depag; dan
e. Mengatur, memonitor, dan mengevalusai penggunaan dan dampak
dari block grant, dengan P4TK dan kabupaten.

PEMBAHASAN
A. Profil Tingkat Satuan Pendidikan dan PT&K sebagai Sasaran
Program dan Kegiatan LPMP

5
Berdasarkan hasil analisis data LPMP Provinsi Sulawesi Tengah
per 30 Desember 2009 menggunakan Software NUPTK R93 tentang profil
tingkat satuan pendidikan dan PT&K sebagai mitra dan sasaran program
adalah sebagai berikut:
1. Rasio Guru Per tingkat Sekolah
Rasio guru pertingkat sekolah merupakan analisis untuk melihat
kesiapan sekolah di setiap tingkat pendidikan untuk memberikan
pembelajaran kepada siswa. juga memperlihatkan kesiapan pendidik
dalam menyukseskan program ketuntasan belajar tingkat dasar dan
menengah.
Tabel 1. Rekapitulasi Jumlah Guru Berdasarkan Kabupaten
dan Tingkat Sekolah Negeri dan Swasta
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009
TINGKAT SEKOLAH
NO KAB/KOTA JUMLAH
TK/RA SD/MI SMP/MTs SMA/MA SMK SLB
BANGGAI
1 148 1,843 640 258 60 0 2,949
KEPULAUAN
2 DONGGALA 571 2,941 894 284 96 0 4,786
3 POSO 499 2,675 852 417 149 18 4,610
4 BANGGAI 459 3,366 1,144 552 203 0 5,724
5 BUOL - KAB. 191 1,535 396 154 81 4 2,361
6 TOLI TOLI 138 1,888 641 220 191 0 3,078
7 MOROWALI 344 2,505 635 264 63 0 3,811
PARIGI
8 370 3,099 1,031 449 50 3 5,002
MUOTONG
9 TOJO UNA-UNA 220 1,678 425 160 113 2 2,598
10 SIGI 422 2,706 960 368 76 40 4,572
11 PALU 733 2,566 1,598 930 534 31 6,392
JUMLAH 4,095 26,802 9,216 4,056 1,616 98 45,883

Hasil rekapitulasi Tabel 1 menunjukkan bahwa guru terbanyak


berasal dari tingkat SD diikuti oleh tingkat SMP, SMA, SMK masing-
masing adalah Guru TK/RA sebanyak 4,095, Guru SD/MI sebanyak
26,802 Guru SMP/MTs sebanyak 9,216 Guru SMA/MA sebanyak 4,056

6
SMK sejumlah 1,616 serta SLB sebanyak 98 guru. Hal ini berkorelasi
dengan jumlah sekolah di setiap jenjang pendidikan. Jumlah sekolah di
Sulawesi Tengah berjumlah 4.965 dengan tingkat TK/RA 1.119 SD 2.812,
SMP 688 SMA 252 SMK 85 SLB 9, lihat tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 di bawah ini dapat dilihat bahwa tingkat
satuan pendidikan masih bertumpu pada tingkat dasar. Hal ini wajar
mengingat pada dekade sebelumnya pemerintah lebih menekankan pada
tingkat pendidikan dasar. juga memperlihatkan bahwa walaupun
penyandang cacat telah mendapatkan layanan pendidikan melalui SLB
namun masih ada beberapa kabupaten yang belum menyediakan akses
pendidikan kepada mereka padahal setiap kabupaten tentulah memiliki
anak-anak yang cacat. Untuk Kabupaten Donggala, daerah ini tidak
memiliki SLB karena dimekarkan menjadi Kabupaten Donggala dan
Kabupaten Sigi sehingga SLB yang semuanya berada di wilayah Sigi
menjadi wewenang Pemerintah Daerah Sigi.
Tabel 2. Rekapitulasi Jumlah Sekolah Berdasarkan Kabupaten
dan Tingkat Sekolah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009
TINGKAT PENDIDIKAN
NO KAB/KOTA TK/RA SD SMP SMA SMK SLB JUMLAH
N S N S N S N S N S N S
BANGGAI
1 KEPULAUAN 1 43 221 12 29 31 10 14 2 2 365
2 DONGGALA 1 125 281 36 43 24 9 13 3 1 536
3 POSO 2 154 186 35 43 14 15 7 4 2 1 1 464
4 BANGGAI 1 127 340 29 51 39 17 15 7 6 632
5 BUOL - KAB. 3 47 158 9 27 9 8 2 3 2 1 269
6 TOLI TOLI 2 40 218 23 35 28 7 11 5 6 375
7 MOROWALI 1 133 237 30 38 19 12 12 3 3 488
8 PARIGI MUOTONG 5 138 345 39 50 44 14 17 2 3 1 658
9 TOJO UNA-UNA 1 70 162 6 25 18 6 5 5 1 1 300
10 SIGI 1 98 200 65 27 33 8 17 1 2 2 454
11 PALU 3 123 135 45 27 34 12 21 6 16 1 1 424
Total 21 1098 2483 329 395 293 118 134 41 44 7 2 4965
Kabupaten Parigi Moutong memiliki jumlah sekolah yang lebih
banyak dibanding kabupaten/kota lainnya akan tetapi jumlah gurunya
berada di posisi ketiga. Tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan
penyebab ketidak seimbangan ini. Pengadaan jumlah guru biasanya
ditentukan oleh beberapa faktor misalnya tingkat sekolah dan jumlah

