A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
: Tn. FH
Nama
: 25 tahun 7 bulan 14 hari
Umur
: Laki-laki
Jenis Kelamin
: Islam
Agama
:22 Maret 2017
Masuk RS
2. Keluhan Utama
minimarket di jakarta dan tempat tinggalnya berada di mes dimana satu kamar ditempati oleh
4-5 orang dan penghuninya sering berganti-ganti. Saat ini pasien tinggal dengan
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Primary Survey
a. Airway : Bebas
b. I : pergerakan dinding dada kanan = simetris, thoracoabdominal
Breathing
pernafasan x/menit
P : krepitasi (-/-)
P : sonor / sonor
A : ronkhi basah kasar (-/-)
c. Circulation : Tekanan darah 1 1 0 / 7 0 mmHg, Nadi 1 0 8 x/menit
d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+) pupil isokor (3 mm/3 mm)
Motorik : 55
33
C. ASSESSMENT I
Spondilitis TB dd spondilitis piogenik lain
Neoplasma medulla spinalis
D. PLANNING
O2 3 lpm nasal canul
Infus RL 20 tpm
OAT
Inj Ketorolac 5 mg/8 jam
Ro Thorax AP
Cek lab darah
Tranfusi 1 PRC
MRI
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lab
Hb : 8,4 g/dl
Leukosit : 7500 /ul
Eritrosit : 3,1 juta/ul
Hematokrit : 23
Trombosit : 286 ribu/ul
MCV : 75 fL
MCH : 28 pg
MCHC : 37 g/dL
Hitung Jenis
Basofil :0
Eosinofil :2
Batang : 84
Segmen :8
Limfosit :6
Monosit :5
LED : 5mm/jam
2. Hasil rontgen (15 Maret 2017)
2. Hasil rontgen (22 Maret 2017)
F. ASSESSMENT II
Spondilitis TB Lumbal 4-5
Defnisi Spondilitis
S
pondilitis tuberkulosa adalah suatu peradangan tulang
1
vertebra yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosa.
Ins
idensi
I
nsidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan
biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat
ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan
mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang,
terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk
masih menjadi masalah utama.2
B
erdasarkan data surveilans dan survei, WHO memperkirakan
terdapat 9.27 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2007 (139 per
100.000 populasi). Dari 9.27 kasus baru ini, diperkirakan 44% atau 4.1
juta (61 per 100.000 populasi) adalah kasus baru dengan smear-positif.
India, China, Indonesia, Nigeria dan Afrika Selatan menduduki peringkat
pertama hingga kelima dalam hal jumlah total insiden kasus. Menurut
laporan WHO tahun 2009, insidensi tuberkulosa di Indonesia pada tahun
2007 adalah 528.000 kasus atau 228 per 100.000 populasi per tahun.
Dari jumlah ini, 236.000 merupakan kasus dengan smear positif atau 102
per 100.000. Prevalensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2007adalah
3
566.000 atau 244 per 100.000 populasi per tahun.
P
ada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang
dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus13 dan lebih kurang 50%
10
kasus tuberkulosa tulang adalah s pondilitis tuberkulosa. Lebih kurang
4
45% pasien dengan keterlibatan spinal mengalami defisit neurologis.
Tulang belakang adalah daerah yang paling sering terlibat, yaitu 50%
dari seluruh kasus tuberkulosa tulang, 15% dari kasus tuberkulosa
5
ekstrapulmonal dan 3-5% dari seluruh kasus tuberkulosa.
W
alaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, namun
tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing)
dan mempunyai pergerakan cukup besar (mobile) lebih sering terkena
dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang belakang merupakan
tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang, diikuti kemudian
oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan
2
tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal
terutama torakal bagian bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian atas
merupakan tempat yang paling sering terlibat 6,2 karena pada area ini
pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu
diikuti dengan area servikal dan sakral.2
I
nsidensi keterlibatan daerah servikal adalah 2-3%.6 Pada penelitian
oleh Androniku, et al (2002), terhadap 42 pasien spondilitis tuberkulosa,
destruksi korpus vertebra paling sering melibatkan vertebra torakalis
(83%), diikuti vertebra lumbal (23%) dan vertebra servikal
(13%).7
Patogenesis
T
ahap kedua, berlangsung selama 3 bulan, ditandai oleh penyebaran
bakteri secara hematogen ke berbagai organ; pada saat ini pada
beberapa individu, dapat terjadi penyakit akut dan kadang-kadang
fatal, dalam bentuk meningitis tuberkulosa atau tuberkulosa milier.