7
rombel. Untuk tingkat SD perhitungan guru umumnya adalah Jumlah
rombongan belajar + 2 guru bidang studi + 1 Kepala Sekolah. Sehingga
umumnya untuk setiap SD berjumlah 9 orang guru (termasuk Kepala
Sekolah).
Dilihat dari segi partisipasi masyarakat, pada tingkat Pendidikan
Dasar atau SD pemerintah lebih banyak menyediakan fasilitas pendidikan
untuk pelajar dibanding masyarakat. Akan tetapi pada jenjang pra sekolah
(TK/RA) dan menengah atas (SMA/MA dan SMK) masyarakat lebih
dominan dalam berpartisipasi dalam pendidikan.
2. Rasio Guru dengan Siswa
Rasio Guru Siswa juga mempengaruhi tingkat pencapain murid.
Rasio guru siswa yang baik adalah 1:15 atau 1 orang guru mengajar 15
orang siswa. Tabel 3 di bawah ini memperlihatkan bahwa rasio untuk
jenjang pendidikan TK/RA dan SD dan SLB rombel untuk tiap kelas sudah
sangat baik, sementara untuk tingkat SMP/MI, SMA/MA dan SMK, rasio
siswa rombel sangat padat yakni berkisar 30 murid per rombel. Bahkan
untuk tingkat SMK, kabupaten Toli-toli tercatat memiliki rata-rata 45 murid
per rombel. Hal ini boleh jadi mengindikasikan bahwa SMK di Kabupaten
Toli-toli sangat diminati masyarakat di daerah tersebut. Oleh karenanya
hal semacam ini patut mendapat perhatian dari pemerintah daerah
setempat untuk menyediakan kelas atau sekolah yang baru guna
menampung aspirasi masyarakat setempat. Walaupun demikian, rasio
siswa/rombel untuk SMA/MA lebih tinggi dibandingkan SMK. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat pada umumnya lebih menyukai
anaknya bersekolah di SMA/MA dibandingkan SMK. Hal ini juga
merefleksikan preferensi orang tua agar anaknya bisa bekerja di kantor
dibandingkan mandiri atau membuka lapangan kerja sendiri. Hal ini patut
disayangkan sebab banyak anak-anak yang tidak dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang S1. Kebanyakan anak-anak ini akhirnya jadi
pengangguran karena latar belakang pendidikannya memang dirancang
untuk melanjutkan ke program S1.

8
Tabel 3. Rasio Siswa Per Rombel Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009
RASIO SISWA/ROMBEL
NO KAB/KOTA
TK/RA SD/MI SLTP/MTs SMA/MA SMK SLB
BANGGAI
1 KEPULAUAN 19 18 27 31 23 -
2 DONGGALA 14 20 14 33 27 -
3 POSO 19 19 28 32 19 5
4 BANGGAI 20 20 30 35 29 -
5 BUOL - KAB. 23 22 30 34 26 5
6 TOLI TOLI 21 22 31 38 45 -
7 MOROWALI 18 17 27 29 23 -
8 PARIGI MUOTONG 22 25 32 33 33 15
9 TOJO UNA-UNA 17 16 25 30 35 20
10 SIGI 17 18 31 31 23 4
11 PALU 21 30 33 34 27 3
JUMLAH 19 21 28 33 28 9

Walaupun Tabel 3 di atas memperlihatkan kepadatan siswa per


rombel pada sejumlah tingkat pendidikan akan tetapi tabel di bawah
menunjukkan bahwa rasio siswa/guru sudah memadai, bahkan untuk
tingkat SMP/MTS, SMA/MA dan SMK yang sebelumnya menunjukkan
kepadatan siswa/rombel. Jumlah ini lebih rendah di tingkat SMK dibanding
SMA/MA. Perlu diperhatikan bahwa semakin rendah rasio siswa per guru
maka semakin besar peluang siswa memperoleh perhatian dari gurunya.
Siswa SMK memiliki rasio lebih rendah dibanding siswa SMA/MA. Hal ini
dimungkinkan karena SMK membutuhkan guru yang terspesialisasi. Hal
ini juga memperlihatkan bahwa SMK membutuhkan guru yang lebih
banyak dengan tingkat kecakapan berbeda-beda sesuai dengan jenis
sekolah tersebut. SLB juga memperlihatkan rasio siswa/guru yang rendah.
Hal ini disebabkan karena setiap siswa SLB memerlukan perhatian yang
lebih besar dan lebih khusus dibanding anak-anak normal lainnya.
Tabel 4. Rasio Siswa Per Guru Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009
RASIO SISWA/GURU
NO KAB/KOTA
TK/RA SD/MI SLTP/MTs SMA/MA SMK SLB
BANGGAI
1 12 14 12 16 11 -
KEPULAUAN
2 DONGGALA 8 14 13 14 12 -
3 POSO 11 10 11 12 10 3
4 BANGGAI 11 14 13 15 11 -

9
RASIO SISWA/GURU
NO KAB/KOTA
TK/RA SD/MI SLTP/MTs SMA/MA SMK SLB
5 BUOL - KAB. 12 14 16 16 14 7
6 TOLI TOLI 14 17 16 18 19 -
7 MOROWALI 14 11 13 17 14 -
8 PARIGI MUOTONG 15 19 16 17 18 5
9 TOJO UNA-UNA 11 10 11 14 11 10
10 SIGI 7 11 9 11 7 3
11 PALU 9 5 11 15 11 6
JUMLAH 11 13 13 15 12 6

3. Rekapitulasi guru berdasarkan tingkat pendidikan per sekolah


Tabel 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar guru TK/RA
memiliki tingkat pendidikan D2 ke bawah diikuti oleh guru yang
berkualifikasi SMA ke bawah. Jumlah guru yang D2 terjadi karena
perekrutan pada tahun-tahun sebelumnya mensyaratkan pendidikan D2
keguruan. Disamping itu, adanya program pemerintah sebelumnya untuk
mengupgrade guru yang berkualifikasi SPG menjadi D2. Walaupun
program ini telah dijalankan selama beberapa tahun, akan tetapi ternyata
masih banyak guru yang berkualifikasi SLTA (SPG) ke bawah. Hal ini
dapat disebabkan karena keterbatasan dana dari pemerintah untuk
beasiswa, kendala geografis, motivasi guru serta faktor keluarga. Jika
diperhatikan lebih detail, jumlah guru yang berkualifikasi S1 ke atas
sangat kurang dibanding yang berkualifikasi D2 ke bawah bahkan
keadaan ini sangat terlihat untuk setiap kabupaten. Secara rata-rata
kualifikasi S1 menyumbang 0,5 % dari total guru. Walaupun guru yang
berkualifikasi S1 ke atas masih sangat kurang akan tetapi menarik untuk
dicermati bahwa Kota Palu dan Kabupaten Banggai memiliki guru TK
yang berkualifikasi S2, masing-masing berjumlah 4 dan 2 orang. Hal ini
diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang
bersangkutan. Namun pada umumnya, mereka yang memiliki kualifikasi
S2 adalah kepala sekolah sehingga dapat menunjang karir mereka.
Tabel 5. Rekapitulasi Guru TK/RA Negeri dan Swasta
menurut Tingkat Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009