Inflamasi pada pleura dapat terjadi pada tahap ketiga, yang
berlangsung 3 hingga 7 bulan dan menyebabkan nyeri dada berat,
namun tahap ini dapat berlangsung hingga 2 tahun. Tahap akhir
atau resolusi kompleks primer, dimana penyakit ini tidak
berkembang, dapat berlangsung hingga 3 tahun. Pada tahap ini, lesi
ekstrapulmonal yang lebih perlahan berkembang, misalnya pada
tulang dan sendi, yang sering muncul sebagai nyeri punggung kronik
8,10
dapat terjadi pada beberapa individu.
S
pondilitis tuberkulosa biasanya terjadi akibat penyebaran hematogen
atau penyebaran langsung dari nodus limfatikus paraorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus infeksi tuberkulosa
2,11
ekstraspinal. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal
2
dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
P
enyebaran basil dapat terjadi melalui arteri interkostalis atau lumbal
yang memberikan suplai darah ke dua vertebra yang berdekatan, yaitu
setengah bagian bawah vertebra di atasnya dan bagian atas vertebra
di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi columna
2,12
vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena.
T
erjadinya nekrosis perkijauan yang meluas mencegah pembentukan
tulang baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang
menjadi avaskular sehingga menimbulkan tuberculous sequestra,
terutama di regio torakal. Diskus intervertebralis yang avaskular relatif
lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa. Penyempitan rongga
diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam ruang
diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus
vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi
diskus,sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end
plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya
2
end arteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis. Bersamaan
dengan perubahan pada tulang, terdapat infeksi jaringan lunak
dengan pembentukan abses dingin paravertebral dan/atau
keterlibatan epidural. Abses paraspinal dapat menjadi sangat
13
besar sehingga menekan struktur sekitarnya.
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Penunjang
D
estruksi endplate dan destruksi korpus vertebra adalah dua tanda yang
paling bermanfaat pada foto polos untuk mendiagnosa spondilitis
tuberkulosa dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi (>79%).
Adanya jaringan lunak paravertertebral dan destruksi pedikel memiliki
spesifisitas yang tinggi namun sensitifitas yang rendah, sedangkan
penyempitan diskus memiliki sensitifitas yang tinggi namun spesifisitas
yang rendah. Secara keseluruhan, sensitifitas dan spesifisitas dari foto
19
polos adalah 82.8% dan 83.9% secara berurutan. (tabel 1)
Pada foto polos, temuan dini yang paling sering adalah penyempitan
diskus dan osteolisis vertebra. Kemudian diikuti dengan bayangan
paravertebra, kolaps vertebra dan angulasi vertebra pada kasus lanjut.
Abnormalitas ini mungkin tidak dijumpai pada foto polos hingga 8
minggu.19,22
Penatalaksanaan Medis/Konservatif
2
1. Pemberian Nutrisi yang Bergizi
2. Istirahat dan Immobilisasi
I
stirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi
tulang belakang dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang
akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah
pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.
Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sampai
dicapai keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis,
radiologis dan laboratorium. 2 Immobilisasi leher dapat dilakukan
10
dengan menggunakan cervical brace selama 6-18 bulan.
Penatalaksanaan Bedah
Intervensi bedah diperlukan pada kasus lanjut dengan destruksi tulang
ekstensif, pembentukan abses atau gangguan neurologis. Tujuan
pembedahan adalah untuk mencegah atau memperbaiki defisit neurologis
dan deformitas spinal. Pembedahan juga memfasilitasi kemoterapi yang
sukses, karena kavitas abses menimbulkan lingkungan yang melindungi
basil dari antibiotik sistemik. Ketika diperlukan pembedahan, hasilnya
paling baik jika dilakukan pada awal proses penyakit, sebelum terbentuk
fibrosis dan jaringan parut. Selanjutnya,pembentukan jaringan parut
yang padat menyebabkan perlekatan ke pembuluh darah besar atau
struktur vital, menyebabkan diseksi dan paparan pembedahan
menjadi berbahaya. Respon klinis terhadap pembedahan juga lebih
cepat dan lebih lengkap pada pasien dengan penyakit aktif jika
4,25
dibandingkan dengan pasien dengan penyakit kronis dan deformitas.
I
ndikasi untuk pembedahan pada spondilitis tuberkulosa secara
umum mencakup defisit neurologis (perburukan neurologis akut,
paraparesis), deformitas spinal dengan instabilitas atau nyeri, tidak
menunjukkan respon terhadap terapi medis (kifosis atau instabilitas yang
6,5,11
terus berlanjut), abses paraspinal yang besar, biopsi diagnsotik.
24. Hong SH, Kim SM, Ahn JM,et al. Tuberculous versus pyogenic
arthritis: MR imaging evaluation. Radiology. 2001 ; 218 : 848-853.