10
TINGKAT PENDIDIKAN
NO KAB/KOTA <= Tidak JUMLAH
D1 D2 D3 S1 S2
SLTA diketahui GURU
BANGGAI
1 69 10 56 1 12 148
KEPULAUAN
2 DONGGALA 279 15 230 8 17 22 571
3 POSO 329 2 137 6 25 499
4 BANGGAI 211 25 184 1 36 2 459
5 BUOL - KAB. 111 5 70 5 191
6 TOLI TOLI 51 6 71 10 138
7 MOROWALI 227 108 2 7 344
8 PARIGI MUOTONG 224 5 116 2 23 370
9 TOJO UNA-UNA 123 2 86 9 220
10 SIGI 238 33 136 1 11 3 422
11 PALU 185 69 380 12 83 4 733
JUMLAH 2,047 172 1,574 33 238 6 25 4,095

Tabel di 6 di bawah ini menunjukkan bahwa masih banyak guru


yang belum memiliki kualifikasi S1. Guru yang belum berkualifikasi S1
sebesar 2.3349 atau 87% dari total guru. Kebanyakan guru masih
berkualifikasi D2 (16.019) atau SMA ke bawah (6.894). Guru yang
berkualifikasi SMA ke bawah umumnya adalah lulusan SPG, KPG atau
yang sederajat. Untuk meningkatkan kualifikasi guru, pemerintah pusat
telah memberikan beasiswa bagi guru PNS untuk melanjutkan ke tingkat
S1. Walaupun demikian, mengingat keterbatasan dana pemerintah pusat,
guru juga perlu berinisiatif untuk melanjutkan pendidikan guna mencapai
kualifikasi yang telah disyaratkan pemerintah.
Selain itu, juga memperlihatkan guru yang berkualifikasi S1 banyak
berada di Kab. Banggai dan Kota Palu. Hal ini dimungkinkan oleh
ketersediaan Universitas di wilayah tersebut. Kabupaten Banggai memiliki
Univ. Tompotika Luwuk, sementara Kota Palu memiliki sejumlah
universitas besar seperti Univ. Tadulako, STAIN Dato Karama, Univ.

11
Muhammadiyah. Dengan adanya universitas di tempat tersebut
memudahkan guru mengikuti pendidikan.
Tabel 6. Rekapitulasi Guru SD/MI Negeri dan Swasta
menurut Kualifikasi Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009
TINGKAT PENDIDIKAN
NO KAB/KOTA <= Tidak JUMLAH
D1 D2 D3 S1 S2
SLTA diketahui GURU
BANGGAI
1 470 10 1,060 11 291 1 1,843
KEPULAUAN
2 DONGGALA 783 50 1,700 17 375 2 14 2,941
3 POSO 901 16 1,457 37 261 2 1 2,675
4 BANGGAI 755 22 1,924 51 608 6 3,366
5 BUOL - KAB. 391 3 1,082 3 56 1,535
6 TOLI TOLI 306 4 1,308 9 261 1,888
7 MOROWALI 832 6 1,469 16 182 2,505
PARIGI
8 948 23 1,758 18 352 3,099
MUOTONG
9 TOJO UNA-UNA 277 7 1,210 7 177 1,678
10 SIGI 872 38 1,481 20 281 14 2,706
11 PALU 359 22 1,570 46 563 6 2,566
JUMLAH 6,894 201 16,019 235 3,407 17 29 26,802

4. Rasio guru berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan gender dalam satuan
pendidikan. Mayoritas guru TK/RA masih didominasi oleh perempuan. Hal
ini mungkin disebabkan karena stereotype masyarakat bahwa kanak-
kanak lebih tepat di asuh oleh kaum perempuan. Di samping itu,
kemungkinan psikologis perempuan yang lebih sabar, telaten dan
cenderung menyukai balita turut mendorong kaum perempuan untuk
menjadi guru TK.
Dari total 45.883 guru, jumlah guru perempuan adalah 28,078
orang atau sekitar 63 persen dari jumlah guru yang ada. Akan tetapi
walaupun jumlah guru perempuan lebih banyak dibanding guru laki-laki

12
namun jumlah mereka yang non PNS (10,396) lebih banyak dibanding
guru non PNS laki-laki (4,945).
Tabel 7. Jumlah Guru menurut Jenis Kelamin
Per Tingkat Sekolah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009

L P
NO TINGKAT SEKOLAH NON NON JUMLAH
PNS PNS PNS PNS
1 TK/RA 8 23 1,614 2,450 4,095
2 SD 7,586 2,500 10,381 5,125 25,592
3 SMP 2,594 727 2,785 867 6,973
4 SLB 21 11 48 18 98
5 SMA 1,261 278 1,201 375 3,115
6 SMK 563 236 560 257 1,616
7 MI 197 215 402 396 1,210
8 MTS 418 681 493 651 2,243
9 MA 212 274 198 257 941

JUMLAH 12,860 4,945 17,682 10,396 45,883

Analisis lebih detail memperlihatkan bahwa selain TK, kaum


perempuan juga lebih banyak mengabdi di SLB dan SD/MI. Hal ini juga
memperlihatkan bahwa sifat ketelatenan, hubungan kemanusiaan, dan
kesukaan terhadap anak-anak turut menunjang perempuan memilih
mengabdi di jenis sekolah tersebut. Di samping itu, karena SD dan MI
sebelumnya menyaratkan D2, maka dapat diduga bahwa kaum
perempuan menginginkan kemandirian. Jika dikaitkan dengan Tabel 6 di
atas dimana dapat dikatakan bahwa mereka yang mengajar di SD banyak
yang berkualifikasi D2 dapatlah dikatakan bahwa tingkat pendidikan
perempuan juga masih kurang.

5. Jumlah Guru berdasarkan Status Kepegawaian


Komposisi guru honorer lebih banyak dari PNS, yakni 30.294.
Setengah dari jumlah guru yang ada berasal dari non PNS (15. 589). Hal
ini perlu mendapat perhatian karena akan berimbas pada kesejahteraan

13
mereka. Di samping itu terlihat bahwa Guru Tidak Tetap (GTT) memiliki
jumlah terbesar kedua setelah Guru PNS. Tentulah guru yang sejahtera
lebih mudah fokus dalam mengajar dibandingkan dengan yang kurang
sejahtera. Data pada Tabel 8 di bawah ini menunjukkan masih terdapat
guru bantu yang belum terangkat sebanyak 174 orang dengan jumlah
yang terbanyak dari Kabupaten Parigi Moutong.
Tabel 8. Jumlah Guru Negeri dan Swasta menurut Status Kepegawaian
Per Tingkat Sekolah Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2009
JUMLAH
STATUS KEPEGAWAIAN PNS/NON PNS
No KAB/KOTA
PNS PNS GTT GR Non TOTAL
PNS DPK DEPAG PNS GTY GTT BANTU HONDA PNS PNS

1 BANGGAI KEPULAUAN 1,647 112 93 3 112 929 7 46 1,855 1,094 2,949

2 DONGGALA 2,378 319 129 169 1,641 7 143 2,826 1,960 4,786

3 POSO 2,605 713 173 2 85 612 5 415 3,493 1,117 4,610

4 BANGGAI 3,495 262 215 10 165 1,533 1 43 3,982 1,742 5,724

5 BUOL - KAB. 1,702 63 81 1 142 301 3 68 1,847 514 2,361

6 TOLI TOLI 1,780 190 139 5 92 835 27 10 2,114 964 3,078

7 MOROWALI 2,259 342 81 1 39 1,024 34 31 2,683 1,128 3,811

8 PARIGI MUOTONG 2,480 217 125 8 187 1,879 81 25 2,830 2,172 5,002

9 TOJO UNA-UNA 1,579 108 63 2 136 599 2 109 1,752 846 2,598

10 SIGI 2,337 371 134 158 1,474 2 96 2,842 1,730 4,572

11 PALU 3,331 907 437 2 435 1,235 5 40 4,677 1,715 6,392


TOTAL 25,593 3,604 1,670 34 1,720 12,062 174 1,026 30,901 14,982 45,883

6. Jumlah Guru Berdasarkan Usia


Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar umur tenaga
pendidik di Sulawesi Tengah berada pada usia 45 tahun ke bawah.
Bahkan usia 30 tahun ke bawah sangat tinggi yakni 10.914. orang. Hal ini
tentulah sangat menggembirakan karena tersedianya tenaga guru untuk
jangka panjang. Akan tetapi data selanjutnya memperlihatkan penurunan
guru pada usia 30-35 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
pengetatan jumlah PNS dengan kebijakan zero growth yang dicanangkan
sebelumnya oleh pemerintah (Kompas, 2008; Beritacerbon, 2008).
Tabel 9. Jumlah Guru Negeri dan Swasta menurut Kelompok Umur
Per Tingkat Sekolah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009

14
Kelompok Umur
TINGKAT
No TOTAL
SEKOLAH
<=30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56 57 58 59 >=60

1245 659 929 661 296 163 34 32 25 34 17 4095


1 TK/RA

6248 2334 5063 5530 3286 2006 335 262 194 211 123 25592
2 SD

997 835 1662 1873 1054 350 57 45 35 30 35 6973


3 SMP

16 7 14 45 11 5 0 0 0 0 0 98
4 SLB

598 528 673 713 386 156 11 11 9 14 16 3115


5 SMA

406 271 295 372 164 63 12 6 8 8 11 1616


6 SMK

505 211 244 133 61 31 3 8 3 3 8 1210


7 MI

643 418 603 340 95 77 16 5 9 12 25 2243


8 MTS

256 235 222 121 58 28 2 1 4 3 11 941


9 MA

TOTAL 10,914 5,498 9,705 9,788 5,411 2,879 470 370 287 315 246 45,883

Tingginya jumlah guru pada usia 30 ke bawah menunjukkan minat


masyarakat terhadap profesi guru sangat tinggi. Salah satu faktor yang
mendorong animo masyarakat tersebut adalah gaji guru PNS yang cukup
tinggi. Hal ini mengindikasikan keberhasilan pemerintah untuk
meningkatkan citra profesi guru di mata masyarakat. Hal ini sesuai
dengan deklarasi Presiden yang mengatakan profesi guru setara dengan
pengacara, dokter dan lainnya. Hal ini tentulah sangat menggembirakan
karena menunjukkan ketersediaan tenaga pendidik untuk jangka panjang
dan menengah. Walaupun ada penurunan jumlah guru pada usia 31-35
tahun namun ketersediaan guru pada usia 30 tahun ke bawah
memungkinkan untuk dapat menutupi kekurangan guru untuk jangka
panjang.
Berdasarkan hasil analisis data profil tingkat satuan pendidikan dan
PT&K dapat disimpulkan bahwa:
(1) Rasio guru dan siswa di Indonesia sudah cukup baik dan berada
dalam rentang yang ditentukan oleh Depdiknas.

15
(2) Jumlah guru perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
guru laki-laki yaitu 61% : 39%, bahkan Kota Palu mencapai 73%,
namun guru perempuan tersebut lebih banyak mengajar pada
pendidikan dasar dibandingkan pendidikan menengah.
(3) Kajian data PTK berdasarkan geografis didapat guru yang belum
berkualifikasi S1 lebih banyak di pedesaan dibanding diperkotaan.
Dengan demikian wajar jika mutu pendidikan di kota lebih baik
dibanding mutu pendidikan di pedesaan. Bila dilihat dari kelompok
usia ternyata kelompok guru usia muda persentasenya lebih banyak di
pedesaan. Hal tersebut mengindikasikan minat guru muda untuk
bertugas di pedesaan cukup menggembirakan.
(4) Persentase guru yang sudah berkualifikasi S1 masih 34,7% dari
45.883 orang guru di Sulawesi Tengah, padahal PP No. 19 Tahun
2005, tentang Standar Nasional Pendidikan mempersyaratkan
kualifikasi guru minimal S1 atau D4. Bahkan untuk jenjang TK dan SD,
tidak ada satu Kabupaten/Kota pun yang yelah mencapai ambang
batas yang telah di tentukan oleh pemerintah untuk tahun 2010, yaitu
12,3% dan 22,6%.
(5) Persentase guru PNS di Sulawesi Tengah lebih besar dari guru non
PNS dengan persentase masing-masing 67% dan 33%, bahkan
untuk Kabupaten Parigi Moutong, guru Non PNS mencapai 43%,
sementara berdasarkan Jenjang sekolah, guru Non PNS paling
banyak dijumpai pada jenjang TK yang mencapai hampir 60%.
(6) Rasio GTT di sekolah negeri adalah 1:3. GTT di sekolah negeri
tersebut banyak yang merupakan guru berusia muda dan belum
berkualifikasi S1. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas pendidikan
secara umum.
(7) Hasil kajian data PTK menurut pangkat/golongan dapat disimpulkan
bahwa masih terdapat guru golongan II. Salah satunya dikarenakan
pemberlakuan PP No 48 Tahun 2005 dan PP No 43 Tahun 2007
dimana guru kualifikasi di bawah S1 harus tetap terangkat menjadi
CPNS.

16
(8) Kelompok guru yang berusia di bawah 35 tahun dengan persentasi
lebih dari 30%. Sedangkan guru pada usia menjelang pensiun hanya
3%. Hal tersebut menggambarkan kecenderungan minat guru muda
meningkat khususnya pada jenjang TK.
(9) Guru perempuan perlu mendapat perhatian dari pemerintah dengan
meningkatkan kualifikasi pendidikan mereka sehingga dapat
meningkatkan kualitas pendidikan di daerah ini.

B. PERAN LPMP DALAM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DI


SULAWESI TENGAH
1. Program dan Kegiatan Penjaminan mutu LPMP periode tahun 2006 s.d
2010
Program dan Kegiatan penjaminan mutu yang telah dilaksanakan
di LPMP Provinsi Sulawesi Tengah selama 5 (lima tahun) terakhir 2006
s.d. 2010 terlihat pada Tabel 10. Tabel tersebut menunjukkan bahwa
kegiatan penjaminan mutu PT&K sangat bervariasi baik dari jumlah
kegiatan maupun jenis kegiatan.
Tabel 10. Program dan Kegiatan Penjaminan Mutu PT&K
LPMP Sulawesi Tengah Tahun 2006 -2010
TAHUN PELAKSANAAN
NO PROGRAM DAN KEGIATAN
2006 2007 2008 2009 2010
Diklat Pembekalan Guru Kelas/Agama SD
1 v v
menjadi bersertifikasi Penjas SD Tahap I dan II
2 Diklat ISO v v v v v
3 Diklat Pemanfaatan SIM Penjaminan Mutu v v v v v
4 Diklat Validasi dan Verifikasi NUPTK v v
5 Diklat Guru Pemandu Matematika SD v v
6 Diklat Guru Pemandu Matematika SMP v v
7 Workshop Kepala Cabang Dinas v
8 Workshop Pengawas sekolah v
9 Pemberian subsidi Guru bantu dan subsidi KKG,
MGMP, Pengawas v v
10 Pemilihan Guru berprestasi v v v v v
Pemilihan Kepala dan Pengawas Sekolah
11
berprestasi v v v v
12 Workshop Penyusunan Profil NUPTK v
13 Sosialisasi Model Pembelajaran Bhs. Indo, MTK,
IPS, Sains. Dan KTK SD v

17
TAHUN PELAKSANAAN
NO PROGRAM DAN KEGIATAN
2006 2007 2008 2009 2010
14 Workshop FIPTK v
15 Workshop Program Sertifikasi Pendidikan v v v v
16 Kemitraan Kepala Sekolah Angkatan IV v
17 Workshop Kemitraan Kepala sekolah SMA v
18 Pembekalan pendidikan matematika realistic v
Diklat TOT Peningkatan Kompetensi Lesson
19
STUDY v v v v
20 Blokgrant KKG/MGMP berbasis ICT v v v
21 Diklat pembekalan penggunaan alat peraga
Matematika SD v
Diklat pengembangan kapasitas guru gol. IV/a ke
22
atas v v v
23 Diklat jaringan computer v
24 Diklat Sistem jarak jauh Bahasa Inggris SD v
25 Diklat pengembangan perpustakaan digital v v
26 Diklat TOT Peningkatan Kompetensi PAUD v
27 Diklat TOT Kompetensi PLB v
28 Block Grant pelatihan penyusunan KTSP v
Diklat panduan pengenalan Konsep ins kayu
29
tanam v
30 Diklat pemanfaatan teknologi perkantoran v
31 Diklat TOT peningkatan kompetensi CLCC SD v v v v
32 Diklat Bimbingan karier pegawai v
33 Diklat KTSP v v v v
34 Workshop peningkatan mutu PT&K-SBI v v
35 Workshop Analisis Hasil Ujian Nasional (UN) v v v
Peningkatan Kapasitas Pengembangan Profesi
36
Guru v
37 Pembekalan Tenaga Laboran / Pengelola
Laboratorium SMA v
38 Peningkatan Kapasitas Pelaksanaan Tugas Guru v
39 Pembekalan PT&K daerah terpencil v
40 Program Kualifikasi Guru S1 v v
41 Quality Assurance Pendidikan v v
42 Pengembangan Profesi Widyaiswara v v
Program KKG,MGMP,KKKS,MKKS,KKPS,MKPS
43
BERMUTU v v
Jumlah 16 26 11 19 15

Program dan kegiatan tersebut di atas lebih didominasi oleh program


dan kegiatan dari Dirjen PMPTK dan Direktorat Bindiklat dan juga program

18
kemitraan dan titipan dari P4TK dan direktorat lainnya dalam lingkup
Kementerian Pendidikan Nasional.
2. Strategi dan Metode Pencapaian Program dan Kegiatan
Strategi dan metode dalam untuk pelaksanaan program dan
kegiatan digunakan berbagai strategi dan metode. Strategi pelaksanaan
antara lain: Pemetaan, Diklat, Workshop, Sosialisasi, Pengembangan,
Pembekalan, Bimbingan Teknis (Bimtek), Pendampingan, Rapat
koordinasi (Rakor), Pemantauan, Pemberian/penyaluran, Pemilihan,
Orientasi, dan Monotoring dan Evaluasi (Moneva). Sedangkan metode
yang digunakan adalah: Ceramah, Diskusi, Tanya jawab, dan pemberian
tugas.
3. Penjaminan Mutu PT&K Periode tahun 2006 s.d. 2009
Realisasi pencapaian program dan kegiatan penjaminan mutu di
LPMP Provinsi Sulawesi Tengah selama periode tahun 2006 s.d 2009
mencapai 100% namun partisipasi PT&K mencapai rerata 546 per-tahun
hal ini terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Partisipasi PT&K dalam Kegiatan Penjaminan Mutu


NO TAHUN JUMLAH PT &K
1 2006 911
2 2007 674
3 2008 94
4 2009 504
Jumlah 2183
Rerata 546

Apabila dikorelasikan dengan jumlah PT&K tahun 2009 berjumlah


45.883 dengan rerata partisipasi PT&K dalam kegiatan penjaminan mutu
maka dapat diprediksikan bahwa ketuntasan kegiatan penjaminan mutu
PT&K memerlukan waktu 100 tahun.

SIMPULAN

19
Peran LPMP Provinsi Sulawesi Tengah di masa depan sangat
strategis. Mengingat Tugas, fungsi, dan peran LPMP sebagai lembaga
penjaminan mutu pendidikan yang merupakan salah satu unit pelaksana
tugas Kementerian Pendidikan Nasional yang ada di provinsi menjadikan
LPMP sebagai primadona bagi tingkat satuan pendidikan dan PT&K
sebagai lembaga pencerahan dalam penjaminan dan peningkatan mutu di
daerah.

Daftar Pustaka
Depdiknas. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 Tentang
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Depdiknas Jakarta.

Depdiknas. 2008. Permendiknas Nomor. 49 Tahun 2008 tentang Rincian


Tugas Unit Kerja Dilingkungan LPMP. Depdiknas Jakarta.

Depdiknas. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74


Tahun 2008 Tentang Guru. Depdiknas Jakarta.

Depdiknas. 2007. Permendiknas Nomor. 07 Tahun 2007 tentang


Organisasi dan Tata Kelola LPMP. Depdiknas Jakarta.

Depdiknas. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 Tentang


Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005
Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil. Depdiknas. Jakarta.

Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19


Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas.
Jakarta.

Depdiknas. 2005. Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2005 tentang Guru


dan Dosen, Depdiknas. Jakarta.

Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2005 Tentang


Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil. Depdiknas. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta.

Education for All: UNESCO Statistics Worlwide. (2006), UNESCO


[Internet], UNESCO

20
available from: http://gmr.uis.unesco.org/selectindicators. aspx
[Accessed 20 May 2009]

LPMP Provinsi Sulawesi Tengah. 2009. Analisis Data Guru. Program dan
Sistem Informasi LPMP Provinsi Sulawesi Tengah.

R Development Core Team (2005). R: A language and environment for


statistical computing. R Foundation for Statistical Computing,
Vienna, Austria. ISBN 3900051070, URL: http//www.R.
project.org.

21

Anda mungkin juga menyukai